• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Pengertian nilai atau value menurut Fauzi (2004), khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan memang bisa berbeda jika dipandang dari berbagai disiplin ilmu. Karena itu diperlukan suatu persepsi yang sama untuk penilaian ekosistem tersebut. Salah satu tolak ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu adalah pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan lingkungan, dengan demikian kita menggunakan apa yang disebut nilai ekonomi sumber daya alam.

Nilai ekonomi secara umum didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar Willingness To Pay (WTP) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini,

nilai ekosistem bisa ”diterjemahkan” kedalam bahasa ekonomi dengan mengukur

2.5.1 Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)

Konsep dasar dari metode travel cost adalah waktu dan pengeluaran biaya perjalanan (travel cost expenses) yang harus dibayarkan oleh para pengunjung untuk mengunjungi tempat wisata tersebut yang merupakan harga untuk akses ke tempat wisata (Garrod dan Willis, 1999). Itulah yang disebut dengan Willingness To Pay (WTP) yang diukur berdasarkan perbedaan biaya perjalanan.

Terdapat beberapa pendekatan yang digunakan untuk memecahkan permasalahan melalui metode travel cost menurut Garrod dan Willis (1999), yaitu:

1. Pendekatan Zona Biaya Perjalanan (A simple zonal travel cost approach), Menggunakan data sekunder dan pengumpulan data dari para pengunjung menurut daerah asal.

2. Pendekatan Biaya Perjalanan Individu (An individual travel cost approach), Menggunakan survei data dari para pengunjung secara individu.

Penelitian dengan menggunakan metode biaya perjalanan individu (Individual Travel Cost Method) biasanya dilaksanakan melalui survei kuesioner pengunjung mengenai biaya perjalanan yang harus dikeluarkan ke lokasi wisata, kunjungan ke lokasi wisata yang lain (substitute sites), dan faktor-faktor sosial ekonomi (Suparmoko, 1997). Data tersebut kemudian digunakan untuk menurunkan kurva permintaan dimana surplus konsumen dihitung (Salma dan Susilowati, 2004).

Metode ini telah banyak dipakai dalam perkiraan nilai suatu taman rekreasi dengan menggunakan berbagai variabel (Suparmoko, 2000). Pertama kali dikumpulkan data mengenai jumlah pengunjung taman, biaya perjalanan yang dikeluarkan, serta faktor-faktor lain seperti tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan mungkin juga agama dan kebudayaan serta kelompok etnik dan sebagainya. Data atau informasi tersebut diperoleh dengan cara mewawancarai para pengunjung taman rekreasi tersebut mengenai jarak tempuh mereka ke lokasi taman rekreasi tersebut, biaya perjalanan yang dikeluarkan, lamanya waktu yang digunakan, tujuan perjalanan, tingkat pendapatan rata-rata dan faktor sosial ekonomi lainnya (Salma dan Susilowati, 2004).

2.5.2 Metode Contingent Valuation Method (CVM)

Metode Valuasi Kontingen (Contingent Valuation Method, CVM) adalah cara perhitungan secara langsung, dalam hal ini langsung menanyakan kesediaan untuk membayar (Willingness To Pay, WTP) kepada masyarakat dengan titik berat preferensi individu menilai benda publik yang penekanannya pada standar nilai uang. Metode ini memungkinkan semua komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya. Nilai ekonomi suatu benda publik dapat diukur melalui konsep WTP. Kuesioner CVM meliputi tiga bagian, yaitu: 1) penulisan detail tentang benda yang dinilai, persepsi penilaian benda publik, jenis kesanggupan dan alat pembayaran; 2) pertanyaan tentang WTP yang diteliti; 3) pertanyaan tentang karakteristik sosial demografi responden seperti usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Sebelum menyusun kuesioner, terlebih dahulu dibuat skenario-skenario yang diperlukan dalam rangka membangun suatu pasar hipotesis benda publik yang menjadi obyek pengamatan. Selanjutnya, dilakukan pembuktian pasar hipotesis menyangkut pertanyaan perubahan kualitas lingkungan yang dijual atau dibeli (Hanley dan Spash, 1993).

2.5.2.1 Tahap-tahap Studi CVM

Menurut Hanley dan Spash (1993), implementasi CVM dapat dipandang menjadi enam tahap pekerjaan, yaitu: 1) membangun pasar hipotesis; 2) menghasilkan nilai tawaran (bid); 3) menduga nilai rata-rata WTP; 4) menduga kurva nilai tawaran (bid curve); 5) agregasi data; dan 6) evaluasi penggunaan CVM. Dari enam tahapan tersebut, hanya tiga tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu membangun pasar hipotesis, memunculkan nilai tawaran, dan menduga nilai rata-rata WTP.

Tahap satu : Pembangunan Pasar Hipotesis

Pembangunan sebuah pasar hipotesis bagi jasa lingkungan yang dipertanyakan adalah tahap pertama yang harus dilakukan dalam studi CVM. Skenario kegiatan harus diuraikan secara jelas dalam instrumen survei (kuesioner) sehingga responden dapat memahami benda lingkungan yang dipertanyakan serta keterlibatan masyarakat dalam rencana kegiatan. Kuesioner yang digunakan juga

harus menguraikan apakah semua konsumen akan membayar sejumlah harga tertentu jika perubahan lingkungan dilakukan, serta bagaimana uang bayaran tersebut dikelola. Selain itu, kuesioner juga harus menjelaskan bagaimana keputusan tentang dilanjutkan atau tidaknya rencana kegiatan tersebut.

Tahap dua : Penentuan nilai tawaran (bid)

Begitu kuesioner selesai dibuat, maka kegiatan survei dapat dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan responden, melalui telepon, atau melalui e-mail. Dalam kuesioner, setiap individu ditanya mengenai nilai uang yang bersedia dibayarkan (nilai WTP agar peningkatan kualitas lingkungan dapat dilaksanakan atau nilai WTP untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas lingkungan). Untuk mendapatkan nilai tersebut dapat dicapai melalui cara-cara sebagai berikut (Hanley dan Spash, 1993):

a. “Bidding game” : Nilai tawaran mulai dari nilai terkecil diberikan kepada responden hingga mencapai nilai WTP maksimum yang bersedia dibayarkan responden;

b. “Closed-ended referendum” : Sebuah nilai tawaran tunggal diberikan kepada responden, baik untuk responden yang setuju ataupun yang tidak setuju dengan nilai tersebut (jawaban ya atau tidak);

c. “Payment Card” (kartu pembayaran): Suatu kisaran nilai disajikan pada sebuah kartu yang mungkin mengindikasikan tipe pengeluaran responden terhadap jasa publik yang diberikan;

d. “Open-ended question” (pertanyaan terbuka): Setiap responden ditanya maksimum WTP yang bersedia dibayarkan dengan tidak adanya nilai tawaran yang diberikan. Cara ini membuat responden sering mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, khususnya jika tidak memiliki pengalaman mengenai nilai perdagangan komoditas yang dipertanyakan.

Tahap tiga : Perhitungan nilai rata-rata WTP

Setelah nilai tawaran WTP didapatkan maka segera rata-rata nilai WTP dihitung. Ukuran pemusatan yang digunakan adalah nilai tengah atau median. Nilai median tidak dipengaruhi oleh nilai tawaran ekstrim, namun hampir selalu

lebih rendah dibandingkan dengan nilai tengah. Pada tahap ini nilai tawaran yang tidak lazim (protest bid) diabaikan dari perhitungan.

2.6 Uji Statistik dan Ekonometrik

Dokumen terkait