• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

B. Analisa Data

2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan di Desa

Tradisi merupakan pewarisan serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai yang diwariskan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Nilai- nilai yang diwariskan berupa nilai-nilai yang oleh masyarakat pendukungnya masih dianggap baik dan relevan dengan kebutuhan kelompok. Dalam tahlilan ini dapat dipakai untuk mengukuhkan nilai-nilai dan keyakinan yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, tahlilan

merupakan salah satu kegiatan keagamaan yang sangat diperhatikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan berdzikir kepada-Nya serta melestarikan tradisi yang turun-temurun ini.

Di tengah ambingunya masyarakat pada dunia pendidikan, ada secercah harapan baru dengan datangnya era pendidikan karakter. Pada Hari Pendidikan Nasional 2011, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI menekankan pentingnya pendidikan karakter sebagai upaya pembangunan karakter bangsa. Bahkan ditahun yang sama Kementerian Pendidikan

menerbitkan buku pelatihan dan pengembangan pendidikan budaya karakter bangsa yang didisusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Kemendiknas RI.

Dalam buku yang didisusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Kemendiknas RI ada 18 nilai dalam pendidikan karakter bangsa yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.

Maka dalam tradisi tahlilan terdapat beberapa nilai-nilai pendidikan karakter, diantaranya yaitu:

a. Religius

Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati diatas manusia. Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang.

Religius sebagai salah satu nilai pendidikan karakter sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang diyakininya serta mempunyai jiwa toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan juga hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa Sraten terutama anak-anak dan remaja dalam menghadapi perubahan

zaman dan degradasi moral, dalam hal ini diharapkan mampu memiliki dan berperilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama.

Di dalam tahlilan terdapat nilai religius, yaitu dalam pelaksanaan tardisi tahlilan, diawali ketika ada orang yang meninggal dunia. Kemudian warga desa bertakziyah ke rumah duka dan ikut serta mengubur si mayat. Setelah itu diadakan acara tahlilan oleh shohibul hajat (keluarga si mayat) dan dihadiri masyarakat desa Sraten. Saat

tahlilan dibaca secara bersama-sama dengan membaca surat Yasin, diiringi dengan surah al-Fatihah yang dikhususkan kepada orang yang telah meninggal, ayat Kursi dan lantunan tasbih (pensucian), tahmid

(puji-pujian) dan istighfar (mohon ampunan).

Kemudian mendoakan si mayit dan keluarganya agar segala dosanya yang pernah dilakukannya selama hidup di dunia, di ampuni oleh Allah SWT. Selain itu dilapangkan kuburnya dan di beri nikmat kubur oleh Allah SWT serta pahala bacan Al-Qur‟an dan dzikir dari sanak saudara maupun tetangganya dihadiahkan kepada si mayit tersebut. Bahkan tardisi tahlilan ini tidak hanya dilakukan pada hari kematian namun dilanjutkan pada hari ketujuh, keempatpuluh, keseratus, mendhak pisan (setahun pertama), mendhak pindho (tahun kedua), mendhak katelu (nyewu), dan haul/khol (setelah mencapai satu tahun) yang biasanya diadakan setiap satu tahunnya.

Tradisi tahlilan selain untuk mendo‟akan orang yang sudah

meninggal, tardisi ini juga sebagai salah satu sarana mendekatkan diri

kepada Allah yaitu dengan berdzikir atau membaca Al Qur‟an yang

tujuanya mengingat Allah, mengingat keagungan Allah dan mengharap ridho Allah. Sebagai hamba Allah, kita sebagai manusia harus selalu mengingat akan adanya Allah yang disembah setiap saat dan menjadi hamba yang bisa bersyukur.

Selain itu tahlilan juga sebagai sarana menentramkan hati, sebagai sarana untuk bertaubat kepada Allah bahkan sekarang ini juga digunakan sebagai metode pembelajaran, metode seorang psikiater dan motivator untuk menenangkan hati dan membentuk kerakter seseorang.

Maka tradisi tahlilan tersebut sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Desa Sraten, dari sebuah kegiatan yang di dalamnya diisi dengan tradisi tahlilan maka akan berpengaruh atau menumbuhkan sebuah karakter masyarakat yang mempunyai kebiasaan sosial religius yang tinggi, selain itu juga dapat membentuk kepribadian muslim, karena kegiatan ini berisi tentang membaca dzikir atau ayat-ayat Al-Qur‟an dan do‟a, hal itu jelas akan mempengaruhi kepribadian muslim warga Desa Sraten itu sendiri, adapun bacaan

tahlil yang dilaksanakan di Desa Sraten tidak lepas dari Al Qur‟an dan

Dari hal ini sebenarnya sudah kita ketahui bahwa tradisi tahlilan

itu membentuk karakter religius seseorang. Akan tetapi semua itu kembali tergantug kepada seorang yang melakukan, jika tradisi

tahlilan dilakukaan dengan sungguh-sungguh dan diniatkan dengan hal yang baik maka akan ada banyak sekali manfaat dan pembentukan karakter religius di masyarakat Sraten. Dan tradisi tahlilan memiliki banyak manfaat sebagaimana antara lain:

1) Dapat mendoakan ahli kubur;

2) Dapat mengingat kematian dan mengingatkan untuk selalu mempersiapkan bekal sebelum kedatangan ajal. Sebaik-baik bekal

adalah selalu menjalankan amal ketaatan (menjalankan

kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) dan mengerjakan amal kebaikan (amal sholeh);

3) Dapat merasakan bagaimana keadaan seseorang itu ketika akan menghadapi ajalnya (sakaratul maut);

4) Dapat menghilangkan kegembiraan dunia (sehingga ingat akan kehidupan akhirat);

5) Dapat mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap Ridho-Nya; 6) Dapat mencegah dari perbuatan-perbuatan maksiat;

7) Dapat melemaskan hati seseorang yang mempunyai hati yang keras;

9) Dapat menolak kotoran hati dan mengukuhkan hati, sehingga tidak terpengaruh dari ajakan-ajakan yang dapat menimbulkan dosa.

b. Kerja Keras

Secara bahasa kerja keras artinya pantang menyerah. Kerja keras adalah tindakan yang dikerjakan secara sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti sebelum target kerja tercapai dan selalu mengutamakan atau memperhatikan kepuasan hasil pada setiap tindakan yang dilakukan. Kerja keras dapat diartikan bekerja memiliki sifat yang bersungguh-sungguh untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai.

Kerja keras sangat penting untuk dilakukan oleh masyarakat. Dengan kerja keras seseorang dapat mengubah nasib dirinya agar menjadi lebih baik. Kemudian masyarakat dapat mengoptimalkan potensi dirinya karena manusia telah dikaruniai akal, rasa, dan karsa sehingga harus menjaga harkat dan martabat dirinya. Menunjukkan sikap tanggung jawab dengan memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Selain itu masyarakat dapat hidup mandiri sehingga tidak menjadi beban orang lain dan turut serta dalam memajukan lingkungan sekitar dan negara.

Di dalam tahlilan terdapat nilai kerja keras yaitu pada penyambut tradisi tahlilan pada masyarakat Sraten, keluarga si mayit dibantu oleh tetangga, sukarela ataupun orang yang sudah biasa membantu jika ada acara-acara tersebut biasanya berusaha menyediakan makanan untuk

orang-orang yang hadir pada tradisi tersebut. Mereka bekerja keras mempersiapkan hidangan yang akan disuguhkan kepada para hadirin. Hidangan terkadang sengaja dibuat sendiri. Penyajian hidangan disini tidak pernah ditentukan, tetapi biasanya penyajian hidangan disertai dengan berkat.

Dalam pembagian berkat, hal pemberian tanda terima kasih pada pemimpin/Imam tahlil. Pemberian tersebut selain berkat yang lebih dan amplop bersi uang. Memang hal ini tidak dianggap berlebihan karena telah menyanggup permohonan dari tuan rumah. Pemberian berkat yang berbeda juga diterima oleh saudara dari tuan rumah. Terakhir, untuk para tamu yang berasal dari tetangga dan/atau jemaah juga mendapatkan berkat. Semua itu sebagai rasa terima kasih karena

telah mendo‟akan almarhum dan juga sebagai bentuk shodaqoh yang pahalanya dihadiahkan untuk almarhum.

Bahkan pada saat pelaksanaan tahlilan selesai, shohibul hajat

membersihkan tempat yang telah digunakan. Biasanya dibantu oleh para warga desa Sraten. Semua itu terjadi secara suka rela dan perasaan saling membutuhkan satu sama lain.

c. Bersahabat/Komuniktif

Bersahabat/komunikatif adalah sikap dan tindakan yang

memperlihat-kan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain. Sikap bersahabat berbeda dengan komunikatif namun di dalam sikap bersahabat terdapat proses komunikasi. Sikapt

bersahabat/komunikasi menunjukkan kemampuan seseoarng dalam menyampaikan ide-idenya atau sebuah pikirannya kepada orang lain dalam bergaul. Jadi sikap tersebut menjadi modal penting dalam hidup bermasyarakat.

Di dalam tahlilan terdapat bersahabat/komuniktif yaitu antara tamu dengan keluarga si mayit itu bisa saling berkomunikasi seperti mengucapkan turut berduka cita dan bisa menghibur keluarga agar ahli mayit agar ikhlas melepaskan kepergian si mayit.

Kemudian tradisi tahlilan pada masysrakat Sraten, umunya saling berinteraksi minimal berjabat tangan atau menebar senyum terhadap warga ketika bertemu sebelum mulai kegiatan tahlilan. Setelah kegiatan tersebut selesai, shohibul hajat menyediakan hidangan makanan/minuman kepada para warga. Sembari menikmati hidangan tersebut, para warga saling berinteraksi dan saling tukar fikiran satu sama lain. Hal ini bertujuan agar dapat menumbuhkan atau berperan penting dalam menyambung silaturahmi antara warga desa Sraten.

d. Peduli Sosial

Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pda oranag lain dan masyaraat yang membutuhkan. Peduli sosial merupakan kesadaran sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya sehingga ada sifat saling tergantung antara satu individu dengan individu lain. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia akan

ikut merasakan penderitaan dan kesulitan orang lain sehingga ada keinginan untuk memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang- orang yang kesulitan.

Manusia mempunyai rasa empati, rasa merasakan apa yang dirasakan orang lain dan dengan itu tergeraklah hatinya untuk menolong orang lain. Oleh karena itu pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang suka tolong-menolong dan dasar dari tolong-menolong juga rupa-rupanya perasaan saling butuh membutuhkan, yang ada dalam jiwa warga masyarakat desa Sraten.

Di dalam tahlilan terdapat peduli sosial yaitu bersimpati dan

berbela sungkawa terhadap keluarga si mayit serta ikut mendo‟akan

dan segala dosanya yang pernah dilakukannya selama hidup di dunia, di ampuni oleh Allah SWT. Selain itu dilapangkan kuburnya dan di beri nikmat kubur oleh Allah SWT serta pahala bacan Al-Qur‟an dan dzikir dari sanak saudara maupun tetangganya dihadiahkan kepada si mayit tersebut.

Dalam hal hidangan, selama tujuh hari berturut-turut para ibu-ibu (para tetangga dan kerabat dekat si mayit almarhum) membantu dalam persiapan hidangan (makan, minuman) undangan, karena dalam tradisi

tahlilan tidak sedikit yang hadir. Bahkan pada saat pelaksanaan

tahlilan selesai, mereka bersama-sama membersihkan tempat-tempat yang telah digunakan. Dalam kepedulian sosial terdapat hubungan saling ketergantungan sebagai akibat dari adanya proses pertukaran

yang saling memberikan balasan atas jasa yang diberikan orang lain kepada dirinya. Kepedulian sosial dalam tradisi tahlilan terjadi secara spontan dan rela dengan tujuan membantu si punya hajat dan mereka tidak menerima imbalan berupa upah.

Selain itu terjalin adanya kepedulian antar warga artinya ketika kita mengikuti tradisi tahlilan ada kepedulian sosial yaitu niat untuk menghadiri dan memberi kabar kepada tetangga dan masih banyak lain, dan yang sering kita temui adanya makanan yang disediakan tuan rumah, hal ini bisa jadi sebagai amal shodaqoh dan tambahan kesemangatan warga untuk melakukan tardisi tahlilan.

Hal ini membuktikan bahwa tradisi tahlilan mengandung peran yang penting dalam sosial masyarakat. Apalagi tradisi tahlilan di desa Sraten dilaksanakan secara anjangsana. Jadi mau tidak mau harus menghadiri di rumah warga-warga yang mempunyai hajat dalam kegiatan tahlilan. Selain itu tadisi tahlilan di Sraten dilaksanakan dalam setiap perkumpulan seperti kumpulan RT, RW, acara syukuran kemerdekaan dan lain sebaginya. Perkumpulan keagamaan semu praktis, juga menggunakan tadisi tahlilan. Dengan hal itu kalau tidak mengikuti tradisi tahlilan tentunya sosial masyarakatnya kurang, karena kurangnya mengikuti kegiatan perkumpulan sosial atau perkumpulan agama.

e. Disiplin

Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak lepas dari aktivitas atau kegiatan, kadang kegiatan itu kita lakukan dengan tepat waktu tapi kadang juga tidak. Kegiatan yang kita laksanakan secara tepat waktu dan dilaksanakan secara kontinyu, maka akan menimbulkan suatu kebiasaan. Kebiasaan dalam melaksanakan kegiatan secara teratur dan tepat waktulah yang biasanya disebut disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Disiplin diperlukan di manapun, karena dengan disiplin akan tercipta kehidupan yang teratur dan tertata.

Di dalam tahlilan terdapat nilai disiplin khususnya kepada para santri di pondok pesantren. Seluruh santri diwajibkan untuk megikuti kegiatan tahlilan yang telah menjadi keetentuan pondok pesantren.

Tahlilan dipimpin oleh santri yang telah dijadwalkan dari Ketua Pondok Pensantren. Tradisi tersebut dilakukan secara bergilir setiap

malam Jum‟at bakda maghrib. Diawali dengan mambaca surah Yasin dan diakhiri dengan do‟a. Jika santri tidak mengikuti atau melanggar

kegiatan tersebut maka akan dikenai sanksi/takzir-an yang telah disepakati oleh para santri.

Hal tersebut dapat merekatkan emosional santri dan tumbuh rasa kekeluargaan. Dan juga dapat menjadi bekal para santri, agar ketika dimasyarakat dapat memimpin tahlil di desanya. Tardisi tahlilan

merupakan suatu ciri khas pondok pesantren salaf yang melestarikan tradisi dan budaya Nusantara.

BAB V PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Dalam mengambil kesimpulan ini, penulis mengacu pada rumusan masalah serta hasil penelitian yang menjadi data-data dalam penyusunan penelitian ini yakni penyajian dan analisis data. Dari hasil penyajian data serta analisis data tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan Tradisi Tahlilan Di Desa Sraten

Kegiatan tradisi tahlilan adalah suatu adat keagamaan sebagai salah satu sarana taqorrub illallah (mendekatkan diri kepada Allah) baik dilakukan sendiri atau bersama-sama, berkumpul untuk melakukan berdzikir (mengingat) kepada Allah dengan membaca kalimat thayibah

seperti Laa ilaaha illallah, sholawat kepada Nabi Muhammad, ayat-ayat Al-Qur‟an dan do‟a yang diharapkan memiliki pengaruh dalam meningkatkan nilai-nilai, kebiasaan baik di masyarakat dan lain-lain dalam menjalani kehidupan.

Tradisi tahlilan di desa Sraten ini dilakukan oleh semua lapisan masyarakat desa pada setiap ada orang yang meninggal dunia, perkumpulan, dan kegiatan keagamaan yang dipimpin oleh kyai atau tokoh masyarakat. Bertujuan mendoakan/mengirim doa (ngirim dungo)

bagi arwah ahli kubur agar si ahli kubur mendapatkan ampunan dan di alam arwahnya senantiasa mendapat rahmat dari Allah SWT, kemudian sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, bertaubat kepada Allah, dan mengharap ridho Allah SWT.

Sedangkan pelaksanaan tradisi tahlilan yang berlaku pada masyarakat desa Sraten biasanya dilaksanakan ketika ada orang yang meninggal dunia dilaksanakan setelah kegiatan memandikan, sebelum menyolatkan sampai penguburan jenazah. Pelaksanaan tradisi tahlilan tidak saja dibaca ketika ada orang yang meninggal dunia tetapi tahlilan dibaca juga pada acara selametan atau tasyakuran, rutinan, pengajian peringatan hari besar Islam dan acara lainnya.

Tradisi tahlilan dimulai apabila warga desa sudah banyak yang datang. Kemudian proses berjalannya tahlilan yang sudah menjadi tradisi tersebut, dipimpin oleh imam tahlil yakni tokoh agama atau tokoh masyarakat. Dalam tradisi tahlilan masyarakat desa Sraten pada umumnya melakukan hadharah kepada Nabi, sahabat, para wali, para alim ulama‟,

para kiai serta juga kepada orang yang disekitar yang telah meninggal. Kemudian dilanjutkan pembacaan tahlil dan al-Qur‟an serta pembacaan doa bersama.

Setelah proses tahlilan dan pembacaan do‟a, maka pihak tuan rumah

atau ahlul bait-nya mempersilahkan menyantap makanan dan minuman yang telah disediakan untuk menjamu para tamu atau jamaah, karena hal tersebut sudah menjadi tradisi. Sembari menikmati hidangan tersebut, para

warga saling berinteraksi dan saling tukar fikiran satu sama lain. Hal ini bertujuan agar dapat menumbuhkan atau berperan penting dalam menyambung silaturahmi antara warga desa Sraten. Kemudian masyarakat diberi berkat yang telah disiapkan oleh tuan rumah untuk dibawa pulang. 2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan

Dalam tradisi tahlilan terdapat beberapa nilai-nilai pendidikan karakter, diantaranya yaitu:

a. Religius

Dalam pelaksanaan tardisi tahlilan yaitu membaca surat Yasin, diiringi dengan surah al-Fatihah (hadharah) yang dikhususkan kepada

Nabi SAW, sahabat, para wali, para alim ulama‟, para kiai serta juga kepada orang yang disekitar yang telah meninggal. Kemudian membaca al-Qur‟an, lantunan tasbih (pensucian), tahmid (puji-pujian)

dan istighfar (mohon ampunan) serta diakhiri dengan pembacaan do‟a

secara bersama-sama. b. Kerja Keras

Pada penyambut tradisi tahlilan pada masyarakat Sraten, keluarga si mayit dibantu oleh tetangga, sukarela ataupun orang yang sudah biasa membantu jika ada acara-acara tersebut biasanya berusaha menyediakan makanan untuk orang-orang yang hadir pada tradisi tersebut. Mereka bekerja keras mempersiapkan hidangan yang akan disuguhkan kepada para hadirin.

c. Bersahabat/Komuniktif

Di dalam tahlilan terdapat bersahabat/komuniktif yaitu antara tamu dengan keluarga si mayit itu bisa saling berkomunikasi seperti mengucapkan turut berduka cita dan bisa menghibur keluarga agar ahli mayit agar ikhlas melepaskan kepergian si mayit.

d. Peduli Sosial

Di dalam tahlilan terdapat peduli sosial yaitu bersimpati dan

berbela sungkawa terhadap keluarga si mayit serta ikut mendo‟akan

dan segala dosanya yang pernah dilakukannya selama hidup di dunia, di ampuni oleh Allah SWT. Selain itu terjalin adanya kepedulian antar warga artinya ketika kita mengikuti tradisi tahlilan ada kepedulian sosial yaitu niat untuk menghadiri dan memberi kabar kepada tetangga. e. Disiplin

Di dalam tahlilan terdapat nilai disiplin khususnya kepada para santri di pondok pesantren. Seluruh santri diwajibkan untuk megikuti kegiatan tahlilan yang telah menjadi keetentuan pondok pesantren. Tahlilan dipimpin oleh santri yang telah dijadwalkan dari Ketua Pondok Pensantren. Tradisi tersebut dilakukan secara bergilir setiap

malam Jum‟at bakda maghrib. Jika santri tidak mengikuti atau

melanggar kegiatan tersebut maka akan dikenai sanksi/takzir-an yang telah disepakati oleh para santri.

B. Saran

Berikut ini penulis juga memberikan beberapa saran mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca sebagai berikut:

1. Masyarakat

Masyarakat Sraten saat melakukan tahlilan hendaknya dilakukan secara sungguh-sungguh hati dan lisan, agar dapat banyak keutamaan dan manfaat dari tahlilan

2. Tokoh Masyarakat

Kepada para kyai atau ulama endaknya memberikan penjelasan arti penting dasar-dasar , keutamaan, manfaat dan khasanah ilmu bagi orang yang melakukan tahlilan.

3. Remaja

Kepada remaja desa Sraten dalam mengikuti kegiatan tahlilan harus bisa lebih aktif agar benar-benar tahu tentang arti kegiatan tahlilan.

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Satardo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Raja Grafindo. Ahmad, Alwi. Syarah Ratib Al-Haddad. Hadramaut: Al-Imam Al-Hadad. 1414. Amin, Darori. 2002. Islam & Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: GAMA MEDIA. Ardy, Novan. 2013. Konsep, Praktik & Strategi Membumikan Pendidikan

Karakter di SD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Asmani, Jamal Ma‟mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.

Asmani, Jamal Ma'mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Penddikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.

Bayuadhy, Gesta. 2015. Tradisi-Tradisi Adiluhung Para Ulama‟ Jawa. Jakarta: DIPTA.

Fattah, Munawir Abdul. 2008. Tradisi Orang-Orang NU. Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara.

Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika

Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Penduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta. Pusat Kurikulum dan Perbukuan.

Khozin, Ma‟ruf. 2016. Tahlil Bid‟ah Hasanah (Berlandaskan al-Qur‟an dan Sunnah). Surabaya: Muara Progresif.

Kirono, Condro. 2016. Tiap 41 Menit, 1 Kejahatan Terjadi di Indonesia,

Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT Grasindo.

Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LKIS.

M. Mahbubi. 2012. Pendidikan Karakter: Implementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta

Mahbubi. 2012. Pendidikan Karakter: Implementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta.

Masykur, Ali. 2014. Membumikan Islam Nusantara. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.

Moleong, Lexy. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rodakarya.

Muchtar, Masyhudi dkk. 2007. Aswaja An-Nahdliyah. Surabaya: Khalista

Mufid, Ahmad Syafi‟i. 2006. Tangklukan, Abangan, dan Tarekat Kebangkitan Agama di Jawa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Muhaimin. 2006. Pendidikan Islam: Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Muhaimin. Abdul Mujib & Muzakkir, Jusuf. 2005. Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Prenada Media.

Muin, Fathul. 2011. Pendidikan Karakter:Konstruksi Teoritik dan Praktik, Yogyakarta: Ar Ruzz.

Mujib, Abdul & Muhaimin. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya.

Ngabdurrohman & Manan, Abdul. 2012. Tradisi Amaliyah NU & Dalil-Dalilnya. Jakarta: LTM-PBNU.

Rosyadi, Khoirul. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Royyan, Mohammad Danial. 2013. Sejarah Tahlil. Kendal: LTN-NU dan Pustaka

Dokumen terkait