• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Nilai Pendidikan Islam Dalam Buku “ La Tahzan ” dan Relevansinya dengan Kondisi Sekarang

BAB II BIOGRAFI BIOGRAF

DESKRIPSI PEMIKIRAN

B. Nilai Nilai Pendidikan Islam Dalam Buku “ La Tahzan ” dan Relevansinya dengan Kondisi Sekarang

Sub bab ini membahas tentang relevansi nilai pendidikan Islam dikaitkan dengan kondisi sekarang, yakni:

1. Keimanan

Banyak anak muda/generasi muda yang mudah terbawa arus sehingga sikap solidaritas terhadap sesama mulai luntur. Contoh kongkrit banyak para generasi muda/sesama umat Islam terjerumus dalam aliran- aliran yang dipandang lebih benar seperti: ISIS, Islam radikal yang dipandang mempunyai pendapat yang benar daripada pandangan aliran nasional dengan mengatas-namakan ajaran Islam. Ada juga yang terjerumus pada kebudayaan barat jauh dari norma agama, seperti: gaya dan style di kalangan anak muda, tingkah laku, dan lain sebagainya.

Berdasarkan fenomena yang terjadi dapat di nilai bahwa tingkat keimanan di kalangan generasi muda mulai berkurang. Padahal keimanan disini hal yang paling utama dijadikan sebagai pondasi kepribadian. Sebagaimana dijelaskan dalam QS.Al-Imran ayat 102:



Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali

kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”

2. Tawakal

Maraknya kasus bunuh diri, penipuan, narkoba yang terjadi akhir- akhir ini di nilai kepribadian dan keimanan pelaku kurang kuat untuk bersandar pada Allah/tawakal. Hal ini disebabkan karena generasi muda masih terombang-ambing dengan situasi baru yang dapat memberi kesenangan secara duniawi dan di anggap gaul. Dari fenomena yang terjadi tersebut sikap tawakal sangat diperlukan untuk pembentengan diri dari pengaruh luar yang menyesatkan. Adapun tercantum firman Allah SWT QS. Ath-Talaaq ayat 2-3:























Artinya: “2. apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan

baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. 3. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka- sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya

Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.

Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.

3. Taubat

Taubat tidaklah ada tanpa didahului oleh penyesalan terhadap dosa yang dikerjakan. Barang siapa yang tidak menyesal maka menunjukkan bahwa ia senang dengan perbuatan tersebut dan menjadi indikasi bahwa ia akan terus menerus melakukannya. Akankah kita percaya bahwa seseorang itu bertaubat sementara dia dengan ridho masih terus melakukan perbuatan dosa tersebut? Hendaklah ia membangun tekad yang kuat di atas keikhlasan, kesungguhan niat serta tidak main-main. Bahkan ada sebagian ulama yang menambahkan syarat yang keempat, yaitu tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut. sehingga kapan saja seseorang mengulangi perbuatan dosanya, jelaslah bahwa taubatnya tidak benar. Akan tetapi sebagian besar para ulama tidak mensyaratkan hal ini. Sebagaimana dalam firman Allah SWT QS. Al-Baqarah ayat 222:

….

Artinya: “…sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat

dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.

Fenomena yang terjadi di tengah hiruk pikuk keramaian dunia, taubat sering kali terlupakan, setiap orang disibukkan masalah

keduniawian. Kebanyakan orang-orang tanpa sadar atau sadar melakukan segala bentuk kesalahan hanya untuk memuaskan nafsu material dengan menghalalkan berbagai cara. Penulis menambahkan apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Allah bukakan pintu taubat baginya. Sehingga benar-benar menyesali kesalahannya, merasa hina dan rendah serta sangat membutuhkan ampunan Allah. Keburukan yang pernah dilakukan merupakan sebab dari rahmat Allah baginya. Sampai-

sampai setan akan berkata, “Duhai, seandainya aku dahulu

membiarkannya. Andai dulu aku tidak menjerumuskannya kedalam dosa

sampai ia bertaubat dan mendapatkan rahmat Allah.” Diriwayatkan bahwa seorang salaf berkata, “Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbuat

suatu dosa, tetapi dosa tersebut menyebabkannya masuk surga”. Orang-

orang bertanya, “bagaimana hal itu bisa terjadi?” Dia menjawab, “Dia

berbuat suatu dosa, lalu dosa itu senantiasa terpampang di hadapannya. Dia khawatir, takut, menangis, menyesal dan merasa malu kepada Rabbnya, menundukkan kepala di hadapan-Nya dengan hati yang khusyu‟. Maka dosa tersebut menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan orang itu, sehingga dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada ketaatan

yang banyak.”

4. Khusnuddhon

Akhir-akhir ini sikap tidak tahu dan berbagai ujar kebencian marak terjadi (dilakukan seseorang). Hal itu, bisa kita lihat melalui media sosial, media cetak maupun media elektronik. Semua dilakukan atas nama agama, misalnya: yang baru ini terjadi adanya ajakan untuk melibatkan agama dalam kepentingan politik contohnya: mewajibkan semua pemimpin harus muslim dan adanya sangkaan kasus penistaan agama oleh umat lain dan

masih banyak lagi. Tentunya hal itu, banyak faktor yang mempengaruhi

yaitu munculnya perasaan su‟udzon di antara kelompok per kelompok

manusia meskipun mereka sesungguhnya sama beragama Islam. Sebagaimana dalam firman Allah SWT QS. Hujarat ayat 12:









Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba- sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”

Nilai pendidikan Islam dalam buku La Tahzan sebagaimana tersebut diatas tentunya memiliki relevansi yang kuat dengan kondisi sekarang yang serba global dan di tengah kemajuan teknologi informasi yang serba canggih. Paling tidak nilai keimanan, tawakal, khusnuddhon, anjuran taubat menjadi konsep penting untuk diaktulisasikan kembali dalam kehidupan riil masyarakat sekarang. Selain itu, penulis berpendapat bahwa keempat nilai tersebut selayaknya ditanamkan pada anak sejak kecil sehingga dapat tertata kehidupannya dan sangat penting untuk ditanamkan.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian dalam buku “La

Tahzan” karya „Aidh Al-Qorni dapat disimpulkan, sebagai berikut:

1. Nilai pendidikan Islam dalam buku La Tahzan, terfokus kepada dua sumber utama yaitu Al-Qur‟an dan Hadits. Jika masalah yang dihadapi tidak ada pemecahan didalamnya, maka penyelesaian dapat dilakukan dengan: pertama, serahkan pada risalah para sahabat Rasulullah SAW;

kedua, melihat pemikiran tabi‟it tabi‟in; ketiga, pendapat ulama-ulama

yang mengikuti jejak Rasulullah dan sahabatnya. Keempat, sebagai jalan terakhir jika belum juga menemukan solusi masalah yang dihadapi, berserah diri kepada Allah (tawakal). Nilai pendidikan Islam dalam buku

La Tahzan, antara lain: keimanan, tawakal, anjuran taubat, khusnuddhon

dan kekuatan mental/pribadi dalam segala hal. Selain aspek pendidikan Islam dalam buku tersebut terdapat aspek psikologis yang sangat penting yaitu rasa percaya diri dan motivasi untuk selalu mencintai ilmu.

2. Relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam buku “La Tahzan” dalam kondisi sekarang,nilai keimanan; tawakal; khusnuddhon dan anjuran taubat menjadi konsep penting untuk diaktulisasikan kembali dalam kehidupan riil masyarakat sekarang. Keempat nilai tersebut selayaknya ditanamkan pada anak sejak kecil sehingga dapat tertata kehidupannya dan sangat penting untuk ditanamkan demi terciptanya kepribadian insan kamil

B. Saran

Setelah mengadakan pengkajian konsep nilai dalam buku “La Tahzan

dan relevansi dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa saran yang penulis sampaikan:

1. Terkait dengan eksistensi karya sastra, sudah sepantasnya karya sastra mempertimbangkan dan menanamkan nilai-nilai dan pendidikan Islam yang bisa disumbangkan kepada masyarakat luas.

2. Segi hikmah yang terdapat dalam buku “La Tahzan” ini, masyarakat dapat

mengambil hikmah dari motivasi-motivasi yang membangun yang dapat meningkatkan kualitas karakter masing-masing individu serta sarat akan nilai-nilai ke-Islaman yang banyak memberikan kontribusi pada lapisan masyarakat, khususnya umat Islam untuk mengamalkan dan mengaplikasikan nilai-nilai segi kehidupan sehari-hari.

3. Penelitian selanjutnya, kajian dalam penelitian tentang nilai-nilai pendidikan Islam pada buku “La Tahzan” ini belum dikatakan sempurna, untuk itu harapan peneliti akan ada banyak peneliti baru yang berkenan meneliti lebih luas dan komprehensif terhadap buku tersebut.