• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI INDEKS DAN BEBAN GLIKEMIK PRODUK TERPILIH BERAS ANALOG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 NILAI INDEKS DAN BEBAN GLIKEMIK PRODUK TERPILIH BERAS ANALOG

penambahan ekstrak teh hitam cair sebelum milling dan sebelum ekstrusi. Produk beras analog terpilih kemudian diuji nilai indeks glikemik (IG). Produk terpilih akan dibandingkan dengan nilai IG menir untuk melihat seberapa besar perbedaan nilai IG dengan adanya penambahan ekstrak teh hitam. Dari perbandingan tersebut akan terlihat apakah ekstrak teh hitam mampu menurunkan secara signifikan nilai IG dari beras analog yang dihasilkan.

4.3.1 Karakteristik subjek relawan uji indeks glikemik

Jumlah relawan yang memenuhi syarat sebagai subjek pengukuran indeks glikemik sebanyak 20 orang yang terdiri atas 7 orang laki-laki dan 13 orang wanita. Tidak dilakukan perbandingan yang seimbang antara jumlah relawan laki-laki dan perempuan. Hal tersebut dikarenakan relawan laki-laki banyak yang merasa tidak sanggup memenuhi persyaratan yang diwajibkan antara lain berpuasa dan diambil darahnya. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) perbedaan antara jumlah laki-laki dan wanita tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap hasil pengujian nilai indeks glikemik produk. Sehingga memungkinkan adanya ketidaksamaan jumlah subjek laki-laki dan perempuan. Dari data 20 orang tersebut kemudian diseleksi dan didapatkan 10 data yang ditampilkan pada penelitian ini. Penggunaan data 10 orang dikarenakan adanya beberapa data yang bias. Data bias antara lain dikarenakan nilai kurva melebihi kurva standar maupun hasil perhitungan data sampel yang terlalu rendah dibandingkan dengan data standar.

33

4.3.2 Karakteristik sampel uji indeks glikemik

Tabel 20 Komposisi kimia nasi analog

Menir Beras analog terpilih

Kadar air (%bb) 64.82 ± 2.70 60.14 ± 1.68 Kadar air (%bk) 84.28 ± 3.35 76.05 ± 2.16 Kadar abu (%bb) 0.13 ± 0.01 0.06 ± 0.01 Kadar abu (%bk) 0.15 ± 0.01 0.07 ± 0.02 Kadar protein (%bb) 2.66 ± 0.06 2.37 ± 0.06 Kadar protein (%bk) 2.93 ±0.06 2.61 ± 0.07 Kadar lemak (%bb) 0.13 ± 0.00 0.11 ± 0.00 Kadar lemak (%bk) 0.36 ± 0.00 0.27 ± 0.01

Kadar karbohidrat by diff 32.27 ± 2.75 37.33 ± 1.60

Komposisi kimia nasi analog digunakan untuk perhitungan kesetaraan karbohidrat (berdasarkan karbohidrat by difference) pada analisis indeks glikemik. Tabel 20 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat by different dari menir dan beras perlakuan penambahan ekstrak teh memiliki nilai yang berbeda. Kadar karbohidrat beras analog lebih tinggi daripada menir. Hal ini dikarenakan karbohidrat by different berdasar perhitungan dari pengurangan terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak basis basah. Menir maupun beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam menggunakan perbandingan air dan beras sebesar 1.8:1. Perbandingan beras dan air diperoleh dari terlihatnya nasi yang sudah matang tidak memiliki butiran tepung lagi. Jika perbandingan air kurang dari yang ditentukan, maka nasi yang dihasilkan akan memiliki tekstur bertepung dan menimbulkan sensori tidak enak saat dimakan karena terasa belum matang dan keras.

Jumlah sampel nasi yang akan dikonsumsi oleh relawan, baik nasi dari menir maupun dari beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam, masing-masing sebanyak 77.47 g dan 66.97 g. Jumlah tersebut didapat dari kesetaraan 25 g karbohidrat pangan acuan dan karbohidrat sampel masing-masing nasi. Penggunaan kesetaraan 25 g karbohidrat bertujuan untuk mengurangi bias yang terjadi saat pengonsumsian sampel. Hal ini dikarenakan faktor sensori nasi beras analog yang kurang manis seperti nasi pada umumnya saat dikunyah. Sehingga dapat menyebabkan relawan merasa mual. Jumlah pangan uji yang tidak setara 50 g karbohidrat menurut Mendosa (2006) tidak akan mempengaruhi respon indeks glikemik pangan karena pada dasarnya pangan yang sama dengan kuantitas berbeda akan menunjukkan respon indeks glikemik yang sama apabila kontrol yang digunakan mengandung karbohidrat yang berjumlah setara dengan kandungan karbohidrat pangan uji.

Penelitian ini menggunakan pangan acuan berupa glukosa murni. Alasan penggunaan glukosa murni adalah kemampuannya diserap tubuh mencapai 100% sehingga nilai IGnya dapat disetarakan dengan angka 100. Menurut Miller et al. (1996) pangan acuan lain yang dapat digunakan adalah roti tawar. Alasannya roti tawar lebih mencerminkan mekanisme fisiologis dan metabolik daripada glukosa murni. Namun menurut penelitian Riany (2006) menunjukkan bahwa respon glikemik roti tawar sebesar 1.408 kali lebih rendah dibandingkan glukosa murni. Dengan menganggap indeks glikemik glukosa adalah 100, maka diketahui besar indeks glikemik roti tawar dengan kontrol glukosa murni sebesar 71. Hal ini selaras dengan pendapat Fernandes et al. (2005) dan Mendosa (2005) bahwa untuk mendapatkan repson indeks glikemik pangan uji dengan kontrol glukosa dari kontrol roti tawar yaitu dengan mengalikan respon indeks glikemik kontrol roti tawar terhadap nilai 1,4. Hal ini disebabkan karena respon indeks glikemik roti tawar 29% lebih rendah daripada glukosa murni.

4.3.3 Karakteristik nilai energi beras dan nasi analog terpilih

Nilai energi merupakan nilai yang diperoleh dari konversi protein, lemak, dan karbohidrat menjadi energi. Sumber energi terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9 kkal energi per gram,

34

sedangkan karbohirat dan protein menghasilkan energi sebesar 4 kkal per gram. Pada produk beras analog komponen gizi yang memberikan nilai energi terbesar adalah karbohidrat yang kandungannya cukup tinggi. Berdasarkan perhitungan, didapat nilai energi menir sebesar 347.65 kkal / 100 g menir dan nilai energi beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terpilih sebesar 362.31 kkal / 100 g beras analog. Untuk nilai energi nasi menir sebesar 140.89 kalori / 100 g nasi menir dan 159.79 kkal / 100 g nasi beras analog. Umumnya beras giling memiliki nilai kalori sebesar 365 kkal / 100 g sedangkan untuk nasi sebesar 180 kkal / 100 g (Regina, 2012). Sehingga dapat diasumsikan proses penambahan ekstrak teh hitam tidak mempengaruhi jumlah karbohidrat, protein, maupun lemak. Namun nilai energi dari beras maupun nasi dapat sedikit berbeda satu sama lain jika kandungan dari karbohidrat, protein, dan lemaknya berbeda.

4.3.4 Indeks dan beban glikemik nasi analog terpilih

Pengambilan darah relawan dilakukan melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat di ujung jari tangan. Hal ini dikarenakan darah yang diambil dari pembuluh darah ini memiliki variasi kadar glukosa darah pada relawan yang lebih kecil dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh vena. Glukosa darah yang diambil bereaksi dengan enzim glucose oxydase (GOD) dan potassium ferricyanide yang terdapat pada test strip pengujian. Reaksi tersebut menghasilkan potrassium ferrocyanide. Jumlah potrassium ferrocyanide yang dihasilkan setara dengan jumlah glukosa yang terkandung pada sampel (Arkray, 2001).

Data indeks glikemik yang disajikan adalah data indeks glikemik rata-rata 10 orang dari 20 orang subjek yang berpartisipasi. Penyajian data 10 subjek dari total 20 orang dikarenakan banyaknya bias data. Bias data tersebut adalah glukosa darah yang tidak stabil pada rentang waktu pengujian, terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Selain itu adanya subjek relawan yang menghasilkan nilai indeks glikemik yang terlalu besar dibandingkan relawan lainnya (data pencilan/outliner). Jika ditinjau menurut FAO dan WHO (1997), jumlah minimal subjek dalam pengukuran indeks glikemik adalah 6 orang dengan syarat subjek adalah orang yang sama untuk masing-masing pangan yang diujikan. Sehingga jumlah subjek pengukuran nilai indeks glikemik sudah memenuhi standar minimal.

Berdasarkan Tabel 21, indeks glikemik nasi menir dan nasi analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam berturut-turut yaitu 71.16 ± 15.41 (termasuk kategori IG tinggi) dan 44.19 ± 10.75 (termasuk IG rendah). Hasil analisis ragam t-test berpasangan (Lampiran 16) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05) IG sebelum perlakuan penambahan ekstrak teh hitam (IG menir) dengan setelah perlakuan penambahan ekstrak teh hitam (IG nasi analog). Hasil IG nasi analog yang dihasilkan dibandingkan dengan hasil IG menir. Karena hasil IG beras analog yang dihasilkan lebih rendah dari menir, maka dapat diasumsikan bahwa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam pada proses pengolahan beras analog mampu menurunkan IG produk.

Tabel 21 Indeks dan beban glikemik produk

Sampel Indeks Glikemik Kategori IG Karbohi- drat/saji (g) Beban Glikemik Kategori BG Nasi menir 71.16 ± 15.41 Tinggi 32.27 22.96 Tinggi

Nasi analog perlakuan

penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi

44.19 ± 10.75

Rendah 37.33 16.49 Sedang

Beban glikemik nasi menir dan nasi analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam berturut- turut yaitu 22.96 (termasuk kategori BG tinggi) dan 16.49 (termasuk kategori BG sedang). Pada perhitungan BG, digunakan jumlah sajian baik untuk menir maupun beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebanyak 100 g. Menurut Regina (2012), jumlah sajian untuk nasi putih dan nasi merah di Indonesia umumnya sebesar 150 g.

35

Beban glikemik nasi menir menunjukkan bahwa konsumsi nasi menir sejumlah 100 g dengan jumlah karbohidrat per saji sebesar 32.27 g cepat meningkatkan kadar glukosa darah. Hal ini dipengaruhi pula dengan IG nasi menir yang termasuk pada kategori tinggi. Beban glikemik nasi analog termasuk kategori sedang menunjukkan konsumsi nasi analog pada jumlah yang sama dengan nasi menir lebih lambat menaikkan kadar glukosa darah dibandingkan dengan nasi menir.

Perhitungan BG erat kaitannya dengan jumlah porsi atau sajian. BG memperhitungkan besarnya karbohidrat yang dikandung pada pangan per porsi atau sajian yang diberikan. Meskipun IG pangan rendah, jika dikonsumsi dalam jumlah banyak, akan menaikkan jumlah karbohidrat yang ada dalam pangan, sehingga tetap akan meningkatkan kadar gula darah cukup tinggi. Begitupula dengan IG pangan yang tinggi, jika dikonsumsi dalam jumlah yang sangat kecil, peningkatan gula darah tidak akan terlalu signifikan.

Beras dengan penambahan ekstrak teh hitam sebelum proses milling dan sebelum proses ektrusi beras analog dapat menurunkan IG dari menir yang dijadikan sebagai bahan baku. Daya cerna pati berkontribusi terhadap indeks glikemik nasi menir dan nasi analog. Daya cerna pati nasi analog lebih rendah dibandingkan nasi menir mempengaruhi indeks glikemik. Semakin tinggi daya cerna pati menunjukkan kemudahan pati untuk dicerna menjadi glukosa yang mengakibatkan kenaikan kadar gula darah semakin cepat (Tharanathan dan Mahadevamma, 2003).

Selain itu, adanya polifenol dari ekstrak teh hitam yang sengaja ditambahkan berpengaruh terhadap daya cerna pati dan indeks glikemik nasi analog. Polifenol dari ekstrak teh hitam membentuk kompleks polifenol-karbohidrat dan menurunkan aktivitas enzim pencernaan. Semakin lama karbohidrat diserap dan puncak kadar glukosa darah yang rendah menyebabkan respon glikemik dari beras juga menurun. Sehingga semakin tinggi polifenol dalam beras dapat menurunkan daya cerna pati serta respon indeks glikemik beras.

Gambar 12 Kurva perubahan kadar gula darah subjek relawan 3 saat mengonsumsi glukosa murni, nasi menir dan nasi beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam Kenaikan kadar glukosa darah subjek relawan nasi menir dan nasi analog perlakuan ekstrak teh hitam ditampilkan pada Gambar 12. Pada menit ke-30 nasi menir memiliki kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan nasi analog teh hitam, kemudian terjadi penurunan kadar gula darah nasi menir yang relatif lebih cepat. Hal ini menunjukkan bahwa nasi analog teh hitam memberikan pengaruh pelepasan glukosa yang lebih lama dibandingkan nasi menir. Daya cerna pati yang rendah dikarenakan adanya komponen polifenol dari teh hitam berpengaruh terhadap peningkatan pelepasan glukosa yang lambat. Selain itu kadar gula darah yang dihasilkan tidak naik secara drastis setelah dikonsumsi. Sehingga diasumsikan dapat dikonsumsi oleh konsumen yang butuh asupan karbohidrat yang tidak cepat menaikkan gula darah.

79 89 99 109 119 129 139 0 30 60 90 120 k a da r g ula da ra h ( m g /dL ) waktu (menit) Glukosa murni Menir

36

V. SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait