• Tidak ada hasil yang ditemukan

Signifikansi Pemikiran Nilai Pendidikan Islam dalam Buku “ La Tahzan ” Nilai pendidikan Islam dalam buku la tahzan dijadikan sebuah

BAB II BIOGRAFI BIOGRAF

DESKRIPSI PEMIKIRAN

A. Signifikansi Pemikiran Nilai Pendidikan Islam dalam Buku “ La Tahzan ” Nilai pendidikan Islam dalam buku la tahzan dijadikan sebuah

patokan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar terbentuk sebuah karakter positif dalam diri setiap orang, sehingga akan tampak pula sebuah karakter bangsa. Nilai-nilai dalam pendidikan Islam sangat diperhatikan bagi setiap insan untuk mengemban kepribadian manusia dengan mengasah dan menanamkan nilai-nilai kehidupan yang berlandaskan pada Al-Hadist. Tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah mewujudkan nilai-nilai pendidikan Islam pada pribadi manusia sehingga mampu untuk membentuk generasi yang berkarakter dan berakhlak mulia. Islam menyebutkan bahwa orang yang baik dan berperilaku positif adalah orang-orang yang tidak meragukan Al-Qur‟an. Allah juga menyebutkan bahwa Al-Qur‟an merupakan petunjuk bagi orang yang bertakwa pada yang dasarnya adalah mereka orang-orang yang mempunyai karakter dan bertujuan untuk menjadi manusia yang seutuhnya (insan kamil).

Ajaran Islam merupakan penggagas pertama pendidikan karakter adalah nabi Muhammad SAW yang merupakan teladan bagi seluruh alam. Nabi di utus untuk memperbaiki akhlaq atau kepribadian umat manusia, sehingga nantinya akan terbentuk sebuah karakter positif dalam setiap jiwa. Membentuk karakter individu bermula dari pemahaman tentang diri

sebagai manusia, potensinya, serta tujuan mereka hidup di dunia ini. Kita sebagai umat Islam yang notabene ber-Ketuhanan Yang Maha Esa maka pemahaman tentang hal-hal tersebut harus bersumber dari ajaran Allah yakni ajaran Agama Islam. Ajaran Islam sebagaimana kita ketahui selalu mengajarkan nilai-nilai kebaikan baik untuk diri sendiri, sesama serta kepada makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Ayat-ayat Allah tidak sedikit mem bahas tentang kebaikan tersebut. Karakter manusia dikatakan baik jika dalam dirinya terpancar nilai-nilai kebaikan yang berlandaskan ajaran Islam.

Dari penjelasan peneliti di atas, maka dijadikan parameter dalam membahas nilai-nilai pendidikan Islam dalam buku “La Tahzan”. Selain itu, amanah dari Undang-undang Sikdiknas tahun 2003 pasal II tentang dasar, fungsi, dan tujuan yang menyatakan bahwa membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri.

Buku “La Tahzan” karya Aidh Al-Qarni adalah karya sastra yang

senantiasa dalam tulisan-tulisannya selalu memberikan obat dan motivasi bagi jiwa-jiwa yang lemah, sehingga dengan motivasi-motivasi tersebut pembaca bisa merespon setiap stimulus yang diberikan dalam buku tersebut, kemudian mau menjalankan dan mengamalkannya. Lambat laun kebiasaan baik tersebut akan menjadi sebuah karakter positif bagi diri setiap pembaca. Buku ini di kemas dengan gaya bahasa yang menarik. Sehingga pembaca akan merasa tertarik untuk membaca bab-bab selanjutnya.

Pembahasan dalam buku ini dikuatkan dengan ayat-ayat suci Al-

Qur‟an dan Hadist. Jelasnya, ayat dan hadist tersebut digunakan sebagai

penguatan dalam memberikan motivasi-motivasi kepada pembaca. Buku ini juga memberikan sumbangsih serta memberikan cerita di balik hikmah- hikmah yang memuat pesan moral serta nilai-nilai pendidikan Islami yang sangat bermanfaat bagi praktisi pendidikan Islam khususnya di era

global sekarang. Buku “La Tahzan” ini banyak memberikan pengalaman-

pengalaman penulis dan orang lain sebagai motivasi kepada para pembaca

dengan kata kunci “La Tahzan” (jangan bersedih). Tujuan penulis, menurut

peneliti adalah berpedoman pada kata “La Tahzan” seseorang akan menjadi

pribadi yang kuat dan tidak mudah terbawa oleh arus negatif yang mengakibatkan seseorang jatuh pada hal-hal yang membuat seseorang tersebut merasa putus asa, tidak tenang, dan sebagainya, hingga melanggar norma-

norma hukum dan aturan dalam Agama. Oleh sebab itu, kata “La Tahzan

tepat untuk dijadikan kata kunci dalam buku ini sebab kata-kata tersebut memberikan penguatan bagi setiap pembaca dengan satu kata. Dari penjelasan di atas Allah berfirman memerintahkan kepada umat manusia dan Allah itu, yang dijelaskan dalam QS. At-Taubah ayat 40:



















Artinya: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah

menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan

membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al- Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (orang-orang kafir telah sepakat hendak membunuh Nabi SAW, Maka Allah s.w.t. memberitahukan maksud jahat orang-orang kafir itu kepada Nabi SAW. karena itu Maka beliau keluar dengan ditemani oleh Abu Bakar dari Mekah dalam perjalanannya ke Madinah beliau bersembunyi di suatu gua di bukit Tsur)”.

Hal itu jika kita mengingat kembali pada pengertian pendidikan Islam

“sebagai usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang

sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan, berbuat dan bertanggung-jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam”

(Abdullah, 2001:37). Dengan kata lain, pendidikan Islam memiliki rujukan

Al-Qur‟an dan Hadist. Diantara nilai-nilai pendidikan Islam dalam buku “La

Tahzan” yakni:

1. Keimanan

Al-Qorni (2004:25), menyatakan bahwa orang yang sesungguhnya paling sengsara adalah mereka yang miskin iman dan mengalami krisis keyakinan dan selamanya akan berada dalam kesengsaraan, kepedihan, kemurkaan dan kehinaan. Makna dari pernyataan tersebut adalah keimanan merupakan hal yang paling mendasar yang harus dimiliki seseorang. Allah memerintahkan agar umat manusia beriman kepada-Nya.

Berdasarkan pernyataan tersebut penulis berpendapat aktivitas seorang muslim di bidang apapun, menurut konsep Islam harus

didedikasikan untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa. Sebab, itulah tujuan utama kehidupan manusia sebagaimana dijelaskan dalam QS.Al- Imran ayat 102:



Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”

Oleh karena itu, nilai dasar pendidikan Islam adalah keimanan dan ketaqwaan. Artinya, pendidikan Islam harus dapat menjadi wahana bagi peningkatan iman dan taqwa bagi semua manusia menjauhi larangan dan melaksanakan perintah baik yang diajarkan. Berdasarkan nilai dasar ini, proses pendidikan Islam dijalankan berdasarkan semangat ibadah kepada Allah SWT, sebagaimana dipertegas dalam QS.Adz-Dzariyat ayat 56:



Artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka mengabdi kepada-Ku”

َويِّنَعاْوُغِّلَ ب

َل ْو

ةَيَا

Artinya: “Sampaikanlah ajaran pada orang lain walau pun hanya sedikit” Ibadah dalam ajaran Islam memiliki korelasi positif bagi pemeliharaan dan peningkatan iman dan taqwa. Setiap penganut Islam diwajibkan mencari ilmu pengetahuan untuk dipahami secara mendalam yang dalam taraf selanjutnya dikembangkan dalam kerangka ibadah guna kemaslahatan umat manusia. Sehingga nilai dasar ini bertujuan mengantarkan kesadaran akan eksistensinya di hadapan Allah serta menyadari kcwajiban- kewajibannya. Dalam prakteknya, nilai ini dijadikan landasan oleh para

pendidik dalam menjalankan tugasnya. Di dalam konteks ini, kejujuran, tanggung jawab, sikap tawadlu' dan sebagainya merupakan prinsip-prinsip yang perlu dipegangi oleh para praktisi pendidikan Islam.

2. Tawakal

Pandangan Al-Qorni (2004:36) bahwa kita sebagai umat manusia menyerahkan semua perkara kepada Allah, bertawakal kepada-Nya, percaya sepenuhnya terhadap janji-janji-Nya, ridha dengan apa yang dilakukan-Nya, berbaik sangka kepada-Nya, dan menunggu dengan sabar pertolongan dari-Nya merupakan buah keimanan yang paling agung dan sifat paling mulia dari seorang mukmin. Dan ketika seorang hamba itu tenang bahwa apa yang akan terjadi itu baik baginya dan ia menggantungkan setiap permasalahannya hanya kepada rabb nya, maka ia akan mendapatkan pengawasan, perlindungan, pencukupan, serta pertolongan dari Allah.

Menitik-beratkan pada pandangan Al-Qorni, penulis berpendapat bahwa pendidikan secara umum dapat dipahami sebagai proses pendewasaan sosial manusia menuju pada tataran ideal. Dengan kata lain, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Makna yang terkandung didalamnya menyangkut tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi atau sumber daya insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya. Penghargaan terhadap kebebasan berkembang dan berpikir maju tentu saja sangat besar, mengingat manusia merupakan mahluk yang berpikir dan memiliki kesadaran. Praktek

pendidikan pun harus senantiasa mengacu pada eksistensi manusia itu sendiri. Dari situ akan terbentuk suatu mekanisme pendidikan yang demokratis dan berorientasi pada memanusiakan manusia.

Dengan demikian, pendidikan bukanlah merupakan pengalihan pengetahuan semata, melainkan membantu agar mampu mengembangkan potensinya. Sejalan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk sosial, maka Islam diturunkan untuk memberikan norma-norma dalam kehidupan sosial Sebagaimana dipertegas dalam QS. Ali-Imran ayat 104:











Artinya: “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar(segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya); merekalah orang-orang yang beruntung”

3. Anjuran Taubat

Menitik-beratkan pada pernyataan Al-Qorni (2004:84) yaitu selama hamba itu bertaubat, meminta ampunan dan menyesali perbuatannya, maka Allah akan mengampuninya.

Pernyataan tersebut penulis memaknai bahwa taubat merupakan awal pertama bagi kita untuk menyucikan diri (membersihkan jiwa, bathin dan hati dari segala kerak noda dosa yang melekat ditubuh). Untuk pembersihan jiwa taubat-lah jalan awal, hati yang sudah berkerak dengan noda dosa sangat susah masuk sinar nur, hidayah dan hikmat dalam hati

jiwa sanubarinya. Taubat memiliki arti berhenti melakukan kemaksiatan dan kembali menuju ketaatan. Sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah ayat 222:

….

Artinya: “…sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat

dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.

Menurut penulis taubat dapat dilakukan memenuhi syarat;

pertama, ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala yaitu berniat semata-

mata mengharap wajah Allah, pahala atas taubatnya serta berharap selamat dari siksaan-Nya. Kedua, menyesali kemaksiatan yang ia lakukan, merasa sedih dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Ketiga, menjauhkan diri dari perbuatan maksiat sesegera mungkin. Jika perbutan tersebut melanggar hak-hak Allah maka segera tinggalkan. Apabila berkaitan dengan hak-hak makhluk maka bergegaslah meminta maaf baik dengan mengembalikan haknya atau meminta kelapangan hatinya agar mau memaafkan. Keempat, bertekad untuk tidak mengulangi kemaksiatan tersebut di waktu-waktu mendatang. Kelima, taubat dilakukan sebelum ditutupnya pintu taubat, yaitu sebelum ajal menjemput dan sebelum terbitnya matahari dari arah barat.

4. Khusnuddhon

Harapan terhadap rahmat Allah akan selalu membukakan pintu harapan bagi diri seorang hamba, akan menguatkannya untuk melakukan ketaatan, dan membuatnya semakin antusias dalam melakukan amalan- amalan sinah dan bersegera untuk melakukan kebaikan. Ini benar. Sebab,

tidak semua jiwa akan menjadi baik kecuali dengan mengingat rahmat, ampunan, taubat, dan kesabaran Allah. Karena sikap Allah yang demikian baik, maka mereka pun mendekatkan diri kepada-Nya, dan berusaha keras untuk melakukan kebaikan” (Al-Qarni, 2004:141)

Berdasarkan pernyataan diatas penulis menambahkan bahwa khusnuddhon adalah cara pandang seseorang yang membuatnya melihat segala sesuatu secara positif, seorang yang memiliki sikap khusnuddhon akan mempertimbangkan segala sesuatu dengan pikiran jernih, pikiran dan hatinya bersih dari prasangka yang belum tentu kebenarannya. Sikap buruk sangka identik dengan rasa curiga, cemas, amarah dan benci padahal kecurigaan, kecemasan, kemarahan dan kebencian itu hanyalah perasaan semata yang tidak jelas penyebabnya, terkadang apa yang ditakutkan bakal terjadi pada dirinya atau orang lain sama sekali tak terbukti. Sebagaimana dalam firman Allah SWT QS. Yusuf ayat 53:



Artinya: “dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya

Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”

Ayat ini menerangkah bahwa kita tidak akan sanggup mengendalikan diri, kecuali mendapatkan rahmat dan kasih sayang Allah.

Secara garis besar khusnuddhon dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu : khusnuddhon kepada Allah, ini dapat ditunjukan dengan sifat

tawakal, sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup; khusnuddhon kepada diri sendiri, ditunjukan dengan sikap percaya diri dan optimis serta inisiatif dan khusnuddhon kepada sesama manusia, ditunjukan dengan cara senang, berpikir positif dan sikap hormat kepada orang lain tanpa ada rasa curiga.

Adapun hikmah khusnuddhon, sebagai berikut: menumbuhkan perasaan cinta kepada Allah, artinya melaksanakan perintah Allah dan Rasul serta menjauhi segala larangannya, melaksanakan jihad fisabillilah dan mencintai sesama manusia karena Allah; menumbuhkan perasaan syukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya; menumbuhkan sikap sabar dan tawakal; menumbuhkan keinginan untuk berusaha beroleh rahmat dan nikmat Allah; Al-afwu (pemaaf); Al-wafa (menepati janji); mendorong manusia mencapai kemajuan; menimbulkan ketentraman; menghilangkan kesulitan dan kepahitan serta membuahkan kreasi yang produktif dan daya cita yang berguna.

5. Kekuatan mental/pribadi

Al-Qarni (2004:176) mengatakan orang-orang yang sudah memeluk agama Islam tahu benar dan tidak meragukannya. Kendati demikian, agar orang-orang di sekitar kita yang belum menerima kebenaran yang mutlak yakni agama Islam maka, al-Qarni dalam tulisannya mengajak kita sebagai umat Islam untuk mendakwahkan, menyerukan, dan mengajak saudara-saudara kita yang masih tersesat pada pemahaman lama, di jelaskan bahwa orang yang sudah memeluk

agama Islam hendaknya bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ajaran-ajaran Islam.

Bertitik tolak pada pernyataan tersebut penulis menambahkan kekuatan mental/pribadi bisa dikatakan sebagai kepribadian bukan terjadi secara serta merta akan tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang. Oleh karena itu banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam membentuk kepribadian manusia tersebut. Dengan demikian, kepribadian seseorang itu baik, buruk, kuat, lemah, beradap atau biadap sepenuhnya ditentukan oleh faktor yang mempenggaruhi dalam pengalaman hidup seseorang tersebut.

Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan. Sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang dimiliki akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan “Orang mukmin yang paling

sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya”.

Seseorang yang Islam disebut muslim. Muslim adalah orang atau seseorang yang menyerahkan dirinya secara sungguh-sungguh kepada Allah. Jadi, dapat dijelaskan bahwa “wujud pribadi muslim” itu adalah manusia yang mengabdikan dirinya kepada Allah, tunduk dan patuh serta ikhlas dalam amal perbuatannya, karena iman kepada-Nya. Pola sesorang yang beriman kepada Tuhan, selain berbuat kebajikan yang diperintahkan

adalah membentuk keselarasan dan keterpaduan antara faktor iman, islam dan ikhsan.

Kepribadian muslim dapat dilihat dari kepribadian orang perorangan dan kepribadian dalam kelompok masyarakat (ummah). Kepribadian individu meliputi ciri khas seseorang dalam sikap dan tingkahlaku, serta kemampuan intelaktual yang dimilikinya. Karena adanya unsur kepribadian yang dimiliki masing-masing, maka sebagai individu seorang Muslim akan menampilkan ciri khasnya masing-masing. Oleh karena itu, akan ada perbedaan kepribadian antara seseorang muslim dengan muslim lainnya. Secara fitrah perbedaan ini memang diakui adanya. Islam memandang setiap manusia memiliki potensi yang berbeda, hingga kepada setiap orang dituntut untuk menunaikan perintah agamanya sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing, sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam QS. Al-An‟am ayat 152:





















Artinya: “dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu) [mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan Kerabat sendiri], dan penuhilah janji Allah [penuhilah segala perintah- perintah-Nya]. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”.

Selain aspek pendidikan Islam tersebut diatas Al-Qorni juga menambahkan aspek psikologis yang sangat penting bagi timbul kembang kepribadian yang kuat sebagaimana termaktub dalam tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Adapun aspek psikologis tersebut, antara lain:

1. Rasa percaya diri,

Al-Qorni (2004:218) mengungkapkan jangan bergantung kepada selain Allah, dari pernyataan tersebut penulis mencoba memaknai kekuatan mental berkaitan dengan kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya.

Penjelasan di atas, menjelaskan bahwa rasa percaya diri sangat penting untuk dimiliki setiap individu untuk menunjang keberhasilan dan kesuksesan hidup di dunia dan di akhirat. Tergambar dalam buku La Tahzan, nilai percaya diri dijelaskan, sebagai berikut:

a. Memberikan motivasi kepada orang-orang yang merasa dirinya berbeda dengan orang lain, merasa dirinya tidak sempurna, bahkan kurang percaya diri sebab hal-hal yang bersifat keduniawian.

b. Menuntut setiap manusia untuk selalu berusaha keras dan tidak cepat putus asa saat menghadapi cobaan dari Allah SWT. Cobaan yang menimpa seseorang menandakan bahwa seseorang tersebut dicintai oleh Allah SWT dan yang perlu dilakukan saat itu adalah bersabar, berusaha dan bertawakal kepada Allah SWT (adanya rasa bersyukur).

c. Dapat menerima qodho dan qadar. d. Tidak iri hati.

Penulis berpendapat bahwa tanpa adanya kepercayaan diri maka banyak masalah akan timbul pada manusia. Dengan adanya rasa percaya diri maka seseorang akan mudah bergaul. Menghadapi orang yang lebih tua, lebih pandai maupun lebih kaya, mereka tidak malu mau pun canggung. Mereka akan berani menampakkan dirinya secara apa adanya, tanpa menonjol-nonjolkan kelebihan serta menutup-nutupi kekurangan. Ini disebabkan orang-orang yang percaya diri telah benar-benar memahami dan mempercayai kondisi dirinya, sehingga telah bisa menerima keadaan dirinya apa adanya.

Kehidupan seseorang sangat ditentukan oleh cara berfikirnya. Apabila seseorang berfikir atau mempunyai gambaran sebagai orang yang penakut dan pesimis, maka gambaran tersebut akan mempengaruhi seluruh potensi dirinya yang ada sebagai seorang yang penakut. Ketakutan dan keputus-asaan seseorang dalam mencari rahmat Allah adalah karena ketidak mampuan dan ketidak yakinan orang tersebut dalam menghadapi masalah tersebut.Sebagaimana dipertegas dalam firman Allah SWT dalam QS. Al-Hijr ayat 52:



Artinya: ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan: "Salaam". berkata Ibrahim: "Sesungguhnya Kami merasa takut

Mendasarkan paparan di atas dapat disimpulkan percaya diri adalah keyakinan pada kemampuan-kemampuan sendiri, keyakinan pada adanya suatu maksud di dalam kehidupan dan kepercayaan bahwa dengan akal budi mereka akan mampu melaksanakan apa yang mereka inginkan, rencanakan dan harapkan. Rasa percaya diri merupakan keberanian menghadapi tantangan karena memberi suatu kesadaran bahwa belajar dari pengalaman jauh lebih penting dari keberhasilan dan kegagalan. Rasa percaya diri penting untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik, seperti halnya: ketika sedang bergabung dengan masyarakat yang didalamnya terlibat di dalam suatu aktivitas atau kegiatan, meningkatkan keefektifan dalam kegiatan atau aktifitas.

2. Motivasi untuk selalu mencintai ilmu,

Kewajiban setiap muslim bukanlah menuntut segala ilmu. Tetapi yang wajib baginya adalah menuntut ilmu haal (ilmu yang menyangkut kewajiban sehari-hari sebagai muslim. Perintah Allah yang ditujukan kepada manusia untuk selalu memikirkan kekuasaan- kekuasaan Allah. Dalam prosesnya manusia akan lebih banyak bersyukur atas kehidupan dunia dan atas bertambah nya pengetahuan- pengetahuan baru yang di dapat saat berpetualang menjelajah seluruh isi dunia. Allah memang menyuruh kita mencari ilmu sampai kemana dan kapanpun. Berusaha mengatasi krisis kehidupan modern dengan membangun tata susunan hidup yang baru melalui lembaga dan proses pendidikan sangat ideal dan relevan untuk diterapkan saat ini.

Cinta ilmu adalah sikap, tindakan yang selalu apresiasif terhadap berbagai bidang keilmuan. Seakan-akan tidak bisa hidup tanpa ada ilmu baru yang diperoleh, haus akan ilmu-ilmu yang bisa mengembangkan potensinya. Aktif dalam hal-hal yang menunjang kemampuan berfikir, berbicara serta menulis. Cinta pada ilmu pengetahuan merupakan salah satu ibadah. Hal ini, sesuai dengan perintah Rasulullah SAW yang di ajarkan dalam pendidikan Islam bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya untuk mencari ilmu. Bahkan, diwajibkan bagi muslimin dan muslimat tidak terkecuali. Hal itu tergambar dalam buku

La Tahzan” yang menjelaskan bahwa dengan ilmu seseorang mampu

untuk menjalani hidup di dunia dan akhirat dengan kebahagiaan dan kenikmatan. Orang-orang yang selalu haus dengan ilmu tidak akan pernah menyesali hidup, sebab mereka tahu bahwa didunia adalah tempat mencari bekal untuk keberlangsungan hidup diakhirat. Sehingga, mereka senantiasa semangat mencari ilmu untuk bekal hidup didunia dan akhirat. (Al-Qorni, 2004:64 - 414).

Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan