• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

R. Nilai Harapan dan Variansi

R. Nilai Harapan dan Variansi

Suatu konsep yang sangat penting dalam probabilitas dan statistik adalah konsep ekspektasi matematis atau disingkat ekspektasi/ nilai harapan, dan variansi dari suatu variabel random.

Definisi 2.18.1

Nilai harapan (expected value) dari X, yang dinyatakan dengan E(X) didefinisikan sebagai berikut. ² ¼ = À Á Â Á

Ë 9Ä 9 , jika ¼ diskret dengan fungsi probabilitaš Ä 2.66

9L

Ï N , jika ¼ kontinu dengan fungsi densitas

I AI

2.67

Ekspektasi dari X seringkali disebut sebagai mean dari X dan dilambangkan sebagai µ. Mean atau ekspektasi dari X memberikan satu nilai tunggal yang bertindak sebagai wakil atau rata-rata dari nilai-nilai X, sehingga juga disebut sebagai ukuran tendensi sentral atau ukuran pemusatan (Spiegel, 2004).

Ditinjau dari segi variabel random yang diskret, maka nilai harapan E(X) merupakan suatu nilai fungsi linear dari semua unsur di dalam domain fungsi dengan peluang yang bersesuaian sebagai faktor pembobot.

Teorema 2.18.1

Jika X adalah variabel random dengan fungsi probabilitas f(x), a dan b bilangan konstan maka berlaku

E(bX + a) = bE(X) + a.

Bukti

Karena X adalah variabel random diskret, maka berdasarkan Definisi 2.18.1 pada Persamaan (2.66) diperoleh

² G¼ + F = J9L G 9+ F 9

= J9L G 9 9 + F 9

= J G9L 9 9 + J F9L 9

= G J9L 9 9 + F J9L 9

Berdasarkan Definisi 2.17.3 yaitu bahwa J9L 9 = 1, maka diperoleh

Bukti untuk kasus variabel random kontinu dapat dikerjakan secara analog. ∎

Definisi 2.18.2

Jika X adalah variabel random dan g(x) adalah fungsi dari variabel random X maka,

² ¼ =

À Á Â Á

Ë 9 Ä 9 , jika diskret dengan fungsi probabilitaš Ä

9L

Ï N , jika kontinu dengan fungsi densitas

I AI

Ñ

Teorema 2.18.2

Jika X adalah variabel random dengan fungsi probabilitas f(x), a dan b konstanta, g(X) dan h(X) fungsi-fungsi variabel random bernilai real, maka

E[ag(X) + bh(X)] = a E[(g(X)] + bE[h(X)]. (2.68)

Bukti

Jika X adalah variabel random diskret maka menurut Definisi 2.18.1 dan 2.18.2

²EF ¼ + Gℎ ¼ H = J EF9L 9 + Gℎ 9 H 9

= J EF9L 9 9 + Gℎ 9 9 H

= J F9L 9 9 + J Gℎ9L 9 9

= F J9L 9 9 + G J ℎ9L 9 9

= F²E ¼ H + G²Eℎ ¼ H.

Teorema 2.18.3

Apabila X1, X2, X3, ..., Xn merupakan variabel random, maka

²E¼ +¼ + ¼X+ ⋯ + ¼ H = ²E¼ H + ²E¼ H + ²E¼XH + ⋯ + ²E¼ H.

Bukti

Teorema di atas akan dibuktikan dengan menggunakan prinsip induksi matematik. 1. Akan ditunjukkan rumus benar untuk k = 2.

Misalkan X1 dan X2 merupakan variabel random diskret dengan fungsi probabilitas gabungan f(x1, x2). Berdasarkan Definisi 2.18.1, maka diperoleh

²E¼ + ¼ H = J J z‡9L ÒL 9+ Òˆ ‡ 9, Òˆ{

= J J z9L ÒL 99, Òˆ + Ò9, Òˆ{

= J J9L ÒL 99, Òˆ+ J J9L ÒL Ò9, Òˆ

= J J9L ÒL 99, Òˆ+ J JÒL 9L Ò9, Òˆ

= J9L 9JÒL9, Òˆ+ JÒL ÒJ9L9, Òˆ

Berdasarkan Definisi 2.17.4, maka

²E¼ + ¼ H = J9L 9 9 + JÒL ÒÒˆ

= ²E¼ H + ²E¼ H.

2. Diandaikan bahwa rumus benar untuk n < k, dimana k > 2. 3. Akan ditunjukkan bahwa rumus benar untuk n = k.

Andaikan Ó = ¼ + ¼ + ¼X+ ⋯ + ¼]A dan Ó = ¼], maka dapat ditulis

Dengan menggunakan hasil pembuktian bagian 1, maka

²EÓ + Ó H = ²EÓ H + ²EÓ H. (2.69) Karena diandaikan bahwa rumus benar untuk n < k dimana k > 2, dan berdasarkan Persamaan (2.69) maka

²E¼ + ¼ + ¼X+ ⋯ + ¼]A + ¼]H = ²E¼ + ¼ + ¼X+ ⋯ + ¼]A H + ²E¼]H

= ²E¼ H + ²E¼ H + ²E¼XH + ⋯ + ²E¼]A H + ²E¼]H

= ²E¼ H + ²E¼ H + ²E¼XH + ⋯ + ²E¼]H.

Bukti untuk kasus variabel random kontinu dapat dikerjakan secara analog. ∎

Teorema 2.18.4

Apabila X1, X2, X3, ..., Xn merupakan variabel random yang saling bebas, maka

²E¼ ¼ ¼X… ¼ H = ²E¼ H²E¼ H²E¼XH … ²E¼ H.

Bukti

Teorema di atas akan dibuktikan dengan menggunakan prinsip induksi matematik. 1. Akan ditunjukkan rumus benar untuk k = 2.

Misalkan X1 dan X2 merupakan variabel random yang saling bebas dengan fungsi distribusi gabungan f(x1, x2). Oleh karena itu berdasarkan Definisi 2.17.6, f(x1, x2) = f(x1)f(x2). Kemudian dengan menggunakan Definisi 2.18.1, kita memperoleh

²E¼ ¼ H = J J9L ÒL 9 Ò9, Òˆ

²E¼ ¼ H = J J9L ÒL 9 9 Ò Ò

= J9L 9 9 JÒL Ò Ò

= ²E¼ H²E¼ H.

2. Diandaikan bahwa rumus benar untuk n < k, dimana k > 2. 3. Akan ditunjukkan bahwa rumus benar untuk n = k.

Andaikan Ó = ¼ ¼ ¼X… ¼]A dan Ó = ¼], maka dapat ditulis

²E¼ ¼ ¼X… ¼]A ¼]H = ²EÓ Ó H. Dengan menggunakan hasil pembuktian bagian 1, maka

²EÓ Ó H = ²EÓ H²EÓ H. (2.70)

Karena diandaikan bahwa rumus benar untuk n < k dimana k > 2, dan berdasarkan Persamaan (2.70) maka

²E¼ ¼ ¼X… ¼]A ¼]H = ²E¼ ¼ ¼X… ¼]A ¼]H²E¼]H

= ²E¼ H²E¼ H²E¼XH … ²E¼]A H ²E¼]H = ²E¼ H²E¼ H²E¼XH … ²E¼]A H²E¼]H.

Bukti untuk kasus variabel random kontinu dapat dikerjakan secara analog. ∎

Definisi 2.18.3

Variansi variabel random X yang dinotasikan dengan Var(X), didefinisikan sebagai berikut

Berdasarkan definisi di atas dapat dilihat bahwa variansi adalah suatu bilangan bukan negatif. Akar kuadrat positif dari variansi disebut deviasi standar yang ditentukan oleh

Õ = ÖVar ¼ = Ö²E ¼ − × H. (2.72) Karena deviasi standar dinyatakan dengan Õ, maka variansi dinyatakan dengan Õ . Selain itu, dengan ²E¼H = µ, dan f(x) adalah fungsi distribusi probabilitas dari X, maka variansi dari X juga didefinisikan sebagai berikut

Var ¼ = ²E ¼ − × H = MAII − × N . (2.73)

Menurut Spiegel (2004), variansi (atau deviasi standar) adalah suatu ukuran mengenai dispersi atau pencaran (scatter) dari nilai-nilai variabel random terhadap mean µ. Jika nilai-nilainya cenderung terkonsentrasi di dekat nilai meannya maka variansinya kecil, sedangkan jika nilai-nilainya cenderung terdistribusi jauh dari nilai meannya maka variansinya besar.

Teorema 2.18.5

Apabila X merupakan sebuah variabel random maka variansi dari X adalah

Var ¼ = ²E¼ H − ²E¼H . (2.74)

Bukti

Berdasarkan Definisi 2.18.3, maka

Var ¼ = ²E ¼ − ²E¼H H

Var ¼ = ²E¼ H − ²‰2¼²E¼HŠ + ²E²E¼H H

= ²E¼ H − 2²E¼H²E¼H + ²E¼H

= ²E¼ H − ²E¼H . ∎

Teorema 2.18.6

Jika X adalah variabel random, a dan b bilangan konstan, maka berlaku Var(bX + a) = b2 Var(X).

Bukti

Berdasarkan Teorema 2.18.5, maka

Var G¼ + F = ²E G¼ + F H − E² G¼ + F H

= ²EG ¼ + 2FG + F H − E² G¼ + F H

= ²EG ¼ H + ²E2FG H + ²EF H − ²EG¼H + ²EFH

= G ²E¼ H + 2FG²E H + ²EF H − G²E¼H + ²EFH

= G ²E¼ H + 2FG²E H + ²EF H − G ²E¼H + 2G²E¼H²EFH + ²EFH

= G ²E¼ H + 2FG²E H + F − G ²E¼H − 2FG²E¼H − F

= G ²E¼ H − G ²E¼H

= G ²E¼ H − ²E¼H

Teorema 2.18.7

Apabila X1, X2, X3, ..., Xk merupakan variabel random yang saling bebas, maka

VarE¼ +¼ + ¼X+ ⋯ +¼]H = VarE¼ H + VarE¼ H + VarE¼XH + ⋯ + VarE¼]H Bukti

Akan dibuktikan rumus benar untuk k = 2. Berdasarkan Definisi 2.18.3, maka diperoleh Var (X1 + X2) = E[((X1 + X2) – E[X1 + X2])2]

= E[((X1 + X2) – E[X1] – E[X2])2] = E[((X1E[X1]) + (X2E[X2]))2]

= E[(X1E[X1])2 + (X2E[X2])2 + 2(X1E[X1]) (X2E[X2])] = E[(X1E[X1])2]+ E[(X2E[X2])2] + 2E[(X1E[X1]) (X2E[X2])]. Karena X1 dan X2 merupakan variabel random yang saling bebas, maka berdasarkan Teorema 2.18.4 diperoleh E[(X1E[X1]) (X2E[X2])] = E(X1E[X1]) E(X2E[X2]) = (E[X1] – E[X1]) (E[X2]– E[X2]) = 0 sehingga Var (X1 + X2) = E[(X1E[X1])2]+ E[(X2E[X2])2] + 2 ∙ 0 = E[(X1E[X1])2]+ E[(X2E[X2])2] = Var (X1) + Var (X2). Jadi,

Var (X1 + X2) = Var (X1) + Var (X2).

Diasumsikan bahwa rumus benar untuk n < k, dengan k > 2. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa rumus benar untuk n = k.

Andaikan Ó = ¼ + ¼ + ¼X+ ⋯ + ¼]A dan Ó = ¼], maka dapat ditulis

VarE¼ +¼ + ⋯ +¼]A + ¼]H = VarEÓ + Ó H.

Dengan menggunakan hasil pembuktian untuk k = 2 di atas, maka diperoleh

VarEÓ + Ó H = VarEÓ H + VarEÓ H

= VarE¼ + ¼ + ¼X+ ⋯ + ¼]A H + VarE¼]H. Karena diandaikan bahwa rumus benar untuk n < k, dimana k > 2, maka

VarE¼ +¼ + ⋯ +¼]A + ¼]H = VarE¼ H + VarE¼ H + ⋯ + VarE¼]A H + VarE¼]H

= VarE¼ H + VarE¼ H + ⋯ + VarE¼]H. ∎

S. Fungsi Gamma

Definisi 2.19.1

Fungsi Gamma ditulis (k), untuk semua k > 0 didefinisikan sebagai

Γ v = M ·>I ]A 6N· . (2.75)

Teorema 2.19.1

Fungsi Gamma memenuhi sifat-sifat berikut: i. (k+1) = (k) (k),

iii. ( ) = Úx .

Bukti

i. Berdasarkan Definisi 2.19.1, maka diperoleh

Γ v + 1 = M ·>I ]S A 6

= M ·>I ]6N·.

Dengan integral parsial, kita akan menyelesaikan bentuk integral di atas. Misalkan, U = ·] sehingga NU = v·]A N·, dan Nq = 6N· sehingga q = −6. Berdasarkan definisi integral parsial yaitu M UNq = Uq − M qNU, maka diperoleh

Γ v + 1 = M ·>I ]6

= limÛ→I‡Ñ−·]6HÜ> + v M ·>Ü ]A 6N·ˆ

= limÛ→IÑ−·]6HÜ> + limÛ→Iv M ·>Ü ]A 6

= limÛ→I− ´]6− 0 + v M ·>I ]A 6

= 0 + v M ·>I ]A 6

= v M ·>I ]A 6N·. = vΓ v .

ii. Dengan Definisi 2.19.1, akan dicari nilai dari Γ 1 dan Γ 2 .

Γ 1 = M 6>I

Γ 1 = limÛ→IÑ−6H>Û = − limÛ→I 6− 6> = − limÛ→I 6− 1

= 1.

Γ 2 = M ·6>I

= limÛ→I‡Ñ−·6H>Ü + M 6>Ü N·ˆ

= limÛ→IÑ−·6H>Ü + limÛ→IM 6>Ü

= limÛ→I− ´6− 0 + limÛ→IÑ−6H>Û = 0 − limÛ→I 6− 6>

= 1.

Berdasarkan sifat (i), kita dapat menyimpulkan bahwa (2) = 1 (1) atau

Γ 1 =Ý . Dengan demikian, secara rekursif dengan menggunakan sifat (i) diperoleh sebagai berikut

Γ 3 = 2 Γ 2 = 2 1 = 2 Γ 4 = 3 Γ 3 = 3 2 1 = 3! Γ 5 = 4 Γ 4 = 4 3 2 1 = 4! ∙ ∙ ∙ Γ v + 1 = v − 1 Γ v − 1 = v v − 1 v − 2 ∙∙∙ 3 ∙ 2 ∙ 1 = v! Γ v + 1 = v!, bila k bilangan bulat positif.

Dengan menggunakan hasil terakhir tersebut yaitu Γ v + 1 = v!, maka kita memperoleh Γ v = v − 1 !.

iii. Berdasarkan Definisi 2.19.1, diperoleh

Γ z { = M ·>I Ajw6N·. Dengan memisalkan U = · dan N· = 2UNU, maka

Γ z { = M ·>I Ajw6N· = M UA 6Atw 2UNU I > = 2 M 6>I AtwNU.

Andaikan M 6>I A!wN = “ dan M 6>I A:wN = “, maka

“ = ‡M 6>I A!wN ˆ‡M 6>I A:wN ˆ

= M M 6>I >I A!w6A:wN4N

= M M 6>I >I A‡!wS:wˆN4N .

Selanjutnya, untuk menyelesaikan bentuk integral di atas kita akan mengubah koordinat kartesius x dan y menjadi koordinat kutub ß dan à dengan

memisalkan = ß cos à dan 4 = ß sin à sehingga diperoleh + 4 = ß ,

yang merupakan persamaan lingkaran berjari-jari ß. Karena batas integrasi dari variabel x dan y adalah dari 0 sampai ∞, maka dapat dikatakan bahwa daerah integrasi dari persamaan lingkaran tersebut secara geometris berada di kuadran I bidang kartesius. Untuk itu, batas integrasi ß adalah dari 0 sampai ∞ dan batas

integrasi à adalah dari 0 sampai . Dengan pengubahan koordinat kartesius menjadi koordinat kutub yang sudah dilakukan di atas, maka dapat ditulis

“ = M M 6Aáw ßNß I >â w > = M z− M 6âw >I AáwN −ß { Nà >

= M z− limâw Û→IM 6>Û wN −ß { Nà

>

= − M ‰limâw Û→I6AáwŠ>Ü

>

= − M ‰limâw Û→I‡6AÜw− 6>ˆŠNà

> = M Nàâw > = EàH>âw = B}− 0C = } ã “ = Úx. Diketahui bahwa M 6A!w N = M 6>I A:wN = “ I

> . Dengan demikian, kita dapat

mengatakan bahwa M 6>I A!wN = Úx atau M 6>I A:wN = Úx. Jadi,

Γ z { = 2 M 6>I AtwNU

Γ z { = Úx. ∎

Dokumen terkait