• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Negosiasi antara FKDC dengan Penyedia Jasa Lingkungan

6.4 Nilai Kompensasi untuk Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Penilaian dan pengukuran jasa lingkungan yang merupakan produk sumberdaya alam hayati dan ekosistem berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible) bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan, karena tidak semua jasa lingkungan yang dihasilkan memiliki nilai pasar dan dapat dikonsumsi secara langsung. Penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau didasarkan pada contoh – contoh program pemerintah yang berkaitan dengan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan seperti kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Hutan Rakyat (P2HR) dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (FKDC, 2007). Referensi tersebut disepakati oleh pihak penerima jasa lingkungan (PT. KTI) bersama dengan FKDC, penggunaan referensi untuk penentuan nilai tersebut menurut berdasarkan hasil wawancara Rahadian dan Hardono selaku Sekertaris Jendral FKDC disebabkan oleh belum tersedianya informasi – informasi yang berkaitan dengan nilai yang seharusnya dibayarkan dalam transaksi pembayaran jasa lingkungan karena belum banyak hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan transaksi pembayaran jasa lingkungan baik di Indonesia maupun di DAS Cidanau.

Nilai kompensasi pada transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau saat ini sebesar Rp 175.000.000,00/tahun pada dua tauhn pertama, sedangkan pada tiga tahun berikutnya nilai insentif tersebut meningkat menjadi

Rp. 200.000.000,00/tahun dengan luas lahan yang disepakati seluas 50 ha. Nilai ini setara dengan Rp. 2.765.000,00 – Rp. 3.160.000,00/ha/tahun. Sementara nilai yang diterima masyarakat berdasarkan hasil negosiasi antara pihak FKDC dengan pihak masyarakat penyedia jasa lingkungan hanya sebesar Rp. 1.200.000,00/ha/tahun sehingga masih terdapat selisih sebesar Rp. 1.565.000,00/ha/tahun hingga Rp. 1.960.000,00/ha/tahun yang seharusnya diterima panyedia jasa lingkungan sesuai dengan kesepakatan antara FKDC dengan PT. Krakatau Tirta Industri.

Nilai kompensasi yang saat ini disepakati, seperti yang tercantum di atas sesungguhnya masih belum sesuai dengan nilai yang seharusnya diterima yaitu sebesar Rp. 2.765.000,00 – Rp. 3.160.000,00/ha/tahun. Terlebih lagi bila nilai yang saat ini disepakati dibandingkan dengan nilai ekonomi pada lahan model pembayaran jasa lingkungan yang dihasilkan dalam penelitian ini, yaitu sebesar Rp. 8.700.513.070,00/tahun atau setara dengan Rp. 348.020.522,00/ha/tahun, nilai pembayaran jasa lingkungan saat ini masih jauh lebih kecil. Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa nilai ekonomi yang dihasilkan di lahan model pembayaran jasa lingkungan tersebut tidak secara langsung dijadikan sebagai nilai yang seharusnya diterima oleh penerima pembayaran jasa lingkungan. nilai ekonomi yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan dapat suatu sumber informasi bagi pihak-pihak terkait, khususnya FKDC, agar berupaya untuk mengevaluasi serta meningkatkan nilai pembayaran jasa lingkungan dari nilai yang saat ini telah disepakati.

Masih rendahnya nilai kompensasi yang diterima oleh pihak penyedia jasa lingkungan saat ini dikhawatirkan akan berdampak pada terganggunya

keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang saat ini sudah berjalan. Sebagai contoh kasus, salah satu penyebab gagalnya keberlanjutan transaksi pembayaran jasa lingkungan di Desa Cibojong karena masih terjadinya penebangan yang dilakukan oleh pihak penerima jasa lingkungan yang pada saat itu membutuhkan sejumlah uang untuk kebutuhan tertentu, karena hanya memiliki kayu untuk dijual dan tidak memiliki pekerjaan lain, maka penebangan pun akhirnya dilakukan. Contoh tersebut dapat menjadi suatu sinyal agar ada upaya- upaya progresif diantara kedua pihak khususnya dari pemanfaat jasa lingkungan dan FKDC untuk meningkatkan jumlah pembayaran pada masyarakat yang telah mengkonservasi lahan milik mereka untuk kepentingan bersama.

Tersedianya informasi mengenai nilai ekonomi pada lahan model pembayaran jasa lingkungan (Desa Citaman) dan hasil-hasil penelitian lainnya mengenai nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, sebaiknya penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan saat ini dapat dievaluasi dan ditingkatkan pada periode 5 tahun berikutnya. Peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan ini penting untuk dilakukan agar konsep hubungan hulu-hilir yang digagas oleh FKDC dan pihak-pihak terkait lainnya dapat terjaga keberlanjutannya, baik untuk pihak penyedia jasa lingkungan, agar mereka dapat tetap sejahtera meskipun terdapat batasan akses pada lahan mereka maupun bagi pihak penerima jasa lingkungan. Adanya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan, diharapkan tingkat degradasi yang terjadi di hulu DAS Cidanau sedikit demi sedikit akan menurun, meskipun masih jauh dari target, namun hal ini dapat menjadi suatu pelopor bagi perluasan hubungn hulu-hilir lainnya atau upaya penyelamatan lingkungan di DAS Cidanau.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya mengenai kajian terhadap nilai ekonomi total sebagai dasar penentuan nilai transaksi pembayaran jasa lingkungan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Kawasan DAS Cidanau memiliki dua peranan penting dalam mendukung pembangunan di wilayah barat Propinsi Banten. Pertama, peran dan fungsinya dalam mendukung proses pembangunan ekonomi dalam bentuk penyediaan air baku bagi masyarakat maupun industri dan merupakan satu-satunya

reservoirair dengan debit yang cukup di wilayah tersebut. Kedua, Cagar Alam Rawa Danau merupakan kawasan endemik dan merupakan situs konservasi rawa pegunungan satu-satunya yang masih tersisa di Pulau Jawa.

2. Mekanisme hubungan hulu-hilir dengan pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau merupakan suatu bentuk instrument ekonomi berupa pemberian insentif oleh pemanfaat jasa lingkungan (buyer) yaitu PT. Krakatau Tirta Industri sebagai pemanfaat utama air baku dari Sungai Cidanau kepada pihak penyedia jasa lingkugan (seller)yaitu desa model atas kesediaanya melakukan upaya konservasi terhadap lahan miliknya agar keseimbangan lingkungan di kawasan DAS Cidanau tetap terjaga.

3. Berdasarkan kesepaktan antara pemanfaat jasa lingkungan (buyer) dengan penyedia jasa lingkugan (seller), mekanisme transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dilakukan secara tidak langsung (indirect payment), yaitu pembayaran yang diatur melalui skema tertentu dengan

melibatkan lembaga pengelola jasa lingkungan, lembaga pengelola jasa lingkungan ini diwakili oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) sebagai pihak perantara yang memfasitasi berbagai kepentingan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau.

4. Nilai pembayaran jasa lingkungan dari PT. KTI kepada FKDC sebesar Rp. 175.000.000,00 untuk tahun 2005-2006 dan Rp. 200.000.000,00 untuk tahun 2007-2009. Nilai tersebut setara dengan Rp. 2.765.000,00 – Rp. 3.160.000,00/ha/tahun, sementara nilai yang diterima pihak penyedia jasa lingkungan berdasarkan negosiasi dengan FKDC sebesar Rp. 1.200.000,00/ha/tahun sehingga masih terdapat uang yang belum terbayarkan sebesar Rp. 1.565.000,00 – Rp. 1.960.000,00/ha/tahun

5. Berdasarkan hasil kesepakatan dengan PT. KTI, total luas lahan yang termasuk dalam skema transaksi pembayaran jasa lingkungan hanya seluas 50 ha, akan tetapi dengan adanya dana yang masih tersisa, FKDC berencana melakukan perluasan lahan menjadi 100 ham dengan nilai pembayaran yang sama.

6. Nilai kompensasi yang saat ini disepakati belum didasarkan pada nilai ekonomi jasa lingkungan yang dihasilkan, sehingga belum mencerminkan nilai yang sebenarnya. Salah satu cara penentuan nilai pembayaran jasa lingkungan dapat dilakukan dengan cara menghitung nilai ekonomi dengan metode nilai pasar atau produktivitas pada lahan yang dijadikan model pembayaran jasa lingkungan.

7. Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai ekonomi yang dihasilkan pada lahan model Pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman sebesar Rp.

8.700.513.070,00 yang terdiri dari nilai guna langsung Rp. 8.692.773.070,00 dan nilai guna tidak langsung sebesar Rp. 7.740.000,00.

8. Nilai guna langsung terdiri dari nilai ekonomi kayu Rp. 8.604.187.619,60, nilai ekonomi kayu bakar Rp. 27.867.900,00 nilai ekonomi produk Rp. 58.785.091,33 dan nilai ekonomi padi gogo Rp. 1.932.460,00 Sedangkan nilai ekonomi tidak langsung terdiri dari nilai air bersih untuk rumah tangga sebesar Rp. 7.740.000,00.

9. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari penelitian ini tidak secara langsung menjadi nominal yang ditetapkan sebagai nilai pembayaran jasa lingkungan. nilai ekonomi tersebut merupakan suatu informasi terhadap peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan dari yang telah disepakati saat ini agar hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat berkelanjutan.

7.2 Saran

1. Perluasan konservasi lahan kritis sangat penting untuk dilaksanakan, mengingat masih banyaknya lahan kritis di kawasan DAS Cidanau yang berpotensi menggangu keseimbangan lingkungan DAS Cidanau itu sendiri. Model hubungan hulu-hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan pada lahan-lahan kritis lainya dapat dilakukan sebagai solusi untuk menyelamatkan DAS Cidanau dengan segala fungsinya dari ancaman degradasi.

2. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan dengan strategi negoisiasi oleh FGD sudah cukup efektif, namun disarankian nilai alokasi biaya sebesar 15% per tahun untuk FGD dapat lebih ditekan (menjadi 10%) sehingga alokasikan pembayaran bagi penyedia jasa lingkungan dapat bertambah.

3. Pajak terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan sebesar 6% per tahun hendaknya diusahakan untuk dihilangkan, karena dapat menguragi nilai yang seharusny diterima penyedia jasa lingkungan. alasan lain karena pembayaran jasa lingkungan tidak diperuntukkan bagi kepentingan komersial

4. Pembayaran kompensasi jasa lingkungan bagi masyarakat hulu DAS Cidanau hendaknya tidak hanya dibebankan pada satu perusahaan saja, karena masih banyak pemanfaat jasa lingkungan lain yang juga mendapat manfaat dan memanfaatkan jasa lingkungan dari DAS Cidanau. Penentuan siapa yang harus membayar dapat dilaukan dengan cara mengidentifikasi pemanfaat jasa lingkungan lain dengan proporsi pemanfaatan jasa lingkungan yang paling besar.

5. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai insentif yang dibayarkan saat ini masih terlalu rendah, dengan demikian, hendaknya ada peningkatan nilai insentif dari yang telah disepakati saat ini. Informasi mengenai nilai ekonomi lahan model pembayaran jasa lingkungan diharapkan dapat menjadi referensi bagi terwujudnya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Dengan demikian, implementasi hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan dapat sustainable sehingga kelestarian DAS Cidanau dapat terwujud dan produk jasa lingkungan khususnya air baku dapat tetap terjaga.

Dokumen terkait