1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kawasan pesisir memiliki ciri yang unik dan berbeda dengan kawasan lainnya, seperti
kawasan pedesaan dan perkotaan. Kawasan pesisir memiliki sumberdaya yang besar dan nilai
ekonomi yang tinggi, karena kawasan pesisir menghasilkan berbagai sumberdaya, termasuk
sumberdaya hayati dan non hayati. Kegiatan perikanan, usaha warung, serta penyedia jasa
rekreasi di wilayah pesisir pantai memberikan harapan bagi masyarakat setempat untuk
menambah penghasilan. Pengembangan usaha perikanan tangkap saat ini memang menjadi
kegiatan ekonomi yang potensial, namun berbagai tantangan harus dihadapi oleh usaha tersebut,
diantaranya adalah sumberdaya ikan yang semakin menurun, menurunnya kualitas lingkungan
hidup, dan akhir-akhir ini kondisi iklim yang tidak menentu. Kondisi tersebut semakin
memberatkan kehidupan masyarakat pesisir terutama nelayan, karena penghasilannya tergantung
pada kondisi alam. Iklim global yang semakin tidak menentu menyebabkan gelombang lautan
sulit untuk diperkirakan, sehingga masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan mengalami
kendala dalam berlayar untuk menangkap ikan. Kuatnya arus gelombang yang menghantam
pantai juga menurunkan kualitas lingkungan, terutama mengurangi lahan daratan yang digunakan
masyarakat pesisir untuk kegiatan berjualan, bermain dan penyedia jasa pariwisata (Rachman,
2012).
Kawasan pesisir merupakan kawasan yang penting di berbagai belahan dunia. Pesisir
merupakan pusat peradaban karena dahulu tempat bertemunya budaya antar pulau. Kegiatan
industri, transportasi, wisata, rekreasi, perikanan, pertanian merupakan kegiatan penting sebagai
penopang perekonomian nasional. Mengingat pentingnya fungsi wilayah pesisir bagi kegiatan
manusia, maka kerentanan kawasan pesisir pun meningkat. Hal tersebut dikarenakan apabila
pesisir terjadi bencana, maka berbagai kegiatan yang ada di wilayah pesisir akan terganggu.
Dampak dari terganggunya kegiatan di pesisir adalah kegiatan perekonomian nasional akan
mengalami krisis.
Secara alami wilayah pesisir memiliki potensi bencana yang besar. Potensi bencana yang
mungkin terjadi antara lain banjir yang berasal dari muara sungai, abrasi, intrusi air laut, dan
potensi bencana lain yang merupakan dinamika wilayah pesisir yang terjadi secara alami.
Bencana yang ada di wilayah pesisir akan semakin tinggi risikonya apabila terjadi kenaikan
permukaan air laut, seperti yang terjadi di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak,
Jawa Tengah (Damaywanti, 2013).
Sebagai pusat peradaban yang memiliki risiko bencana tinggi, wilayah pesisir harus
mendapatkan penanganan khusus. Tata ruang yang baik akan meminimalisir kerentanan wilayah
2
pesisir. Kerentanan merupakan suatu kondisi yang lemah dimana obyek terancam bencana,
karena kondisi lemah tersebut maka risiko yang mungkin muncul akan semakin buruk.
Asian
Disaster Preparedness Center
(ADPC) mengemukakan bahwa ada tiga indikator kerentanan,
yaitu kerentanan fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan (Diposaptono, 2011).
Berbagai program, proyek dan kegiatan telah dilakukan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat pesisir. Ternyata jumlah masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai
nelayan, khususnya nelayan kecil secara
magnitute masih besar dan terus bertambah.
Desa-desa pesisir semakin hari semakin luas areanya dan banyak jumlahnya. Karena itu meskipun
banyak upaya telah dilakukan, umumnya bisa dikatakan bahwa upaya-upaya tersebut belum
membawa hasil yang memuaskan (Waskhito, 2010).
Secara normatif, masyarakat pesisir seharusnya sejahtera, karena sumberdaya alamnya
yang besar. Namun demikian, sampai saat ini masih merupakan bagian dari masyarakat yang
tertinggal dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya.
Sebagian besar nelayan hidup di
bawah garis kemiskinan. Sebuah ironi kehidupan masyarakat pesisir, yaitu hidup miskin di
tengah kekayaan sumberdaya perikanan yang ada di sekitarnya. Berdasarkan Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Kabupaten Bantul pada tahun 2010
memiliki garis kemiskinan Rp 245.626. Jumlah pendapatan rata-rata nelayan tradisional di
pesisir Kabupaten Bantul sekitar Rp 180.000,- sampai dengan Rp 200.000,- per bulan. Untuk
memeneuhi kebutuhan hidupnya nelayan harus mencari pekerjaan lain sebagai buruh tani
ataupun yang lainnya.
Kemiskinan masyarakat pesisir, terutama nelayan bukan monopoli negara
berkembang, negara maju pun demikian ketika terjadi ketidaksinambungan terhadap
pengelolaan sumberdaya perikanan (Hakam, 2013). Masyarakat nelayan selama kurang lebih
32 tahun kekuasaan Orde Baru hampir tidak mendapatkan sentuhan kebijakan-kebijakan
pembangunan ekonomi seperti era reformasi sekarang ini. Kebijakan mengenai modernisasi
pembangunan perikanan saat ini muncul melalui gebrakan program minapolitan oleh menteri
Kelautan dan Perikanan. Gebrakan tersebut akan mampu menuju pintu penyelesaian
kemiskinan nelayan, masih menjadi tanda tanya. Persoalannya adalah pengambil kebijakan di
negeri ini belum memahami secara komprehensif akar permasalahan kemiskinan nelayan.
Kemiskinan nelayan hanya dipahami sebatas angka-angka statistik yang dikeluarkan BPS yang
sifatnya umum (Anonim, 2009).
Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat pesisir adalah dengan program yang terstruktur dan terperinci yang diharapkan dapat
menyentuh masyarakat pesisir secara langsung, diantaranya yaitu melalui Program Pemberdayaan
3
Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Masyarakat
(IPTEKMAS). Program PEMP dan IPTEKMAS merupakan kebijakan dalam menjawab
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir. Tujuan dari program tersebut adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pemberdayaan masyarakat dan
pendayagunaan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan (Rachman, 2012).
DIY juga telah menginisiasi usaha perikanan tangkap sejak awal tahun 1980an untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Program motorisasi dilaksanakan di daerah
padat nelayan, juga sebagai respon atas dikeluarkannya Keppres No. 39 tahun 1980 tentang
penghapusan pukat harimau. Saat ini di wilayah pesisir selatan DIY telah banyak armada
perikanan tangkap. Dimulai dari paling ujung timur Kabupaten Gunungkidul, yaitu di Pantai
Sadeng, kemudian ke arah barat sampai dengan Pantai Ngrenehan. Selanjutnya di Kabupaten
Bantul dimulai dari Pantai Parangtritis sampai dengan Pantai Kuwaru dan Pantai
Pandansimo. Setelah itu di Kabupaten Kulonprogo, dimulai dari Pantai Karangwuni, Pantai
Glagah sampai dengan Pantai Congot di wilayah Dusun Pasir Mendit.
Program pemberdayaan masyarakat tidak bisa berlanjut apabila sumberdaya alam,
sumberdaya manusia dan kebijakan pemerintah tidak mendukung secara penuh. Pertama,
sumberdaya alam merupakan faktor utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
karena sumberdaya sebagai bahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Kedua, sumberdaya
manusia adalah sebagai pelakunya, maka aspek psikologis dari masyarakat sebagai pelaku juga
harus diperhatikan. Aspek psikologis berperan penting dalam sikap dan perilaku masyarakat
untuk menjalankan program pemberdayaan. Faktor psikologis yang paling awal terbentuk adalah
persepsi, yang merupakan respon awal terhadap gejala yang dirasakan oleh indera manusia.
Ketiga, dukungan pemerintah secara penuh terhadap suatu program sangat mempengaruhi
keberlanjutan program tersebut. Banyak program yang mendadak berhenti di tengah jalan karena
pemerintah tidak serius dalam persiapan sumberdaya maupun teknis pelaksanaannya. Akhirnya
bukan pemerintah sendiri yang mengalami kerugian, namun utamanya adalah masyarakat yang
menjadi sasaran program.
Salah satu contoh kasus potensi dan permasalahan pengelolaan wilayah pesisir adalah di
Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Wilayah pesisir desa tersebut
memiliki tiga pantai, yaitu Pantai Baru, Pantai Pandansimo, dan Pantai Kuwaru. Pantai yang ada
di pesisir Desa Poncosari dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat berkegiatan, seperti
wisata, berdagang, bertani, budidaya ikan, dan kegiatan lainnya. Namun demikian, kondisi
wilayah pesisir Desa Poncosari saat ini telah berubah. Perubahan yang terjadi adalah mundurnya
garis pantai, berkurangnya populasi cemara udang hingga 50%, hilangnya tempat pelelangan ikan
4
dan fasilitas pendukung lainnya, serta menurunnya estetika tempat wisata di ketiga pantai
tersebut. Perubahan yang terjadi di pesisir Desa Poncosari berdampak pada kegiatan
perekonomian, yaitu menurunnya pendapatan masyarakat yang melaksanakan kegiatan
ekonominya di pesisir.
Seiring dengan berjalannya waktu, wilayah pesisir di Desa Poncosari mengalami
perubahan. Perubahan yang terjadi berdampak terhadap menurunnya pendapatan masyarakat.
Program-program yang dilaksanakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pesisir tidak cukup ampuh untuk menambah pendapatan masyarakat pesisir. Perubahan
lingkungan yang ada di wilayah pesisir menyebabkan masyarakat tidak dapat berbuat lebih untuk
melaksanakan program pemerintah, seperti kegiatan sadar wisata untuk meningkatkan kunjungan
wisatawan. Abrasi di wilayah pesisir menyebabkan rusaknya infrastruktur yang ada di wilayah
tersebut, seperti jalan aspal yang ada di sepanjang Pantai Kuwaru sekarang mulai rusak oleh
abrasi akibat derasnya gelombang yang menghantam wilayah daratan. Pohon cemara udang yang
awalnya ditanam untuk mencegah meluasnya abrasi kini semakin berkurang populasinya. Pada
awalnya pohon cemara udang selain untuk mencegah meluasnya abrasi, dimanfaatkan sebagai
penahan angin laut yang akan menerjang tanaman pertanian, selain itu oleh pengunjung untuk
berteduh dari teriknya sinar matahari di pantai. Para pengunjung dapat memanfaatkan wilayah
pantai untuk bermain dan berekreasi, pedagang asongan berjualan disekitarnya untuk menjajakan
dagangan. Namun demikian, gelombang laut semakin mengikis lahan bermain wisatawan dan
lahan berjualan pedagang asongan.
Dampak perubahan lingkungan yang terjadi di pesisir Desa Poncosari adalah hilangnya
tempat pelelangan ikan di Pantai Kuwaru dan Pandansimo. Nelayan harus merelokasi TPI untuk
tempat melelang ikan hasil tangkapan. Selain TPI, gudang serta gubuk yang digunkaan untuk
berteduh para pendorong perahu nelayan yang akan mendarat juga hilang dihancurkan tergerus
gelombang air laut.. Melihat perubahan lingkungan yang terjadi di pesisir Desa Poncosari, salah
satu faktor yang menyebabkan perubahan lingkungan adalah adanya gelombang laut yang kuat
menghantam wilayah pesisir desa tersebut. Kegiatan manusia di wilayah pesisir juga dapat
menyebabkan perubahan lingkungan di wilayah tersebut. Kegiatan manusia yang berlebihan
menyebabkan terganggunya ekosistem pesisir. Salah satu contohnya adalah penebangan pohon
cemara udang, untuk aktivitas perekonomian lainnya seperti tambak udang dan lainnya.
Mardijono (2008) menyatakan bahwa akibat adanya ekploitasi yang berlebihan dan
aktifitas manusia lainnya, menyebabkan penurunan kuantitas maupun kualitas sumberdaya
alam termasuk berbagai jenis flora dan fauna. Selain itu ditemukan konflik antar pemangku
kepentingan yang masih sering terjadi akibat tumpang tindih kepentingan dalam
pemanfaatan ruang pesisir. Hal ini disebabkan adanya perbedaan persepsi diantara para
5
pelaku pembangunan (stakeholders) dalam hal pengelolaan kawasan, yaitu pengelolaan
kawasan yang berhubungan dengan pengambilan kebijakan menyeluruh terhadap penataan
ruang dan pengelolaan kawasan yang berimbang. Konflik masalah penentuan batas antar
wilayah secara spasial maupun pengelolaan kawasan serta pemanfaatan sumberdaya alam
yang makin marak juga merupakan permasalahan tersendiri.
Menurut Supriharyono (2007), peningkatan kesadaran masyarakat ditujukan untuk
meyakinkan kepada masyarakat pantai khususnya nelayan akan manfaat jangka panjang dari
perlindungan kawasan yaitu manfaat berkelanjutan yang dihasilkan oleh usaha perlindungan
kawasan. Oleh karena itu peran serta masyarakat harus dilibatkan pada identifikasi,
perancangan dan pelaksanaan berbagai kemungkinan manfaat yang dapat diperoleh dari
usaha perlindungan kawasan konservasi.
Sikap dan perilaku seorang individu sangat tergantung pada persepsinya. Faktor yang
mempengaruhi persepsi ada dua macam, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi karakteristik individu (umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman masa lalu dan
motivasi). Faktor eksternal meliputi sistem nilai dan norma lingkungan tempat individu berada,
kebijakan pemerintah, pengaruh kelompok, budaya, agama serta hukum yang berlaku (Walgito,
1999).
Perubahan lingkungan yang ada di pesisir Desa Poncosari akan menimbulkan persepsi
bagi masyarakat di wilayah tersebut. Timbulnya persepsi masyarakat merupakan akibat adanya
perubahan lingkungan. Persepsi yang terbentuk terhadap perubahan lingkungan yang terjadi akan
menimbulkan tindakan sebagai respon. Respon yang muncul dari anggota masyarakat merupakan
srategi adaptasi terhadap dampak perubahan lingkungan yang terjadi di pesisir Desa Poncosari.
Fokus penelitian ini adalah mengkaji bagaimana persepsi masyarakat pesisir Desa Poncosari
terhadap perubahan lingkungan pada kegiatan perekonomiannya. Dampak perubahan lingkungan
yang terjadi akan menimbulkan strategi adaptasi bagi masyarakat. Salah satu bentuk strategi
adaptasi tersebut diterapkan pada sektor perekonomian.
1.2
Permasalahan Penelitian
Kerusakan yang terjadi di pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terutama
di pesisir Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul saat ini semakin
mengkhawatirkan. Gelombang laut selatan yang semakin besar semakin mengikis daratan
pantai. Pohon cemara udang yang ditanam untuk menahan laju angin dan arus air laut kini
semakin berkurang populasinya. Jalan aspal yang berada di pinggir pantai sebagai akses
pariwisata untuk menikmati keindahan pantai pun kini telah rusak, dan sebagian badan jalan
6
telah longsor. Beberapa warung yang ada di pinggir pantai kini juga mulai khawatir akan
terkena dampak dari abrasi. Oleh karena itu, perlu upaya penanganan abrasi pantai yang saat
ini semakin parah kondisinya. Apabila tidak segera ditangani, maka masyarakat akan semakin
terdesak oleh kondisi lingkungan yang semakin menurun kualitasnya.
Penelitian ini menekankan pada persepsi masyarakat pesisir Desa Poncosari terhadap
perubahan lingkungan yang terjadi. Bagaimana masyarakat melihat dampak perubahan
lingkungan yang terjadi. Selain itu penelitian ini juga mengkaji mengenai persepsi
masyarakat dari dampak perubahan lingkungan pada kegiatan perekonomian. Imbas dari
dampak perubahan lingkungan merupakan strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat
pesisir Desa Poncosari. Bentuk dari strategi adaptasi tersebut beragam, salah satunya adalah
diversifikasi pekerjaan.
Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat pesisir terhadap
perubahan lingkungan fisik pesisir Desa Poncosari, bagaimana masyarakat melihat dampak
terhadap perubahan lingkungan pada perekonomian masyarakat setempat. Secara rinci
permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Apa saja perubahan lingkungan bio-fisik yang terjadi di pesisir Desa Poncosari?
2)
Bagaimanakah persepsi masyarakat pesisir Desa Poncosari terhadap perubahan
lingkungan?
3)
Apakah perubahan lingkungan yang terjadi memberikan dampak bagi masyarakat
pesisir Desa Poncosari?
4)
Bagaimana masyarakat melihat dampak yang terjadi?
5)
Bagaimana bentuk usaha/partisipasi masyarakat terhadap kegiatan pengelolaan pesisir
sebagai strategi adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi, terutama pada
sektor perekonomian masyarakat pesisir Desa Poncosari?
1.3 Penelitian di Daerah Pesisir.
Penelitian mengenai wilayah pesisir sudah banyak dilakukan, salah satunya oleh Priskin
(2003). Priskin meneliti mengenai persepsi wisatawan terhadap kerusakan lingkungan pesisir
akibat kegiatan pariwisata. Penelitian tersebut dilaksanakan di
Central Coast Region, Western
Australia. Persamaan penelitian yang akan saya lakukan dengan penelitian Priskin adalah
sama-sama meneliti di wilayah pesisir, yang salah satu tujuan penelitian ini akan mengkaji persepsi.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah lokasinya berbeda, selain itu juga
persepsi yang ditekankan adalah persepsi masyarakat pesisir akibat perubahan lingkungan yang
terjadi.
7
Edyvane (1998) meneliti mengenai penyebab langsung dan tidak langsung hilangnya
lahan basah di Teluk
St. Vincent, Teluk
St. Vincent, South Autralia. Penelitian Edyvane berbeda
dengan penelitian yang akan dilakukan. Tujuan penelitian ini lebih menekankan pada kajian
dampak perubahan lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung pada perekonomian
masyarakat pesisir.
Penelitian di wilayah pesisir juga pernah dilakukan oleh Lohmus dkk. (2008). Lohmus
dkk. meneliti mengenai pengaruh degradasi lahan savana terhadap populasi banteng liar di
Estonia. Penelitian ini lebih menekankan pada kajian dampak perubahan lingkungan terhadap
perekonomian masyarakat pesisir. Namun demikian, penelitian Lohmus dkk. dan penelitian yang
ini dlakukan di wilayah pesisir.
Correa dkk. (2013) meneliti mengenai aplikasi konsep bioindikator di wilayah pesisir
dengan konsep DPSIR dan kajian strategis lingkungan. Penelitian tersebut dilaksanakan di Pantai
Maputo dan Macaneta, Mozambique. Penelitian Correa dan penelitian yang akan saya lakukan
dilaksanakan di wilayah pesisir, yang sama-sama bertujuan untuk mengelola wilayah pesisir
secara berkelanjutan sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Namun demikian, penelitian yang
akan dilakukan lebih menekankan pada persepsi masyarakat pesisir pada perubahan lingkungan,
sedangkan Correa dkk. (2013) lebih pada pengaplikasian DPSIR dan kajian strategis lingkungan.
Penelitian pesisir yang lain juga pernah dilaksankan oleh Larasati dkk. (2013). Tujuan
dari penelitian tersebut. adalah mengeidentifikasi permasalahan di lingkungan pesisir Maputo,
kemudian mengidentifikasi kondisi ICZM yang ada di Maputo, dan merencanakan pelaksanaan
ICZM di pesisir Maputo. Penelitian yang dilakukan ini juga berada di wilayah pesisir, dengan
metode yang sama, yaitu melalui survey lapangan dan studi literatur. Namun demikian, penelitian
dilakukan lebih menekankan pada persepsi masyarakat pesisir pada perubahan lingkungan fisik
pesisir Desa Poncosari.
Sianturi (2010) meneliti mengenai dampak perubahan garis pantai terhadap kegiatan
sosial ekonomi masyarakat pesisir di pesisir Kabupaten Indramayu. Penelitian tersebut
memadukan survey lapangan dengan analisis citra satelit untuk memperoleh data penelitian.
Penelitian yang dilakukan ini lebih pada survey lapangan untuk mengamati secara langsung
perubahan lingkungan yang terjadi. Kuesioner sebagai pengarah dalam mendapatkan data
lapangan penelitian yang akan saya lakukan. Namun demikian, penelitian yang akan dilakukan
akan lebih banyak mengamati perubahan lingkungan fisik yang terjadi, tidak hanya pada
perubahan garis pantai. Perubahan yang akan diamati antara lain berkurangnya vegetasi di pantai,
rusaknya infrastruktur penunjang di pantai, berkurangnya penyedia jasa wisata di pantai, dan
adaptasi masyarakat pesisir sebagai akibat perubahan lingkungan yang terjadi. Penelitian ini
mengambil wilayah pesisir Kabupaten Bantul, yaitu di pesisir Desa Poncosari, Kecamatan
8
Srandakan, Kabupaten Bantul.
Kajian di wilayah pesisir juga pernah dilaksanakan oleh Damaywanti (2013).
Damaywanti lebih fokus pada kondisi dampak lingkungan sosial yang timbul akibat abrasi di
Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak dan faktor-faktor yang menyebabkan
masyarakat terus bertahan untuk bertempat tingal dan hidup di daerah rawan bencana abrasi.
Penelitian yang dilakukan juga menekankan pada kajian sosial ekonomi, namun berbeda lokasi,
yaitu di pesisir Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Analisis yang
digunakan untuk menganalisis data sama dengan Damaywanti, yaitu secara kualitatif.
Penelitian di wilayah pesisir juga pernah dilaksanakan oleh Desmawan dan Sukamdi
(2013). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui adaptasi masyarakat pesisir Kecamatan
Sayung terhadap banjir rob. Penelitian yang akan dilaksanakan lebih menekankan pada kajian
persepsi masyarakat pesisir terhadap perubahan lingkungan pesisir pada perekonomian
masyarakat Desa Poncosari. Analisis yang digunakan sama dengan analisis yang saya gunakan,
yaitu dengan deskriptif untuk menggambarkan keadaan lokasi penelitian. Dengan
menggambarkan keadaan lokasi penelitian diharapkan mampu mengungkap masalah yang terjadi
di lokasi penelitian secara tertulis, dan didukung dengan data-data sekunder yang terkait dengan
lokasi penelitian tersebut.
Secara lebih rinci, penelitian yang pernah dilaksanakan di wilayah pesisir tersaji pada
Tabel 1.1 :
9
Tabel 1.1 Penelitian di Daerah Pesisir.
No Peneliti dan Tahun
Penelitian Tujuan Lokasi Penelitian Sumber Data Metode Keluaran
1 Priskin, 2003. Mengetahui persepsi wisatawan terhadap kerusakan lingkungan pesisir akibat kegiatan
pariwisata
Central Coast Region, Western Australia
Kuisioner, Studi Literatur
Survey, stratified random sampling
Persepsi wisatawan dapat digunakan sebagai acauan dalam pengelolaan pesisir yang tepat
2 Edyvane, 1998. Mengetahui penyebab langsung dan tidak langsung hilangnya lahan basah di Teluk St. Vincent
Teluk St. Vincent, South Australia
Survey Lapangan, Studi Literatur, Citra Satelit
Survey, Analisis menggunakan GIS
Untuk mencegah semakin luasnya kesrusakan di Teluk St. Vincent.
3 Lohmus, Jakobson, dan Rannap,2007.
Mengetahui pengaruh degradasi padang rumput pesisir terhadap penurunan populasi banteng liar di Estonia.
Pesisir Laut Baltic, Estonia.
Publikasi Ilmiah, Informasi dari program monitoring sejak tahun 1985, dan Catatan Lapangan dari Herpetolog Estonia.
Analisis menggunakan GIS peta dasar digital Estonia.
Untuk mengetahui
persebaran banteng liar berdasarkan sebaran padang rumput pesisir.
4 Correa, Dantie, Santi, dan Spinola, 2013.
Mengaplikasikan konsep bioindikator untuk wilayah pesisir dengan metode DPSIR dan Kajian Strategis Lingkungan
Pantai Maputo dan Macaneta, Mozambique
Survey Lapangan Survey, skoring erosi untuk kajian, analisis spasial mengenai kerentanan wilayah penelitian
Untuk mengetahui potensi abrasi wilayah pesisir yang merupakan wilayah padat penduduk 5 Larasati, Cahyadi, dan Wacano 2013. 1.Mengidentifikasi permasalahan di lingkungan pesisir Maputo 2.Mengidentifikasi kondisi ICZM yang ada di pesisir Maputo
3.Merencanakan pelaksanaan ICZM di pesisir Maputo
Kota Maputo,
Mozambique
Survey Lapangan, Studi Literatur
Survey, Skoring terhadap perbedaan penampakan fisik lingkungan.
Untuk mengelola
lingkungan pesisir dengan
ICZM perlu
memperhatikan potensi risiko, sehingga dalam pelaksanaannya mudah untuk diterapkan.
6 Sianturi, 2010 Mengetahui dampak perubahan garis pantai terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat pesisir
Pesisir Kabupaten Indramayu
Survey Lapangan, Citra Satelit
Analisis Citra Satelit, Analisis regresi
Untuk mengetahui
seberapa besar dampak dari perubahan garis pantai terhadap pola hidup masyarakat
7 Damaywanti, 2013. Mengkaji kondisi dampak lingkungan sosial yang timbul akibat abrasi di Desa Bedono Kec. Sayung Kabupaten
Desa Bedono,
Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak
Data Primer yang didapatkan melalui teknik Snowball sampling dan data
Kualitatif Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi penting dalam usaha penanganan dampak
10
Demak serta mengkaji faktor faktor yang menyebabkan masyarakat terus bertahan untuk bertempat tinggal dan hidup di daerah rawan bencana abrasi.
sekunder melalui penelusuran literatur
lingkungan sosial yang tepat dan masyarakat dapat menyikapi dampak abrasi dengan lebih arif dan cerdas sehingga dapat tetap memiliki ketahanan hidup
dan tetap mampu
meningkatkan kualitas kehidupannya meskipun tinggal di daerah rawan bencana abrasi.
8 Desmawan dan Sukamdi, 2013.
Mengetahui adaptasi masyarakat pesisir Kecamatan Sayung terhadap banjir rob.
Pesisir Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak
Data Primer yang didapatkan melalui teknik Accidental sampling dan data sekunder melalui penelusuran literatur
Deskriptif Untuk mengetahui adaptasi masyarakat terhadap tempat tinggal, air bersih, dan tambak yang dimiliki.
11