• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Dalam Novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Dalam Novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI

 ‐ 

NILAI

 

PENDIDIKAN

 

ISLAM

 

YANG

 

TERKANDUNG

 

DALAM

 

NOVEL

 

NEGERI

 

5

 

MENARA

 

KARYA

 

A.

 

FUADI

 

 

Skripsi 

Diajukan kepada Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)   

                 

 

Oleh   

ABDUL GHOFUR 

NIM: 108011000146 

 

 

JURUSAN

 

PENDIDIKAN

 

AGAMA

 

ISLAM

 

FAKULTAS

 

ILMU

 

TARBIYAH

 

DAN

 

KEGURUAN

 

▸ Baca selengkapnya: nilai moral yang terkandung dalam cerpen tanah air karya martin aleida

(2)
(3)
(4)

 

(5)
(6)

 

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan limpahan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi sebagai syarat untuk menempuh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I). Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Abdul Madjid Khon, MA selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Marhamah Saleh, Lc., MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Dr. Sururin, MA selaku dosen pembimbing skrispsi, yang telah banyak

membantu untuk meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran sampai selesainya

penulisan skripsi ini.

6. Bapak Tanenji, M.Ag., Selaku Dosen Pembimbing Akademik (PA), yang selalu

memberikan banyak kata-kata motivasi.

7. Bapak dan Ibu Dosen yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu namun tidak

sedikitpun mengurangi rasa hormat dan ta’zim penulis, yang telah membimbing

penulis selama kuliah di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

8. Kedua orang tuaku tercinta dan tersayang beserta keluarga besar, yang menjadi

sumber motivasi serta semangat didalam memahami kehidupan ini, yang telah

banyak berjasa dalam kehidupan penulis.

(8)

9. Sahabat-sahabat kelas “E” PAI angkatan 2008 dan juga teman-teman kostan,

khususnya Ruly, Awe’, Farhan, Fawzul, Asep, Subhan, Bang Zaed, Akew, Adhe

yang sudah memberikan banyak ceramah dan motivasi.

10. Special Thanks to Mei Cristin, Siti Aisah and Endah Susilawati yang telah banyak

meluangkan waktunya dan tak kenal lelah untuk selalu memberi motivasi kepada

penulis.

11. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2008 yang

telah memberikan dukungannya dalam melaksanakan skripsi ini.

12. Serta kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu, penulis

mengucapkan banyak terima kasih.

Penulis menyadari bahwasanya tiada yang sempurna didunia ini, termasuk skripsi yang penulis buat ini. Tuk itu penulis sangat berharap akan adanya kritikan dan saran dari setiap pembaca, untuk menutupi kekurangan skripsi ini.

Akhirnya, mudah-mudahan penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan seluruh lapisan masyarakat pada umumnya. Aamiin

Jakarta, 7 Juli 2015

Abdul Ghofur

(9)

DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK………. ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ……….. ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Masalah Penelitian ... 6

C.Metodologi Penelitian ... 7

D.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 9

BAB II KAJIAN TEORITIS A.Konsep Nilai ... 12

1. Pengertian Nilai ... 12

2. Macam-macam Nilai ... 13

B.Konsep Pendidikan Islam ... 14

1. Pengertian Pendidikan Islam ... 14

2. Landasan Pendidikan Islam ... 17

(10)

3. Tujuan Pendidikan Islam ... 21

C.Nilai-nilai Pendidikan Islam ... 23

1. Nilai-nilai Aqidah ... 24

2. Nilai-nilai Ibadah ... 27

3. Nilai-nilai Akhlak ... 29

D.Konsep Novel ... 30

1. Pengertian Novel ... 30

2. Macam-macam Novel ... 32

3. Unsur-unsur Novel ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 37

B. Sumber Data ... 38

C. Teknik Pengumpulan Data ... 39

D. Instrumen Penelitian ... 39

E. Teknik Nalisis Data ... 40

F. Teknik Pemeriksaan Pengabsahan Data ... 40

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.TinjauanNovel Negeri 5 Menara ... 42

1. Deskripsi Novel Novel Negeri 5 Menara ... 42

2. Sinopsis Novel Novel Negeri 5 Menara ... 43

3. Profil Pengarang Novel Novel Negeri 5 Menara ... 45

B.Temuan Penelitian dan Pembahasan ... 47

1. Nilai Aqidah ... 48

a. Berserah Diri Kepada Allah Dengan Bertauhid ... 48

(11)

1. Nilai Ibadah ... 54

a. Ibadah Mahdhah ... 55

b. Ibadah Ghairu Mahdhah ... 56

2. Nilai Akhlak ... 60

a. Akhlak Kepada Allah ... 60

b. Akhlak Kepada Orang Tua ... 64

c. Akhlak Kepada Diri Sendiri ... 66

d. Akhlak Kepada Sesama ... 70

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 77

B.Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA... ... 80

LAMPRAN-LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

[image:12.595.102.500.194.595.2]

Tabel 4.1 : Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel tentang Aqidah ... 53 Tabel 4.2 : Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel tentang Ibadah ... 59 Tabel 4.3 : Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel tentang Akhlak ... 74

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Bimbingan Skripsi Lampiran II : Daftar Uji Referensi Lampiran III : Identitas Buku

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dampak negatif dari era globalisasi saat ini adalah bergesernya norma dan nilai moral sehingga menjadi lebih lunak (bisa ditawar). Anak-anak dan remaja adalah generasi yang sangat potensial bagi perkembangan Islam. Akan tetapi kenyataan yang ada saat ini adalah bahwa pergaulan di lingkungan hidup sekitar kita lebih condong ke hal-hal yang bisa menjerumuskan kepada perbuatan-perbuatan yang tidak jelas dan cenderung negatif. Disinilah peran pendidikan terutama pendidikan Islam sangatlah penting, untuk mengarahkan para generasi penerus kepada hal-hal yang positif. Dan juga sebagai bekal bagi mereka untuk menghadapi arus globalisasi yang serba canggih saat ini.

Islam sendiri diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin.Salah satu di antara ajaran Islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut ajaran Islam, pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, dunia dan akhirat. Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dalam kehidupannya.Bahkan di dalam Al-Qur’an Allah berjanji akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Sebagaimana yang telah difirmankan-Nya:

(15)

.

..

Æ

 

Æì

s

ùö

t

ƒ

ª

!

$

#

t

⎦⎪

Ï

%

©

!

$

#

(

#

θ

ã

Ζ

t

Β

#

u

ö

Ν

ä

Ï

Β

t

⎦⎪

Ï

%

©

!

$

#

u

ρ

(

#

θ

è?

ρ

é&

z

Ο

ù

=

Ïèø

9

$

#

;M

y

_

u

y

Š

4

ª

!

$

#

u

ρ

$

y

ϑ

Î/

t

βθ

è

=

y

ϑ

֏

s

?

×

Î7

y

z

∩⊇⊇∪

Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11)1

Islam memandang bahwa pendidikan adalah hal yang sangat penting terutama dalam kaitannya untuk memahami, mengolah, memanfaatkan dan mensyukuri nikmat Allah SWT. Pendidikan dan ilmu pengetahuan merupakan cahaya bagi kehidupam manusia sehingga perilaku manusia dapat membedakan mana yang bathil dan mana yang tidak, mana yang haram dan mana yang halal. Sebab salah satu kondisi yang memungkinkan manusia menjadi takwa dan beriman adalah kemauan (manusia) berpikir yang bisa dicapai dan ditindak lanjuti dari pendidikan.

Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa, sehingga dapat dikatakan bahwa maju mundurnya suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan di negara tersebut. Karena bagaimanapun juga, pendidikan merupakan wahana untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Serta perlu diketahui bahwa pendidikan jauh lebih dahulu adanya dibandingkan dengan munculnya negara.2

Di era globalisasi saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin hari semakin berkembang, begitu pula dengan dunia sastra yang juga semakin berkembang. Sastra sebagai bagian dari karya seni sejauh ini hanya meningkatkan aspek hiburan yakni dengan menonjolkan aspek estetisnya. Tidak dapat dipungkiri, fungsi dari karya sastra adalah untuk menghibur, namun dibalik itu,       

1

Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002), h. 544

2

(16)

karya sastra yang baik itu adalah karya yang tidak hanya mementingkan nilai keindahan dan hiburan semata, namun karya seni sastra yang sarat dengan nilai-nilai, yakni isi dan pesan yang dapat diambil setelah karya sastra tersebut dinikmati.

Dengan semakin berkembangnya media maka menjadi salah satu tantangan bagi penyelenggara pendidikan. Disini akan sangat terlihat mana penyelenggara pendidikan yang mampu mengikuti perkembangan zaman dan mana yang tidak. Pamanfaatan media bagi dunia pendidikan sangatlah berdampak positif, asalkan dalam penggunaannya ada batasan-batasan dan aturan-aturan yang tidak melanggar nilai-nilai moral dan keagamaan.

Karya sastra dapat menjadi salah satu media yang multi fungsi. Dalam lingkup luas, karya seni sastra menjadi salah satu media hiburan yang dapat membangkitkan kepekaan emosi, yakni untuk melihat fenomena yang ada disekitar dengan menggunakan kacamata etika dan estetika. Dengan adanya unsur-unsur keindahan dalam sebuah karya seni sastra, fenomena-fenomena dapat lebih merasuk dalam hati dan fikiran dibanding hanya melihat dengan mata terbuka.

Kisah-kisah para nabi, wali, dan tokoh-tokoh agama yang dinarasikan menjadi sebuah sastra dapat dijadikan salah satu contoh sastra yang sarat dengan nilai-nilai moral dan penuh dengan pesan yang dapat diteladani. Namun seiring dengan perkembangan zaman terutama di era globalisasi saat ini, kisah-kisah tersebut tidak lagi dijadikan sebagai suatu hiburan yang mendidik. Kisah mereka hanya dijadikan referensi ilmu pengetahuan di tempat belajar, selebihnya tidak pernah dilirik. Hal tersebut sangatlah wajar, karena para pembaca terutama di kalangan remaja hidup di zaman sekarang bukan di masa lalu, tentu hal itu berdampak pada hiburan yang mereka butuhkan. Namun masalahnya saat ini, hiburan yang ada hanyalah sebatas hiburan, hanya sebagian kecil dari karya sastra yang mengandung nilai-nilai moral dan pendidikan, terutama novel.

(17)

dapat sangat berperan dalam kehidupan masyarakat, terlihat dari seorang penulis atau sastrawan dapat dikatakan sebagai pejuang moral karena mereka berupaya agar si pembaca dapat mengetahui dan memahami apa yang ada di dalam alur cerita novel tersebut sehingga dapat menggugah perasaan bagi si pembaca.

Novel dan cerita pendek (cerpen) merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Sebutan novel dalam bahasa Inggris dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Italia “novella”

(yang dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah, novella berarti “sebuah barang baru yang kecil”, dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”.3

Perkembangan novel di Indonesia cukup pesat, terbukti dengan banyaknya novel baru yang diterbitkan. Novel-novel tersebut memiliki bermacam-macam tema dan isi, antara lain tentang problem-problem sosial yang pada umumnya terjadi dalam masyarakat, novel percintaan, misteri dan tidak ketinggalan pula novel-novel yang bertema-kan tentang motivasi.

Novel sebagai salah satu bentuk karya seni sastra diharapkan mampu menciptakan hiburan dan pelajaran. Seperti halnya dalam novel Negeri 5 Menara

karya Ahmad Fuadi, di dalamnya berisi tentang liku-liku perjalanan yang dialami oleh seseorang dan beberapa orang dalam hidupnya yang disuguhkan dalam dialog-dialog yang menghibur dan mengandung banyak pelajaran.Ada istilah “bermain sambil belajar”, ini sangatlah tepat digunakan saat seseorang menikmati karya sastra untuk menghibur diri dan tentunya untuk menambah pengetahuan/pendidikan bagi dirinya sendiri. Karena pendidikan tidak hanya dapat diperoleh dari pendidikan formal (sekolah) atau lembaga pendidikan saja.

Karya-karya sastra yang seperti itu kini mulai banyak dijumpai, salah satunya adalah novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang mengisahkan sebelas anak Melayu Belitong yang disebut laskar pelangi ini tidak menyerah dalam menggapai cita-cita walau keadaan tidak bersimpati kepada mereka. Dan tentunya banyak novel-novel karya Andrea Hirata dan karya-karya penulis lain yang penuh dengan       

3

(18)

pesan serta tauladan bagi pembacanya. Salah satunya adalah novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.

Novel Negeri 5 Menara yang dikarang oleh Ahmad Fuadi adalah salah satu karya sastra yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan Islam, sehingga novel tersebut dijadikan sebagai objek penelitian dalam skripsi ini. Fakor lain yakni bahwa sastra dapat dijadikan media alternatif yang sangat baik dalam pembelajaran. Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan penanaman dari nilai-nilai moral dan pendidikan yang terkandung dalam sastra, penulis menguraikan teks-teks dari novel Negeri 5 Menara.

Novel Negeri 5 Menara termasuk salah satu novel yang cukup terkenal dikalangan masyarakat, bahkan sampai diangkat ke dalam film layar lebar dengan judul yang sama. Dalam novel tersebut penuh dengan nilai-nilai moral dan pendidikan yang dituangkan dalam kalimat-kalimat yang menarik, lucu, ceria, mengharukan dan penuh teladan. Sebagai salah satu contoh yakni pada bagian cerita “Rapat Tikus-3” menceritakan kisah yang mengandung nilai akhlak, yakni berbakti dan menghormati orang tua. Nilai tersebut terkandung dalam penggalan kalimat yang tertuang dalam novel sebagai berikut:

“Sebelum meninggalkan rumah, aku cium tangan Amak sambil minta do’a

dan minta ampun atas kesalahanku. Tangan kurus Amak mengusap kepalaku.

Dari balik kacamatanya aku lihat cairan bening menggelayut di ujung

matanya”.4

Pembahasan mengenai nilai-nilai pendidikan Islam merupakan hal yang sangat penting untuk dibicarakan, karena merupakan komponen inti dalam dunia pendidikan.

Dengan melihat isi novel Negeri 5 Menara yang penuh dengan pelajaran dibalik kelebihandan kekurangan novel tersebut, maka penulis merasa sangatlah tepat menjadikan novel ini sebagai sumber penelitian. Penelitian ini akan mencoba mengkaji novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi sebagai sebuah karya       

4

(19)

sastra yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan, terutama nilai-nilai pendidikan Islam.

B. Masalah Penelitian 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu:

a. Bergesernya norma dan nilai moral pada generasi penerus bangsa di era globalisasi saat ini.

b. Pentingnya pendidikan terutama pendidikan Islam dalam menyiapkan generasi penerus bangsa dalam menghadapi era globalisasi.

c. Nilai-nilai pendidikan Islam belum bisa dijadikan sebagai pedoman maupun inspirasi dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Islam.

d. Karya sastra (novel) tidak hanya sebatas sebagai media hiburan semata, akan tetapi banyak pelajaran yang terkandung di dalamnya.

e. Karya sastra (novel) dapat dijadikan media alternatif yang sangat baik dalam pembelajaran.

2. Pembatasan masalah

Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman dalam permasalahan penelitian ini, maka penelitian ini dibatasi pada:

a. Nilai-nilai pendidikan Islam yang dimaksud adalah nilai aqidah, nilai ibadah dan nilai akhlak.

b. Karya sastra yang dimaksud adalah novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.

3. Perumusan Masalah

(20)

masalah yaitu “Nilai-nilai pendidikan Islamapa saja yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi?”

C. Metodologi Penelitian 1. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian. Penelitian kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.5

Peneliti yang menggunakan pendekatan ini harus mampu menginpretasikan segala fenomena dan tujuan melalui sebuah penjelasan. Pendekatan Kualitatif adalah pendekatan yang penting untuk memahami suatu fenomena sosial dan persepektif individu yang diteliti. Tujuan pokoknya adalah menggambarkan, mempelajari dan menjelaskan fenomena itu. Pemahaman ini dapat diproleh dengan cara mendeskripsikan dan mengeksplorasikannya dalam sebuah narasi. 2. Objek Penelitian

Objek dari Penelitian dalam skripsi ini adalah Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data melalui pengumpulan dokumen-dokumen untuk memperkuat informasi. Teknik dokumentasi bisa disebut sebagai strategi yang digunakan dengan mengumpulkan data-data dari buku, majalah, dan dokumen yang relevan berkaitan dengan objek penelitian.

      

5

(21)

Penulis dalam penelitian ini, meneliti buku-buku dan sumber lainya (seperti dari Internet, artikel dan sebagainya) yang berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan Islam dan novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.

4. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer

Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.6 Data primer merupakan literatur yang membahas secara langsung objek permasalahan pada penelitian ini yaitu novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.7 Data sekunder merupakan sumber penunjang yang dijadikan alat untuk membantu penelitian, yaitu berupa buku-buku atau sumber-sumber dari penulis lain yang berbicara tentang pendidikan islam dan teori fiksi.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan berhasil dengan baik dan mampu menghasilkan laporan yang sistematis dan bermanfaat secara umum. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

       6

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 308

7

(22)

a. Manfaat Teoritis

1) Diharapkan dapat memberi kontribusi yang positif dan kontruktif bagi dunia pendidikan, khususnya bagi pengembangan nilai-nilai pendidikan Islam melalui pemanfaatan kaya seni sastra (novel). Serta menambah wawasan tentang keberadaan karya seni sastra (novel) yang memuat tentang pendidikan Islam.

2) Diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.

3) Diharapkan dapat dijadikan masukan bagi peneliti mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya A, Fuadi.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi dunia sastra, diharapkan penelitian ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam membuat karya seni sastra, yakni tidak hanya memprioritaskan nilai jual dari sisi keindahannya namun juga hendaknya lebih memperhatikan isi dan pesan yang dapat diambil dari karya seni tersebut.

2) Bagi civitas akademica, penelitian ini diharapkan agar dapat digunakan sebagai salah satu acuan bagi pelaksanaan penelitian-penelitian yang relevan dimasa yang akan datang.

3) Bagi masyarakat luas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembaca dalam mengaplikasikan nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dalam kehidupan sehari-hari.

E. Hasil Penelitian yang Relevan

(23)

Setelah penulis melakukan tinjauan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis tidak menemukan judul skripsi yang sama dengan yang penulis kaji. Adapun yang penulis temukan hanya beberapa judul yang hampir sama. Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti mencontek hasil karya orang lain, penulis perlu mempertegas perbedaan diantara masing-masing judul dan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:

1. “Nilai Moral dalam Novel Ketika Cinta BertasbihKarya Habiburrahman El Shirazy”. Skripsi ini disusun oleh Hena Khaerunnisa (106013000298), mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2011. Penelitiannya dibatasi pada kajian nilai moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Hena mengungkapkan delapan nilai moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih yang meliputi optimis, toleransi, santun, memelihara lisan, sabar, tanggung jawab, kuasai emosi dan tolong menolong.

Dalam penelitian tersebut terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti kaji. Persamaan penelitian Hena Khaerunnisa dengan penelitian ini terletak pada objek kajiannya, yaitu sama-sama mengkaji novel akan tetapi dengan judul yang berbeda. Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajiannya. Penelitian Hena Khaerunnisa mengkaji aspek moral yang menggunakan tolak ukur norma Pancasila, sedangkan penelitian ini penulis mengkaji aspek nilai-nilai pendidikan Islam yang menggunakan tolak ukur ajaran Islam, meliputi Al-Qur’an dan Hadits.

(24)

Persamaan penelituian Ali Rif’an dengan penelitian ini terletak pada objek kajiannya yaitu sama-sama mengkaji sebuah karya sastra (novel) tetapi dengan judul dan pengarang yang berbeda. Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajiannya. Penelitian Ali Rif’an mengkaji akhlak terpuji dan tercela sedangkan dalam penelitian ini penulis tidak hanya mengkaji aspek nilai Akhlaknya saja, akan tetapi penulis mengkaji aspek nilai-nilai pendidikan Islam yang didalamnya mencakup aspek nilai akhlak juga.

3. “Nilai-nilai Akhlak dalam Novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi”. Skripsi ini disusun oleh Rihlaturrizqa Attamimi, mahasisiwi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Seperti halnya skripsi yang disusun oleh Ali Rif’an, dalam skripsi yang disusun oleh Rihlaturrizqa Attamimi ini penelitiannya juga dibatasi pada kajiian akhlak (terpuji dan tercela) dalam novel Negri 5 Menara karya A. Fuadi.

Adapun persamaan penelitian Rihlaturrizqa Attamimi dengan penelitian ini terletak pada objek kajiannya yaitu sama-sama mengkaji sebuah karya sastra (novel) dengan judul dan pengarang yang sama, yaitu novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajiannya. Penelitian Rihlaturrizqa Attamimi mengkaji akhlak terpuji dan tercela sedangkan dalam penelitian ini penulis tidak hanya mengkaji aspek nilai Akhlaknya saja, akan tetapi penulis mengkaji lebih luas lagi, yaitu aspek nilai-nilai pendidikan Islam yang didalamnya mencakup aspek nilai akhlak juga.

(25)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Konsep Nilai 1. Pengertian Nilai

Dalam membahas nilai-nilai pendidikan Islam terlebih dahulu perlu diketahui pengertian dari nilai itu sendiri. Kata nilai telah di artikan oleh para ahli dengan bermacam-macam pengertian, dimana pengertian satu berbeda dengan pengertian yang lain, hal tersebut disebabkan nilai sangat erat kaitannya dengan pengertian-pengertian dan aktifitas manusia yang komplek dan sulit ditentukan batasannya.8

Nilai berasal dari bahasa Inggris “value“ termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai ( Axiology Theory of Value).9Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, nilai memiliki arti sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.10 Untuk menjawab apakah nilai itu,Encyclopedia Britanica yang dikutip oleh Mohammad Noor Syam dalam bukunya Filsafat Pendidikan dan

      

8

Ahmad Zakaria, Pendidikan Nilai dan Internalisasi Nilai-nilai Spiritual,

(http:bdkbanjarmasin.kemenag.go.id), diakses pada tanggal 12 Juni 2015

9

Jalaluudin & Abdullah, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, 2002), cet. ke-2, h. 106

10

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, Edisi IV, 2008), h. 783

(26)

Dasar Pendidikan Pancasila, menyebutkan; nilai itu adalah suatu penetapan atau suatu kualitas sesuatu obyek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat.11

Menurut Sidi Gazalba sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha dalam Kapita Selekta Pendidikan mengungkapkan bahwa, nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.12

Dari beberapa pengertian tentang nilai yang telah disebutkan tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai adalah sesuatu yang bersifat objektif dan tetap, sesuatu yang menerangkan tentang baik, buruk, indah atau tidak indahnya sesuatu yang terlebih dahulu telah diketahui. Jadi nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak.

2. Macam-macam Nilai

Nilai dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga, memiliki kualitas, baik itu kualitas tinggi atau kualitas rendah. Dari uraian pengertian nilai di atas, maka Notonegoro dalam buku Pendidikan Pancasila karangan Prof. Dr. Kaelan, menyebutkan adanya 3 macam nilai. Dari ketiga jenis nilai tersebut adalah sebagai berikut:

a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawai manusia.

b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

c. Nilai kerohaniaan, yaitu segala sesuatu yang berguna rohani manusia. Nilai, kerohaniaan meliputi sebagai berikut :

1) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal ( rasio, budi, cipta) manusia. 2) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan

(emotion) manusia.

3) Nilai kebaikan atau nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia       

11

Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1998), h. 133

12

(27)

4) Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.13

Dilihat dari penjabaran 3 macam jenis nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa konsep nilai-nilai pendidikan Islam (akidah, ibadah dan akhlak) yang dietliti dalam skripsi ini termasuk kedalam jenis nilai kerohaniaan, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai-nilai material dan nilai-nilai vital.

B. Konsep Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan-pun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap.14

Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Pedagogie”, yang berarti bimbingan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “Education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “Tarbiyah” yang berarti pendidikan. Ataupun disebut juga dengan “At-ta’lim” yang berarti pengajaran, atau juga disebut “At-Ta’dib” yang berarti pendidikan sopan santun.15 Dalam perkembangan selanjutnya pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang yang menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.16

Diskursus pengertian pendidikan Islam (Tarbiyah al-Islamiyah) oleh para ahli sangat bervariasi, tetapi semuanya mempunyai korelasi yang sama, yakni

       13

Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2008), h. 89

14

Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), Cet. ke-2, h. 33

15

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), Cet ke-4, h. 1

16

(28)

pendidikan adalah proses mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai tujuan hidup secara efektif dan efisien.17

Istilah pendidikan dalam kontek Islam pada umumnya mengacu kepada term

al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan.18

Pengunaan istilah al-Tarbiyah berasal dari kata Rabb. Walaupun kata ini memiliki banyak arti, akan tetapi pengertian dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.19

Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal di banding dengan al-Tarbiyah maupun al-Ta’dib. Rasyid Ridha, misalnya mengartikan al-Ta’lim

sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.20

Istilah al-Ta’dib menurut al-Attas adalah istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam, yang berati pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan.21

Terlepas dari perdebatan makna dari ketiga term di atas, secara terminologi, para ahli pendidikan Islam telah mencoba memformulasi pengertian pendidikan Islam, Di antara batasan yang variatif tersebut adalah:

Menurut Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-Attas yang dikutip oleh Armai Arief dalam bukunya yang berjudul Pembaharuan Pendidikan Islam di

Minangkabau, mendefinisikan pendidikan Islam sebagai pengenalan dan       

17

Soleha dan Rada, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 15

18

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), Cet. ke-1, h. 25

19

Ibid., h. 25-26

20

Ibid., h. 27

21

(29)

pengakuan, yang berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan sedemikian rupa sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan terhadap Tuhan yang tepat.22

Ahmad Tafsir dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.23

Sedangkan menurut Muhammad Fadil Al-Djamali, Pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar)24

Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari sekian banyak pengertian pendidikan Islam yang dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil)yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jadi nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya.

      

22

Armai Arief, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Ciputat: Suara ADI & UMJ Press, 2009), Cet. ke-1, h. 34-35

23

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. ke-7, h.27 

24

(30)

2. Landasan Pendidikan Islam

Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Karena pendidikan merupakan bagian yang terpenting dari kehidupan manusia, yang secara kodrati adalah insan pedagogik, maka acuan yang menjadi landasan bagi pendidikan adalah nilai yang tertinggi dari pandangan hidup masyarakat di mana pendidikan itu dilaksanakan.25

Untuk itu, dikarenakan yang dibahas dalam penelitian ini adalah Pendidikan Islam, maka yang menjadi pandangan hidup yang melandasinya adalah pandangan yang Islami. Landasan iti terdiri dari Al-Qur’an dan Hadits (Sunnah Nabi Muhammad SAW) yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, maslahah al-mursalah, istihsan, qiyas dan sebagainya.26

a. Al-Qur’an

Secara etimologi Al-Qur’an artinya bacaan. Kata dasarnya qara’a, yang artinya membaca. Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, akan tetapi isinya harus diamalkan. Oleh karena itu Al-Qur’an dinamakan kitab; yang ditetapkan atau diwajibkan untuk dilaksanakan.27 Adapun dari segi istilah, Al-Qur’an merupakan firman Allah yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Tujuannya, untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak. Al-Qur’an tersebut terbagi ke dalam 30 juz, 114 surah, lebih dari 6000 ayat, dan 325.345 suku kata.28

Al-Qur’an adalah firman Allah yang di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung di dalamnya terdiri dari dua prinsip       

25

Soleha dan Rada, op. cit., h. 24

26

Zakiyah Daradjat,et. al.,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Cet. ke-10, h. 19

27

Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 171

28

(31)

besar yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut dengan aqidah dan yang berhubungan dengan aktivitas manusia yang disebut dengan syari’ah.29

Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Sebagai contoh dapat dibaca kisah Lukman mendidik anaknya dalam surat Lukman ayat 12-19. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak, ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai sesuatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut.30

Oleh karena itu maka Pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang Pendidikan Islam. Dengan kata lain, Al-Qur’an sebagai kitab suci agama Islam harus dijadikan landasan dan sumber utama Pendidikan Islam.

b. Hadits (Sunnah)

Hadits (Sunnah) adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam setelah Al-Qur’an. Apa yang disebut dalam Al-Qur’an dijelaskan atau dirinci lebih lanjut oleh Rasulullah dengan sunnah beliau. Secara sederhana, Hadits (Sunnah) merupakan jalan atau cara yang pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan kehidupannya menjalankan dakwah Islam.

Contoh yang diberikan beliau dapat dibagi kepada tiga bagian; Pertama, hadits qauliyat, yaitu yang berisikan pernyataan dan persetujuan Nabi Muhammad SAW. Kedua, hadits fi’liyyat, yaitu yang berisi tindakan dan perbuatan yang pernah dilakukan Rasulullah. Ketiga, hadits taqririat, yaitu yang merupakan persetujuan Rasulullah atas tindakan dan peristiwa yang terjadi.31 Secara singkat para ahli Hadits mengidentifikasikan Hadits

       29

Soleha dan Rada, op. cit., h. 27

30

Daradjat, op. cit., h. 19

31

(32)

(Sunnah) yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.32

Seperti Al-Qur’an, Hadits (Sunnah) juga berisi aqidah dan syari’ah. Ada tiga peranan Hadits (Sunnah) disamping Al-Qur’an sebagai sumber agama dan ajaran Islam. Pertama, menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Misalnya, mengenai shalat. Di dalam Al-Qur’an ada ketentuan mengenai shalat, ketentuan itu ditegaskan lagi pelaksanaannya dalam sunnah Rasulullah.33

Kedua, sebagai penjelasan isi Al-Qur’an. Misalnya, di dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan banyaknya rakaat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat. Rasulullah-lah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat.34

Ketiga, menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam Al-Qur’an. Contohnya adalah larangan Rasulullah mempermadu (menikahi sekaligus atau menikahi secara bersamaan) seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa’.35

Hadits (Sunnah) berisi petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasulullah menjdi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik, pertama mnenggunakan rumah Al-Arqam bin Abi Al-Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang baru masuk Islam.36 Semua itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam. Oleh karena itu, Hadits       

32

Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), h. 60

33

Daud Ali, op. cit., h. 112

34

Ibid., h.. 113

35

Ibid., h. 113

36

(33)

(Sunnah) merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim.

c. Ijtihad

Sebagaimana diketahui bahwa sumber nilai dan ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits (sunnah). Namun demikian untuk menetapkan hukum atau tuntutan suatu perkara adakalanya di dalam Al-Qur’an dan Hadits tidak terdapat keterangan yang nyata-nyata menjelaskan suatu perkara yang akan ditetapkan hukumnya. Melihat fenomena demikian, ajaran Islam membenarkan suatu langkah untuk menetapkan hukum perkara dengan jalan ijtihad, sebagai sarana ilmiah untuk menetapkan sebuah hukum.

Secara etimologi, ijtihad diambil dari kata al-jahd atau al-juhd, yang berarti al-musyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan ath-thaqat (kesanggupan dan kemampuan).37 Adapun definisi ijtihad secara terminologi cukup beragam dikemukakan oleh para ahli. Namun secara umum adalah berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Hadits (Sunnah).38

Eksistensi ijtihad sebagai salah satu sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits, merupakan dasar hukum yang sangat dibutuhkan setiap waktu guna mengantarkan manusia dalam menjawab berbagai tantangan zaman yang semakin mengglobal dan mendunia.

Di dunia pendidikan, ijtihad dibutuhkan secara aktif untuk menata sistem pendidikan yang dialogis, peranan dan pengaruhnya sangat besar, umpamanya dalam menetapkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai meskipun secara umum rumusan tersebut telah disebutkan dalam Al-Qur’an.39 Akan tetapi secara khusus, tujuan-tujuan tersebut memiliki dimensi       

37

Syafe’i, op. cit., h. 97

38

Daradjat, op. cit., h. 21

39

(34)

yang harus dikembangkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan manusia pada suatu periodisasi tertentu, yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya. 3. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan maka tujuan pendidikan bertahap dan bertingkat.

Abu Ahmadi mengatakan bahwa tahap-tahap tujuan pendidikan agama Islam meliputi:

a. Tujuan Tertinggi/Terakhir

Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Dalam tujuan pendidikan agama Islam, tujuan tertinggi/terakhir ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan hidup manusia, dan peranannya sebagai makhluk ciptaan Allah Swt. Yaitu:

1) Menjadi hamba Allah Swt

Tujuan ini sejalan dengan tujuan hidup dan penciptaan manusia, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada Allah Swt. Dalam hal ini pendidikan harus memungkinkan manusia memahami dan menghayati tentang Tuhannya sedemikian rupa, sehingga semua peribadahannya dilakukan dengan penuh penghayatan dan kekhusu’an terhadap-Nya, melakukan seremoni ibadah dan tunduk senantiasa pada syari’ah dan petunjuk Allah Swt.40

2) Mengantarkan peserta didik menjadi khalifah fil Ardh, yang mampu memakmurkan bumi dan melestarikannya dan lebih jauh lagi, mewujudkan rahmat bagi alam sekitarnya sesuai dengan tujuan       

40

(35)

penciptaannya dan sebagai konsekuensi setelah menerima Islam sebagai pedoman hidup.41

3) Untuk memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat, baik individu maupun masyarakat.

b. Tujuan umum

Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan.42Tujuan umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik.

Salah satu formulasi dan realisasi diri sebagai tujuan pendidikan yang bersifat umum ialah rumusan yang disarankan oleh Konferensi Internasional Pertama tentang pendidikan Islam di Mekkah 8 April 1977 sebagi berikut:

Tujuan umum pendidikan Islam diarahkan untuk mencapai pertumbuhan keseimbangan kepribadian manusia menyeluruh, melalui latihan jiwa, intelek, jiwa rasional, perasaan dan penghayatan lahir. Karena itu pendidikan harus menyiapkan pertumbuhan manusia dalam segi: spiritual, intelektual, imajinatif, jasmani, ilmiah, linguistik, baik individu maupun kolektif yang semua itu didasari oleh motivasi mencapai kebaikan dan perfeksi (kesempurnaan).43

c. Tujuan khusus

Tujuan khusus ialah pengkhususan atau oprasionalisasi tujuan tertinggi/terakhir dan tujuan umum (pendidikan Islam). Tujuan khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan dimana perlu sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan, selama masih berpijak pada

       41

Ibid.

42

Daradjat, op. cit., h. 21

43

(36)

kerangka tujuan tertinggi/terakhir dan umum itu. Pengkhususan tujuan tersebut dapat didasarkan pada:44

1) Kultur dan cita-cita suatu bangsa

Setiap bangsa pada umumnya memiliki tradisi dan budaya sendiri-sendiri. Perbedaan antar berbagai bangsa inilah yang memungkinkan sekali adanya perbedaan cita-citanya, sehingga terjadi pula perbedaan dalam merumuskan tujuan yang dikehendakinya di bidang pendidikan.

2) Minat, bakat dan kesanggupan subyek didik

Islam sangat mengakui adanya perbedaan individu dalam hal minat, bakat dan kemampuan.

3) Tuntutan situasi dan kondisi pada kurun waktu tertentu

Apabila tujuan khusus pendidikan tidak mempertibangkan faktor situasi dan kondisi pada kurun waktu tertentu, maka pendidikan akan kurang memiliki daya guna sebagaimana minat dan perhatian subyek didik. Dasar pertimbangan ini sangat penting terutama bagi perencanaan pendidikan yang berorientasi pada masa depan.

C. Nilai-nilai Pendidikan Islam

Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatu rangkaiaan atau sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi pengembangan jiwa anak sehingga dapat memberikan out put bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat luas. Dengan banyaknya nilai-nilai pendidikan peneliti mencoba membatasi pembahasan dari penulisan skripsi ini dan membatasi nilai-nilai pendidikan Islam dengan nilai Aqidah, nilai Ibadah dan nilai akhlaq.

       44

(37)

1. Nilai-nilai Aqidah

Nilai aqidah merupakan landasan pokok bagi kehidupan manusia sesuai fitrahnya, karena manusia mempunyai sifat dan kecenderungan untuk mengalami dan mempercayai adanya Tuhan. Pendidikan Aqidah ini dimulai semenjak bayi dilahirkan dengan mengumandangkan adzan ke telinganya agar pertama kali yang didengar hanya kebesaran Asma Allah.

Secara etimologi, aqidah adalah bentuk masdar dari kata ‘aqoda-ya’qidu-‘aqidatan yang berarti ikatan, simpulan, perjanjian, kokoh.45Setelah terbentuk menjadi kata aqidah berarti perjanjian yang teguh dan kuat, terpatri dan tertanam di dalam lubuk hati yang paling dalam.46

Sedangkan secara terminologi, aqidah berarti credo, creed, keyakinan hidup iman dalam arti khas, yakni pengikraran yang bertolak dari hati. Menurut Jamil Ahaliba dalam kitab Mu’jam al-Falsafi yang dikutip Muhammad Alim dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam, mengartikan aqidah adalah menghubungkan dua sudut sehingga bertemu dan bersambung secara kokoh.47

Aspek pengajaran Aqidah dalam dunia pendidikan Islam pada dasarnya merupakan proses pemenuhan fitrah bertauhid. Fitrah bertauhid merupakan unsur hakiki yang melekat pada diri manusia sejak penciptaannya. Ketika berada di alam arwah, manusia telah mengikrarkan ketauhidannyaitu, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 172:

øøŒÎ)

u

ρ

x

s

{

r

&

y

7

•/

u

.

Ï

Β

û

©

Í

_

t

/

t

Π

y

Š#

u

Ï

Β

ó

Ο

Ï

δ

Í‘

θ

ß

γ

àß

ö

Ν

å

κ

t

J−

ƒ

Íh‘èŒ

ö

Ν

è

δ

y

p

κ

ô−

r

&

u

ρ

#

n

?

t

ã

ö

Ν

Í

κ

Ŧà

Ρ

r

&

àMó¡

s

9

r

&

ö

Ν

ä

3

În/

t

Î/

(

(

#

θ

ä

9

$

s

%

4

n

?

t

/

¡

!

$

t

Ρ

ô‰Î

γ

x

©

¡

χ

r

&

(

#

θ

ä

à

)

s

?

t

Π

ö

θ

t

ƒ

Ï

π

y

ϑ≈

u

Š

É

)

ø

9

$

#

Ρ

Î)

Ζ

à

2

ô

t

ã

#

x

y

δ

t

⎦,

Î

#

Ï

x

î

∩⊇∠⊄∪

      

45

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda karya, 1993), h. 242 

46

Alim, op. cit., h. 124. 

47

(38)

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".(QS. Al-A’raf: 172)48

Karakteristik aqidah Islam bersifat murni, baik dalam isi, maupun prosesnya, dimana hanyalah Allah yang wajib diyakini, diakui dan disembah.49 Keyakinan tersebut sedikit-pun tidak boleh dialihkan kepada yang lain, karena akan berakibat penyekutuan (musyrik) yang berdampak pada motivasi ibadah yang tidak sepenuhnya didasarkan atas panggilan Allah.

Aqidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah; ucapan dalam lisan dalam bentuk dua kalimah syahadat; dan perbuatan dengan amal saleh. Dengan demikian, aqidah Islam bukan hanya sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dasar dalam bertingkah laku dan berbuat yang pada akhirnya akan membuahkan amal saleh.

Lebih lanjut, Abu A’la al-Maududi yang dikutip oleh Muhammad Alim dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam, menyebutkan pengaruh aqidah sebagai berikut:

a. Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik b. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri c. Membentuk manusia menjadi jujur dan adil

d. Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi

e. Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan dan optimisme f. Menanamkan sifat kesatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi

resiko, bahkan tidak takut kepada mati. g. Menciptakan sikap hidup damai dan ridha

h. Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.50

       48

Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002), h. 174

49

Alim, op. cit., h. 125 

50

(39)

Dari beberapa penjelasan tentang karakteristik aqidah Islam tersebut, maka dapat disimpulkan tentang prinsip nilai aqidah Islam adalah sebagai berikut:

a. Berserah diri kepada Allah dengan bertauhid

Maksudnya adalah beribadah murni hanya kepada Allah semata, tidak pada yang lain-Nya (tauhid), secara garis besar tauhid adalah meng-Esa-kan Allah dalam ibadah. Karena sejatinya sesembahan itu beraneka ragam menurut keyakinan dan kepercayaan masing-masing, akan tetapi orang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan dan tempat meminta.

b. Taat dan patuh kepada Allah

Dalam aqidah Islam tidak cukup hanya menjadi seorang yang bertauhid tanpa dibarengi dengan amal perbuatan yang mencerminkan ketauhidan tersebut. Karena orang yang bertauhid berarti berprinsip pula menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi semua yang dilarang oleh-Nya.

c. Menjauhkan diri dari perbuatan syirik

Setelah bertauhid serta taat dan patuh hanya kepada Allah secara tidak langsung seseorang telah menjauhkan dirinya dari perbuatan syirik, dan tidak hanya cukup disitu saja, akan tetapi harus senantiasa menjaga diri untuk selalu menjauhi perbuatan dan pelaku syirik. Allah telah berfirman.

¨

β

Î)

©

!

$

#

Ÿ

ω

ãÏøó

t

ƒ

β

r

&

x

8

u

ô³ç

Ï

μ

Î/

ãÏøó

t

ƒ

u

ρ

$

t

Β

t

βρ

ߊ

y

7

Ï

9≡

s

Œ

y

ϑ

Ï

9

â

!

$

t

±

o

4

t

Β

u

ρ

õ

8

Îô³ç

«

!

$

$Î/

ω

s

)

s

ù

#

u

t

Iøù

$

#

ϑ

øOÎ)

ϑŠ

Ïà

t

ã

∩⊆∇∪

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa

yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka

sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa’: 48)51

      

51

(40)

2. Nilai-nilai Ibadah

Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah SWT., karena didorong dan dibangkitkan oleh aqidah tauhid. Majelis Tarjih Muhammdiyah mendefinisikan ibadah sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya.52

M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul M. Quraish Shihab Menjawab, 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, menyimpulkan tentang tiga definisi ibadah yang dikemukakan oleh Syaikh Ja’far Subhani, yaitu “ibadah adalah ketundukan dan ketaatan yang berbentuk lisan dan praktik yang timbul sebagai dampak keyakinan tentang ketuhanan siapa yang kepadanya seorang tunduk.”53

Ketentuan ibadah termasuk salah satu bidang ajaran Islam dimana akal manusia tidak berhak ikut campur, melainkan hak dan otoritas milik Allah sepenuhnya. Kedudukan manusia dalam hal ini mematuhi, mentaati, melaksanakan dan menjalankannya dengan penuh ketundukan sebagai bukti pengabdian dan rasa terima kasih kepada-Nya.

Ibadah secara umum berarti mencakup seluruh aspek kehidupan sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Ibadah dalam pengertian inilah yang merupakan tugas hidup manusia. Dalam pengertian khusus ibadah adalah perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah, atau disebut ritual.54 Dengan ibadah manusia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, akan tetapi ibadah bukan hanya sekedar kewajiban melainkan kebutuhan bagi seorang hamba yang lemah yang tidak mempunyai kekuatan tanpa Allah yang Maha Kuat.

Adapun jenis-jenis ibadah dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu:       

52

Alim, op. cit., h. 143-144

53

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an tentang Zikir & Do’a, (Ciputat: Lentera Hati, 2006), Cet. ke-2, h. 177

54

(41)

a. Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan antara hamba dengan sang pencipta secara langsung. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip, yaitu:

1) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah. 2) Tata caranya harus berpola kepada Rasulullah.

3) Bersifat supra rasional (diatas jangkauan akal). 4) Azaznya taat

b. Ibadah Ghairu Mahdhah, artinya ibadah yang disamping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini ada 4, yaitu

1) Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. 2) Tata pelaksanaannya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah. 3) Bersifat rasional.

4) Azaznya manfaat, selama itu bermanfaat maka selama itu boleh dilakukan.55

Di dalam Islam nilai ibadah tidak hanya sebatas ritual pada hari atau tempat-tempat tertentu saja, akan tetapi lebih luas lagi. Karena pemahaman nilai Ibadah dalam Islam adalah juga mencakup segala perkataan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari yang dikerjakan secara ikhlas semata hanya ingin mendapat ridha dari Allah SWT. Menuntut ilmu, mendidik & membesarkan anak, bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga, bahkan menyingkirkan duri dari jalanan-pun bisa memjalanan-punyai nilai ibadah jika perbuatan-perbuatan tersebut didasari keikhlasan hanya untuk mencari keridhaan Allah.

Ibnu Taimiyah dalam bukunya yang berjudul al-‘Ubudiyah, menjelaskan cakupan dan bentuk-bentuk ibadah, antara lain menulis; “Ibadah adalah sebutan yang mencakup segala sesuatu yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT. dalam bentuk ucapan dan perbuatan batin dan lahir, seperti shalat, puasa, haji, kebenaran dalam berucap, kebaktian kepada orang tua, silaturahim, dan lain-lain.”56

3. Nilai-nilai Akhlak

       55

Umay M. Dja’far Shiddieq, Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah,

(http://umayonline.wordpress.com), diakses pada tanggal 12 juli 2014.

56

(42)

Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa arabyang berarti perangai, tabiat, adat (yang diambil dari kata dasar khuluqun) atau kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar khalqun).57 Adapun pengertian akhlak secara terminologi, para ulama telah banyak mendefinisikan, diantaranya Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.58

Sedangkan akhlak menurut konsep Ibnu Maskawaih dalam bukunya

Tahdzibul Akhlak adalah sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (lagi).59

Akhlak adalah merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Secara historis dan teologis akhlak tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup manusia agar selamat dunia dan akhirat.

Akhlak terbagi menjadi dua macam; yaitu akhlak mahmudah (akhlak terpuji) dan akhlak madzmumah (akhlak tercela).

a. Akhlak Mahmudah (terpuji)

Akhlak mahmudah (terpuji) amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang terpuji tersebut dapat dibagi kepada empat bagian.

1) Akhlak terhadap Allah

Titik tolak Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada tuhan melainkan Allah swt. Dia memiliki sifat-sifat terpuji yang manusia tidak mampu menjangkau hakikat-Nya.60

2) Akhlak terhadap orang tua       

57

Moh. Ardani, Akhlak – Tasawuf “Nilai-nilai Akhlak atau Budi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf “, (Jakarta: CV Karya Mulia, 2005), h. 25

58

Alim, op. cit., h. 151

59

Ardani, op. cit., h. 27

60

(43)

Sebagai anak diwajibkan untuk patuh dan menurut terhadap perintah orang tua dan tidak durhaka kepada mereka. Dalam hal ini terutama kepada ibu, karena jasa seorang ibu kepada anaknya tidak bisa dihitung dan tidak bisa ditimbang dengan ukuran. Sampai ada peribahasa kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang ingatan.61

3) Akhlak terhadap diri sendiri

Selaku individu, manusia di ciptakan oleh Allah swt. Dengan segala kelengkapan jasmaniah dan rohaniah, seperti akal pikiran, hati, nurani, perasaan dan kecakapan batin dan bakat. Berakhlak baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya.

4) Akhlak terhadap sesama

Manusia adalah makhluk sosial yang berkelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu, manusia perlu bekerja sama dan saling tolong menolong dengan orang lain, oleh karena itu ia perlu menciptakan suasana yang baik antar yang satu dengan yang lainnya dan berakhlak baik.62

b. Akhlak Madzmumah (tercela)

Yang dimaksud dengan akhlak madzmumah (tercela) adalah perbuatan buruk atau jelek terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk lainnya antara lain; musyrik, munafik, kikir, boros atau berfoyafoya dan masih banyak lagi.

D. Konsep Novel 1. Pengertian Novel

Karya sastra dapat digolongkan sebagai salah satu sarana pendidikan dalam arti luas. Pendidikan dalam arti ini tidak terbatas pada buku-buku teks (text book) pelajaran dan kurikulum yang diajarkan di sekolah, namun dapat berupa apa saja,

      

61

Ardani, op. cit., h. 80 

62

(44)

termasuk karya sastra, baik yang berbentuk novel, cerpen, puisi, pantun, gurindam, dan bentuk karya sastra lainnya.

Dunia kesusastraan secara garis besar mengenal tiga jenis teks sastra, yaitu: a. Teks monolog (puisi), adalah Adalah tulisan atau salah satu hasil karya

sastra yang berisi pesan yang memiliki arti yang luas. Untuk mengetahui makna yang terkandung di dalam sebuah puisi, seseorang perlu mengartikan dan memahami betul secara detail maksud kata-kata yang ada dalam bait-bait puisi.

b. Teks dialog (drama), adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan

action di hadapan penonton (audience)

c. Teks naratif (prosa) adalah suatu jenis tulisan yang berbeda dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, sertabahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide.Salah satu dari ragam prosa adalah novel.63

Kata novel berasal dari bahasa latin, novus (baru). Sedangkan dalam bahasa italia novel disebut novella, kemudian masuk ke Indonesia menjadi novel, yaitu suatu proses naratif yang lebih panjang dari pada cerita pendek (cerpen), yang biasanya memamerkan tokoh-tokoh atau pristiwa imajiner. Novel merupakan karangan sastra prosa panjang dan mengundang rangkaiaan cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitar dengan cara menonjolkan sifat dan watak tokoh-tokoh itu.64

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel diartikan sebagai “karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.65

Novel menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan, diri sendiri, serta dengan Tuhan. Novel merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupannya. Walau berupa khayalan, tidak benar jika novel dianggap sebagai       

63

Guru Basindomd, jenis-karya-sastra-indonesia, (http://basindomd.blogspot.com), diakses pada tanggal 28 Mei 2015.

64

Bitstream, Pengertian Novel, (http://repository.usu.ac.id), diakses pada tanggal 14 Juli 2014.

65

(45)

hasil kerja lamunan belaka, melainkan penuh penghayatan dan perenungan secara intens terhadap hakikat hidup dan kehidupan, serta dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.66

Bagi pembaca, kegiatan membaca karya fiksi seperti novel berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. “Melalui sarana cerita inilah pembaca secara tidak langsung dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang secara sengaja ditawarkan oleh pengarang”.67 Oleh karena itu, cerita, fiksi, atau karya sastra pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif, atau dapat dikatakan sebagai memanusiakan manusia.

2. Macam-Macam Novel

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetail.68Adapun menurut jenisnya, novel digolongkan kedalam beberapa jenis diantaranya sebagai berikut:

a. Novel Populer, merupakan jenis sastra populer yang menyuguhkan problematika kehidupan yang berkisar pada cinta, asmara yang bertujuan untuk menghibur.

b. Novel Literer, merupakan jenis sastra yang menyajikan persoalan-persoalan kehiduan manusia.

c. Novel Picisan, merupakan jenis karya sastra yang menyuguhkan cerita tentang percintaan yang terkadang tidak sedikit menjurus ke pornografi. Jenis karya sastra ini bernilai rendah, ceritanya cendrung cabul, alurnya datar.

       66

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta Gadjah Mada University Press, 2010), Cet. VII,h. 3

67

Ibid., h. 4

68

(46)

d. Novel Absurd, merupakan jenis karya sastra yang ceritanya menyimang dari logika, irasional, realitas bercampur angan-angan atau mimpi. Tokoh-tokoh ceritanya “ anti Tokoh-tokoh “ seperti orang mati bisa hidup kembali, mayat bisa bicara, dsb. Secara nalar logika hal tersebut tidak akan terjadi. Inilah jenis novel yang dalam cerita pengarang membungkus dengan hal yang diluar nalar manusia.69

3. Unsur-unsur Novel

Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Adapun Unsur-unsur yang terkandung di dalam novel antara lain sebagai berikut:

a. Unsur Instrinsik

Unsur Instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan novel hadir sebagai karya sastra. Unsur instrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan unsur instrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pandang pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud adalah:tema, alur/plot, tokoh, latar/setting dan sudut pandang.70

1) Tema

Tema dipahami sebagai gagasan (ide) utama atau makna utama sebuah tulisan. Tema adalah sesuatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya71. Ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman

       69

Anne Ahira, Berkenalan Dengan Jenis-Jenis Novel, (http://anneahira.com), diakses pada tanggal 14 Juli 2014.

70

Nurgiyantoro, op. cit., h. 23 

71

(47)

kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, maut, relegius dan sebagainya.

2) Alur/Plot

Secara umum, alur/plot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah novel.72 Alur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu apabila pristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur yaitu terjadi kaitannya dengan pristiwa yang sedang berlangsung.

3) Tokoh

Tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca memiliki kualitas moral dan memiliki kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dari tindakan. Menurut Abrams yang dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya Teori Pengkajian Fiksi, Tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca memiliki kualitas moral dan memiliki kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dari tindakan.73 Secara lebih mudahnya, istilah tokoh menunjukkan pada orangya atau pelaku cerita.

4) Latar/Setting

Latar atau setting adalah penggambaran suatu tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa. Latar tidak hanya sebagai background saja, tetapi juga dimaksudkan mendukung unsur cerita lainya. Dalam bukunya Burhan Nurgiyantoro dijelaskan bahwa latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu

       72

Stanton, op. cit., h. 26

73

(48)

dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.74

Unsur latar dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur tersebut meskipun masing-masing maenawarkan permasalahan yang berbeda dan dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.75Penggambaran tempat, waktu, situasi, akan membuat cerita lebih hidup dan logis, juga untuk menciptakan suasana tertentu yang dapat menggerakkan perasaan dan emosi pembaca.

5) Sudut Pandang

Yang dimaksud dengan sudut pandang adalah dimana ‘pembaca’ memiliki posisi yang berbeda, memiliki hubungan yang berbeda dengan setiap peristiwa dalam tiap cerita. ‘Posisi’ ini, pusat kesadaran tempat pembaca dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita, dinamakan sudut pandang.76

Tempat dan sifat sudut pandang tidak muncul semerta-merta. Pengarang harus memilih sudut pandangnya dengan hati-hati agar cerita yang diutarakannya menimbulkan efek yang pas bagi pembaca.

b. Unsur Ekstrinsik

Unsur Ekstrinsik adalah

Gambar

Tabel 4.2 : Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel tentang Ibadah ......... 59
Tabel 4.1 Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel tentang Aqidah
Tabel 4.2
Tabel 4.3 Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel tentang Akhlak

Referensi

Dokumen terkait

 Ḥadīṡ tersebut dan semisalnya menunjukan bahwa wanita tidak dilarang untuk mendatangi masjid. Akan tetapi, dengan syarat-syarat yang telah disebutkan oleh para ulama,

guna memperjelas pemahaman menge- nai hasil penelitian penggunaan kata bermakna konotasi yang meliputi kata bermakna konotasi positif dan kata bermakna negatif pada

Tujuan artikel ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, lain-lain pendapatan yang sah dan tingkat kemandirian daerah

Kajian Agro Techno Park di Kecamatan Petang Kabupaten Badung ini merupakan sebuah proses studi dalam upaya memberikan panduan dalam perencanaan dan

Transpower Marine, Tbk tersebut di atas memberi gambaran bahwa pelayanan pengiriman muatan batubara belum berjalan dengan baik akan berpengaruh pada distribusi

Pengukuran protein tubulus yang diekskresi dalam urin digunakan sebagai petanda gangguan fungsi tubulus proksimal seperti sindrom Fanconi, penyakit Dent, atau kerusakan tubulus

Kesalahan siswa dalam menentukan nilai kelarutan suatu zat dalam larutan yang mengandung ion senama terjadi pada 43,3 % siswa yang tergolong banyak, berdasarkan hasil tes

Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan menggunakan sistem yang ditunjang dengan basis data spasial dan metode shortest path pada aplikasinya dapat menghemat waktu dan