• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

INDEKS GLIKEMIK BERAS ANALOG BERBAHAN BAKU MENIR DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK TEH HITAM

SKRIPSI

NUR SOFIA WARDANI YAHYA F24080069

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

ABSTRACT

NUR SOFIA WARDANI YAHYA. Glycemic Index of Analog Rice from Broken Rice with Black Tea Extract Addition. Supervised by DEDE R ADAWIYAH and NURHENI S PALUPI.

Rice is a staple food for most Indonesian people. The Indonesian rice has different glycemic index (GI) according to variety and process which applied to rice. Rice usually is processed through milling process. There are 5% broken rice produced from milling process. The utilization of broken rice still limited in Indonesia. The main objective of this research was to develop analog rice based on broken rice and the addition of polyphenolic substances from black tea extract by using extrusion technology. Hopefully it would reduce the analog rice GI. So the product will be suitable not only for people who have Diabetes Mellitus (DM) which need to select their carbohydrate food source, but also for normal and health people. The addition of 4% (b/v) black tea extract to broken rice was conducted with 4 treatments: (1) without the addition of tea extract (as control); (2) during rice soaking before milling; (3) before the extrusion process; and (4) both of treatment 2 and 3. Starch digestibility (SD) analyzed by using in vitro method to determine the best treatment of black tea extract addition in lowering the digestibility of starch. The result showed that the fourth addition treatment of black tea extract had the lowest SD value as 58.32% ± 0.38% . These data correlated to GI conducted with in vivo analysis. GI of analog rice result was 44.19±10.75 (low GI), whereas the GI of broken rice was 71.16±15.41 (high GI). The addition of black tea extract significantly reduced the GI of analog rice from broken rice.

(3)

RINGKASAN

NUR SOFIA WARDANI YAHYA. F24080069. Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si. 2012.

Di Indonesia, nasi menempati urutan pertama sebagai pangan sumber karbohidrat. Sebelum dikonsumsi, nasi telah melalui berbagai proses pengolahan. Salah satunya adalah proses penggilingan gabah menjadi beras giling. Pada proses tersebut diperoleh menir sebagai hasil samping sebesar 5% (BPS, 2011). Menir adalah bagian beras yang hancur ketika proses penggilingan dan penyosohan dengan ukuran kurang dari 0.25 bagian beras utuh (SNI 01-6128-2008). Pemanfaatan menir secara umum terbatas sebagai pakan ternak, sehingga perlu terobosan untuk meningkatkan nilai tambah menir.

Penelitian ini secara umum bertujuan mengembangkan beras analog berbahan baku menir dan ekstrak teh hitam menggunakan teknologi ekstrusi. Tujuan khususnya antara lain: (1) mengevaluasi karakteristik kimia bahan baku dan produk antara, serta karakteristik fisik dan kimia produk akhir; (2) menentukan metode penambahan ekstrak teh hitam terbaik pada proses pembuatan beras analog dengan nilai daya cerna pati produk terendah; dan (3) mengevaluasi indeks dan beban glikemik beras analog terpilih.

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu: (1) persiapan bahan baku dan penentuan karakteristiknya; (2) pembuatan beras analog dan penentuan karakteristiknya; serta (3) pengujian indeks glikemik (IG) beras analog terpilih.

Pada tahap persiapan bahan baku dilakukan pembersihan beras menir, pembuatan ekstrak teh hitam cair 4% (b/v), dan analisis kadar air dan total fenol bahan baku. Tahap pembuatan beras analog meliputi perendaman menir dengan air (sebagai kontrol) atau dengan ekstrak teh hitam (perlakuan), penepungan, ekstrusi, dan pengeringan. Penambahan ekstrak teh hitam selama proses pembuatan beras analog dilakukan dengan empat perlakuan: (1) tanpa penambahan ekstrak teh hitam (sebagai kontrol); (2) penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling; (3) penambahan ekstrak teh hitam sebelum proses ekstrusi; dan (4) penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan sebelum ekstrusi. Pada akhir tahap pembuatan beras analog dihasilkan empat produk perlakuan beras analog. Dari keempat produk dilakukan analisis warna, waktu tanak, kadar air, total fenol, proksimat, dan daya cerna pati. Analisis daya cerna pati merupakan parameter utama pemilihan perlakuan penambahan ekstrak teh hitam untuk dilanjutkan ke tahap pengujian indeks glikemik. Uji indeks glikemik dilakukan secara in vivo menggunakan sampel darah manusia dengan menggunakan dua sampel yaitu nasi menir dan nasi beras analog terpilih. Takaran penyajian sampel dihitung menggunakan data analisis proksimat nasi. Data relawan yang ditampilkan sebanyak 10 orang.

(4)

proksimat adalah kadar air sebesar 10.32% (bk), kadar abu 0.51% (bk), kadar protein 9.85% (bk), kadar lemak 0.34% (bk), serta kadar karbohidrat by different 80.94%.

Analisis daya cerna (DC) pati dilakukan secara in vitro. Perlakuan terpilih untuk dilanjutkan pada analisis indeks glikemik adalah produk yang memiliki nilai daya cerna pati terendah. DC pati berkorelasi positif terhadap IG. Diasumsikan bahwa semakin rendah DC maka IG juga rendah. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terbaik pada proses pembuatan beras analog adalah perlakuan ketiga. Perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan sebelum ekstrusi dengan nilai DC pati terendah sebesar 58.32% ± 0.38%.

Hasil uji indeks glikemik menunjukkan bahwa IG nasi analog terpilih sebesar 44.19 ± 10.75 dan tergolong kategori IG rendah (GI<55), sedang IG nasi menir sebesar 71.16 ± 15.41 dan tergolong kategori IG tinggi (GI>70). Untuk perhitungan nilai beban glikemik (BG) didapat sebesar 16.49 untuk nasi analog terpilih dan tergolong kategori BG sedang (11<BG<19) serta sebesar 22.96 untuk nasi menir dan tergolong kategori BG tinggi (BG>20).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak teh hitam berpengaruh terhadap IG beras analog. Nilai IG nasi analog menunjukkan penurunan yang signifikan dari 71 menjadi 44 jika dibandingkan dengan IG nasi menir. Disimpulkan bahwa penambahan ekstrak teh hitam dapat diaplikasikan pada proses pembuatan beras analog karena mampu menurunkan IG beras analog.

(5)

INDEKS GLIKEMIK BERAS ANALOG BERBAHAN BAKU MENIR DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK TEH HITAM

NUR SOFIA WARDANI YAHYA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam

Nama : Nur Sofia Wardani Yahya

NIM : F24080069

Disetujui oleh

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Dede R Adawiyah, M.Si NIP 19680505.199203.2.002

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si NIP 19610802.198703.2.002

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc NIP 19680526.199303.1.004

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 26 November 2012

(8)

BIODATA PENULIS

Penulis bernama lengkap Nur Sofia Wardani Yahya. Penulis dilahirkan di Pamekasan pada 31 Desember 2012 dari ayah Bapak Yahya Ali dan ibu Titin Hartini Noer. Penulis adalah putra kedua dari empat bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Probolinggo dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan, seperti DPM TPB IPB (2008-2009), DPM Fateta IPB (2009-2010), MPM KM IPB (2008-2010), dan Nulis Buku Club IPB (2012) serta tercatat dalam beberapa kegiatan kepanitiaan diantaranya Fotranusa BEM KM (2009), Indonesian Food Expo (2009), Pelatihan Hazard Analysis Critical Control Point (2010), dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (2010). Penulis juga menjadi staf produksi Mie Jagung Nusantara ITP IPB selama dua periode serta bekerja sebagai editor dan penulis lepas serta pengajar di beberapa lembaga bimbingan di Bogor selama masa perkuliahan.

(9)

Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya dan shalawat serta salam penulis haturkan pada Nabi Muhammad SAW sehingga skripsi yang berjudul “Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Dede R Adawiyah M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu, motivasi, bimbingan, dan arahan selama penelitian.

2. Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu, nasihat, serta arahan selama penelitian.

3. Ibu Dias Indrasti, S.Tp, M.Sc, selaku dosen penguji yang memberikan masukan serta pengetahuan baru selama pengujian.

4. DIKTI yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis untuk menjalankan penelitian sebagai tugas akhir melalui program beasiswa unggulan untuk peneliti, pencipta, penulis, seniman, wartawan, olahragawan, dan tokoh (P3SWOT).

5. Abah, Bunda, Abi, Mas, Ifa, Habib, juga Ayah atas doa, kasih sayang, kesabaran, dukungan, dan motivasi tiada akhir yang telah diberikan.

6. Teman bimbingan Filda NA, teman tim beras menir Meutia, Indra, Fiqa, Andre, Rifky, Edo, dan Wiwit atas kerjasama, dukungan, waktu, tawa, canda, dan kebersamaannya selama penulis menjalankan penelitian.

7. Teman-teman tersayang: Fitri, Wahyu, Nurul, Nisa, Rista, Kadek, Uli, Zola, Mimi, Desti, Arima, Tantri, seluruh relawan uji IG: Hendra, Made, Dwi, Bahrun, Een, Sasti, Nisa, Bangun, Rara, Priska, Riska, Jenny, Rathih, Sakin, Ratna, Dika, yang membantu selama penelitian, serta seluruh teman-teman keluarga besar ITP45.

8. Bu Novi, Mbak Ani, Mbak Uyung, Mbak Mei, Mbak Vera, Bu Rubiyah, Mbak Ratni, Bu Sri, Pak Wahid, Pak Rozak, Pak Yahya, Pak Salim, Pak Nurwanto, Pak Deni, Pak Gatot, Babe, dan Pak Dede yang telah banyak memberikan bantuan serta dukungannya.

9. Pihak Ristek dan investor atas apresiasi yang sangat besar pada penelitian penulis, serta pihak-pihak lain yang turut memberikan dukungan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi pangan. Semoga skripsi ini bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, 26 November 2012

(11)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI . . . i

DAFTAR TABEL . . . . . . iii

DAFTAR GAMBAR . . . iv

DAFTAR LAMPIRAN . . . v

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG . . . . . . 1

1.2 TUJUAN PENELITIAN . . . 1

1.3 HIPOTESIS PENELITIAN . . . 2

1.4 MANFAAT PENELITIAN . . . 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BERAS . . . 3

2.2 BERAS ANALOG . . . 4

2.3 TEH HITAM . . . 6

2.4 INDEKS GLIKEMIK . . . 8

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN . . . 11

3.2 BAHAN DAN ALAT . . . 11

3.3 METODE PENELITIAN . . . 11

3.3.1 Tahap persiapan bahan baku dan penentuan karakteristiknya . . . 11

3.3.2 Tahap pembuatan beras analog dan penentuan karakteristiknya . . . 12

3.3.3 Tahap pengujian indeks glikemik produk akhir sampel terpilih . . . 15

3.4 METODE ANALISIS . . . 16

3.4.1 Rendemen proses . . . 16

3.4.2 Fisik . . . 16

3.4.3 Proksimat . . . 17

3.4.4 Total fenol . . . 18

3.4.5 Daya cerna pati . . . 19

3.4.6 Nilai energi . . . 21

3.4.7 Seleksi subyek relawan indeks glikemik . . . 21

3.4.8 Penentuan jumlah sajian sampel uji indeks glikemik . . . 21

3.4.9 Indeks dan beban glikemik . . . 21

3.5 PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA . . . 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK KIMIA BAHAN BAKU DAN PRODUK ANTARA SERTA KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA PRODUK AKHIR BERAS ANALOG 23

4.1.1 Karakteristik kimia bahan baku . . . 23

4.1.2 Karakteristik kimia produk antara . . . 23

4.1.3 Karakteristik fisik produk akhir . . . 24

4.1.4 Karakteristik kimia produk akhir . . . 27

4.2 NILAI DAYA CERNA PATI PRODUK AKHIR BERAS ANALOG . . . 30

4.3 NILAI INDEKS DAN BEBAN GLIKEMIK PRODUK TERPILIH BERAS ANALOG 32 4.3.1 Karakteristik subjek relawan uji indeks glikemik . . . 32

4.3.2 Karakteristik sampel uji indeks glikemik . . . 33

4.3.3 Karakteristik nilai energi beras dan nasi analog terpilih . . . 33

(12)

ii

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN . . . 35

5.2 SARAN . . . 35

DAFTAR PUSTAKA . . . 36

(13)

iii

DAFTAR TABEL

1 Jenis beras dan karakteristiknya . . . 3

2 Komposisi kimia beras giling per 100 gram . . . 4

3 Klasifikasi tanaman teh . . . 7

4 Komposisi senyawa dalam teh hitam . . . 7

5 Prekursor dan kadar theaflavin pada teh hitam . . . 7

6 Indeks glikemik beberapa varietas beras di Indonesia . . . 9

7 Spesifikasi ekstruder ulir tunggal . . . 14

8 Perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair . . . 15

9 Parameter warna berdasarkan nilai h (hue) . . . 17

10 Kadar air bahan baku . . . 23

11 Kadar air tepung beras . . . 24

12 Kadar total fenol tepung beras . . . 24

13 Karakteristik warna beras analog . . . 26

14 Waktu tanak beras analog . . . 27

15 Kadar air dan aw produk beras analog 4 perlakuan . . . 28

16 Kandungan total fenol beras analog . . . 28

17 Komposisi kimia beras analog . . . . . . 29

18 Daya cerna pati in vitro beras analog . . . 31

19 Total fenol dan daya cerna pati in vitro beras analog . . . 32

20 Komposisi kimia nasi analog . . . 33

(14)

iv

DAFTAR GAMBAR

1 Ektruder ulir tunggal . . . 5

2 Struktur theaflavin dan thearubigin . . . 8

3 Tahapan penelitian . . . 12

4 Tahapan proses pembuatan beras analog . . . 13

5 Menir (a) dan teh hitam (b) sebagai bahan baku . . . 14

6 Lubang die (a) dan ekstruder ulir tunggal (b) . . . 14

7 Kesetimbangan adonan beras analog . . . 15

8 Tahapan uji total fenol sampel tepung-tepungan . . . 19

9 Tahapan pengukuran daya cerna pati secara in vitro . . . . . . 20

10 Beras analog kontrol (a) dan beras analog perlakuan (b) . . . 25

11 Visualisasi warna produk beras analog empat perlakuan . . . 26

(15)

v

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi data analisis rendemen proses . . . 41

2 Formulir screening relawan indeks glikemik . . . 41

3 Formulir pengukuran indeks glikemik . . . 41

4 Rekapitulasi data analisis fisik : waktu tanak . . . 41

5a Rekapitulasi data analisis fisik : warna . . . . . . 42

5b Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap warna akhir beras analog . . . . . . 43

6 Rekapitulasi data analisis kimia : proksimat beras analog . . . 44

7 Rekapitulasi data analisis kimia : proksimat nasi analog . . . 45

8 Kurva standar total fenol . . . 46

9 Rekapitulasi data analisis kimia : total fenol teh hitam . . . 46

10a Rekapitulasi data analisis kimia : total fenol beras analog . . . 47

10b Jumlah ekstrak teh hitam yang dimasukkan ke dalam adonan . . . 47

10c Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap kadar total fenol beras analog . . . 48

10d Hasil uji ANOVA untuk mengetahui adanya perbedaan jumlah penambahan ekstrak teh hitam . . . . . . 49

11 Kurva standar amilosa . . . . . . 50

12a Rekapitulasi data analisis kimia : daya cerna pati beras analog . . . 51

12b Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap daya cerna pati beras . . . 52

13 Indeks glikemik beberapa varietas beras Indonesia . . . 54

14 Rekapitulasi data analisis indeks glikemik beras menir . . . 55

15 Rekapitulasi data analisis indeks glikemik beras analog dengan penambahan ekstrak teh hitam perlakuan ketiga (terpilih) . . . . . . 56

16 Hasil uji t-test berpasangan untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap nilai indeks glikemik beras sebelum dan sesudah perlakuan . . 57

(16)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tanaman padi (Oryza sativa) merupakan komoditas pertanian yang penting. Hasil olahan padi, beras, dikenal masyarakat sebagai salah satu bahan pangan sumber karbohidrat. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaannya pada posisi kedua sebagai makanan pokok dunia setelah gandum. Di Indonesia, beras menempati posisi pertama sebagai pangan penyedia sumber karbohidrat. Beras sebelum dikonsumsi mengalami berbagai macam proses pengolahan. Salah satunya adalah proses penggilingan gabah menjadi beras giling konsumsi. Menurut data BPS (2011) dalam proses penggilingan gabah tahun 1996, diperoleh hasil samping berupa sekam (15-20%), dedak atau bekatul (8-12%), dan menir (5%). Pada tahun 2011, produksi gabah kering giling nasional mencapai 65.76 juta ton sehingga estimasi menir yang dihasilkan sebanyak 3.3 juta ton (BPS, 2012). Pemanfaatan menir secara umum masih terbatas, salah satunya sebagai pakan ternak sehingga diperlukan suatu cara untuk meningkatkan nilai ekonomi dari menir.

Pada tahun 1981, dr. David Jankins memperkenalkan konsep indeks glikemik (IG) yang mengelompokkan karbohidrat berdasarkan efeknya terhadap gula darah setelah pangan dikonsumsi. Penerapan konsep IG dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan maupun menjaga kesehatan. IG pangan adalah nilai yang menunjukkan bagaimana efek makanan (khususnya karbohidrat) terhadap gula darah setelah makan. Pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG tinggi, sebaliknya pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat memiliki IG rendah (Nugraha, 2008).

Indeks glikemik dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah adanya zat antigizi pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004). Zat antigizi ini dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan tujuan menurunkan IG. Teh hitam merupakan salah satu sumber polifenol yang merupakan zat antigizi. Komponen polifenol diketahui dapat menurunkan nilai daya cerna karbohidrat dan IG pangan melalui proses penghambatan enzim α-amilase (Khomsan, 2009).

Beras selama ini dikenal masyarakat sebagai bahan pangan yang memiliki IG tinggi. Pengonsumsian karbohidrat dari bahan pangan dengan IG rendah selain dari beras giling/sosoh putih masih jarang dilakukan oleh masyarakat (Amalia et al., 2011). Menurut beberapa penelitian, pemilihan pangan dengan nilai IG rendah bermanfaat untuk menjaga kestabilan serta memperbaiki respon gula darah (Liljeberg et al., 1999). Hal ini sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit-penyakit degeneratif, salah satunya adalah diabetes melitus (DM). Makanan dengan IG rendah dapat dijadikan pilihan untuk menurunkan berat badan ataupun menjaga agar berat badan tetap ideal (Radulian et al., 2009). Selain itu pangan dengan IG rendah juga direkomendasikan untuk mempertahankan kesehatan.

Penelitian ini mengembangkan produk beras analog berbahan baku menir dan ekstrak teh hitam dengan menggunakan teknologi ekstrusi. Penggunaan menir bertujuan meningkatkan nilai tambah serta mengoptimalkan pemanfaatan produk samping penggilingan beras tersebut. Penambahan ekstrak teh hitam dilakukan dengan pertimbangan bahwa teh hitam mengandung komponen polifenol yang digunakan sebagai zat antigizi untuk menurunkan IG.

1.2 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini secara umum bertujuan mengembangkan beras analog berbahan baku menir dengan menggunakan teknologi ekstrusi. Penambahan ekstrak teh hitam pada proses diharapkan dapat menurunkan IG beras analog. Tujuan khusus penelitian ini antara lain:

(17)

2

2. Menentukan metode penambahan ekstrak teh hitam terbaik pada proses pembuatan beras

analog dengan nilai daya cerna pati produk terendah.

3. Mengevaluasi indeks dan beban glikemik produk beras analog terpilih.

1.3 HIPOTESIS PENELITIAN

Penambahan ekstrak teh hitam pada pembuatan beras analog menurunkan IG produk yang dipilih berdasarkan daya cerna pati terendah dari keempat perlakuan metode penambahan ekstrak teh hitam.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

(18)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BERAS

Beras merupakan hasil utama yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryza sativa) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga serta lapisan bekatulnya telah dipisahkan (SNI 01-6128-2008). Sebelum dikonsumsi, beras dimasak terlebih dahulu menjadi nasi. Masyarakat Indonesia mengonsumsi nasi sebagai pangan pokok, sehingga sangat terikat pada keberadaan beras. Pangan pokok umumnya banyak mengandung karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber kalori utama. Jumlah konsumsi beras rata-rata per kapita seminggu penduduk Indonesia mencapai 1,721 gram pada tahun 2011. Sangat jauh jika dibandingkan dengan jumlah konsumsi rata-rata jagung, singkong, dan ubi per kapita seminggu yang hanya mencapai 35 gram, 111 gram, dan 55 gram (BPS, 2011). Beras diperkirakan menyumbangkan kalori sebesar 60-80% dan protein 45-55% bagi rata-rata penduduk (Haryadi, 2008).

Menurut data dari Departemen Pertanian Indonesia, terdapat lebih dari 170 varietas beras di Indonesia (Fagi et al., 2003). Secara umum, dapat dilihat jenis beras dan karakteristiknya pada Tabel 1. Beras var. Javanica merupakan beras yang umum di Indonesia, meskipun saat ini varietas lain sudah beredar di pasar. Beras memiliki komposisi kimia yang hampir lengkap (Tabel 2). Komposisi kimia beras bervariasi bergantung faktor genetika varietas padi, pengaruh lingkungan, dan pengolahan pascapanen. Selain sebagai sumber karbohidrat, beras merupakan sumber protein penting bagi menu masyarakat Indonesia. Damarjati dan Purwani (1991) menyebutkan bahwa meskipun kadar protein beras relatif rendah, tetapi beras mempunyai mutu protein lebih baik diantara jenis serealia lainnya. Hal ini terutama kandungan lisinnya yang relatif lebih tinggi yaitu sekitar 140 mg/g N (Muchtadi, 2010).

Tabel 1 Jenis beras dan karakteristiknya

Pendek Sedang Panjang

Kultivar Var. Japonica, Sicia Var. Javanica Var. Indica

Kadar amilosa 12-15% 15-21% 23-27%

Asal Jepang, Cina, Korea Jawa, Indonesia India, ASEAN

Tekstur Pulen Tekstur antara Pera/lepas

sumber: Hoseney (1998)

Beras umumnya melalui berbagai tahapan proses sebelum dapat dikonsumsi (Setiyono, 2011). Padi dipanen dan dihasilkan gabah (penggabahan). Penggabahan dilakukan dengan diinjak, dipukul, ditumbuk, maupun dirontokkan menggunakan mesin perontok. Gabah tersebut dikeringkan sebelum digiling. Gabah digiling menghasilkan beras pecah kulit (lebih dikenal dengan brown rice) serta sekam (15-20%). Beras pecah kulit kemudian digiling kembali, atau disebut penyosohan. Proses ini menghasilkan beras giling sebagai produk utama dan hasil samping berupa dedak atau bekatul (8-12%) dan menir (5%). Sekam adalah bagian pembungkus atau kulit luar dari biji. Dedak atau bekatul adalah kulit ari yang dihasilkan dari proses penyosohan. Menir adalah bagian dari beras yang hancur ketika penggilingan dan penyosohan (Widowati, 2001).

(19)

4

halus atau disebut juga sebagai jitai, yaitu bagian beras dengan ukuran sangat kecil yang ikut tersosoh dan keluar bersama-sama bekatul. Jitai dipisahkan dari bekatul dengan cara diayak (Widowati, 2001).

Tabel 2 Komposisi kimia beras giling per 100 g

Keterangan Nilai Keterangan Nilai

Energi 1,527 kJ

(365 kcal)

- Asam

Pantothenat (B5) 1,014 mg

Karbohidrat 79 g - Vitamin B6 0,164 mg

Gula 0,12 g - Folat (Vit. B9) 8 g

Serat pangan 1,3 g Mineral:

Lemak 0,66 g - Kalsium 28 mg

Protein 7,13 g - Besi 0,80 mg

Air 11,62 g - Magnesium 25 mg

Vitamin: - Mangan 1,088 mg

- Thiamin (Vit. B1) 0,070 mg - Fosfor 115 mg

- Riboflavin (Vit. B2) 0,049 mg - Potassium 115 mg

- Niasin (Vit. B3) 1,6 mg - Seng 1,09 mg

sumber: Depkes (1995)

Keberadaan menir dipengaruhi oleh kinerja mesin penggiling dan kualitas gabah sebelum digiling. Penanganan yang kurang tepat membuat gabah menjadi mudah retak atau patah, bahkan sudah patah sebelum digiling. Gabah juga bisa patah atau retak selama penanganan pascapanen akibat adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan dan kelembaban relatif udara. Keretakan juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat (Patiwiri, 2006).

Pada tahun 2011, produksi gabah kering giling nasional mencapai 65.76 juta ton sehingga diperoleh menir sebanyak 3.3 juta ton (BPS, 2012). Menurut Widowati (2001), pemanfaatan menir sebagai hasil samping masih sangat terbatas, biasanya hanya dijadikan sebagai pakan ternak. Padahal komposisi gizi menir ini tidak jauh berbeda dengan beras utuh/beras kepala. Oleh sebab itu diperlukan suatu teknologi untuk meningkatkan nilai guna dan ekonomi menir, salah satunya adalah beras analog.

2.2 BERAS ANALOG

Beras analog merupakan istilah lain dari beras buatan (artificial rice). Beras analog merupakan beras yang dibuat dengan bentuk menyerupai beras dan kandungan karbohidratnya mendekati atau melebihi beras. Bahan baku beras analog dapat berasal dari kombinasi tepung lokal atau padi (Samad, 2003; Deptan 2011). Pembuatan beras analog dapat dilakukan dengan dua metode yaitu granulasi dan ekstrusi. Perbedaan pada keduanya adalah pada tahapan gelatinisasi adonan dan tahapan pencetakan. Hasil cetakan metode granulasi adalah butiran sedangkan pada metode ekstrusi adalah bulat lonjong.

(20)

5

metode lain, biaya produksi lebih rendah, dan produktivitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan proses pemasakan dan pencetakan lain.

Pembuatan beras analog menggunakan metode ekstrusi salah satunya diteliti oleh Mishra et al. (2012). Proses pembuatannya meliputi tahap persiapan bahan, pembentukan adonan ( pre-conditioning), ekstrusi, dan pengeringan. Bahan yang digunakan antara lain tepung beras, air, bahan pengikat (sodium alginat), setting agent (kalsium laktat dan kalsium klorida), fortifikan (multivitamin), antioksidan, dan pewarna (titanium). Tujuan dari tahap pre-conditioning adalah untuk mencampur dan mengadon air atau uap dengan bahan-bahan yang telah mengalami pemanasan sebelumnya. Menurut Budijanto et al. (2011), metode pembuatan beras analog menggunakan teknik ekstrusi dilakukan melalui tahap penyangraian dan ekstrusi. Tahap penyangraian bertujuan untuk menggelatinisasi sebagian (semigelatinisasi) adonan atau pengondisian (conditioning) adonan sebelum diekstrusi. Tahap ekstrusi meliputi proses pencampuran, pemanasan, dan pencetakan melalui die. Tahap berikutnya adalah ekstrudat dikeringkan menggunakan oven dryer pada suhu 60 C selama 4 jam.

Produk ekstrusi dengan bahan baku beras memiliki karakteristik yang unik. Produk yang dihasilkan memiliki karakteristik yang lebih renyah dibandingkan dengan produk yang dibuat dari gandum. Rasio amilosa dan amilopektin dapat mempengaruhi karakteristik produk yang dihasilkan. Rasio amilopektin yang sangat tinggi akan mengakibatkan produk yang rapuh dan memiliki densitas yang rendah. Bahan dengan kandungan amilosa sebesar 5-20% akan memperbaiki pengembangan dan tekstur produk hasil ekstrusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat pengembangaan produk ekstrusi antara lain kadar air bahan awal, waktu tinggal adonan di dalam ekstruder (residence time), ukuran granula sereal, adanya garam untuk menurunkan pengembangan, dan parameter operasi.

Alat yang digunakan untuk melakukan proses ekstrusi disebut ekstruder. Prinsip ekstruder yaitu mendorong bahan mentah ke suatu lubang, kemudian didorong oleh ulir menuju lubang cetakan (die). Ekstruder dapat dibagi berdasarkan jumlah ulir yang digunakan dalam proses ekstrusi, yaitu ekstruder ulir ganda dan ekstrusi ulir tunggal (Fellow, 2008).

Gambar 1 Ekstruder ulir tunggal (sumber: Fellow, 2008)

Ekstruder ulir tunggal dibagi menjadi empat jenis, yaitu low shear pembentukan, low shear pemasakan, medium shear pemasakan, dan high shear pemasakan. Ekstruder ulir ganda terdiri dari low shear dua ulir identik yang diletakan berdampingan dalam satu barel. Pada sistem ulir ganda intermeshing, kedua sumbu ulir berdekatan sehingga ulir yang satu dapat masuk ke dalam ulir yang lain. Sistem seperti ini memungkinkan proses self-cleaning dan self-wiping. Dengan demikian, maka kapasitas transportasi ekstruder ulir ganda akan meningkat. Jenis ekstruder ini dapat digunakan untuk bahan yang bersifat lengket, yang sulit ditangani oleh ekstruder ulir tunggal (Haryadi, 2008).

(21)

6

produk yang diinginkan. Zona pra-ekstrusi adalah bagian yang bertekanan sama seperti lingkungan dimana bahan mentah dibasahi merata atau dipanaskan tergantung dari hasil produk yang diinginkan. Bahan mentah yang telah dibasahi akan dimasukan dalam pengumpan pada bagian ulir eksruder. Pada bagian ini terjadi perubahan tekstur akibat ada tekanan yang diberikan oleh ulir dan panas yang dihasilkan. Panas dialirkan melalui pelepasan energi mekanik yang memutar ulir. Adanya panas akan menyebabkan bahan mengalami proses hidrasi dan gelatinisasi, sehingga bahan akan menjadi lebih elastis dan terplastisasi (Muchtadi et al., 1988)

Pengaplikasian teknologi ekstrusi dapat menggunakan ektruder ulir tunggal maupun ulir ganda yang mensimulasikan adonan yang terdiri dari tepung beras, bahan pengikat, dan air, menjadi butiran-butiran beras. Pada dasarnya ekstrusi ini merupakan teknik fortifikasi pada beras. Pada penerapannya ditambahkan fortifikan yang terdiri dari mineral dan atau vitamin untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat yang dituju (Alavi et al., 2008; Mishra et al., 2012).

Beras analog dengan teknologi ekstrusi ini dapat diperoleh melalui metode hot extrusion (ekstrusi panas) dan cold extrusion (ekstrusi dingin). Pada metode ekstrusi panas, adonan diekstrusi menggunakan ekstruder ulir tunggal maupun ganda membentuk adonan yang terdiri dari tepung beras dan air kemudian memotongnya menjadi bentuk mirip beras. Proses ini menggunakan suhu 70-110oC yang dikombinasikan dengan tingkat gesekan yang rendah (low shear). Metode ini dapat menghasilkan produk yang memiliki karakteristik kejernihan, transparansi, konsistensi dan flavor yang mirip dengan beras pada umumnya. Selain itu produk mengalami gelatinisasi namun tidak mengembang seperti produk sereal puff. Metode ekstrusi dingin menerapkan teknik yang sama namun menggunakan suhu ekstruder kurang dari 70oC. Pembentukan adonan melalui ekstruder tidak membutuhkan tambahan energi termal selain dari energi panas yang timbul dari gaya gesek dari ulir (Alavi et al., 2008).

Beras analog dapat dijadikan strategi dalam mengurangi ketergantungan impor beras Indonesia. Beras dipilih karena program diversifikasi pangan belum dapat berhasil sepenuhnya disebabkan keterikatan masyarakat yang sangat kuat terhadap beras. Maka perlu dikembangkan alternatif pangan menyerupai beras yang memanfaatkan hasil samping penggilingan beras, yaitu menir.

2.3 TEH HITAM

Kata teh berasal dari Cina. Masyarakat Cina Amoy umum menyebut teh dengan kata tay, sementara Cina Kanton menyebutnya dengan cha. Nama ini kemudian menyebar ke berbagai daerah dengan penyebutan yang berbeda, seperti di Inggris disebut tea, di Spanyol disebut te, di Jerman disebut tee, dan di Jepang disebut ocha. Keanekaragaman penyebutan tersebut menunjukkan bahwa teh sudah umum dikenal dan dikonsumsi masyakarat. Selain itu menurut data statistik disebutkan bahwa konsumsi teh dunia berada dibawah konsumsi air putih, yaitu sebesar 120 ml/hari per kapita (Oodegard et al., 2008).

Minuman teh berasal dari daun tanaman teh (Camellia sinensis). Daun teh yang diambil adalah dua sampai tiga pucuk daun paling ujung (terminal leaves) beserta batang muda (growing apex). Daun teh tersebut kemudian diperlakukan dengan proses pengolahan tertentu (Setiawati dan Nasikun, 1991). Klasifikasi tanaman teh dapat dilihat di Tabel 3.

(22)

7

Tabel 3 Klasifikasi tanaman teh

Kingdom Plantae

Divisi Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub divisi Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas Dicotiledoneae (tumbuhan biji belah)

Sub kelas Dialypetalae

Ordo Guttiferales (Clusiales)

Familia Camelliaceae (Tehaceae)

Genus Camellia

Spesies Camellia sinensis

sumber: Tuminah (2004)

Tabel 4 Komposisi senyawa dalam teh hitam

Komponen (% bk) Komponen (% bk)

Kafein 7.56 Polisakarida 4.17

(-) Epikatekin 1.21 Asam oksalat 1.50

(-) Epikatekin galat 3.86 Asam malonat 0.02

(-) Epigalokatekin 1.09 Asam suksinat 0.09

(-) Epigalokatekin galat 4.63 Asam malat 0.31

Theaflavin 2.62 Asam akonitat 0.01

Thearubigin 35.90 Asam sitrat 0.84

Asam gallat 1.15 Peptida 5.99

Asam klorogenat 0.21 Theanin 3.57

Gula 6.85 Asam amino lain 3.03

Pektin 0.16

sumber: Graham (1984) di dalam Liss (1984)

Teh hitam merupakan jenis teh yang paling banyak diminum oleh bangsa-bangsa di dunia. Dari total produk teh yang dihasilkan secara keseluruhan, 75% adalah teh hitam, 23% teh hijau, dan 2% teh oolong (Odeegrad et al., 2008). Nama teh hitam diambil dari warnanya yang hitam atau gelap akibat proses fermentasi. Teh hitam diketahui memiliki beragam efek positif bagi kesehatan, antara lain menurunkan risiko penyakit jantung koroner dan stroke, mencegah dan mengkontrol pertumbuhan kanker, serta efek antidiabetes (Khomsan, 2009). Namun seringkali manfaat teh hitam kurang dipublikasikan jika dibandingkan dengan teh hijau.

Kandungan senyawa polifenol teh hitam setengah dari senyawa polifenol yang dikandung oleh teh hijau (Daniells, 2008). Epigalokatekin galat (EGCG) merupakan jenis polifenol yang paling banyak jumlahnya pada teh, yaitu 30-130mg EGCG per cup teh hijau dan 0-70mg EGCG per cup teh hitam atau setengah dari EGCG yang dikandung oleh teh hijau. Selain itu pada teh hitam terdapat pigmen theaflavin dan thearubigin. Keduanya merupakan senyawa golongan polifenol yang dihasilkan selama fermentasi dan berperan dalam pembentukan warna khas teh hitam serta termasuk dalam senyawa bioaktif karena dilaporkan memiliki efek bagi kesehatan.

Tabel 5 Prekursor dan kadar theaflavin pada teh hitam

Prekursor Jenis theaflavin Kadar (% bk)

EC + EGC TF 0.2-0.3

EC + EGCG TF-3-G 1.0-1.5

ECG + EGC TF-3’-G 1.0-1.5

ECG + EGCG TF-3,3’-DG 0.6-1.2

sumber: Wan et. al. (2009)

(23)

8

Thearubigin merupakan kelompok senyawa berpigmen coklat atau hitam yang berperan dalam kekentalan dan rasa sepat dari teh hitam. Kelompok senyawa thearubigin antara lain polimer proanthocyanidin (tanin terkondensasi), theafulvin, dan oolongtheanin. Total theaflavin dan thearubigin pada teh hitam sebesar 3-6% dan 12-18% basis kering (Wong et al., 2009).

Gambar 2 Struktur theaflavin dan thearubigin (sumber: Shahidi dan Naczk, 2004) Senyawa polifenol pada teh sering juga dikenal sebagai zat antinutrisi. Zat ini dapat menurunkan nilai gizi suatu bahan pangan (Daniel dan Antony, 2011; Peng et al., 2005) antara lain menurunkan daya cerna protein dan pati sehingga respon glikemiknya menurun (Griffith dan Moseley, 1980). Polifenol dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan polisakarida tertentu. Polifenol mengandung gugus hidroksi dan gugus lain seperti karboksilat sehingga dapat membentuk kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul lain. Senyawa ini mudah teroksidasi dengan adanya oksigen dalam suasana alkali atau adanya enzim polifenolase, membentuk senyawa radikal orto-kuinon. Senyawa orto-kuinon tersebut sangat reaktif dan apabila bereaksi dengan protein dapat membentuk senyawa kompleks yang melibatkan asam amino lisin sehingga ketersediaannya akan menurun. Selain itu senyawa kompleks protein polifenol tersebut sulit ditembus oleh enzim protease sehingga daya cerna proteinnya rendah. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa nilai gizi proteinnya juga akan turun. Enzim α-amilase adalah protein dalam tubuh yang bertugas memecah karbohidrat mejadi gugus gula sederhana. Oleh karena itu, pembentukan kompleks antara α-amilase dan senyawa polifenol secara tidak langsung akan menganggu daya cerna pati. Diasumsikan hal tersebut dapat menurunkan nilai indeks glikemik bahan pangan.

Menurut Venables et al. (2008) ekstrak teh hijau dapat meningkatkan kontrol glikemik setelah mengkonsumsi glukosa dan sangat potensial untuk menurunkan resiko DM tipe 2. Diduga bahwa teh hitam memiliki kemampuan yang sama dengan teh hijau dalam meningkatkan kapasitas insulin (Khomsan, 2009) hal ini dikarenakan teh hitam memiliki kandungan theaflavin dan thearubigin yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang sama potensialnya dengan katekin pada teh hijau.

2.4 INDEKS GLIKEMIK

Indeks glikemik (IG) merupakan tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect) terhadap kadar gula darah. Indeks glikemik suatu bahan pangan berbeda-beda tergantung pada fisiologis, bukan pada kandungan bahan pangan tersebut (Sarwono et al., 2003). Menurut Powell et al. (2002) berdasarkan respon glikemiknya, pangan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu pangan IG rendah (IG<55), IG sedang (55<IG<70), dan IG tinggi (IG>70).

Indeks glikemik merupakan sifat bahan pangan yang sangat unik. IG tidak hanya ditentukan oleh satu faktor tetapi beberapa faktor yang saling mempengaruhi. Masing-masing komponen bahan pangan memberikan kontribusi dan saling berpengaruh sinergis antar sifat bahan hingga menghasilkan respon glikemik tertentu (Widowati, 2007). Faktor yang umum mempengaruhi IG

(24)

9

pangan antara lain: proses ukuran partikel, keberadaan gula, kadar serat, pengolahan, serta zat antigizi pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Karbohidrat yang diserap secara lambat akan menghasilkan puncak kadar glukosa darah yang rendah. Hal ini berpotensi dalam mengendalikan daya cerna pati beras (Willet et al., 2002). Diasumsikan bahwa daya cerna pati memiliki korelasi positif terhadap IG produk. Respon glikemik dan daya cerna pati tidak berhubungan dengan panjangnya rantai sakarida, melainkan oleh ukuran partikel (Ludwig, 2000). Semakin kecil ukuran ukuran partikel, semakin mudah pati terdegradasi oleh enzim. Sehingga semakin cepat pencernaan karbohidrat pati yang dapat menyebabkan IG pangan tersebut semakin tinggi (Rimbawan dan Siagian, 2004). Selain itu, karbohidrat sederhana tidak semuanya memiliki IG lebih tinggi daripada karbohidrat kompleks. Jenis gula yang terdapat pada bahan pangan mempengaruhi IG pangan tersebut.

Suatu studi intervensi tinjauan sistematik menunjukkan bahwa makanan dengan IG rendah dapat membantu menormalkan kadar glukosa darah, meningkatkan kadar protein, serta sensitivitas insulin (Livesey dan Tagami, 2002). Pangan dengan IG rendah dapat memperbaiki pengendalian metabolik penderita diabetes melitus tipe 2 dewasa.

Selain IG, dapat digunakan pula pendekatan beban glikemik (BG). BG adalah penjabaran praktis dari IG dalam kehidupan sehari-hari. BG memberikan informasi lebih lengkap mengenai pengaruh konsumsi aktual karbohidrat per saji terhadap peningkatan kadar gula darah yang ditunjukkan oleh indeks glikemik (Powell et al., 2002). Namun untuk mengetahui besar BG, masih diperlukan analisis IG terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan, BG yang ditetapkan sama dengan IG dikalikan dengan kandungan riil karbohidrat pada setiap sajian tertentu dalam ukuran standar. BG bahan pangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu BG rendah (BG<10), BG sedang (11<BG<19), dan BG tinggi (BG>20).

Indeks glikemik pangan tinggi tidak langsung menunjukkan kecepatan peningkatan gula darah, tetapi juga ditentukan oleh kandungan karbohidrat yang disajikan. Bahan pangan dengan BG tinggi lebih mencerminkan peningkatan kadar glukosa darah dibandingkan dengan IG tinggi. Konsumsi dalam jangka panjang terhadap bahan pangan yang memiliki BG tinggi dapat dikaitkan dengan resiko penyakit DM tipe 2 (Powell et al., 2002).

Tabel 6 Indeks glikemik beberapa varietas beras giling di Indonesia

Varietas IG

(Glukosa = 100) Varietas

IG (Glukosa = 100)

Begawan solo 98 Cigeulis 64

Gilirang 97 Batang lembang 63

Sintanur 91 Logawa 59

Sarinah 90 Cande 59

Ciliwung 87 Cibogo 58

Celebes 86 Ciherang 54

Batang piaman 80 Aek sibundong 53

Mekongga 79 Martapura 50

Ketonggo 79 Air tenggulang 50

Setail 74 IR 74 49

Widas 71 Ciujung 48

IR 64 70 IR 36 45

IR 42 69 Margosari 39

Cisadane 68 Cisokan 34

Memberamo 67

sumber: Widowati (2007), Argasasmita (2008), Nugraha (2008), Indrasari et.al. (2008), Akhyar (2009)

(25)
(26)

11

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan yaitu Maret – Agustus 2012 di Laboraturium Kimia dan Biokimia Pangan, Techno Park, SEAFAST, dan Pilot Plan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.

3.2 BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan-bahan untuk membuat beras analog, ekstrak teh hitam, dan analisis. Bahan untuk membuat beras analog adalah menir, air, Gliserol Monostearat (GMS), dan ekstrak teh hitam. Bahan untuk membuat ekstrak teh hitam adalah teh hitam merek Walini mutu BP1 (Broken Pekoe 1) produksi PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas Bogor, dan air. Bahan untuk analisis antara lain etanol 95%, pereaksi folin ciocalteau 50%, Na2CO3 5%, asam galat 250mg/L, asam tanat 250 mg/L, akuades, larutan bufer fosfat 0.1 M pH 7.0, larutan enzim alfa amilase (1 mg/ml dalam bufer fosfat; dibuat segar), pereaksi DNS (1 g 3,5-asam dinitrosalisilat + 30 g Na-K tartarat + 1.6 g NaOH dalam 100 ml akuades), larutan stok maltosa standar (5 mg maltosa/10 ml akuades), sampel darah manusia, dan etanol 70%, serta bahan-bahan untuk analisis uji proksimat.

Alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah ekstruder ulir tunggal merek Lab Tech Engineering company LTD, disc mill, blender, ayakan 40-60 mesh, gelas piala, kain saring, sentrifus, penyaring vakum, kertas saring Whatman No.41, penangas air, water bath, vortex, hot plate, cawan alumunium, cawan porselen, oven, tanur, pH meter, aw meter, termometer, gelas ukur, pisau/gunting, baskom, loyang, pengaduk kayu, spektrofotometer, kuvet, tabung reaksi bertutup, sudip, pipet Mohr, alumunium foil, neraca analitik, wadah plastik, pipet, label, rice cooker, dan glukometer merek One Touch UltraTM 2 (LifeScan Johnson & Johnson Co), strip analisis glukosa, lancet, dan kapas swab.

3.3 METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu: (1) persiapan bahan baku dan penentuan karakteristiknya; (2) pembuatan beras analog dan penentuan karakteristiknya; serta (3) pengujian indeks glikemik (IG) produk akhir terpilih. Secara garis besar tahapan penelitian ditampilkan pada Gambar 3.

3.3.1 Tahap persiapan bahan baku dan penentuan karakteristiknya

Pada tahap pertama yaitu tahap persiapan bahan baku dilakukan proses: (1) pembersihan menir; (2) pembuatan ekstrak teh hitam cair konsentrasi 4% (b/v); dan (3) pengujian kadar total fenol bahan baku ekstrak teh hitam cair dan menir.

1) Pembersihan menir

Pembersihan menir bertujuan memisahkan menir dari sekam, kerikil, gabah, maupun kotoran lain yang mungkin terbawa. Pembersihan dilakukan dengan 2 cara: (1) cara kering yaitu menir ditampih menggunakan alat tampih dan kotoran dipilih secara manual; dan (2) cara basah yaitu menir dibilas dengan air 2-3 kali bilasan. Kotoran nantinya akan terbawa oleh air bilasan.

2) Pembuatan ekstrak teh hitam cair 4% (b/v)

(27)

12

hitam lebih mudah diekstrak. Ekstraksi dilakukan dengan menyeduh teh hitam bubuk didalam air panas suhu 70°C selama 15 menit. Penggunaan suhu 70°C mengacu pada hasil penelitian Anggraeni (2011) mengenai suhu dan lama penyeduhan teh hitam terbaik dalam menghambat enzim α-amilase dan α-glukosidase. Konsentrasi teh hitam dibuat sama yaitu sebesar 0.04 g/ml (4 g teh dalam 100 ml air panas). Konsentrasi teh hitam yang digunakan dua kali konsentrasi yang digunakan pada penelitian Anggraeni (2011). Larutan teh hitam yang telah diekstrak kemudian disaring dengan kain saring.

Gambar 3 Tahapan penelitian

Gambar 3 Tahapan Penelitian

3) Analisis awal kadar air serta total fenol bahan baku ekstrak teh hitam cair dan menir Analisis kadar air ekstrak teh hitam dan menir menggunakan metode oven (SNI 01-2891-1992). Analisis total fenol ekstrak teh hitam dilakukan dengan metode spektrofotometri folin-ciocalteau (Zega, 2010). Analisis total fenol menir menggunakan modifikasi preparasi sampel yang dilakukan oleh Chotimarkron et. al. (2008). Analisis awal ini bertujuan mengetahui besar kandungan fenol pada ekstrak teh hitam yang digunakan serta kandungan awal total fenol pada menir.

3.3.2 Tahap pembuatan beras analog dan penentuan karakteristiknya

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan beras analog adalah menir dan teh hitam. Menir diperoleh dari penggilingan padi di CIFOR, kecamatan Dramaga. Sedangkan teh hitam diperoleh dari PTPN Gunung Mas Bogor, yaitu teh hitam merek Walini mutu Broken Pekoe 1. Proses pembuatan beras analog secara rinci dapat dilihat pada Gambar 4. Alat utama yang digunakan pada tahapan ini adalah ekstruder ulir tunggal dengan spesifikasi seperti yang disajikan pada Tabel 7. Ekstruder dan bentuk die disajikan pada Gambar 6.

Tahap 1

Persiapan bahan baku dan penentuan karakteristiknya: 1. Pembersihan menir

2. Pembuatan ekstrak teh hitam cair 4% (b/v)

3. Pengujian kadar air dan total fenol bahan baku (teh dan menir)

Tahap 2

Pembuatan beras analog dan penentuan karakteristiknya: 1. Pembuatan beras analog dengan teknologi ekstrusi

menggunakan 4 perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair 2. Pengujian kadar air dan total fenol tepung beras (produk antara) 3. Perhitungan rendemen dan pengujian fisik (warna dan waktu

tanak) keempat produk akhir

4. Pengujian kadar air dan total fenol beras analog (produk akhir) 5. Pengujian daya cerna pati keempat produk akhir (parameter

utama penentuan sampel terpilih)

6. Pengujian proksimat beras analog terpilih (kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat by different)

Tahap 3

Pengujian indeks glikemik produk akhir sampel terpilih: 1. Penetapan subjek relawan uji indeks glikemik

(28)

13

Gambar 4 Tahapan proses pembuatan beras analog

Analisis kadar air dan total fenol bahan baku

Analisis produk akhir: 1)Rendemen

2)Fisik (warna dan waktu tanak)

3)Kadar air dan total fenol 4)Daya cerna pati 5)Proksimat beras Beras analog KONTROL (produk akhir) Beras analog P2 (produk akhir) Beras analog P1 (produk akhir) Beras analog P3 (produk akhir) Pengeringan oven (T 60C, t 45’)

Pengeringan oven (T 60C, t 45’)

Pengeringan oven (T 60C, t 45’)

Pengeringan oven (T 60C, t 45’) Ekstrusi

(T 80 C, 60 rpm)

Ekstrusi (T 80 C, 60 rpm)

Ekstrusi (T 80 C, 60 rpm) Ekstrusi

(T 80 C, 60 rpm)

Pemotongan beras Pemotongan beras Pemotongan beras Pemotongan beras Menir Pembersihan Menir bersih Teh hitam bubuk

Penyeduhan (t 15’) 4% (b/v)

Ekstrak teh hitam cair (*) Air

T 25 C

Air T 70 C

Perendaman dengan air rasio 1:1 ± 1 jam

Perendaman dengan teh rasio 1:1 ± 1 jam

Penirisan dan pengeringan oven (T 60C, t λ0’)

Penirisan dan pengeringan oven (T 60C, t λ0’)

Penggilingan pin disc mill 60 mesh

Penggilingan pin disc mill 60 mesh

Pengayakan 60 mesh Pengayakan 60 mesh

Tepung beras (air) (produk antara)

Tepung beras (teh) (produk antara)

Teh (*)

Pembuatan adonan P3 (Ka ±45%) + GMS 1% (bk) Pembuatan adonan

KONTROL (Ka ±45%) + GMS 1% (bk) Air

Air

Teh (*)

Beras analog terpilih (parameter: DC pati terendah)

Analisis produk terpilih : 1)Seleksi relawan IG 2)Proksimat nasi 3)Nilai energi beras dan

nasi analog 4)Nilai IG dan BG Pembuatan adonan P1

(Ka ±45%) + GMS 1% (bk) Pembuatan adonan P2

(Ka ±45%) + GMS 1% (bk)

(29)

14

(a) (b)

Gambar 5 Menir (a) dan teh hitam (b) sebagai bahan baku Tabel 7 Spesifikasi ekstruder ulir tunggal (single screw extruder)

Spesifikasi Keterangan

Merk Lab Tech Engineering company LTD

Panjang barel 31 inch

Panjang ulir 35 inch

Diameter ulir 0.8 inch

Jumlah lubang die 9 lubang

Secara umum, tahap pembuatan beras analog ini adalah: (1) perendaman menir; (2) pereduksian ukuran menir menjadi tepung ± 60 mesh (penepungan); (3) analisis kadar air dan total fenol tepung; (4) pembuatan adonan dengan kadar air ± 45%; (5) ekstrusi sekaligus pembentukan beras analog; dan (6) pengeringan beras.

Perendaman bertujuan agar beras lebih mudah direduksi dan dihasilkan rendemen tepung yang lebih baik. Selain itu dilakukan perendaman pada suhu 50°C agar mengoptimalkan proses penyerapan cairan ke dalam menir. Setelah proses perendaman kadar air meningkat dari ± 14% menjadi ± 30%. Beras kemudian dikeringkan hingga kadar air turun menjadi ± 10% sebelum ditepungkan menggunakan pin disc mill. Pereduksian ukuran (penepungan) bertujuan menghancurkan campuran menir dan beras patah sehingga air maupun ekstrak teh yang nantinya akan ditambahkan bisa meresap secara optimal. Analisis kadar air tepung beras bertujuan mengetahui secara pasti jumlah air maupun ekstrak teh hitam yang akan ditambahkan pada pembuatan adonan dengan kadar air ± 45%. Analisis total fenol tepung beras bertujuan mengetahui banyaknya senyawa polifenol yang masih tertahan pada perlakuan perendaman dengan ekstrak teh hitam cair.

(a) (b)

Gambar 6 Lubang die (a), Ekstruder ulir tunggal (b)

(30)

15

Gliserol Monostearat (GMS) ditambahkan pada adonan beras analog sebesar 1% (bk). GMS berfungsi sebagai pelumas (anti lengket)pada adonan beras analog. Hal ini bertujuan agar produk beras analog yang dihasilkan tidak lengket satu sama lain dan terpisah saat saat proses maupun saat penanakan. Jumlah GMS yang dimasukkan didapat dari percobaan acak untuk menentukan takaran yang optimal dalam pembuatan beras analog.

Proses penambahan air maupun teh hitam cair pada tepung beras menjadi kadar air adonan sebesar ± 45% dihitung menggunakan diagram kesetimbangan massa seperti pada Gambar 7. Output beras analog yang dihasilkan menyerupai mi memanjang. Beras dipotong manual dengan gunting sesuai panjang beras giling pada umumnya, yaitu 5-7 mm.

Gambar 7 Kesetimbangan adonan beras analog

Penelitian ini menggunakan variasi perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair ke dalam adonan beras analog. Terdapat empat perlakuan penambahan ekstrak teh hitam seperti yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair

Perlakuan Kode

Perendaman menir sebelum milling

Peningkatan kadar air (± 45%) adonan sebelum ekstrusi

Air Teh Air Teh

Kontrol 1 2 3 K P1 P2 P3 v - v - - v - V v v - - - - v v

Tahap selanjutnya adalah perhitungan rendemen dan pengujian fisik yaitu warna dan waktu tanak dari keempat produk akhir perlakuan yang dihasilkan. Selain itu dilakukan analisis kadar fenol keempat produk dan dilanjutkan dengan analisis daya cerna (DC) pati. Analisis DC pati in vitro didasarkan pada prinsip: semakin tinggi daya cerna suatu pati maka semakin banyak pati yang dapat dihidrolisis dalam waktu tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh semakin banyaknya glukosa dan maltosa yang dihasilkan. Kedua zat ini akan bereaksi dengan DNS (asam dinitrosalisilat) sehingga kadar keduanya dapat diukur secara spektrofotometri.

Hasil analisis total fenol dan daya cerna pati kemudian dibandingkan secara statistik. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan ekstrak teh hitam terhadap karakteristik beras analog dari kadar total fenol dan daya cerna patinya. Hasil uji daya cerna pati merupakan parameter utama dari tahap ini. Dari keempat perlakuan yang memiliki nilai daya cerna pati terendah akan dilanjutkan dengan analisis IG. Pada produk beras terpilih dilakukan uji proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat by different untuk mengetahui karakteristik kimia beras.

3.3.3 Tahap pengujian indeks glikemik produk akhir terpilih

Tahap ketiga yaitu tahapan pengujian indeks glikemik produk terpilih. Pada tahap ini dilakukan: (1) penetapan subjek relawan uji indeks glikemik; (2) pengujian proksimat nasi analog terpilih untuk menentukan jumlah sajian sampel yang diberikan pada relawan; (3) perhitungan nilai energi beras maupun nasi; (4) pengujian nilai indeks glikemik; dan (5) perhitungan nilai beban glikemik.

Tepung beras (Y) Ka 14% Ks 86%

Adonan beras (Z) Ka 45% Ks 55% Air (X)

Ka 100% Ks 0%

0.86Y = 0.55Z 0.14Y + X = 0.45Z

(31)

16

Menurut FAO dan WHO (1997), jumlah minimal relawan dalam pengukuran indeks glikemik adalah 6 orang. Namun untuk mengantisipasi adanya data bias sehingga data lebih valid maka digunakan relawan sebanyak 10 orang. Jumlah relawan tersebut tidak dianggap mewakili suatu populasi tertentu. Selanjutnya dilakukan uji proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat by different pada nasi menir dan nasi analog terpilih. Proksimat bertujuan menentukan jumlah sajian nasi yang akan diberikan pada pengujian indeks glikemik. Penentuan didapatkan melalui perhitungan kesetaraan 25 g karbohidrat. Pangan standar yang digunakan adalah glukosa murni.

Analisis indeks glikemik menggunakan metode in-vivo dengan sampel uji darah manusia (Rimbawan dan Siagian, 2004). Pada penelitian ini digunakan manusia sebagai objek pengujian indeks glikemik karena metabolisme tubuh manusia sangat rumit sehingga sulit untuk ditiru secara in-vitro. Sampel yang diuji adalah glukosa murni sebagai standar, nasi menir, dan nasi dari beras analog perlakuan teh hitam terpilih. Perbandingan IG dari produk beras analog dengan bahan baku menir bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan ekstrak teh hitam cair pada proses pembuatan beras analog. Dari hasil IG dilakukan pula analisis beban glikemik (BG). BG produk diperoleh melalui perhitungan.

3.4 METODE ANALISIS 3.4.1 Rendemen proses

Dalam pembuatan beras analog teknologi ekstrusi, data rendemen diperlukan untuk mengetahui produktivitas beras analog yang dihasilkan. Selain itu persen rendemen juga menunjukkan adanya kehilangan produk selama proses. Perhitungan rendemen produk beras analog yang dihasilkan didasarkan pada rumus:

. . . (1)

3.4.2 Fisik

1) Derajat warna (Mugendi et al., 2010)

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter CR-300 Minolta. Cara kerjanya adalah melakukan kalibrasi awal dengan menekan tombol “Calibrate”. Kemudian dimasukkan data kalibrasi Y, x, dan y yang terdapat pada penutup bagian plat kalibrasi. Selanjutnya measuring head diletakkan pada plat kalibrasi yang berwarna putih dan tombol “Measure” ditekan. Alat dibiarkan bekerja secara otomatis dan ditekan sebanyak tiga kali hingga pengukuran selesai. Setelah kalibrasi selesai, pengukuran contoh atau sampel bisa dilakukan.

Pertama, measuring head diletakkan pada contoh yang akan diukur dan tekan tombol “Measure”. Selanjutnya alat dibiarkan bekerja dan tunggu beberapa saat hingga pengukuran selesai. Pengujian warna dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Dari pengukuran didapat nilai L, a, dan b yang digunakan sebagai pencitraan objektif warna produk akhir. Selain itu, nilai a dan b digunakan untuk menghitung nilai hue. Nilai hue (h) dapat dikalkulasikan dengan rumus:

. . . (2)

Keterangan: L = nilai yang menunjukkan kecerahan, berkisar antara 0-100 a = merupakan campuran warna merah-hijau

a positif (+) antara 0-100 untuk warna merah a negatif (-) antara 0-(-80) untuk warna hijau b = merupakan campuran warna biru-kuning

b positif (+) antara 0-70 untuk warna kuning b negatif (-) antara 0-(-80) untuk warna biru

(32)
[image:32.595.127.500.102.177.2]

17

Tabel 9 Parameter warna berdasarkan nilai h (hue)

Warna Nilai h (hue) Warna Nilai h (hue)

Merah keunguan 342-18 Hijau 162-198

Merah 18-54 Biru kehijauan 198-234

Merah kekuningan 54-90 Biru 234-270

Kuning 90-126 Biru keunguan 270-306

Kuning kehijauan 126-162 Ungu 306-342

sumber: Hutching (1999) di dalam Djuanda (2003)

2) Waktu tanak (modifikasi Nugraha, 2008; modifikasi Bhattacharya dan Sowbhagya, 1971)

Waktu tanak dianalisis menggunakan metode parallel plates. Sebanyak 5 g beras analog dimasak ke dalam 135 ml air mendidih (suhu ± 90ºC) selama 5 menit. Ambil sepuluh butir beras, letakkan di salah satu sisi cawan petri, kemudian tekan dengan dua sisi cawan petri. Ulangi tiap satu menit. Waktu tanak diperoleh jika minimal 90% keseluruhan butir beras analog tidak lagi menunjukkan bagian putih atau bening di tengahnya (bagian tengah sudah tidak berupa tepung). 3.4.3 Proksimat

Analisis proksimat meliputi analisis kadar air (metode oven), abu (metode gravimetri), protein (metode Kjeldahl), lemak (metode Soxhlet), dan karbohidrat (by difference).

1) Kadar air (SNI 01-2891-1992)

Cawan aluminium dikeringkan oven selama 15 menit. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya (A). Sejumlah sampel (sekitar 1-2 gram) ditimbang dalam cawan (B). Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam. Kemudian cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot konstan (C). Kadar air dapat dihitung dengan rumus berikut:

-

. . . (3)

-

-- . . . . . . .(4)

Keterangan: A = bobot cawan kosong (g)

B = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)

C = bobot contoh cawan sesudah dikeringkan (g) 2) Kadar abu (SNI 01-2891-1992)

Cawan disiapkan untuk pengabuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Selanjutnya cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna atau memiliki berat konstan. Abu beserta cawan didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang beratnya (C). Kadar abu dapat dihitung dengan rumus:

. . . . . . .(5)

- . . . . . . .(6)

Keterangan: A = bobot cawan kosong (g)

B = bobot contoh sebelum diabukan (g)

(33)

18

3) Kadar lemak (SNI 01-2891-1992)

Labu lemak disiapkan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang digunakan. Labu lemak dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 sekitar 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Sejumlah sampel (1-2 gram) ditimbang dalam kertas saring (B), kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 1 jam. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan pada desikator. Labu beserta lemak ditimbang (C). Kadar lemak dihitung dengan rumus:

. . . . . . .(7)

- . . . . . . .(8)

Keterangan: A = bobot labu lemak kosong (g) B = bobot contoh (g)

C = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) 4) Kadar protein (AOAC, 1995)

Sejumlah sampel 100-250 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, ditambah dengan K2SO4 1 0.1 g, HgO 40 10 mg, dan H2SO4 pekat 2 0.1 ml. Sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan menjadi jernih. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi dan bilas 5–6 kali dengan air destilasi sebanyak 1–2 ml. Selanjutnya ditambahkan 8–10 ml campuran larutan NaOH 60% + Na2S2O3 5%. Labu disambungkan dengan alat destilasi dan kondensor yang telah dilengkapi dengan penampung berisi larutan H3BO3. Dilakukan destilasi sampai volume destilat 15 ml kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1 N sampai larutan berwarna kuning (titik akhir titrasi). Kadar protein dapat dihitung dengan rumus:

Kadar protein (%bb) = . . . . . . .(9)

Kadar protein (%bk) = . . . (10)

5) Kadar karbohidrat by different

Kadar Karbohidrat dihitung by difference yaitu mengurangkan 100 dengan kadar air, abu, protein, dan lemak dalam basis basah. Kadar karbohidrat dihitung dengan rumus:

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (kadar protein % bb + kadar air % bb +

kadar abu % bb + kadar lemak % bb) . . . . . . . .(11) 3.4.4 Total fenol (modifikasi Chotimarkron et al., 2008; Zega, 2010)

(34)

19

total fenol pada sampel. Total fenol dihitung sebagai ekuivalensi dari asam galat dan diekspresikan sebagai gallic acid equivalent (GAE) dalam mg/g sampel.

Untuk total fenol pada menir dilakukan preparasi sampel terlebih dulu. Preparasi sampel dengan metode yang dimodifikasi dari Chotimakron et.al. (2008) untuk preparasi sampel tepung beras merah, yaitu sebanyak 12.5 gram tepung beras diekstrak dengan 25 ml etanol 95% (perbandingan sampel dan etanol sebesar 1:2) kemudian diaduk dengan shaker selama ± 4 jam. Hasil dari shaker disentrifus 4000 rpm selama 10 menit. Supernatan dari hasil sentrifus diambil untuk sampling dengan metode yang sama seperti ekstrak. Diagram alir uji total fenol untuk sampel tepung-tepungan dapat dilihat pada Gambar 8.

Analisis total fenol dilakukan untuk melihat kemampuan mereduksi dari komponen fenol. Prinsipnya adalah reduksi reagen fosfomolibdat (MoO42-) dan fosfotungstat (WO42-) sehingga terbentuk kompleks warna biru (molibdenum blue) yang diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Total fenol dihitung berdasar persamaan rumus:

[image:34.595.92.506.212.819.2]

. . . (12)

Gambar 8 Tahapan uji total fenol sampel tepung-tepungan 3.4.5 Daya cerna pati (Muchtadi, 1992)

Secara lengkap, diagram alir analisis daya cerna pati dapat dilihat pada Gambar 9. Daya cerna pati in vitro dinyatakan sebagai persentase nilai relatif terhadap pati murni. Pati murni diasumsikan data dicerna dengan sempurna dalam saluran pencernaan. Hasil spektrofotometri dihitung nilai daya cerna patinya menggunakan rumus:

. . . (13) Keterangan : A = Kadar maltosa sampel a = Kadar maltosa blanko sampel

B = Kadar maltosa pati murni b = Kadar maltosa blanko pati murni Kurva standar maltosa dibuat dengan cara memplotkan beberapa absorbansi dengan konsentrasi maltosa yang telah ditentukan (Lampiran 11). Konsentrasi maltosa dibuat sebesar 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, dan 0.5 mg/ml. Masing-masing dari maltosa tersebut direaksikan langsung

12.5 g sampel 25 ml etanol 95%

Shaker 35 rpm ± 4 jam

Sentrifus 4000 rpm 5’

Supernatan (ambil 0.5 ml)

0.5 ml etanol 95% 2.5 ml akuades 2.5 ml folin 50%

Inkubasi gelap 5’

0.5 ml Na2CO3 5%

Inkubasi gelap 60’

(35)

20

0,5 g sampel + 10 ml akuades

Masukkan ke dalam tabung reaksi bertutup

Panaskan dalam waterbath hingga mencapai T 90°C

Dinginkan sampai T 37°C

Ambil @ 1 ml dan masukkan ke dalam tabung reaksi bertutup

Tabung A:

+ 1,5 ml akuades

Tabung B:

+ 1,5 ml akuades

+ 2,5 ml larutan enzim alfa amilase

+ 2,5 ml bufer fosfat pH 7.0

Inkubasi selama 30 menit pada T 37°C

Ambil 0,5 ml + 1 ml DNS

Panaskan dalam air mendidih selama 10 menit

Segera dinginkan dengan air mengalir

+ 10 ml akuades, vortex

[image:35.595.102.487.141.748.2]

Ukur absorbansi pada 520 nm

Gambar 9 Tahapan pengukuran daya cerna pati secara in vitro

Daya cerna pati
(36)

21

3.4.6 Nilai energi (Almatsier, 2001)

Penentuan nilai energi melalui perhitungan dapat dilakukan menurut komposisi karbohidrat, protein, dan lemak makanan tersebut.

Energi =

. . . (14) 3.4.7 Seleksi subjek relawan indeks glikemik

Syarat menjadi subjek relawan indeks glikemik antara lain: (1) individu yang sehat; (2) tidak menderita penyakit diabetes, yaitu kadar gula darah normal 55-140 mg/dL (Sardesai, 2003); (3) nilai indeks massa tubuh (IMT) berada dalam kisaran normal (18.5-25 kg/m2); serta (4) lolos screening gula darah.

Screening gula darah bertujuan untuk mengetahui respon gula terhadap respon glukosa dari masing-masing relawan. Relawan yang dinyatakan lolos adalah yang mempunyai respon gula darah normal setelah puasa ± 12 jam sebesar 70-100 mg/dL atau yang mempunyai respon gula darah yang baik setelah 2 jam pengujian. Pada tahap screening, masing-masing relawan diminta untuk meminum sejumlah glukosa (± 25 g) yang dilarutkan dalam 200 ml air. Selama pengujian, relawan dikondisikan pada ruangan khusus serta diminta untuk tidak melakukan apapun. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya ketidakvalidan data.

Perekrutan subjek dilakukan melalui proses sosialisasi kegiatan penelitian kepada beberapa mahasiswa IPB. Alasannya dikarenakan usia mahasiswa yang termasuk ke dalam persyatan subjek, yaitu 18-30 tahun. Selain itu kemudahan akses untuk melakukan penelitian di dalam kampus juga menjadi pertimbangan. Mahasiswa yang bersedia menjadi subjek relawan wajib mengikuti penjelasan secara lengkap. Jika setuju untuk meneruskan, subjek diminta untuk menandatangani informed consent (formulir kesediaan) tanpa paksaan. Meskipun demikian, subjek tetap memiliki hak untuk mengundurkan diri apabila mereka menginginkannya.

3.4.8 Penentuan jumlah sajian sampel uji indeks glikemik

Penentuan jumlah sajian nasi menir dan nasi analog teh hitam yang diberikan dihitung berdasar kesetaraan 25 g karbohidrat glukosa murni (Rimbawan dan Siagian, 2004). Kesetaraan tersebut dihitung menggunakan total karbohidrat by difference yang didapatkan pada uji analisis proksimat nasi baik menir maupun nasi analog. Jumlah nasi yang akan dikonsumsi ditentukan dengan rumus berikut:

. . . (15)

3.4.9 Indeks dan beban glikemik (El, 1999)

Pengukuran indeks glikemik (IG) dilakukan pada kondisi relawan telah melakukan puasa ± 12 jam (overnight fasting). Pengujian pertama dilakukan dengan memberikan glukosa murni sebagai pangan acuan/standar. Sebanyak 25 g glukosa dicampur dalam 200 ml air dan dikon

Gambar

Tabel 1  Jenis beras dan karakteristiknya
Tabel 2  Komposisi kimia beras giling per 100 g
Tabel 5  Prekursor dan kadar theaflavin pada teh hitam
Gambar 2  Struktur theaflavin dan thearubigin (sumber: Shahidi dan Naczk, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kerusakan yang terjadi di pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terutama di pesisir Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul saat ini semakin

Perencanaan merupakan tahapan yang selanjutnya setelah melakukan tahapan orientasi. Dalam tahapan ini, peneliti akan merencanakan tindakan yang akan dilakukan setelah

Umi Nila dalam penelitiannya dengan judul Pengangguran dan Setengah Pengangguran di Jateng (Analisa Data Sensus Penduduk th 1990 dan 2000). Penelitian yang dilakukannya

Transparan dan Berorientasi pada Pelayanan Publik Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik 17 Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja Akuntabilitas Kinerja

Sudah tak mungkin mencari pedagang cendol yang tidak berkenan cendolnya diborong Pak Kyai di pagi hari, karena takut mengecewakan calon pembelinya di siang hari

Institusi hukum seperti kepolisian bahkan ada yang menjadi backing dari perjudian, walaupun kemudian dianggap sebagai kesalahan oknum belaka meski yang menjadi

Arsyad (2006) menjelaskan bahwa erosi merupakan peristiwa pengikisan, perpindahan serta pengangkutan bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media

Hermeneutika Kuhn dan Popper dapat dikontribusikan sebagai landasan filosofis pengembangan ilmu untuk masa depan, terkait dengan pemahaman tentang wilayah penyelidikan