• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Bambu ampel ( Bambusa vulgaris )

5.5 Nilai Guna Tidak Langsung Sumberdaya Bambu

Nilai guna tidak langsung (indirect use value) merupakan bagian dari nilai ekonomi total (total economic value) pada sumberdaya alam. Nilai guna tidak langsung sumberdaya bambu dalam penelitian ini adalah nilai ekologi bambu sebagai stok karbon dan sebagai pencegah erosi.

5.5.1 Nilai Stok Karbon (NSK)

Nilai stok karbon merupakan besarnya cadangan karbon yang tersimpan pada sumberdaya bambu. Menurut Suprihatno et al. (2012), pendugaan stok karbon diperoleh dari model persamaan alometrik. Penggunaan model alometrik ini diasumsikan bahwa jenis bambu tidak berpengaruh terhadap kandungan karbon yang dihasilkan, sehingga variabel yang digunakan adalah tinggi tanaman bambu. Adapun harga karbon yang digunakan, diasumsikan sebesar US$ 9.12/t C (Asmani et al., 2010) atau apabila disetarakan pada nilai US$ 1 sebesar Rp 11 000, maka harga karbon sekitar Rp 100 320/ton.

Nilai stok karbon diperoleh dari hasil perkalian antara stok karbon bambu dengan harga karbon (US$/t C), sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5.10. Tabel 5.10 Nilai ekonomi stok karbon lahan bambu di Kecamatan Sajira

No. Desa Lr (ha) Kepadatan (batang/ha) Tinggi rata-rata bambu (m) Skbs (t C) Hk (US$/ t C) NSK (US$) (Rp) 1 Margaluyu 1.71 17 788 16 85 9.12 775 8 528 912 2 Maraya 1.83 29 528 15 59 9.12 538 5 921 263 3 Ciuyah 0.52 54 218 15 52 9.12 474 5 210 856 4 Calungbungur 1.71 8 821 13 18 9.12 168 1 851 065 5 Sukamarga 1.20 10 958 13 16 9.12 144 1 579 192 6 Sindangsari 1.04 8 592 11 6 9.12 50 554 926 7 Pajagan 1.06 9 886 13 10 9.12 91 1 006 117 8 Sajira 1.13 12 533 12 9 9.12 83 909 082 9 Mekarsari 0.96 12 968 12 9 9.12 79 863 713 10 Sajira Mekar 0.96 8 348 12 8 9.12 74 813 822 11 Parungsari 0.91 10 480 11 7 9.12 61 674 811 12 Sukarame 1.54 7 894 10 7 9.12 59 653 796 13 Bungur Mekar 0.62 15 669 9 4 9.12 39 432 290 14 Paja 2.43 11 131 10 7 9.12 63 697 175 15 Sukajaya 1.06 5 424 9 3 9.12 24 259 363 Total 18.66 299 2 717 29 956 382

Rata-rata per hektar 16 146 1 605 190

Total luas areal bambu di Kecamatan Sajira = 140 ha

NSK Total Kecamatan Sajira = 146 (US$/ha) x 140 ha = US$ 20.440 atau Rp 224 840 000

Keterangan: Lr = Luas lahan rata-rata (ha), Skbs = Stok karbon bambu sisa (g C), Hk = Harga karbon (US$/t C), kepadatan bambu (batang/ha), tinggi rata-rata bambu (m), NSK = Nilai stok karbon (US$)

Menurut Suprihatno et al. (2012), pendugaan stok karbon bambu (Skb) didapat dari model alometrik berbentuk polinomial pada persamaan (6). Dari model persamaan tersebut diperoleh besaran stok karbon bambu (g/batang) yang kemudian dikalikan dengan jumlah batang bambu keseluruhan (Skbt) dan jumlah

batang bambu masak tebang atau siap dipanen (Skbmt). Besarnya stok karbon bambu sisa (Skbs) diperoleh dari selisih antara Skbt dengan Skbmt.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai stok karbon (NSK) diketahui bahwa paling tinggi terdapat di Desa Margaluyu dengan nilai karbon sebesar US$ 775, apabila dinilai dalam uang rupiah maka nilai yang diperoleh adalah Rp 8 528 912. Sedangkan NSK paling rendah terdapat di Desa Sukajaya dengan nilai karbon sebesar US$ 24 atau setara dengan Rp 259 363. Tinggi rendahnya NSK pada tiap desa dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti tinggi rata-rata bambu (m) dan kepadatan rumpun bambu (batang/ha). Pada Tabel 5.10 dapat dilihat bahwa luas lahan rata-rata bambu di Desa Paja lebih besar dibandingkan dengan luas lahan rata-rata bambu di Desa Margaluyu namun NSK yang dihasilkan lebih rendah. Hal ini disebabkan kepadatan bambu di Desa Paja lebih rendah dibandingkan dengan Desa Margaluyu. Selain itu, tinggi rata-rata bambu pada tiap desa menjadi variabel yang paling menentukan terhadap besarnya kandungan karbon. Hal ini terlihat dari tinggi rata-rata bambu di Desa Margaluyu paling tinggi, sehingga NSK yang dihasilkanpun juga paling besar diantara desa lainnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stok karbon bambu di Kecamatan Sajira sebesar 16 t C/ha masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aoyama et al. (2011), stok karbon bambu yang dihasilkan sebesar 215 t C/ha. Rendahnya stok karbon bambu pada penelitian ini diduga karena tinggi dan diameter bambu lebih kecil dan kemungkinan jumlah populasi bambu yang lebih sedikit dibandingkan dengan bambu pada penelitian Aoyama et al. (2011).

Total nilai ekonomi stok karbon pada 15 desa di Kecamatan Sajira sebesar Rp 1 605 190/ha. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pande et al. (2012), yaitu nilai stok karbon bambu di tiga sistem lembah utama India sebesar IR 30 550-48 000/ha atau setara dengan Rp 5 804 500-9 120 000/ha. Hal ini diduga karena perbedaan kerapatan populasi maupun preferensi dan pemanfaatannya di tiga sistem lembah utama India lebih tinggi dibandingkan dengan di Kecamatan Sajira. Berdasarkan data Dishutbun Kab. Lebak tahun 2012, total luasan areal tegakan bambu di Kecamatan Sajira adalah 140 ha, sehingga nilai ekonomi stok karbon yang dihasilkan sebesar US$ 20 440 (Rp 224 840 000).

5.5.2 Nilai Pencegahan Erosi (NPE)

Hasil perhitungan nilai erosi dengan menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dijelaskan dari beberapa parameter seperti sebagai berikut.

1. Faktor Erosivitas (R)

Faktor erosivitas diperoleh dengan menggunakan data curah hujan rata- rata per bulan dari bulan Januari 1999 sampai Desember 2011 yang diperoleh dari Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Lebak Tahun 2013 (Lampiran 4). Kecamatan Sajira merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lebak, sehingga diasumsikan memiliki kondisi iklim yang sama dengan iklim Kabupaten Lebak. Nilai faktor erosivitas (R) rata-rata curah hujan tahunan di Kecamatan Sajira dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11 Nilai faktor erosivitas (R) rata-rata curah hujan tahunan Kabupaten Lebak Bulan P (cm) EI30 Januari 25.1 176 990 Februari 29.4 219 455 Maret 20.3 132 613 April 18.7 118 603 Mei 16.8 102 521 Juni 11.5 61 227 Juli 5.4 21 900 Agustus 7.1 31 776 September 11.5 61 227 Oktober 14.6 84 706 November 16.3 98 394 Desember 18.6 117 742 Nilai R 1 227.153

Keterangan: P = Rataan curah hujan (cm), EI30 2. Faktor Erodibilitas (K)

= Indeks erosivitas bulanan Bols

Kecamatan Sajira didominasi oleh jenis tanah latosol (BP4K Kab. Lebak, 2013), sehingga memiliki nilai erodibilitas sebesar 0.31. Nilai faktor erodibilitas tanah (K) dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Jenis tanah dan nilai faktor erodibilitas tanah (K) Kecamatan Sajira

Jenis tanah Nilai K

Latosol coklat kemerahan dan litosol 0.43 Latosol kuning kemerahan dan litosol 0.36

Komplek mediteran dan litosol 0.46

Latosol kuning kemerahan 0.56

Grumusol 0.20

Alluvial 0.47

Regosol 0.40

Latosol 0.31

3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Kementerian Kehutanan memberikan nilai faktor kemiringan lereng, yang ditetapkan berdasarkan kelas lereng, seperti pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13 Nilai faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) Kecamatan Sajira Kelas lereng Kemiringan lereng (%) Nilai LS

I 0-8 0.40 II 8-15 1.40 III 15-25 3.10 IV 25-40 6.80 V > 40 9.50 Sumber: Kironoto, 2000

Berdasarkan bentuk topografi dan peta kontur Kecamatan Sajira (Lampiran 5), kelerengan tanah di Kecamatan Sajira dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelas, yaitu kelas I (0-8%), kelas II (8-15%), dan kelas III (15- 25%), sehingga nilai indeks LS yang dihasilkan berkisar antara 0.40 sampai 3.10. 4. Faktor Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah (CP)

Berdasarkan hasil survei di lapangan, penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Sajira dikelompokkan menjadi enam kategori. Tipe penutupan dan penggunaan lahan tersebut adalah kebun campuran (kebun bambu), semak, ladang, lahan terbuka, pemukiman, dan sawah. Menurut pengertiannya, kebun campuran merupakan lahan yang umumnya ditanami tanaman kehutanan seperti sengon, bambu, dan didampingi tanaman perkebunan atau sayuran. Sedangkan semak merupakan lahan berupa rumput, tanaman bawah (ilalang) yang tumbuh karena adanya pembukaan lahan atau lahan bekas garapan yang ditinggalkan. Adapun ladang adalah lahan pertanian kering yang ditanami padi, singkong, ubi kayu/kedelai, jagung, dan lain sebagainya.

Usaha konservasi masing-masing areal penutupan lahan memiliki nilai yang hampir sama, dimana kebun campuran, ladang, dan semak sama-sama tanpa tindakan konservasi, sedangkan sawah menggunakan teknik konservasi teras bangku. Nilai faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah (CP) tersebut disajikan pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14 Nilai faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah (CP) pada tipe penutupan lahan Kecamatan Sajira

Tipe penutupan lahan C (Faktor pengelolaan tanaman)

P (Faktor teknik

konservasi tanah) Nilai CP Lahan bambu/kebun

campuran 0.20 1.00 0.20

Ladang 0.70 1.00 0.70

Semak 0.30 1.00 0.30

Nilai faktor CP berbeda untuk tiap tipe penutupan lahan, dimana kebun campuran memiliki nilai CP 0.20, ladang dengan nilai 0.70, semak dengan nilai 0.30, dan sawah dengan nilai 0.01. Walaupun dalam satu tipe penutupan lahan memiliki kelas kelerengan yang berbeda, namun nilai CP nya tetap sama.

5. Laju Erosi tiap Tipe Penutupan Lahan

Tingkat laju erosi dihitung berdasarkan perkalian faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu erosivitas (R), erodibilitas (K), kemiringan dan panjang lereng (LS), serta faktor pengelolaan tanaman dan teknik konservasi tanah (CP). Laju erosi rata-rata tiap tipe penutupan lahan di Kecamatan Sajira dapat dilihat pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15 Laju erosi rata-rata tiap tipe penutupan lahan di Kecamatan Sajira Tipe penutupan lahan Lereng (%) Luas (ha) R K LS CP LE (ton/ha/ tahun) LER (ton/ha/ tahun) Lahan bambu 0-8 80.05 1 227.153 0.31 0.40 0.20 30.43 56.20 8-15 41.00 1 227.153 0.31 1.40 0.20 106.52 Ladang 0-8 20.11 1 227.153 0.31 0.40 0.70 106.52 294.15 8-15 47.97 1 227.153 0.31 1.40 0.70 372.81 Semak 0-8 7.14 1 227.153 0.31 0.40 0.12 45.65 94.90 8-15 5.42 1 227.153 0.31 1.40 0.12 159.78 Sawah 0-8 20.33 1 227.153 0.31 0.40 0.01 1.52 4.00 8-15 38.16 1 227.153 0.31 1.40 0.01 5.33

Laju erosi USLE rata-rata tertimbang (ton/ha/thn) 108.60

Keterangan : LE = Laju erosi USLE, LER = Laju erosi USLE rata-rata tertimbang, R = faktor erosivitas, K = faktor erodibilitas, LS = faktor panjang dan kemiringan lereng, CP = faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah

Tabel 5.15 menunjukkan pada hasil pendugaan erosi terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi besarnya tingkat laju erosi, seperti faktor erosivitas (R), erodibilitas (K), kemiringan dan panjang lereng (LS), serta faktor pengelolaan tanaman dan teknik konservasi tanah (CP). Faktor LS dan CP memiliki nilai yang beragam, sedangkan faktor R dan K memiliki nilai yang sama pada setiap tipe penutupan lahan. Faktor LS dan CP yang beragam sangat menentukan besarnya tingkat laju erosi, dimana semakin besarnya nilai LS dan CP maka semakin besar pula tingkat laju erosi, dan begitu juga sebaliknya.

Tingkat laju erosi USLE rata-rata tertimbang pada setiap penutupan lahan di Kecamatan Sajira memiliki besaran erosi yang berbeda-beda. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ladang dengan luas 68.08 ha memiliki laju erosi rata-rata tertimbang tertinggi yakni 294.15 ton/ha/tahun (65.23%). Sedangkan sawah dengan luas 58.49 ha memiliki laju erosi terendah yakni 4.00 ton/ha/tahun (0.89%). Adapun lahan bambu (kebun campuran) dengan luas lahan 140 ha memiliki laju erosi sebesar 56.20 ton/ha/tahun (12.83%). Selain itu, diketahui juga laju erosi pada semak dengan luas 12.56 ha yakni 94.90 ton/ha/tahun (21.05%).

Secara keseluruhan, besarnya laju erosi rata-rata tertimbang pada Kecamatan Sajira adalah 108.60 ton/ha/tahun.

Nilai pencegahan erosi merupakan nilai kemampuan lahan bambu/kebun campuran dalam menahan laju erosi. Besarnya kemampuan lahan bambu menahan laju erosi (ton/ha/thn) di Kecamatan Sajira merupakan hasil pengurangan antara laju erosi lahan non bambu dan laju erosi lahan bambu/kebun campuran, dengan asumsi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi erosi adalah sama dan hanya dibedakan oleh penutupan lahan. Hasil perhitungan laju erosi pada tiap tipe penutupan lahan di Kecamatan Sajira pada kondisi yang disamakan dapat dilihat pada Tabel 5.16.

Tabel 5.16 Laju erosi tiap tipe penutupan lahan pada kondisi yang disamakan di Kecamatan Sajira Tipe penutupan lahan Lereng (%) Luas (ha) R K LS CP LE (ton/ha/ tahun) LER (ton/ha/ tahun) Kebun campuran (lahan bambu/lb) 0-8 80.05 1 227.15 0.31 0.40 0.20 30.43 56.20 8-15 41.00 1 227.15 0.31 1.40 0.20 106.52 Lb sebagai ladang 0-8 80.05 1 227.15 0.31 0.40 0.70 106.52 196.71 8-15 41.00 1 227.15 0.31 1.40 0.70 372.81 Lb sebagai semak 0-8 80.05 1 227.15 0.31 0.40 0.30 45.65 84.30 8-15 41.00 1 227.15 0.31 1.40 0.30 159.78

Keterangan : LE = Laju erosi USLE, LER = Laju erosi USLE rata-rata tertimbang, R = faktor erosivitas, K = faktor erodibilitas, LS = faktor panjang dan kemiringan lereng, CP = faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah

Tabel 5.16 menunjukkan bahwa dalam kondisi yang sama, penutupan lahan bambu/kebun campuran dengan laju erosi rata-rata tertimbang sebesar 56.20 ton/ha/tahun dapat menahan laju erosi sebesar 140.51 ton/ha/tahun dibandingkan penutupan lahan pada ladang, dan mampu menahan laju erosi sebesar 28.10 ton/ha/tahun jika dibandingkan dengan penutupan lahan berupa semak.

Banyaknya unsur hara yang hilang dapat dihitung dengan mengalikan kandungan unsur hara semula dengan banyaknya tanah yang tererosi. Lapisan tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah lapisan permukaan tanah (top soil) dengan kedalaman 0-20 cm.

Berdasarkan hasil analisis kimia tanah (Lampiran 6) diketahui bahwa Kecamatan Sajira yang didominasi jenis tanah latosol mengandung bahan organik (1.25%), N (0.11%), P2O5 (0.00117%), K2O (0.029%), dan Ca (0.4716%) pada

lapisan atas tanah (top soil). Banyaknya kandungan unsur hara yang hilang pada setiap penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.17.

Tabel 5.17 Kandungan unsur hara yang hilang tiap tipe penutupan lahan di Kecamatan Sajira pada kondisi yang disamakan

Tipe penutupan

lahan

Laju erosi USLE rata-rata tertimbang (ton/ha/tahun)

Kandungan unsur hara yang hilang (kg/ha) Bahan organik (C) N P2O5 K2O Ca Kebun campuran (lahan bambu/lb) 56.20 702.50 61.82 0.08 16.69 265.04 Lb sebagai ladang 196.71 2 458.88 216.38 2.30 58.42 927.68 Lb sebagai semak 84.30 1 053.75 92.73 0.99 25.04 397.56 Tabel 5.17 menunjukkan bahwa hilangnya unsur hara pada penutupan lahan bambu/kebun campuran lebih sedikit dibandingkan hilangnya unsur hara pada penutupan lahan ladang dan semak. Hal ini berarti lahan bambu/kebun campuran dapat menahan bahan organik (1 756.38 kg/ha), N (154.56 kg/ha), P2O5

(2.22 kg/ha), K2O (41.73 kg/ha), dan Ca (662.65 kg/ha) dibandingkan dengan

ladang. Selain itu, lahan bambu/kebun campuran dapat menahan bahan organik (351.25 kg/ha), N (30.91 kg/ha), P2O5 (0.90 kg/ha), K2O (8.35 kg/ha), dan Ca

(132.52 kg/ha) jika dibandingkan dengan semak.

Apabila pupuk urea yang tersedia dipasaran mengandung N (45%), pupuk TSP mengandung P2O5 (45%), pupuk KCl mengandung K2O (50%), pupuk

kompos mengandung bahan organik (60%), dan pupuk dolomit mengandung CaO (40%), maka kandungan unsur hara yang dapat ditahan oleh lahan bambu/kebun campuran dibandingkan dengan ladang ekivalen dengan 343 kg/ha urea; 5 kg/ha TSP; 83 kg/ha KCl, 2 927 kg/ha kompos, dan 1 657 kg/ha dolomit. Sedangkan pada semak, unsur hara yang dapat ditahan lahan bambu/kebun campuran ekivalen dengan 69 kg/ha urea; 2 kg/ha TSP, 17 kg/ha KCl, 585 kg/ha kompos, dan 331 kg/ha dolomit. Dari hasil tersebut, maka dapat ditentukan nilai pencegahan erosi sumberdaya bambu di Kecamatan Sajira yang tersaji pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18 Nilai pencegahan erosi (NPE) sumberdaya bambu di Kecamatan Sajira

Tipe penutupan

lahan

Nilai pencegahan erosi (Rp/ha) NPE Total

(Rp/ha)

Urea TSP KCl Kompos Dolomit

Lb sebagai

ladang 1 030 407 13 797 166 926 2 927 292 828 306 4 966 728

996 129 Lb sebagai

semak 206 607 5 614 33 383 585 417 165 650

NPE Kecamatan Sajira = Rp 4 966 728/ha x 140 ha = Rp 695 341 881

Keterangan: Harga pupuk urea Rp 3 000/kg, harga pupuk TSP Rp 2 800/kg, harga pupuk KCl Rp 2 000/kg, harga pupuk kompos Rp 1 000/kg, harga pupuk dolomit Rp 500/kg

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa NPE lahan bambu sebagai ladang sebesar Rp 4 966 728/ha, sedangkan NPE lahan bambu sebagai semak sebesar Rp 996 129/ha. Penggunaan lahan di Kecamatan Sajira terdiri dari kebun campuran (lahan bambu), ladang, dan semak. Konversi kebun campuran menjadi ladang oleh petani mungkin dilakukan namun konversi kebun campuran menjadi semak sangat kecil kemungkinannya, sehingga NPE sumberdaya bambu di Kecamatan Sajira didekati dengan NPE pada lahan bambu sebagai ladang. Apabila luasan areal tegakan bambu di Kecamatan Sajira sebesar 140 ha, maka NPE lahan bambu sebesar Rp 695 341 881.

NPE di Kecamatan Sajira sedikit lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Supriatna (2006) di kebun campuran Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta yang menghasilkan NPE sebesar Rp 628 132 359. Hal ini diduga karena areal kebun campuran yang dihitung dalam penilaian ini lebih luas dibandingkan dengan areal kebun campuran di Kecamatan Wanayasa. Selain itu, terdapat juga faktor-faktor lain yang mungkin juga berpengaruh, seperti jenis dan jumlah pupuk yang digunakan sebagai variabel pembanding dalam menentukan NPE, serta harga pupuk yang berlaku pada saat penelitian maupun laju erosi yang dihasilkan.

Dokumen terkait