BAB II KAJIAN TEORITIS
C. Nilai-nilai Pendidikan Islam
1. Nilai-nilai Aqidah
Nilai aqidah merupakan landasan pokok bagi kehidupan manusia sesuai fitrahnya, karena manusia mempunyai sifat dan kecenderungan untuk mengalami dan mempercayai adanya Tuhan. Pendidikan Aqidah ini dimulai semenjak bayi dilahirkan dengan mengumandangkan adzan ke telinganya agar pertama kali yang didengar hanya kebesaran Asma Allah.
Secara etimologi, aqidah adalah bentuk masdar dari kata ‘aqoda-ya’qidu- ‘aqidatan yang berarti ikatan, simpulan, perjanjian, kokoh.45Setelah terbentuk menjadi kata aqidah berarti perjanjian yang teguh dan kuat, terpatri dan tertanam di dalam lubuk hati yang paling dalam.46
Sedangkan secara terminologi, aqidah berarti credo, creed, keyakinan hidup iman dalam arti khas, yakni pengikraran yang bertolak dari hati. Menurut Jamil Ahaliba dalam kitab Mu’jam al-Falsafi yang dikutip Muhammad Alim dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam, mengartikan aqidah adalah menghubungkan dua sudut sehingga bertemu dan bersambung secara kokoh.47
Aspek pengajaran Aqidah dalam dunia pendidikan Islam pada dasarnya merupakan proses pemenuhan fitrah bertauhid. Fitrah bertauhid merupakan unsur hakiki yang melekat pada diri manusia sejak penciptaannya. Ketika berada di alam arwah, manusia telah mengikrarkan ketauhidannyaitu, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 172:
øøŒÎ)uρ
x
‹s{r&
y
7•/u‘
.
⎯ÏΒ
û
©Í_t/
t
ΠyŠ#u™
⎯ÏΒ
ó
ΟÏδÍ‘θßγàß
ö
ΝåκtJ−ƒÍh‘èŒ
ö
Νèδy‰pκô−r&uρ
#
’n?tã
ö
ΝÍκŦàΡr&
àMó¡s9r&
ö
Νä3În/tÎ/
(
(
#θä9$s%
4
’n?t/
¡
!
$tΡô‰Îγx©
¡
χr&
(
#θä9θà)s?
t
Πöθtƒ
Ï
πyϑ≈uŠÉ)ø9$#
$¯ΡÎ)
$¨Ζà2
ô
⎯tã
#x‹≈yδ
t
⎦,Î#Ï≈xî
∩⊇∠⊄∪
45
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda karya, 1993), h. 242
46
Alim, op. cit., h. 124.
47
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak- anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".(QS. Al-A’raf: 172)48
Karakteristik aqidah Islam bersifat murni, baik dalam isi, maupun prosesnya, dimana hanyalah Allah yang wajib diyakini, diakui dan disembah.49 Keyakinan tersebut sedikit-pun tidak boleh dialihkan kepada yang lain, karena akan berakibat penyekutuan (musyrik) yang berdampak pada motivasi ibadah yang tidak sepenuhnya didasarkan atas panggilan Allah.
Aqidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah; ucapan dalam lisan dalam bentuk dua kalimah syahadat; dan perbuatan dengan amal saleh. Dengan demikian, aqidah Islam bukan hanya sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dasar dalam bertingkah laku dan berbuat yang pada akhirnya akan membuahkan amal saleh.
Lebih lanjut, Abu A’la al-Maududi yang dikutip oleh Muhammad Alim dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam, menyebutkan pengaruh aqidah sebagai berikut:
a. Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik b. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri c. Membentuk manusia menjadi jujur dan adil
d. Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi
e. Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan dan optimisme f. Menanamkan sifat kesatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi
resiko, bahkan tidak takut kepada mati. g. Menciptakan sikap hidup damai dan ridha
h. Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.50
48
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002), h. 174
49
Alim, op. cit., h. 125
50
Dari beberapa penjelasan tentang karakteristik aqidah Islam tersebut, maka dapat disimpulkan tentang prinsip nilai aqidah Islam adalah sebagai berikut:
a. Berserah diri kepada Allah dengan bertauhid
Maksudnya adalah beribadah murni hanya kepada Allah semata, tidak pada yang lain-Nya (tauhid), secara garis besar tauhid adalah meng-Esa- kan Allah dalam ibadah. Karena sejatinya sesembahan itu beraneka ragam menurut keyakinan dan kepercayaan masing-masing, akan tetapi orang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan dan tempat meminta.
b. Taat dan patuh kepada Allah
Dalam aqidah Islam tidak cukup hanya menjadi seorang yang bertauhid tanpa dibarengi dengan amal perbuatan yang mencerminkan ketauhidan tersebut. Karena orang yang bertauhid berarti berprinsip pula menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi semua yang dilarang oleh-Nya.
c. Menjauhkan diri dari perbuatan syirik
Setelah bertauhid serta taat dan patuh hanya kepada Allah secara tidak langsung seseorang telah menjauhkan dirinya dari perbuatan syirik, dan tidak hanya cukup disitu saja, akan tetapi harus senantiasa menjaga diri untuk selalu menjauhi perbuatan dan pelaku syirik. Allah telah berfirman.
¨
βÎ)
©
!$#
Ÿ
ω
ãÏøótƒ
βr&
x
8uô³ç„
⎯ÏμÎ/
ãÏøótƒuρ
$tΒ
t
βρߊ
y
7Ï9≡sŒ
⎯yϑÏ9
â
™!$t±o„
4
⎯tΒuρ
õ
8Îô³ç„
«
!$$Î/
ωs)sù
#
“utIøù$#
$¸ϑøOÎ)
$¸ϑŠÏàtã
∩⊆∇∪
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa’: 48)51
51
2. Nilai-nilai Ibadah
Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah SWT., karena didorong dan dibangkitkan oleh aqidah tauhid. Majelis Tarjih Muhammdiyah mendefinisikan ibadah sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya.52
M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul M. Quraish Shihab Menjawab, 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, menyimpulkan tentang tiga definisi ibadah yang dikemukakan oleh Syaikh Ja’far Subhani, yaitu “ibadah adalah ketundukan dan ketaatan yang berbentuk lisan dan praktik yang timbul sebagai dampak keyakinan tentang ketuhanan siapa yang kepadanya seorang tunduk.”53
Ketentuan ibadah termasuk salah satu bidang ajaran Islam dimana akal manusia tidak berhak ikut campur, melainkan hak dan otoritas milik Allah sepenuhnya. Kedudukan manusia dalam hal ini mematuhi, mentaati, melaksanakan dan menjalankannya dengan penuh ketundukan sebagai bukti pengabdian dan rasa terima kasih kepada-Nya.
Ibadah secara umum berarti mencakup seluruh aspek kehidupan sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Ibadah dalam pengertian inilah yang merupakan tugas hidup manusia. Dalam pengertian khusus ibadah adalah perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah, atau disebut ritual.54 Dengan ibadah manusia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, akan tetapi ibadah bukan hanya sekedar kewajiban melainkan kebutuhan bagi seorang hamba yang lemah yang tidak mempunyai kekuatan tanpa Allah yang Maha Kuat.
Adapun jenis-jenis ibadah dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu:
52
Alim, op. cit., h. 143-144
53
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an tentang Zikir & Do’a, (Ciputat: Lentera Hati, 2006), Cet. ke-2, h. 177
54
a. Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan antara hamba dengan sang pencipta secara langsung. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip, yaitu:
1) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah. 2) Tata caranya harus berpola kepada Rasulullah.
3) Bersifat supra rasional (diatas jangkauan akal). 4) Azaznya taat
b. Ibadah Ghairu Mahdhah, artinya ibadah yang disamping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini ada 4, yaitu
1) Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. 2) Tata pelaksanaannya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah. 3) Bersifat rasional.
4) Azaznya manfaat, selama itu bermanfaat maka selama itu boleh dilakukan.55
Di dalam Islam nilai ibadah tidak hanya sebatas ritual pada hari atau tempat- tempat tertentu saja, akan tetapi lebih luas lagi. Karena pemahaman nilai Ibadah dalam Islam adalah juga mencakup segala perkataan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari yang dikerjakan secara ikhlas semata hanya ingin mendapat ridha dari Allah SWT. Menuntut ilmu, mendidik & membesarkan anak, bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga, bahkan menyingkirkan duri dari jalanan- pun bisa mempunyai nilai ibadah jika perbuatan-perbuatan tersebut didasari keikhlasan hanya untuk mencari keridhaan Allah.
Ibnu Taimiyah dalam bukunya yang berjudul al-‘Ubudiyah, menjelaskan cakupan dan bentuk-bentuk ibadah, antara lain menulis; “Ibadah adalah sebutan yang mencakup segala sesuatu yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT. dalam bentuk ucapan dan perbuatan batin dan lahir, seperti shalat, puasa, haji, kebenaran dalam berucap, kebaktian kepada orang tua, silaturahim, dan lain-lain.”56
3. Nilai-nilai Akhlak
55
Umay M. Dja’far Shiddieq, Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah,
(http://umayonline.wordpress.com), diakses pada tanggal 12 juli 2014.
56
Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa arabyang berarti perangai, tabiat, adat (yang diambil dari kata dasar khuluqun) atau kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar khalqun).57 Adapun pengertian akhlak secara terminologi, para ulama telah banyak mendefinisikan, diantaranya Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.58
Sedangkan akhlak menurut konsep Ibnu Maskawaih dalam bukunya
Tahdzibul Akhlak adalah sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (lagi).59
Akhlak adalah merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Secara historis dan teologis akhlak tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup manusia agar selamat dunia dan akhirat.
Akhlak terbagi menjadi dua macam; yaitu akhlak mahmudah (akhlak terpuji) dan akhlak madzmumah (akhlak tercela).
a. Akhlak Mahmudah (terpuji)
Akhlak mahmudah (terpuji) amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang terpuji tersebut dapat dibagi kepada empat bagian.
1) Akhlak terhadap Allah
Titik tolak Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada tuhan melainkan Allah swt. Dia memiliki sifat-sifat terpuji yang manusia tidak mampu menjangkau hakikat-Nya.60
2) Akhlak terhadap orang tua
57
Moh. Ardani, Akhlak – Tasawuf “Nilai-nilai Akhlak atau Budi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf “, (Jakarta: CV Karya Mulia, 2005), h. 25
58
Alim, op. cit., h. 151
59
Ardani, op. cit., h. 27
60
M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizzan, 1996), cet. ke-1, h. 261
Sebagai anak diwajibkan untuk patuh dan menurut terhadap perintah orang tua dan tidak durhaka kepada mereka. Dalam hal ini terutama kepada ibu, karena jasa seorang ibu kepada anaknya tidak bisa dihitung dan tidak bisa ditimbang dengan ukuran. Sampai ada peribahasa kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang ingatan.61
3) Akhlak terhadap diri sendiri
Selaku individu, manusia di ciptakan oleh Allah swt. Dengan segala kelengkapan jasmaniah dan rohaniah, seperti akal pikiran, hati, nurani, perasaan dan kecakapan batin dan bakat. Berakhlak baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya.
4) Akhlak terhadap sesama
Manusia adalah makhluk sosial yang berkelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu, manusia perlu bekerja sama dan saling tolong menolong dengan orang lain, oleh karena itu ia perlu menciptakan suasana yang baik antar yang satu dengan yang lainnya dan berakhlak baik.62
b. Akhlak Madzmumah (tercela)
Yang dimaksud dengan akhlak madzmumah (tercela) adalah perbuatan buruk atau jelek terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk lainnya antara lain; musyrik, munafik, kikir, boros atau berfoyafoya dan masih banyak lagi.
D. Konsep Novel 1. Pengertian Novel
Karya sastra dapat digolongkan sebagai salah satu sarana pendidikan dalam arti luas. Pendidikan dalam arti ini tidak terbatas pada buku-buku teks (text book) pelajaran dan kurikulum yang diajarkan di sekolah, namun dapat berupa apa saja,
61
Ardani, op. cit., h. 80
62
termasuk karya sastra, baik yang berbentuk novel, cerpen, puisi, pantun, gurindam, dan bentuk karya sastra lainnya.
Dunia kesusastraan secara garis besar mengenal tiga jenis teks sastra, yaitu: a. Teks monolog (puisi), adalah Adalah tulisan atau salah satu hasil karya
sastra yang berisi pesan yang memiliki arti yang luas. Untuk mengetahui makna yang terkandung di dalam sebuah puisi, seseorang perlu mengartikan dan memahami betul secara detail maksud kata-kata yang ada dalam bait-bait puisi.
b. Teks dialog (drama), adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan
action di hadapan penonton (audience)
c. Teks naratif (prosa) adalah suatu jenis tulisan yang berbeda dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, sertabahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide.Salah satu dari ragam prosa adalah novel.63
Kata novel berasal dari bahasa latin, novus (baru). Sedangkan dalam bahasa italia novel disebut novella, kemudian masuk ke Indonesia menjadi novel, yaitu suatu proses naratif yang lebih panjang dari pada cerita pendek (cerpen), yang biasanya memamerkan tokoh-tokoh atau pristiwa imajiner. Novel merupakan karangan sastra prosa panjang dan mengundang rangkaiaan cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitar dengan cara menonjolkan sifat dan watak tokoh-tokoh itu.64
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel diartikan sebagai “karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.65
Novel menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan, diri sendiri, serta dengan Tuhan. Novel merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupannya. Walau berupa khayalan, tidak benar jika novel dianggap sebagai
63
Guru Basindomd, jenis-karya-sastra-indonesia, (http://basindomd.blogspot.com), diakses pada tanggal 28 Mei 2015.
64
Bitstream, Pengertian Novel, (http://repository.usu.ac.id), diakses pada tanggal 14 Juli 2014.
65
hasil kerja lamunan belaka, melainkan penuh penghayatan dan perenungan secara intens terhadap hakikat hidup dan kehidupan, serta dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.66
Bagi pembaca, kegiatan membaca karya fiksi seperti novel berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. “Melalui sarana cerita inilah pembaca secara tidak langsung dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang secara sengaja ditawarkan oleh pengarang”.67 Oleh karena itu, cerita, fiksi, atau karya sastra pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif, atau dapat dikatakan sebagai memanusiakan manusia.
2. Macam-Macam Novel
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetail.68Adapun menurut jenisnya, novel digolongkan kedalam beberapa jenis diantaranya sebagai berikut:
a. Novel Populer, merupakan jenis sastra populer yang menyuguhkan problematika kehidupan yang berkisar pada cinta, asmara yang bertujuan untuk menghibur.
b. Novel Literer, merupakan jenis sastra yang menyajikan persoalan- persoalan kehiduan manusia.
c. Novel Picisan, merupakan jenis karya sastra yang menyuguhkan cerita tentang percintaan yang terkadang tidak sedikit menjurus ke pornografi. Jenis karya sastra ini bernilai rendah, ceritanya cendrung cabul, alurnya datar.
66
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta Gadjah Mada University Press, 2010), Cet. VII,h. 3
67
Ibid., h. 4
68
Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, Terj. dari An Introduction to Fiction oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 90
d. Novel Absurd, merupakan jenis karya sastra yang ceritanya menyimang dari logika, irasional, realitas bercampur angan-angan atau mimpi. Tokoh- tokoh ceritanya “ anti tokoh “ seperti orang mati bisa hidup kembali, mayat bisa bicara, dsb. Secara nalar logika hal tersebut tidak akan terjadi. Inilah jenis novel yang dalam cerita pengarang membungkus dengan hal yang diluar nalar manusia.69
3. Unsur-unsur Novel
Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur- unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Adapun Unsur-unsur yang terkandung di dalam novel antara lain sebagai berikut:
a. Unsur Instrinsik
Unsur Instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan novel hadir sebagai karya sastra. Unsur instrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan unsur instrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pandang pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud adalah:tema, alur/plot, tokoh, latar/setting dan sudut pandang.70
1) Tema
Tema dipahami sebagai gagasan (ide) utama atau makna utama sebuah tulisan. Tema adalah sesuatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya71. Ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman
69
Anne Ahira, Berkenalan Dengan Jenis-Jenis Novel, (http://anneahira.com), diakses pada tanggal 14 Juli 2014.
70
Nurgiyantoro, op. cit., h. 23
71
Nini Ibrahim, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Depok: UHAMKA PRESS, 2009), cet.ke-2, h.136
kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, maut, relegius dan sebagainya.
2) Alur/Plot
Secara umum, alur/plot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah novel.72 Alur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu apabila pristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur yaitu terjadi kaitannya dengan pristiwa yang sedang berlangsung.
3) Tokoh
Tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca memiliki kualitas moral dan memiliki kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dari tindakan. Menurut Abrams yang dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya Teori Pengkajian Fiksi, Tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca memiliki kualitas moral dan memiliki kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dari tindakan.73 Secara lebih mudahnya, istilah tokoh menunjukkan pada orangya atau pelaku cerita.
4) Latar/Setting
Latar atau setting adalah penggambaran suatu tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa. Latar tidak hanya sebagai background saja, tetapi juga dimaksudkan mendukung unsur cerita lainya. Dalam bukunya Burhan Nurgiyantoro dijelaskan bahwa latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu
72
Stanton, op. cit., h. 26
73
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.74
Unsur latar dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur tersebut meskipun masing-masing maenawarkan permasalahan yang berbeda dan dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.75Penggambaran tempat, waktu, situasi, akan membuat cerita lebih hidup dan logis, juga untuk menciptakan suasana tertentu yang dapat menggerakkan perasaan dan emosi pembaca.
5) Sudut Pandang
Yang dimaksud dengan sudut pandang adalah dimana ‘pembaca’ memiliki posisi yang berbeda, memiliki hubungan yang berbeda dengan setiap peristiwa dalam tiap cerita. ‘Posisi’ ini, pusat kesadaran tempat pembaca dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita, dinamakan sudut pandang.76
Tempat dan sifat sudut pandang tidak muncul semerta-merta. Pengarang harus memilih sudut pandangnya dengan hati-hati agar cerita yang diutarakannya menimbulkan efek yang pas bagi pembaca.
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur Ekstrinsik adalah unsur-unsur di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Namun ia sendiri tidak ikut menjadi bagian didalamnnya. Walau demikian unsur ekstrinsik cukup berpengaruh (untuk dikatakan: cukup menentukan) terhadap totalitas terhadap bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai suatu yang penting. 74 Ibid.,h. 217 75 Ibid., h. 227 76
Unsur ini meliputi latar belakang penciptaan, sejarah, geografi pengarang, dan lain-lain di luar instrinsik. Unsur-unsur yang ada di luar tubuh karya sastra. Perhatian terhadap unsur-unsur ini akan membantu keakuratan dalam menafsirkan isi suatu karya sastra. 77
77
Novel Sekolah, Pengertian Novel, (http://fantastic007.file.wordpress.com), diakses pada tanggal 14 Juli 2014.