• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

2.3. Alokasi Sumberdaya Lahan

2.3.3. Nilai Ekonomi Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove di Indonesia mempunyai keragaman hayati yang tertinggi di dunia dengan jumlah total lebih kurang 89 spesies, yang terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan dua spesies

parasitic (Nontji, 2002). Beberapa jenis yang umum dijumpai di wilayah pesisir Indonesia adalah jenis bakau (Rhizophora), api-api (Avicennia), Pedada (Sonneratia), Tanjang (Bruguiera), Nyirih (Xylocarpus), Tengar (Ceriops) dan buta-buta (Excoecaria). Oleh sebab itu di dalam perencanaan pembangunan ekosistem mangrove harus dianut pula azas kelestarian fungsi dan manfaat yang optimal. Ekosistem mangrove secara garis besar mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomis.

1. Fungsi Ekologi Hutan Mangrove

Menurut Snedaker et al. (1984), dilihat dari segi ekosistem perairan, hutan mangrove mempunyai arti penting karena mempunyai fungsi ekologis. Fungsi ekologis ekosistem mangrove dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain aspek fisika, kimia dan biologi. Fungsi ekologis ditinjau dari aspek fisika adalah : (1) terjadinya mekanisme hubungan antara ekosistem mangrove dengan jenis-jenis ekosistem lainnya seperti padang lamun dan terumbu karang, (2) dengan sistem perakaran yang kuat dan kokoh ekosistem mangrove mempunyai kemamp uan meredam gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi, gelombang pasang dan angin topan, dan (3) sebagai pengendali banjir. Hutan mangrove yang banyak tumbuh di daerah estuaria juga dapat berfungsi untuk mengurangi bencana banjir.

Dilihat dari aspek kimia, maka hutan mangrove dengan kemampuannya melakukan proses kimia dan pemulihan (self purification) memiliki beberapa fungsi yaitu : (1) sebagai penyerap bahan pencemar (environmental service), khususnya bahan-bahan organik, (2) sebagai sumber energi bagi lingkungan perairan sekitarnya, dan (3) pensuplai bahan organik bagi lingkungan perairan.

Pada ekosistem hutan mangrove terjadi mekanisme hubungan memberikan sumbangan berupa bahan organik bagi perairan sekitarnya. Daun mangrove yang gugur melalui proses penguraian oleh mikroorganisme diuraikan menjadi pertikel- pertikel detritus, yang menjadi sumber makanan bagi berbagai proses penguraian (dekomposisi) di hutan mangrove juga memasuki lingkungan perairan pesisir yang dihuni oleh berbagai macam filter feeder (organisme yang cara makannya dengan menyaring) lautan dan estuaria serta berbagai macam he wan dasar (Snedaker et al., 1984).

Tabel 2. Produk Langsung dari Ekosistem Mangrove

Kegunaan Produk

Bahan bakar

Kayu bakar untuk memasak, untuk memanggang ikan, untuk memanaskan lembaran karet, untuk membakar batu bara, arang dan alkohol

Kontruksi

Kayu untuk kontruksi berat (contoh : jembatan), untuk penjepit jalan kereta api, untuk tiang penyanggah terowongan pertambangan, untuk tiang pancang geladak, bahan untuk lantai, papan bingkai, bahan untuk membuat kapal, pagar, serpihan kayu.

Memancing

Pancing ikan untuk memangkap ikan, sebagai pelampung pancing, racun ikan, bahan untuk pemelihara jarring dan sebagai tempat berlindung bagi ikan-ikan unik.

Pertanian Sebagai makanan ternak dan pupuk hijau Produksi kertas,

makanan, minuman dan obat-obatan

Berbagai jenis kertas, gula, alcohol, minyak goring, cuka, minuman fermentasi, pelapis permukaan kulit, rempah-rempah dari kulit kayu, daging dari propagules, sayur-sayuran, buah atau daun dari propagules. Peralatan rumah

tangga

Perabot, perekat, minyak rambut, peralatan pangan, penumbuk padi, mainan, batang korek api

Produksi tekstil dan

kulit Serat sintetik, bahan pencelup pakaian, bahan untuk penyamakan kulit Lain-lain Pengepakan

Sumber : Saenger et al., (1983)

Selain fungsi yang disajikan pada Tabel 2, menurut Snedaker et al. (1984) ekosistem mangrove juga memiliki fungsi- fungsi fisik yaitu : mencegah terjadinya intrusi air laut kedaratan, dan sebagai pelindung pantai dari abrasi. Hutan mangrove dari aspek biologis sangat penting untuk menjaga kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati wilayah pesisir. Hal ini

mengingat hutan mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) dan daerah pemijahan (spawning ground), beberapa biota perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan. Mementingkan fungsi ekologis bukan berarti meniadakan fungsi ekonomis, tetapi yang terpenting adalah bagaimana menempatkan kepentingan ekonomis tidak merusak fungsi ekologis hutan mangrove itu sendiri. 2. Fungsi Ekonomis Hutan Mangrove

Ekosistem hutan mangrove merupakan hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif dengan berbagai fungsi ekonomi, sosia l dan lingkungan yang penting. Snedaker et al. (1984), telah mengidentifikasi lebih dari 70 nilai pakai dari ekosistem mangrove. Masyarakat Indonesia memanfaatkan nilai pakai langsung dari tanaman bakau adalah untuk kayu bakar, arang, penyamak kulit, bahan-bahan bangunan, peralatan rumah tangga, obat-obatan dan bahan baku pulp untuk industri kertas.

Tabel 3. Produk Tidak Langsung Dari Ekosistem Mangrove

Sumber Produk

Ikan blodok (beberapa jenis) Makanan Crustacea (udang dan kepiting) Makanan Molusca (kerang, remis, tiram) Makanan

Lebah Madu, Lilin

Burung Makanan, Bulu, Rekreasi (mengamati dan berburu)

Reptil Kulit, Makanan, Rekreasi

Fauna lainnya (amphiibi dan serangga) Makanan, Rekreasi Sumber : Saenger et al., (1983)

3. Manfaat Langsung Hutan Mangrove

(1) Arang Mangrove, produksi arang mangrove berkisar 330 000 ton/tahun, sebagian diekspor ke Jepang dan Taiwan melalui Malaysia dan Singapura. Harga FOB ekspor arang yaitu US $ 1000/10 ton, sedangkan harga pasar

lokal tahun 2004 cukup bervariasi antara Rp 700/kg sampai Rp 800/kg di Batu Ampar Kalimantan Barat. Jenis-jenis tumbuhan mangrove biasanya dimanfaatkan untuk arang dan kayu bakar karena menghasilkan panas yang tinggi dan awet. Tahun 1998 harga jual kayu bakar di pasar desa Rp 13 000/m3 (Jawa Timur), sedangkan di Segara Anakan Cilacap harganya Rp 8 000/m3. Setiap meter kubik kayu bakar mangrove cukup untuk memasak selama 1 bulan untuk keperluan satu keluarga yang terdiri dari 5 anggota keluarga. Satu batang kayu bakar mangrove dengan diameter 8 cm dan panjang 50 cm cukup untuk satu kali masak nasi bagi 5 anggota keluarga (Santoso dan Alikodra, 1998).

(2) Chip, pada umumnya hutan mangrove yang dialokasikan untuk produksi chip dikelola dalam bentuk konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Sistem silvikultur yang dipergunakan dalam melakukan pengusahaan hutan ma ngrove untuk produksi chip adalah berdasarkan SK Dirjen Kehutanan Nomor 60/Kpts/DJ/I/1978 dengan sistem tebang pilih, rotasi 30 tahun, pohon yang ditebang berdiameter > 10 cm, ditinggalkan jumlah pohon induk 40 batang/ ha (diameter > 20 cm), melakukan penanaman pada bekas tebangan, mempertahankan green belt atau sempadan pantai, sungai atau anak sungai (Dephut, 1994). Pada tahun 1998, jumlah chip yang diproduksi lebih kurang 250 000 ton yang sebagian besar diekspor ke Korea dan Jepang. Areal produksi tersebar di propinsi Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Irian Jaya. Harga chip di pasar internasional mencapai US $ 40/ton. Chip mangrove mampu bersaing dengan chip lainnya (Accasia mangium), karena harganya lebih murah.

(3) Nipah, tanaman nipah (Nypa fruticans) adalah jenis tanaman dalam gugusan ekosistem mangrove, banyak dimanfaatkan masyarakat setempat. Daunnya untuk atap rumah yang dapat bertahan sampai 5 tahun. Buah yang masih muda dapat diolah untuk es buah nipah, manisan buah nipah atau dimakan langsung. Buah yang tua dipergunakan sebagai bahan baku kue wajik sedangkan malainya dapat dimanfaatkan sebagai penghasil nira atau gula nipah. Harga atap daun nipah di Samarinda Kalimantan Timur adalah Rp 600/lembar, di Cilacap Jawa Tengah adalah Rp 300/lembar (Santoso dan Alikodra, 1998).

(4) Obyek Wisata Alam, hutan mangrove memiliki potensi sebagai obyek wisata alam. Beberapa lokasi telah dikembangkan antara lain di hutan Wisata Tritih, Cilacap. Jumlah pengunjung yang datang ke obyek wisata Tritih tiap tahun sekitar 20 000 orang yang memberikan pendapatan dari penjualan karcis se kitar Rp 9 000 000 / tahun. Beberapa lokasi sedang direncanakan akan di kembangkan untuk obyek wisata mangrove, seperti hutan wisata mangrove Kamal Muara Jakarta, hutan mangrove Taman Nasional Bali Barat dan hutan mangrove Pantai Utara.

(5) Obat Tradisional, beberapa jenis tumbuhan mangrove dapat digunakan sebagai obat tradisional. Air rebusan Rhizophora apiculata dapat digunakan sebagai astringent, kulit R. mucronata untuk menghentikan pendarahan, air rebusan Ceriops tagal dapat digunakan sebagai anti septic untuk luka, air rebusan Acanthus illicifolius digunakan untuk obat diabetes, buah Xylocarpus granatum dicampur dengan tepung beras sebagai bedak muka dan anti gatal.

4. Manfaat Tidak Langsung Hutan Mangrove

Selain manfaat tidak langsung sebagaimana disajikan pada Tabel 3, hutan mangrove juga berperan sebagai penahan angin dan pencegah abrasi sehingga melindungi lahan pertanian dan pemukiman. Seringkali ditemui masalah dan kegagalan dalam konversi hutan mangrove menjadi sawah, karena salinitas tanah tinggi dan mengandung sulfat. Hasil penelitian Sediadi (1991) di teluk Jakarta menunjukan erosi di pantai Marunda yang tidak berbakau dalam waktu 2 bulan mencapai lebih kurang 2 m, sedangkan di daerah Segara Makmur yang relatif berbakau laju erosi hanya 1 m. Berkurangnya laju erosi tersebut disebabkan oleh perakaran hutan bakau. Hernanto (1999) melaporkan di daerah Sadang, Kecamatan Pedes, jalur tanah pesisir selebar kurang lebih 75 m akan hilang dan kembali terbentuk di musim timur. Di desa Sungai Buntu, kecamatan Pedes, tanah seluas 120 ha telah hilang dalam 30 tahun terakhir. Di desa Pasir Rukem dan desa Ciparagi pada beberapa tahun terakhir ini tanah yang hilang akibat erosi diduga masing- masing mencapai 7 dan 10 ha. Disamping terjadi erosi, di Kabupaten Karawang terjadi penambahan lahan. Beberapa daerah di kecamatan Cilamaya, terutama disekitar muara Cilamaya terjadi penambahan lahan baru selebar setengah kilometer.

Konsep dan metode valuasi ekonomi ekosistem mangrove : 1. Konsep Valuasi Ekonomi.

Dalam ilmu ekonomi suatu barang atau jasa dikatakan mempunyai nilai apabila dapat meningkatkan kesejahteraan manusia (Kreger, 2001). Penilaian (valuasi) adalah proses mengkuantifikasi nilai menurut persepsi individu. Panayoutou (1997), mengatakan bahwa penilaian atau valuasi adalah proses

mengenakan nilai atau harga kepada barang-barang atau jasa yang tidak diperjual belikan dipasar atau tidak dihargai secara benar. Valuasi diperlukan karena harga relatif menentukan alokasi sumberdaya.

Nilai ekonomi sistem sumberdaya lingkungan merupakan penjumlahan dari nilai sekarang yang telah didiskon (discounted present value) dari aliran semua jasa. Manfaat setiap kebijakan publik yang meningkatkan aliran suatu jenis jasa lingkungan merupakan peningkatan nilai sekarang jasa tersebut. Tetapi kebijakan itu dapat pula menimbulkan biaya dalam bentuk penurunan aliran jasa yang lain (Freeman III, 1992).

Pada prinsipnya valuasi ekonomi bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi kepada sumberdaya yang digunakan sesuai dengan nilai riil dari sudut pandang masyarakat. Menurut Thampapillai (1993) dalam Sanim (2003), tujuan utama dari valuasi ekonomi barang-barang dan jasa lingkungan (environmental goods and services) adalah untuk dapat menempatkan lingkungan sebagai komponen integral dari setiap sistem ekonomi. Sanim (2003), menyatakan hal- hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam memilih suatu metode valuasi ekonomi dampak lingkungan adalah sebagai berikut :

(1) Banyaknya tujuan atau perkiraan yang ingin diukur.

(2) Konsep dan aspek yang ingin dinilai. Metode valuasi yang saling berbeda satu sama lain bersifat saling melengkapi bukan berkompetisi, karena mengukur aspek atau konsep yang berbeda.

(3) Kebutuhan atau kepentingan pemakai hasil valuasi.

(4) Kepentingan umum atau masyarakat secara keseluruhan harus mampu ditangkap secara maksimal dan setepat mungkin.

(5) Perbandingan atau bobot antara biaya dengan nilai ekonomi penggunaan hasil valuasi ekonomi.

2. Metode Valuasi.

Menurut Senn (1971), metode merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Pendekatan berkaitan dengan beberapa alternatif yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan. Mitchell dan Carson (1989) merupakan salah satu dari sejumlah ahli yang menyusun metode valuasi sumberdaya secara jelas sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Ia menawarkan klasifikasi metode untuk mengestimasi nilai ekonomi sumberdaya berdasarkan dua karakteristik metode. Karakteristik yang pertama dilihat dari sumber data, apakah berasal dari observasi langsung terhadap kenyataan yang dialami oleh individu atau berasal dari respon individu terhadap pertanyaan hipotetik, misalnya: “apakah yang akan kamu lakukan jika …?” atau “apakah kamu mau membayar jika…?”. Karakteristik yang kedua didasarkan kepada apakah metode yang digunakan untuk mengukur nilai moneter harus diperoleh dari beberapa teknik tidak langsung berdasarkan model perilaku dan pilihan individu.

Tabel 4. Metode Estimasi Nilai Sumberdaya Lingkungan

Observed Behavior Hypothetical

Direct Competitive market price, Simulated market

Bidding games, Willingness to pay question

Indirect Travel cost, Hedonic property value, Avoidanceexpenditure, Referendum using

Contingent ranking, Contigent activity,

Contigent referendum

Sumber: Mitchell dan Carson (1989)

Berdasarkan kedua karakteristik ini, beberapa metode untuk mengestimasi sumberdaya dan lingkungan dapat ditempatkan dalam empat kategori yaitu: Observasi langsung (direct observation), observasi tidak langsung (indirect

observation), hipotetik tidak langsung (indirect hypothetical), dan hipotetik langsung (direct hypothetical).

Kegiatan valuasi ekonomi terdiri dari tiga tahap yaitu, tahap identifikasi manfaat dan fungsi sumberdaya, tahap kuantifikasi manfaat dan fungsi sumberdaya, dan tahap memilih alternatif pengelolaan sumberdaya (Dahuri et al, 2001).

1. Identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem.

Manfaat ekosistem hutan mangrove yang dikonsumsi masyarakat dapat dikategorikan kedalam dua komponen utama yaitu manfaat langsung (use value) dan manfaat tidak langsung (non use value). Manfaat langsung dikategorikan kembali kedalam nilai kegunaan langsung (direct use value) dan nilai kegunaan tidak langsung (indirect use value). Nilai kegunaan langsung merujuk pada kegunaan langsung dari pemanfaatan hutan mangrove baik secara komersial maupun non komersial. Sedangkan nilai kegunaan tidak langsung merujuk pada nilai yang dirasakan secara tidak langsung terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan.

Komponen manfaat tidak langsung adalah nilai yang diberikan kepada hutan mangrove atas keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung dan lebih bersifat sulit diukur (less tangible) karena lebih didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan ketimbang pemanfaatan langsung. Komponen manfaat tidak langsung dibagi lagi kedalam sub klas yaitu nilai keberadaan (existence value), nilai pewarisan (bequest value), dan nilai pilihan (option value). Nilai keberadaan pada dasarnya adalah penilaian yang diberikan dengan terpeliharanya sumberdaya. Nilai pewarisan diartikan sebagai nilai yang

diberikan oleh generasi kini dengan menyediakan atau mewariskan sumberdaya untuk generasi mendatang. Nilai pilihan diartikan sebagai nilai pemeliharaan sumberdaya sehingga manfaatnya masih tersedia untuk masa yang akan datang. 2. Kuantifikasi manfaat dan fungsi ekosistem hutan mangrove.

Tipologi metode valuasi ekonomi dapat digolongkan dalam tiga bagian besar, tergantung pada derajat atau kemudahan aplikasinya yaitu : umum diaplikasikan, potensial untuk diaplikasikan, dan didasarkan atas survey. Secara garis besar metode valuasi ekonomi dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu pendekatan manfaat (benefit based valuation) dan pendekatan biaya (cost based valuation). Metode valuasi dengan pendekatan manfaat dapat dikelompokkan kedalam dua kategori umum berdasarkan nilai pasar aktual (actual market based methods) dan yang kedua berdasarkan pada nilai pasar pengganti. Metode- metode valuasi ekonomi yang termasuk ke dalam pengukuran nilai pasar aktual adalah : perubahan nilai hasil produksi, dan metode kehilangan penghasilan (loss of earning methods). Sedangkan metode pasar pengganti terdiri dari : biaya perjalanan (travel cost methods), pendekatan perbedaan upah (wage differential methods), pendekatan nilai pemilikan (property value), dan pendekatan nilai barang yang dapat di pasarkan (hedonic pricing).

Metode valuasi dengan pendekatan biaya terdiri dari :

1. pengeluaran pencegahan (averted defensive expenditure methods) 2. proyek bayangan (shadow project methods)

3. biaya penggantian (replacement cost methods) 4. biaya perpindahan (relocation cost methods)

Gambar 8. Nilai Ekonomi Lingkungan dan Hubungannya dengan Metode Valuasi

NILAI EKONOMI TOTAL ( Total Economic Value)

NILAI PASAR AKTUAL 1. Perubahan nilai hasil

produksi 2. Kehilangan

Penghasilan

PENDEKATAN BIAYA (Cost Based Method) PENDEKATAN MANFAAT

(Benefit Based Method)

METODE PENILAIAN (Valuation Method)

NILAI KEBERADAAN (Existence Value) Habitat, Perubahan tetap

NILAI PEWARISAN

(Bequest Value)

Habitat, Spesies Langka

NILAI MANFAAT PILIHAN (Option Value)

Biodiversity, Konservasi Habitat

NILAI MANFAAT TAK LANGSUNG

(Indirect Use Value)

Fungsi ekologis, Pengendalian banjir, Menetralisir polusi air laut.

NILAI MANFAAT LANGSUNG

( Direct Use Value) Pangan, Biomasa, Rekreasi,

Kesehatan

NILAI TANPA PEMANFAATAN ( Non Use Value)

NILAI PEMANFAATAN (Use Value)

NILAI PASAR PENGGANTI

1. Nilai perjalanan 2. Perbedaan upah 3. Nilai pemilikan 4. Nilai pengganti 1. Nilai pencegahan 2. Proyek bayangan 3. Biaya pengganti 4. Biaya perpindahan

Secara ringkas, hubungan antara nilai ekonomi lingkungan dan metode valuasinya dapat dilihat pada Gambar 8. Hufscmidt et al. (1996), mengelompokan metode valuasi ekonomi berdasarkan pendekatan harga pasar (actual market based methods) dan pendekatan berdasarkan survey atau penilaian hipotesis. Pendekatan berorientasi pasar telahmencakup berbagai metode valuasi yang dikemukakan oleh Dixon dan Hodgson (1988). Pendekatan berdasarkan survey (survey based methods), terdiri dari metode pendekatan berdasarkan kondisi lapangan (contingent valuation methods) dan metode kesesuaian manfaat (benefit transfer methods).

Dokumen terkait