• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Nilai Kepadatan, Kelimpahan Relatif dan Frekuensi kehadiran

Data dari hasil penelitian setelah dilakukan analisis diperoleh nilai kepadatan (K), kepadatan relatif (KR) dan frekuensi kehadiran (FK) seperti pada Tabel 4.4 berikut ini :

Tabel 4.2. Nilai Kepadatan Populasi (ind./m2), Kepadatan Relatif (%) dan

Frekuensi Kehadiran (%) Bivalvia pada setiap stasiun penelitian

ST 1 ST 2 ST 3 No Genus K KR FK K KR FK K KR FK 1 Aequipecten - - - 3,092 9,225 60 2 Anadara sp1 0,766 4,515 36,66 7,177 32,004 100 8,582 25,603 100 3 Anadara sp2 - - - 5,759 17,181 70 4 Ensis - - - 3,348 9,987 63,33 5 Macoma 2,539 14,966 60 2,979 13,282 60 - - - 6 Marcia - - - 2,156 6,432 46,66 7 Meretrix 7,035 41,470 100 - - - - - - 8 Nutallia 3,035 17,892 63,33 4,170 18,595 70 - - - 9 Paphia - - - 3,418 15,243 60 3,121 9,310 60 10 Placuna - - - 2,865 8,548 63,33 11 Pinctada - - - 0,936 2,793 36,66 12 Perna - - - 1,504 6,704 53,33 3,660 10,918 70 13 Ruditapes 3,589 21,153 63,33 3,177 14,168 56,66 - - - Total 16,965 100 22,426 100 - 184.405 100 -

Berdasarkan analisis data terhadap nilai kepadatan, kepadatan relatif serta frekuensi kehadiran Bivalvia yang diperoleh pada masing-masing stasiun pengamatan dapat diketahui bahwa pada stasiun 1 (mangrove) dijumpai 5 genus Bivalvia. Genus yang memiliki nilai tertinggi sampai nilai terendah dengan urutan sebagai berikut : Meretrix dengan nilai kepadatan 7,035 individu, kepadatan relatif sebesar 41,470% serta frekuensi kehadiran 100%. Kemudian diikuti Ruditapes dengan kepadatan 3,589 individu, kepadatan relatif 21,153% serta frekuensi kehadiran 63,33%. Selanjutnya

Nutallia dengan kepadatan 3,035 individu, kepadatan relatif 17,892% serta frekuensi kehadiran sebesar 63,33%. Berikutnya Macoma dengan nilai kepadatan 2,539 individu, kepadatan relatif 14,966% serta frekuensi kehadiran 60,00%, sedangkan nilai paling rendah adalah Anadara 1 dengan kepadatan 0,766 individu, kepadatan relatif sebesar 4,515% serta frekuensi kehadiran 7,177%.

Tingginya nilai kepadatan, kepadatan relatif dan frekuensi Meretrix pada stasiun ini menunjukkan bahwa faktor fisik-kimianya sangat mendukung, atau merupakan habitat yang ideal untuk Bivalvia dalam hal ini Meretrix (kepah). Keadaan ini sesuai dengan pendapat Morton (1983) dalam Dodi (1998) yang menyatakan kerang kepah termasuk kerang yang hidup di dalam substrat berlumpur pada daerah estuaria, hutan mangrov dan sungai-sungai besar dengan kisaran pH 5,00 – 6,40.

Selanjutnya Boominathan et al., (2008) Bivalvia (Meretrix meretrix, M.lycra) banyak ditemukan pada dataran lumpur di daerah mangrove pada ekosistem estuaria. Pernyataan ini jika dikaitkan dengan tipe substrat pada stasiun 1 (substrat berlumpur) sangatlah sesuai.

Genus yang memiliki nilai terendah adalah Anadara 1 keadaan ini menunjukkan bahwa habitat ini kurang cocok untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup Anadara. Menurut Nurdin et al.,(2006) menyatakan rendahnya kepadatan populasi Anadara granosa (kerang darah) disebabkan oleh toleransi kerang tersebut kurang terhadap salinitas dan substrat dasar. Anadara kurang cocok pada salinitas yang rendah pada daerah estuaria dan mangrov.

Pada stasiun 2 (pemukiman) diperoleh 6 genus Bvalvia dengan nilai tertinggi adalah Anadara 1 dengan kepadatan 7,177 individu, kepadatan relatif 32,004% serta frekuensi kehadiran 100%. Selanjutnya Nutallia dengan nilai kepadatan 4,170 individu, kepadatan relatif 18,595% serta frekuensi kehadiran sebesar 70%. Kemudian Paphia dengan nilai kepadatan 3,418 individu, kepadatan relatif sebesar 15,245% serta frekuensi kehadiran 60%. Berikutnya Ruditapes dengan kepadatan 3,177 individu, kepadatan relatif 14,168% serta frekuensi kehadiran 56,66%. Selanjutnya Macoma dengan kepadatan 2,979 individu, kepadata relatif 13,282% serta frekuensi kehadiran 60%. Sedangkan nilai paling rendah adalah genus Perna dengan kepadatan 1,504 individu, kepadatan relatif 6,704% serta frekuensi kehadiran 53,33%.

Tingginya nilai kepadatan, kepadatan relatif serta frekuensi kehadiran Anadara 1 pada stasiun ini dapat dijadikan indikasi bahwa habitat tersebut merupakan habitat yang cocok bagi kelangsungan hidup Anadara. Menurut Dodi et al., (2000) kepadatan Anadara granosa meningkat pada lokasi yang terlindung dari hempasan ombak maupun arus serta memiliki bahan organik total yang relatif tinggi pada substrat lumpur berpasir. Selanjutnya tipe substrat dasar yang disukai kerang darah adalah pasir berlumpur (Nurdin et al., 2006). Seperti parameter fisik kimia pada Tabel 4.2 tipe substrat pada stasiun 2 adalah lumpur berpasir yang berarti sangat cocok untuk habitat Anadara.

Selanjutnya keberhasilan benih kerang darah untuk menepel pada kolektor tergantung pada salinitas. Salinitas 18‰ keberhasilan jauh lebih tinggi (Romimohtarto dan Sri, 1985).

Sedangkan genus yang memiliki nilai terendah pada stasiun 2 adalah genus Perna. Rendahnya nilai kepadatan relatif serta frekuensi kehadiran genus Perna pada stasiun ini mengindikasikan bahwa stasiun ini tidak cocok sebagai habitatnya. Menurut Boominathan et al., (2008) Perna viridis banyak terdapat di pantai berpasir dan pasir berbatu di daerah muara sungai. Selanjutnya KLH (1984) dalam Edward (1995) menetapkan nilai salinitas untuk budidaya kerang hijau (Perna viridis) 26 ‰ – 35 ‰.

Jika dilihat dari tipe substrat (lumpur berpasir) dan salinitas (24‰) yang terdapat pada stasiun 2 setelah dikaitkan dengan pernyataan di atas kedua parameter tersebut tidaklah mendukung untuk habitat Perna. Hal ini terlihat dari nilai kepadatan, kepadatan relati maupun frekuensi kehadiran yang sangat rendah.

Pada stasiun 3 (mulut muara) diperoleh 9 genus Bivalvia nilai tertinggi adalah genus Anadara 1 dengan nilai kepadatan 8,585 individu, kepadatan relatif 25,063% frekuensi kehadiran 100%. Lalu diikuti dengan Anadara 2 dengan nilai kepadatan 5,759, kepadatan relatif 17,181% serta frekuensi kehadiran 70%. Kemudian Perna dengan nilai kepadatan 3,660 individu, kepadatan relatif 10,918% serta frekuensi kehadiran 70%. Selanjutnya Ensis dengan nilai kepadatan 3,348 individu, kepadatan relatif 9,987% serta frekuensi kehadiran 63,33%. Berikutnya diikuti dengan Paphia dengan nilai kepadatan 3,121 individu, kepadatan relatif

9,310% dengan frekuensi kehadiran 60%. Kemudian Aequipecten dengan nilai kepadatan 3,092 individu, kepadatan relatif 9,225% serta frekuensi kehadiran 60%. Selanjutnya Placuna dengan nilai kepadatan 2,865 individu, kepadatan reltif 8,548% serta frekuensi kehadiran 63,33%. Kemudian Marcia dengan nilai kepadatan 2,156, kepadatan relatif 6,342% serta frekuensi kehadiran 46,66%. Sedangkan genus dengan nilai paling rendah adalah Pinctada dengan nilai kepadatan 0,936 individu, kepadatan relatif 2,793% serta frekuensi kehadiran sebesar 36,66%.

Kepadatan dan kepadatan relatif Anadara 1 pada stasiun 3 ini lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan stasiun 2 dalam arti stasiun 3 masih lebih cocok sebagai habitat Anadara 1 dilihat dari nilai kepadatan dan kepadatan relatifnya lebih tinggi. Menurut Dodi (1998) semakin tinggi kelimpahan biota pada suatu area maka habitat tersebut semakin cocok. Seperti halnya stasiun 2, stasiun 3 pun memiliki tipe substrat lumpur berpasir yang merupakan substrat yang disukai Anadara.

Selanjutnya KLH (1984) dalam Edward (1995) menetapkan nilai beberapa parameter fisik kimia untuk budidaya kerang darah atau kerang bulu sebagai berikut : salinitas sebesar 18 ‰ – 30 ‰, DO 3 mg/l – 8 mg/l, suhu 15°C - 32°C. Dari beberapa parameter ini setelah dikaitkan dengan sifat fisik-kimia pada stasiun 3 antara lain : salinitas 26,8 ‰, DO 6,0 mg/l dan suhu 29,83°C. Keadaan ini sangatlah relevan yang berarti stasiun 3 (mulut muara) adalah habitat yang ideal untuk kehidupan Anadara.

Genus yang memiliki nilai terendah pada stasiun ini adalah Pinctada yang berarti habitat ini kurang cocok dengan kehidupan Pinctada, keadaan ini nampak dari kepadatan yang sangat rendah. Salah satu indikasi yang menunjukkan tidak cocoknya suatu habitat bagi biota adalah rendahnya kelimpahan biota tersebut pada suatu area ataupun ketidakmampuannya untuk berdistribusi mencapai areal tersebut (Dodi, 1998). Selanjutnya (Hamzah, 2009) menyatakan semakin tinggi kadar kekeruhan air, maka semakin tinggi tingkat kematian anakan kerang mutiara keadaan ini diduga disebabkan suspensi lumpur ikut terserap kedalam lambungnya sehingga mengganggu sistem metabolisme pencernaan.

Selanjutnya menurut TTG Budidaya Perikanan (2000) menetapkan lokasi budidaya kerang mutiara (Pintada maxima) sebagai berikut salinitas 30 ‰ – 34 ‰, dasar perairan pasir karang, dan keserahan cukup tinggi. Menurut Hamzah (2009) presentase ketahanan hidup kerang mutiara cenderung lebih berhasil pada tingkat kecerahan air laut sebesar 6 m. Setelah dibandingkan dengan beberapa parameter fisik-kimia pada stasiun 3 antara lain kecerahan 120 cm, salinitas 26,8 ‰ dan substrat dasar lumpur berpasir beberapa nilai paramaeter tersebut menunjukkan bahwa stasiun ini kurang cocok untuk habitat Pinctada.

Dokumen terkait