• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

I. 3 - 5NERACA PEMBAYARAN

Di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia dan menurunnya harga-harga komoditi dunia kinerja neraca pembayaran tetap terjaga. Pada tahun 2008, total penerimaan ekspor mencapai USD 139,6 miliar, atau naik 18,3 persen dibandingkan tahun 2007 (Sumber: Bank Indonesia). Kenaikan tersebut didorong oleh ekspor migas dan nonmigas yang meningkat masing-masing sebesar 27,5 persen dan 15,8 persen. Sementara itu dalam tahun 2008, impor meningkat menjadi USD 116,7 miliar, atau naik 36,9 persen. Peningkatan ini didorong oleh impor migas dan nonmigas yang masing-masing naik sebesar 24,6 persen dan 40,4 persen. Dengan defisit jasa-jasa (termasuk income dan current transfer) yang mencapai USD 22,6 miliar, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2008 mencapai sekitar USD 0,3 miliar turun dibandingkan tahun 2007 yang mencapai USD 10,5 miliar.

Investasi langsung asing (neto) mencapai surplus sebesar USD 2,0 miliar didorong oleh investasi langsung asing yang masuk sebesar USD 7,9 miliar. Pada semester I/2008 arus masuk investasi portofolio meningkat, namun pada semester II/2008 cenderung melambat. Hal ini terutama dipengaruhi oleh arus modal keluar dari para investor guna memenuhi kebutuhan konsolidasi keuangan global, yang pada akhirnya berimbas pada pelepasan surat utang negara (SUN) dan surat berharga Bank Indonesia (SBI) yang terjadi selama semester II/2008. Secara keseluruhan tahun 2008, investasi portofolio neto mencapai USD 1,7 miliar turun dibandingkan tahun 2007 (USD 5,6 miliar) dengan investasi portofolio yang masuk sebesar USD 3,0 miliar. Adapun arus modal lainnya pada tahun 2008 mengalami defisit sebesar USD 6,2 miliar didorong oleh investasi lainnya di luar negeri sebesar USD 10,0 miliar. Dengan perkembangan ini neraca modal dan finansial dalam keseluruhan tahun 2008 mengalami defisit USD 1,9 miliar dengan cadangan devisa mencapai USD 51,6 miliar atau cukup untuk membiayai kebutuhan 4,0 bulan impor.

Hingga akhir triwulan I/2009, total penerimaan ekspor mencapai USD 23,9 miliar atau turun dibandingkan dengan triwulan I/2008 yang mencapai USD 34,4 miliar. Penurunan ini terutama disebabkan melemahnya nilai ekspor non-migas sebesar 23,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, kebutuhan impor selama triwulan I/2009 juga melambat dan mencapai USD 17,7 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai USD 26,9 miliar. Secara keseluruhan nilai transaksi berjalan pada triwulan I/2009 mencapai surplus USD 1,8 miliar.

Sementara itu, transaksi modal dan finansial hingga akhir triwulan I/2009 mencapai surplus USD 2,4 miliar, terutama didorong oleh arus masuk modal asing langsung neto dan arus masuk modal portfolio yang masing-masing mencapai USD 2,7 miliar dan USD 1,9 miliar. Sedangkan defisit investasi lainnya menurun dan mencapai USD 2,3 miliar. Dengan gambaran tersebut cadangan devisa pada akhir triwulan I/2009 mencapai USD 54,8 miliar atau setara dengan 6,1 bulan impor.

KEUANGAN NEGARA.

Dalam tahun 2008, kebijakan fiskal diarahkan untuk memberi stimulus pada perekonomian dengan tetap menjaga ketahanan fiskal. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi tekanan yang sangat berat baik dari sisi internal maupun eksternal terhadap perekonomian Indonesia.

Bentuk dari stimulus fiskal yang dilakukan terlihat dalam peningkatan belanja negara, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat dan belanja ke daerah, sebesar 30 persen dibandingkan

I.3 - 6

tahun 2007. Belanja pemerintah pusat diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk belanja pegawai dan barang, mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan infrastruktur dasar, melindungi hajat hidup masyarakat dalam bentuk subsidi yang lebih terarah, serta memenuhi pembayaran utang baik dalam maupun luar negeri. Adapun kebijakan belanja ke daerah diarahkan untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan membiayai kegiatan-kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Sementara itu, penerimaan negara diarahkan terutama untuk menggali sumber penerimaan dalam negeri baik penerimaan pajak maupun penerimaan bukan pajak. Pada tahun 2008, penerimaan pajak meningkat menjadi Rp 658,7 triliun atau naik 34,2 persen terutama didorong oleh pajak dalam negeri yang meningkat 32,4 persen. Adapun penerimaan bukan pajak meningkat lebih tinggi, yaitu sebesar 49,2 persen. Hal ini terutama didorong oleh tingginya realisasi penerimaan migas akibat dari tingginya rata-rata harga minyak bumi sepanjang tahun 2008. Penerimaan migas tersebut mencapai sebesar Rp 209,7 triliun atau meningkat 68,1 persen dibandingkan tahun 2007. Dengan perkembangan ini, defisit anggaran pada tahun 2008 dapat ditekan pada tingkat sebesar Rp 3,3 triliun atau 0,1 persen PDB, jauh dibawah target dalam APBN-P yang sebesar 2,1 persen PDB.

Pada tahun 2009, kebijakan fiskal tetap diarahkan untuk memberi stimulus kepada perekonomian namun dengan terus menjaga ketahanannya. Hal ini dilakukan mengingat dampak terberat dari krisis ekonomi global diperkirakan terjadi dalam tahun ini. Oleh karena itu kebijakan fiskal yang ditempuh ditujukan untuk menyelamatkan perekonomian nasional dengan memperluas program stimulus ekonomi melalui APBN 2009; melakukan perubahan asumsi dasar untuk memberikan sinyal yang tepat kepada publik; serta melakukan beberapa penyesuaian terhadap besaran pendapatan negara, belanja negara, defisit, dan pembiayaan anggaran.

Arah kebijakan stimulus fiskal yang ditempuh bertujuan untuk: (i) mempertahankan sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat antara lain melalui berbagai insentif perpajakan dan pemberian subsidi, serta bantuan langsung tunai; (ii) mencegah timbulnya PHK secara luas dan meningkatkan daya tahan usaha dalam menghadapi krisis antara lain melalui penurunan berbagai tarif perpajakan dan bea masuk, potongan tarif listrik, subsidi bunga, serta pemberian kredit usaha rakyat; (iii) menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran dengan meningkatkan belanja infrastruktur padat karya melalui penambahan anggaran untuk infrastruktur; serta (iv) mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan meneruskan reformasi di seluruh kementerian negara/lembaga (K/L).

Dengan langkah-langkah tersebut diatas, pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp 848,6 triliun atau 15,5 persen PDB, lebih rendah Rp 137,2 triliun bila dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp 985,7 triliun atau 18,5 persen PDB. Penurunan tersebut terutama didorong oleh penurunan penerimaan dalam negeri, baik berupa penerimaan perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak sebagai dampak dari krisis ekonomi global.

Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai Rp 988,1 triliun atau 18,0 persen PDB, lebih rendah Rp 49,0 triliun bila dibandingkan dengan anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN 2009 yang besarnya Rp 1.037,1 triliun atau 19,5 persen PDB. Penurunan anggaran belanja tersebut terutama disebabkan oleh beban belanja subsidi yang menurun menjadi Rp 123,5 triliun atau 2,3 persen PDB dari Rp 166,7 triliun atau 3,1 persen PDB yang ditetapkan dalam APBN 2009. Penurunan subsidi ini disebabkan oleh perubahan asumsi harga minyak yang cukup besar dari US$80 per barel menjadi US$45 per barel.

I.3 - 7

Perkembangan penerimaan dan belanja negara di atas, mendorong peningkatan defisit anggaran dalam APBN Penyesuaian Tahun 2009 (stimulus fiskal) sebesar 1,5 persen PDB atau meningkat dari 1,0 persen PDB menjadi 2,5 persen PDB. Selanjutnya stok utang pemerintah diperkirakan sebesar 31,3 persen PDB.

PERTUMBUHAN EKONOMI.

Stabilitas ekonomi yang membaik serta langkah-langkah yang ditempuh untuk mendorong kegiatan ekonomi mampu memulihkan kembali momentum pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2008 perekonomian tumbuh sebesar 6,1 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya (6,3 persen).

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 terutama didorong oleh investasi berupa pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan ekspor barang dan jasa yang masing-masing tumbuh sebesar 11,7 persen dan 9,5 persen. Sejak triwulan IV tahun 2007 hingga triwulan III tahun 2008, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto tumbuh dua digit dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, konsumsi masyarakat tumbuh sebesar 5,3 persen dan konsumsi pemerintah meningkat sebesar 10,4 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 terutama didorong oleh sektor pertanian yang tumbuh 4,8 persen. Adapun industri pengolahan nonmigas tumbuh sebesar 4,0 persen. Pertumbuhan ekonomi didorong pula oleh pertumbuhan sektor tersier terutama pengangkutan dan telekomunikasi; listrik, gas dan air bersih; serta konstruksi yang masing-masing tumbuh sebesar 16,7 persen; 10,9 persen, dan 7,3 persen.

Dampak yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia mulai dirasakan pada triwulan IV tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2008 menurun sebesar minus 3,6 persen dibandingkan dengan triwulan III – 2008 (q-to-q), dan dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2007 meningkat 5,2 persen (y-o-y) yang berarti lebih lambat dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan-triwulan sebelumnya pada tahun 2008 yaitu 6,2 persen di triwulan I, 6,4 persen di triwulan II, dan 6,4 persen di triwulan III. Melemahnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2008 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa yaitu minus 5,5 persen dibandingkan triwulan III-2008 (q-to-q) dan hanya meningkat 1,8 persen dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2007 (y-o-y). Melemahnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa adalah sebagai akibat dari menurunnya harga minyak serta menurunnya harga dan permintaan komoditas ekspor Indonesia sebagai dampak dari krisis ekonomi global. Di samping pertumbuhan ekspor yang melambat, investasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV-2008, yaitu hanya meningkat 0,8 persen dibandingkan dengan triwulan III-2008.

Pada triwulan I-2009 pertumbuhan ekonomi mencapai 4,4 persen (y-o-y). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh pengeluaran pemerintah dan pengeluaran masyarakat yang masing-masing tumbuh 19,2 persen dan 5,8 persen. Sedangkan ekspor mengalami pertumbuhan negatif sebesar 19,1 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pertanian yang tumbuh 4,8 persen. Dari sektor tersier, pertumbuhan yang tinggi terdapat pada sektor listrik, gas dan air; dan pengangkutan dan telekominikasi yang tumbuh 11,4 persen dan 16,7 persen. Tekanan terhadap perekonomian nasional diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2009, sehingga pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi diproyeksikan berkisar antara 4,0 – 4,5 persen.

I.3 - 8

B.LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL TAHUN 2010

Kondisi ekonomi tahun 2010 akan dipengaruhi oleh lingkungan eskternal yang diperkirakan lebih baik dari tahun 2009. Gejolak keuangan global diperkirakan mereda. Langkah-langkah yang ditempuh oleh negara-negara maju diperkirakan mampu memulihkan kembali sektor keuangan global yang pada gilirannya akan meningkatkan stabilitas moneter internasional yang lebih baik dan menggerakkan kembali bursa saham global.

C.SASARAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan memperhatikan lingkungan eksternal dan internal, sasaran ekonomi makro tahun 2010 adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 5,0 persen dan laju inflasi sekitar 5 persen. Pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi 8,0 persen dari angkatan kerja dan jumlah penduduk miskin diperkirakan turun menjadi 12,0 - 13,5 persen pada tahun 2010.

1. PERTUMBUHAN EKONOMI

Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan pulih dengan tumbuh 5,0 persen. Pertumbuhan ini didorong oleh mulai pulihnya perekonomian global yang mendorong naiknya investasi dan tumbuh positipnya ekspor nonmigas, dan masih terjaganya daya beli masyarakat yang ditunjukkan oleh tumbuhnya konsumsi masyarakat.

Dengan sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 5,0 persen, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa tumbuh masing-masing sebesar 7,1 persen dan 5,0 persen. Sejalan dengan investasi dan pertumbuhan ekonomi yang mulai membaik maka diperkirakan impor barang dan jasa tumbuh 6,1 persen. Dalam keseluruhan tahun 2010, dengan terjaganya stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat maka diperkirakan konsumsi masyarakat tumbuh 4,2 persen.

Dari sisi produksi, sektor pertanian diperkirakan tumbuh 3,6 persen dengan peningkatan yang tinggi pada produksi tanaman bahan makanan. Industri pengolahan tumbuh 3,4 persen dengan industri pengolahan non migas yang sudah mulai mengalami pemulihan dengan tumbuh 3,9 persen sejalan dengan mulai membaiknya investasi dan meningkatnya ekspor nonmigas. Sedangkan sektor tersier juga mengalami pemulihan dibandingkan tahun 2009, tumbuh 6,5 persen; 6,8 persen; 7,3 persen; 9,7 persen dan 4,6 persen untuk sektor listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan; hotel dan restoran; pengangkutan dan telekomunikasi; dan jasa-jasa.

Untuk membiayai pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen pada tahun 2010, dibutuhkan investasi sebesar Rp 1.689,6 triliun (28,2 persen per PDB) yang terdiri dari investasi swasta dan pemerintah.

2. STABILITAS EKONOMI

Stabilitas ekonomi dalam tahun 2010 tetap dijaga melalui kebijakan moneter yang kondusif antara lain melalui Koordinasi Tim Pengendali Inflasi serta kebijakan fiskal berkelanjutan.

I.3 - 9

a. MONETER

Seiring membaiknya perekonomian global pada tahun 2010, ekspor dan arus masuk modal luar negeri diperkirakan akan meningkat serta kebijakan moneter yang mendukung, maka stabilitas nilai tukar Rupiah diperkirakan semakin membaik. Dengan nilai tukar Rupiah yang stabil serta pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang terjaga, laju inflasi diperkirakan sekitar 5 persen. Dengan semakin stabilnya laju inflasi dan nilai tukar Rupiah, suku bunga di dalam negeri diperkirakan semakin stabil pula dan pada gilirannya akan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat.

b. KEUANGAN NEGARA

Kebijakan fiskal tahun 2010 diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian setelah kelesuan ekonomi yang diperkirakan terjadi dalam tahun 2009. Namun, kebijakan ini ditempuh dengan tetap menjaga langkah-langkah konsolidasi fiskal yang telah dilakukan selama ini.

Dalam tahun 2010, penerimaan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp 871,9 triliun, terutama didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp 717,1 triliun dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 153,4 triliun. Sementara itu, belanja negara diperkirakan sekitar Rp 949,1 triliun. Dengan besarnya dorongan fiskal ke daerah, keselarasan program-program pembangunan di daerah dengan program prioritas nasional perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pencapaian sasaran nasional.

Dengan perkiraan penerimaan dan pengeluaran tersebut, ketahanan fiskal tetap terjaga. Defisit APBN tahun 2010 diupayakan sekitar 1,3 persen PDB, ditutup oleh pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri.

3. PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN

Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, stabilitas ekonomi yang terjaga, serta berbagai kegiatan pembangunan yang diarahkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan pengangguran, jumlah penduduk miskin dan pengangguran terbuka menurun. Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin diperkirakan turun menjadi 12-13,5 persen, sedangkan tingkat pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi 8 persen dari angkatan kerja.

4. KEBIJAKAN SUBSIDI

Sesuai amanat pasal 33 dan 34 Undang-undang Dasar 1945, pemerintah wajib menjamin kehidupan fakir-miskin, anak-anak terlantar, mengembangkan sistem jaringan sosial, serta memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Dengan demikian pemerintah perlu menyediakan bantuan yang dibutuhkan antara lain transfer tunai, barang dan jasa seperti jaminan tersedianya kebutuhan pangan, kesehatan dan pendidikan, subsidi yang ditujukan untuk meringankan beban masyarakat dalam mencukupi kebutuhan dasarnya, serta subsidi untuk menjaga agar produsen mampu berproduksi, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan harga terjangkau.

I.3 - 10

Dalam menjalankan amanat konstitusi tersebut, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi dengan proporsi yang cukup besar dalam keseluruhan belanja negara. Pada tahun 2008 realisasi rasio subsidi terhadap belanja negara mencapai 27,9 persen, atau 5,9 persen dari PDB. Sementara itu, pada APBN tahun 2009 rasio subsidi terhadap belanja negara diperkirakan turun menjadi sebesar 12,5 persen atau 2,3 persen dari PDB. Subsidi tersebut terbagi atas berbagai dua jenis, yaitu: subsidi energi (BBM dan Listrik) dan non energi, antara lain subsidi pangan, pupuk, benih, dan bunga kredit program.

Mengingat bahwa belanja negara dalam bentuk pemberian subsidi cukup besar, dalam rangka meningkatkan efektifitas pengeluaran negara, pengusulan dan pemberian subsidi harus diatur lebih sistematis.

Arah Kebijakan Subsidi Tahun 2010. Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat

dan sekaligus mendorong peningkatan perekonomian, subsidi yang sudah berjalan masih diperlukan atau belum berakhir jangka waktu pemberiannya akan terus dilanjutkan, namun pemberian subsidi tersebut akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran. Sementara itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan yang penting dan mendesak, pengusulan subsidi baru dimungkinkan dengan memperhatikan bahwa pemberian subsidi merupakan pilihan kebijakan terbaik yang perlu dilakukan, memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, serta dengan mempertimbangkan keterbatasan dana pemerintah.

Kriteria Subsidi. Secara umum, pemberian subsidi dalam tahun 2010 diberikan untuk

menghasilkan produk dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Adapun kriteria pengusulan subsidi dalam tahun 2010 adalah sebagai berikut:

1. Produk yang diberi subsidi merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak atau dalam rangka mendorong kemampuan produsen nasional dalam memproduksi komoditi tertentu;

2. Adanya kelompok sasaran penerima subsidi yang jelas, yang menjadi konsumen akhir dari komoditi yang disubsidi. Kelompok sasaran tersebut diutamakan masyarakat golongan berpendapatan rendah, dan/atau masyarakat di wilayah terpencil atau terisolir agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar.

3. Komoditi yang disubsidi agar dapat ikut menciptakan kestabilan harga;

4. Memiliki jangka waktu yang jelas. Dalam hal ini pemberian subsidi tidak dapat diberikan selamanya dan oleh sebab itu pengajuannya harus disertai dengan target waktu subsidi tersebut berakhir;

5. Pengajuan subsidi dalam batas kemampuan pembiayaan negara;

6. Pengusulan subsidi harus disertai dengan alasan dan dasar perhitungan yang jelas mengenai besarnya subsidi yang diajukan;

7. Adanya mekanisme (delivery) yang jelas hingga komoditi tersebut dapat dipastikan sampai pada masyarakat yang layak menerima;

8. Adanya pembenahan struktural yang menyertai pelaksanaan subsidi tersebut agar penyalahgunaan subsidi semaksimal mungkin dapat dihindarkan.

Mekanisme Pengajuan/Pemberian Subsidi. Subsidi diajukan oleh kementerian/

lembaga yang terkait dengan komoditi dalam bentuk barang dan jasa, atau yang ketersediaannya menjadi tanggung jawab kementerian/lembaga yang bersangkutan. Pengajuan tersebut dilakukan bersamaan dengan pengajuan kegiatan kementerian/ lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian, kegiatan atau pengajuan subsidi secara lebih terperinci diuraikan pada kegiatan prioritas, dan/atau dalam kegiatan kementerian/lembaga.

I.3 - 11

5. PENDANAAN MELALUI TRANSFER KE DAERAH

Pendanaan pembangunan melalui transfer ke daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendanaan pembangunan secara nasional. Sejalan dengan semakin besarnya kewenangan yang diserahkan kepada daerah, alokasi transfer dana ke daerah dari waktu ke waktu cenderung mengalami peningkatan. Hal ini telah membuat porsi dana transfer ke daerah dalam belanja pusat mengalami peningkatan yang signifikan sejak dimulainya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di tahun 2001.

Transfer ke Daerah terdiri dari Dana Perimbangan serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dana Perimbangan, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) yang bersumber dari penerimaan pajak dan Sumber Daya Alam (SDA), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan sumber pendanaan bagi daerah dalam melaksanakan desentralisasi, yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi.

Kebijakan pengalokasian transfer ke daerah dalam tahun 2010 tetap diarahkan untuk mendukung pelaksanaan program/kegiatan yang menjadi prioritas nasional yang dilaksanakan di daerah dengan tetap menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi fiskal guna menunjang penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, dengan tujuan:

ƒ Mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah serta antar daerah;

ƒ Mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam kerangka kebijakan ekonomi makro; ƒ Mundukung kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan nasional yang

menjadi urusan daerah;

ƒ Meningkatkan aksessibilitas publik terhadap prasarana dan sarana sosial ekonomi dasar di daerah, dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah;

ƒ Meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; dan ƒ Meningkatkan daya saing daerah melalui pembangunan infrastruktur.

Pengelolaan pendanaan yang ditransfer ke daerah senantiasa didorong untuk memenuhi pelaksanaan tata kelola keuangan yang baik, memiliki kinerja terukur, dan memiliki akuntabilitas terhadap masyarakat. Dengan demikian, pengelolaan transfer ke daerah secara sistematis dan terukur akan mampu meningkatkan akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi dalam rangka peningkatan kinerja pemerintahan daerah. Transfer ke daerah akan menciptakan prakondisi yang baik terhadap peningkatan kinerja pelaksanaan urusan yang telah menjadi kewenangan pemerintah daerah; meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber daya nasional maupun kegiatan Pemerintah Daerah; dan dapat memenuhi aspirasi dari daerah dalam memperbaiki struktur fiskal, dan memobilisasi pendapatan secara regional maupun nasional.

Harapannya kondisi ini akan memberikan implikasi terhadap semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah secara keseluruhan, dan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di sektor pelayanan publik.

DANA PERIMBANGAN

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

I.3 - 12

rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis dana perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan

dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DBH merupakan bagian dari dana perimbangan yang dialokasikan untuk mengatasi masalah ketimpangan vertikal antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal kemampuan keuangan (kapasitas fiskal). Sumber-sumber penerimaan yang dibagihasilkan yaitu penerimaan dari pajak (pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan cukai hasil tembakau) dan dana bagi hasil sumberdaya alam (minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan). Penggunaan DBH tersebut telah menjadi kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah penerima kecuali untuk dana bagi hasil cukai tembakau, dimana penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah pusat. Langkah-langkah untuk penyempurnaan proses penghitungan, penetapan alokasi dan ketepatan waktu penyaluran DBH akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data sesuai dengan peraturan yang berlaku, dalam rangka mempercepat penyelesaian dokumen transfer yang diperlukan untuk penyaluran DBH ke daerah dan meningkatkan akuntabilitas/tanggung gugat dan efektivitas penggunaannya. Berkaitan dengan alokasi DBH