• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Negosiasi antara FKDC dengan Penyedia Jasa Lingkungan

6.2.3 Skema Mekanisme Pambayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Proses pembangunan dan pengembangan model hubungan hulu – hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau, dimulai sejak sosialisasi tentang Pembayaran Jasa Lingkungan (environment services payment)

oleh GTZ – smcp pada pertengahan tahun 2002. Sosialisasi implementasi konsep dalam model di DAS Cidanau juga dilakukan oleh lembaga – lembaga lain seperti; World Agroforesty Centre dengan program RUPES, BTL – BPPT dan terakhir LP3ES – IIED yang kemudian mendukung implementasi konsep tersebut di lokasi model pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau (FKDC, 2007). Dibutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk memulai implementasi pembayaran jasa lingkungan yang telah dirumuskan sejak tahun 2002. Implementasi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dimulai terhitung sejak tahun 2005.

Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa pembayaran insentif yang bertujuan untuk mengendalikan dampak negatif lingkungan melalui mekanisme pasar. Mekanisme pasar pasar tercermin pada proses transaksi (tukar menukar jasa) antara penyedia jasa dan pengguna jasa lingkungan dengan posisi

setara dan sukarela. Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di yang dikembangkan dan diimplementasikan di DAS Cidanau merupakan hasil kesepakatan antara FKDC dengan pihak penyedia maupun pemanfaat jasa lingkungan. Menurut N.P Rahadian yang merupakan Sekjen FKDC, FKDC menawarkan dua opsi tipologi mekanisme pembayaran jasa lingkungan kepada pihak penyedia maupun pemanfaat jasa lingkungan. Pertama, mekanisme pembayaran secara langsung (indirect payment) yaitu pembayaran dilakukan secara langsung oleh pemanfaat jasa lingkungan (buyer) kepada penyedia jasa lingkungan (seller), kedua, mekanisme pembayaran secara tidak langsung (indirect payment) yaitu transaksi pembayaran yang diserahkan dan dikelola oleh pihak perantara (Lembaga pemerintah, swasta atau masyarakat) yang telah disepakati oleh pihak pemanfaat (buyer) maupun penyedia jasa lingkungan (seller).

Kesepakatan mengenai skema mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau adalah mekanisme pembayaran jasa lingkungan secara tidak langsung (indirect payment) dengan FKDC sebagai pihak perantara (intermediary). Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 10. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Tidak Langsung di DAS Cidanau

Berdasarkan mekanisme pembayaran tidak langsung yang disepakati, skema transaksi pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau berawal dari transaksi pembelian berupa pembayaran sejumlah uang oleh PT KTI (buyer) sebesar Rp. 175.000.000,00 pada dua tahun pertama dan Rp. 200.000.000,00 pada tiga tahun berikutnya kepada pihak perantara yaitu FKDC. Pembayaran tersebut dikelola sepenuhnya oleh FKDC sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam Naskah Kesepahaman. Hasil pembayaran dari PT. KTI yang dikelola oleh FKDC selanjutnya dibayarkan kepada desa model pambayaran jasa lingkungan (seller), salah satunya adalah Kelompok Tani Karyamuda II di Desa Citaman.

6.2.3.1 Kelemahan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Hubungan hulu hilir dengan Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau yang telah berjalan sejak tahun 2005 sesungguhnya belum dapat dikatakan sempurna karena masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam

Jasa Lingkungan Transaksi Pembelian Transaksi Pembayaran Pemanfaat Jasa Lingkungan (buyer) PT. Krakatau Tirta Industri Penyedia Jasa Lingkungan (seller) Kelompok Tani Karyamuda II Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC)

mekanisme tersebut. Beberapa kelemahan yang terdapat dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan antara lain:

1. Penetapan nilai pembayaran jasa lingkungan meskipun ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama, tetapi belum didasarkan pada nilai ekonomi jasa lingkungan yang dihasilkan oleh lahan yang menjadi model pembayaran jasa lingkungan.

2. Nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima penyedia jasa lingkungan (desa model) masih terlalu rendah yaitu hanya Rp. 1.200.000,00/ha/tahun. Nilai tersebut masih lebih kecil dari nilai pembayaran yang seharusnya diterima penyedia jasa lingkungan dari yang dibayarkan oleh pemanfaat jasa lingkungan (PT. Krakatau Tirta Industri) yaitu Rp. 2.765.000,00 hingga Rp. 3.160.000,00/ha/tahun.

3. Ketidaksesuaian nilai pembayaran yang dibayarkan pemanfaat jasa lingkungan dengan yang diterima penyedia jasa lingkungan dapat menyebabkan ketidakpercayaan terhadap pihak lembaga pengelola (FKDC).

6.2.3.2 Kekuatan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau yang telah berlangsung sejak tahun 2005 hingga saat ini masih tetap berjalan. Keberlanjutan tersebut menunjukkan adanya suatu kekuatan atau kelebihan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Beberapa kekuatan atau kelebihan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan antara lain:

1. Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pambayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dikelola oleh suatu lembaga pengelola yang memiliki kapabilitas,

pengalaman yang cukup serta tim kerja yang bertanggung jawab dan perhatian yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan. Lembaga pengelola yang diwakili oleh Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) merupakan lembaga yang independen dan diwakili oleh berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolan dan pemanfaatan DAS Cidanau, baik dari pihak pemerintah, swasta maupun masyarakat.

2. Para pihak yang terlibat dalam implementasi pembayaran jasa lingkungan terdefinisi dengan jelas, yaitu sebagai pemanfaat jasa lingkungan diwakili oleh PT. Krakatau Tirta Industri, penyedia jasa lingkungan oleh desa model pembayaran jasa lingkungan, salah satunya Desa Citaman (Kelompok tani Kartamuda II), dan lembaga pengelola jasa lingkungan diwakili FKDC. Adanya pihak yang terdefinisi dengan jelas menyebabkan proses transaksi pembayaran jasa lingkungan dapat terlaksana dengan baik.

3. Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa pembayaran insentif (incentive payment). Pembeian insentif dalam bentuk pembayaran uang sangat mudah diterima oleh masyarakat karena dapat menjadi alternatif pandapatan. Instrumen ekonomi berupa pembayaran insentif bertujuan untuk mengendalikan dampak negatif lingkungan melalui mekanisme pasar.

6.2.3.3 Ancaman dalam Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau dapat terganggu bahkan terhenti keberlangsungan dan kebarlanjutannya apabila para pihak terkait tidak waspada terhadap ancaman- ancaman yang muncul dari berbagai pihak. Beberapa ancaman yang dapat

menggangu keberlanjutan dan keberlangsungan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau antara lain:

1. Adanya kecenderungan atau tren penjualan kayu yang berasal dari lahan masyarakat, Hal tersebut dipicu oleh tingginya permintaan terhadap kayu untuk bahan dasar berbagai kebutuhan industri, tingginya harga jual kayu, dan desakan kebutuhan ekonomi masyarakat.

2. Masih adanya ketidakpastian hubungan sebab-akibat yang signifikan antara penggunaan lahan terhadap jasa-jasa lingkungan yang dihasilkan sehingga pembayaran jasa lingkungan dari PT. Krakatau Tirta Industri sempat tertunda bahkan dapat berdampak pada terganggunya keberlangsungan dan keberlanjutan mekanisme pembayaran jasa lingkungan.

3. Munculnya persaingan antara masyarakat penerima dengan masyarakat bukan bukan penerima pambayaran jasa lingkungan dimana masyarakat yang tidak menerima pembayaran dapat menebang dan menjual kayunya sehingga dapat memperoleh penghasilan yang lebih besar dan pada saat yang dibutuhkan.

6.2.3.4 Peluang yang Muncul dari adanya Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

Konsep hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau merupakan suatu perspektif baru dalam sistem pengelolaan lingkungan yang lestari. Konsep tersebut diharapkan dapat memberikan peluang-peluang yang menguntungkan bagi para stakeholderdi DAS Cidanau baik secara ekonomi, sosial maupun ekologi pada masa yang akan datang. Peluang-peluang yang muncul dari adanya mekanisme pembayaran jasa lingkungan tersebut diharapkan dapat menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan implementasi pembayaran jasa lingkungan juga menjadi pelopor terbentuknya

konsep yang sama di wilayah lain. Beberapa peluang yang muncul dari adanya mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau antara lain:

1. Perubahan paradigma dalam upaya pemanfaatan dan pengelolan hutan secara lestari. Kelestarian hutan, khususnya di wilayah hulu DAS Cidanau akan sangat berpengaruh terhadap terjaminnya ketersediaan air di DAS Cidanau bagi pemenuhan kabuuhan akan air bagi masyarakat sekitarnya.

2. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan dengan pemberian insentif berupa uang dapat menjadi alternatif pendapatan bagi masyarakat dengan catatan nilai dalam transaksi pembayaran jasa lingkungan telah sesuai dengan yang seharisnya diterima.

3. Terbentuknya pasar jasa lingkungan yang semakin luas, baik dari pihak pemanfaat maupun penyeia jasa lingkungan. Hal tersebut dapat mendorong terbentuknya kesediaan membayar dari pemanfaat jasa lingkungan lain disamping PT. Krakatau tirta Industri yang hingga saat ini masih menjadi partisipan utama dalam implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau.

6.3 Analisis Nilai Ekonomi pada Lahan Model Pembayaran Jasa

Dokumen terkait