• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Miftahuddin, M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Miftahuddin, M."

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

DALAM TRADISI TAHLILAN DI DESA SRATEN

KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG

TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

MUHAMMAD FAUZIL „ADZIM NIM. 11114120

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

(2)
(3)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

DALAM TRADISI TAHLILAN DI DESA SRATEN KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

MUHAMMAD FAUZIL „ADZIM NIM. 11114120

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

َع ِّٓهَصُٔ ِْزَّنا ٌَُُ .ًلإِصَأََ ًجَشْكُت ُيُُحِّثَسََ .اًشِٕثَك اًشْكِر َ َّاللَّ اَُشُكْرا اُُىَمآ َهِٔزَّنا أٍََُّأ أَ ْمُكَجِشْخُِٕن ًُُرَكِئلاَمََ ْمُكَْٕه

:باضحلاا( .اًمِٕحَس َهِٕىِمْؤُمْناِت َناَكََ ِسُُّىنا َّنِإ ِخاَمُهُّظنا َهِم ١٤

- ١٤ )

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah,

zikir yang sebanyak-banyaknya.Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan

petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan

ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada

cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang

(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, skripsi

ini penulis persembahkan untuk :

1. Bapak dan ibuku tersayang, Muzazin dan Sri Muflikhah yang selalu

membimbingku, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam

kehidupanku.

2. Saudara kandungku adik Aini Aqilatul Munawaroh dan M. Ulul Azmi atas

motivasi yang tak ada hentinya kepadaku sehingga proses penempuhan gelar

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Bismillahirrahmanirrohim

Puji syukur alhamdulillahi robbil‟alamin, penulis panjatkan kepada Allah

Swt yang selalu memberikan nikmat, kaunia, taufik, serta hidayah- Nya sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada nabi agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta

para pengikutnya yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang mana

beliau satu-satunya umat manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari

zaman kegelapan menuju zaman terang benerang seperti ini yakni dengan

ajarannya agama Islam.

Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Tradisi

Tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2018.

Topik yang diangkat dalam penulisan skripsi ini bertujuan untuk menggambarkan

nilai-nilai pendidikan karakter dalam tardisi tahlilan di masyarakat desa Sraten

yang selama ini belum banyak diketahui oleh masyarakat desa kecuali ulama atau

mereka yang pernah mengenyam pendidikan formal atau non formal.

Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari

berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.

(10)

3. Ketua jurusan PAI IAIN Salatiga, Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.

4. Bapak Dr. Miftahuddin, M.Ag. selaku pembimbing skripsi yang telah

memberikan saran, arahan dan bimbingan dengan ikhlas dan kebijaksanaan

meluangkan waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.

5. Ibu Dr. Lilik, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi

dukungan dan pengarahan selama masa perkuliahan di IAIN Salatiga.

6. Bapak Muh Aji Nugroho, Lc., MA. yang telah memberikan ide dan inspirasi

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, serta

karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang

pendidikan S1.

8. Kepada K. Matori Mansur selaku Pengasuh Pondok Pesantren Mansya”ul

Huda Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang

9. Seluruh perangkat Desa Sraten Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang

10.Seluruh tokoh Agama, Ustadz, dan kyai serta seluruh masyarakat desa Sraten

yang telah membantu dan berpartisipasi dan berkenan untuk memberikan

informasi dan bantuan dalam penulisan sekripsi ini.

11.Sahabat-sahabat seperjuanganku Maimun, Faizal, Gus Alip, Ahsin, Fuadi,

Ulil, Latif, Burhan, Diah Suko, Alfi, Elfa, Aulina, Ririn, Malika, Syukuri,

Aulina, Nastiti, Lina, Marjai, Yusuf, Chuzaini dan Empit yang selalu

memberikan motivasi kepadaku, somoga sukses serta diberi kelancaran dalam

(11)

12.Sahabat-sahabati PMII Komisariat Djoko Tingkir Kota Salatiga yang selalu

memberikan motivasi kepadaku dan membantu menyelesaikan skripsi ini.

13.Keluarga besar santri Pondok Pesantren Mansyaul Huda Sraten Tuntang

Kabupaten Semarang.

14.Keluarga Besar LDK Nusantara Salatiga terimakasih atas doa dan motivasinya

sehingga penulisan skripsi ini bisa terselesaikan.

15.Sahabat-sahabat seperjuanganku Posko 1 KKN Giyanti Candi Mulyo Kab.

Magelang (iqbal, daus, mbk anis, mbak mut, bella, ratna, fera) yang selalu

mendoakanku dalam segala hal tak terkecuali menyelesaikan tugas akhir ini.

16.Sahabat-sahabat seperjuanganku di Dewan Mahasiswa Institut

17.Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2014 khususnya jurusan PAI.

18.Dan seluruh teman yang tidak bisa saya sebutka satu per satu terimakasih atas

segala yang telah diberikan baik itu tenaga, motivasi, do‟a dan lain

sebagainya.

19.Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya sehingga

penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

Atas jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka

mendapat balasan yang lebih baik dari serta mendapatkan kesuksesan baik di

dunia maupun di akhirat.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih

sangat jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan

(12)

kritik dan saran yang membangun agar dapat memberikan manfaat bagi penulis

sendiri dan bagi pembacanya. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salatiga, 26 September 2018.

M. Fauzil „Adzim

(13)

DAFTAR ISI

LEMBAR BERLOGO ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

ABSTRAK ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Penegasan Istilah ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 9

(14)

1. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter ... 12

a. Pengertian Nilai ... 12

b. Pengertian Pendidikan Karakter ... 13

c. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter ... 17

d. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter ... 18

2. Tahlilan ... 22

a. Pengertian Tahlilan ... 22

b. Sejarah Tahlilan ... 24

c. Dasar Hukum Tahlilan ... 26

d. Pelaksanaan Tradisi Tahlilan ... 33

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 39

B. Subyek Penelitian ... 39

C. Sumber dan Jenis Data ... 40

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

E. Analisis Data ... 42

F. Pengecekan keabsahan Data ... 44

(15)

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Paparan Data ... 46

1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Desa Sraten Kec. Tuntang Kab. Semarang ... 46

a. Letak dan Kondisi Geografis ... 46

b. Kependudukan ... 46

c. Bidang Pembangunan/Sarana Fisik ... 51

d. Kondisi Sosial Budaya dan Tradisi Keagamaan ... 52

2. Tradisi Tahlilan Desa Sraten Kec. Tuntang Kab. Semarang ... 55

a. Asal-Usul atau Dasar Orang Melaksanakan Tradisi Tahlilan .. 55

b. Tujuan Mengadakan Tradisi Tahlilan ... 57

c. Waktu dan tempat Pelaksanaan Tradisi Tahlilan ... 58

d. Pelaksanaan Tradisi Tahlilan ... 62

e. Hidangan dan Tujuannya ... 65

f. Manfaat Melakukan Tradisi Tahlilan ... 67

g. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan ... 69

B. Analisa Data ... 74

1. Penyelenggaraan Tradisi Tahlilan Di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang ... 74

(16)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(17)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Agama

2. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Usia

3. Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran Pedoman Wawancara

2. Lampiran Hasil Transkip Wawancara

3. Lampiran Dokumentasi

4. Lampiran Surat Permohonan Izin Penelitian

5. Lampiran Surat Keterangan Penelitian

6. Lampiran Surat Pembimbing Skripsi

7. Lampiran Lembar Konsultasi Penelitian

8. Lampiran Daftar Nilai SKK

(19)

ABSTRAK

Adzim, Fauzil. 2018. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Tradisi Tahlilan di

Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan

Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Miftahuddin, M.Ag.

Kata Kunci : Nilai-Nilai Pendidikan Karakter, Tradisi Tahlilan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter

yang dirumuskan oleh DIKNAS dalam tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan

Tuntang Kabupaten Semarang. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui

penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana pelaksanaan penyelenggaraan tradisi

tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Kedua,

bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam pelaksanaan tradisi

tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan

data menggunakan metode observasi, metode wawancara, metode dokumentasi.

Subjek penelitian ini adalah Tokoh Masyarakat, Masyarakat desa Sraten dan

kegiatan tahlilan yang ada di desa Sraten. Sedangkan teknik analisis data

dilakukan dengan klarifikasi data, penyaringan data dan penyimpulan.

Hasil penelitian ini adalah pertama, tradisi tahlilan dilakukan secara

bersama-sama yang dipimpin oleh imam tahlil, diawali dengan membaca hadharah kepada

Nabi, sahabat, dan seterusnya. Kemudiam pembacaan tahlil dan al-Qur‟an serta

pembacaan do‟a. Kedua, nilai-nilai pendidikan karakter dalam tradisi tahlilan

diantaranya nilai religius, kerja keras, bersahabat/komunikatif, peduli sosial dan

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kondisi karakter bangsa Indonesia saat ini mendapat perhatian khusus dari

pemerintah. Hal ini terjadi karena adanya kemerosotan moral yang terjadi

dalam berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari masyarakat awam hingga

masyarakat yang berpendidikan sekalipun. Menurut Tim Pakar Yayasan Jati

Diri Bangsa, kondisi karakter di Indonesia saat ini mengalami penurunan, hal

ini ditunjukkan adanya beberapa kasus yaitu kebiasaan korupsi yang sulit

diberantas, lemahnya disiplin, melemahnya nasionalisme, menurunnya

kemampuan untuk menerima dan menghargai perbedaan, kurangnya rasa

kepedulian, serta adanya kesenjangan antara yang diketahui dan yang

dilakukan (Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa, 2011:30-33)

Indikasi penurunan moral bangsa juga ditunjukkan dengan data kejahatan

dalam media berita sindonews, setiap 41 menit terjadi satu kejahatan di provisi

Jawa Tenagh sepanjang tahun 2016. Hal ini disampaikan oleh Kapolda Jawa

Tengah Irjen Pol Condro Kirono di Mapolda Jawa Tengah Kota Semarang,

Kamis (29/12/2016). Menurut Condro, jumlah kejahatan di tahun 2016

mencapai 12.574 kasus.

Kasus penyimpangan moral remaja yang terjadi di Kecamatan Tuntang

Kabupaten Semarang baru-baru ini, misalnya kasus seorang siswi SMK bunuh

(21)

(Kompas.com), kemudian kasus bunuh diri pada 14 bulan April 2017

(Harian7.com).

Dengan memperhatikan kondisi moral bangsa Indonesia tersebut,

Indonesia membutuhkan formula untuk memperbaiki moral bangsa Indonesia

melalui pendidikan karakter

Istilah pendidikan karakter kembali menguat ketika Menteri Pendidikan

Muhammad Nasir dalam pidatonya pada Hari Pendidikan Nasional 2011

menekankan pentingnya pendidikan karakter sebagai upaya pembangunan

karakter bangsa. Bahkan ditahun yang sama Kementrian Pendidikan

menerbitkan buku pelatihan dan penegembangan pendidikan budaya karakter

bangsa yang disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangn Pusat

Kurikulum Kemendiknas RI.

Dalam buku yang didisusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan

Pusat Kurikulum Kemendiknas RI ada 18 nilai dalam pendidikan karakter

bangsa yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai

prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli

lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. (Kementerian Pendidikan Nasional,

2011: 7)

Indikator nilai-nilai pendidikan karakter yang ditetapkan oleh pemerintah

terdapat dalam dalam ajaran Aswaja. Menurut M. Mahbubi, Aswaja yang

menjadi inti ajaran NU telah sesuai dengan indikator nilai-nilai pendidikan

(22)

Indonesia Emas 2045 (Mahbubi, 2012: 149). Dalam ajaran Aswaja terdapat

tradisi tahlilan. Aswaja memiliki lingkup yang lebih luas dari tradisi tahlilan.

Dengan demikian, tradisi tahlilan memiliki keterkaitan dengan pendidikan

karakter.

Mengingat ajaran Aswaja yang memiliki nilai-nilai karakter yang sesuai

dengan harapan pemerintah Indonesia, maka tradisi tahlilan dapat menjadi

salah satu alternatif strategi pembentukan karakter bangsa.

Tradisi atau sering disebut dengan adat atau „urf yaitu kebiasaan

masyarakat,baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dilakukan secara

kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa merasa

tenang dalam melakukan karena sejalan dengan akal dan diterima oleh tabiat

(citra batin individu yang menetap) yang sejahtera (Muhaimin, Abdul Mujib &

Jusuf Muzakkir, 2005: 201-202). Tahlian yang biasa diamalkan oleh

masyarakat Islam pengikut faham Ahlussunnah wal Jama‟ah adalah membaca

dzikir kalimat tauhid tersebut, yang dirangkai dengan bacaan ayat-ayat

al-Qur‟an (Surah al-Fatihah, Ikhlas, Falaq, an-Nas, Permulaan Surah

al-Baqarah, Ayat Kursi, akhir Surah al-Baqarah) dan bacaan shalawat Nabi

SAW., tasbih, tahmid, takbir serta istiqhfar, yang urut-urutannya seperti

bacaan tahlildimuka, diakhiri dengan do‟a (Umar,1997: 106-107).

Tradisi tahlilan merupakan salah satu hasil akulturasi antara nilai-nilai

kebudayaan masyarakat setempat dengan nilai-nilai Islam. Dalam tradisi lama,

bila ada orang meninggal, maka sanak famili dan tetangga berkumpul di rumah

(23)

judi, mabuk-mabukan atau lainnya. Wali Songo tidak serta merta

membubarkan tradisi tersebut, tetapi masyarakat dibiarkan tetap berkumpul

namun isinya diganti dengan mendoakan si mayit dan membaca tahlil, tahmid,

tasbih dan sholawat kepada Nabi SAW, sekeluarganya dan para sahabatnya.

Menurut keyakinan Islam, orang yang sudah meninggal dunia ruhnya tetap

hidup dan tinggal sementara di alam kubur atau alam barzah, sebagai alam

antara sebelum memasuki alam akhirat tanpa kecuali. Kapercayaan tersebut

telah mewarnai orang Jawa. Hanya saja menurut orang Jawa, arwah

orang-orang tua sebagai nenek moyang yang telah meninggal dunia berkaliaran di

sekitar tempat tinggalnya, atau sebagai arwah leluhur menetap di makam

(pesarean). Mereka masih mempunyai kontak hubungan dengan keluarga yang

masih hidup sehingga suatu saat arwah itu nyambangi datang ke kediaman

anak keturunan. Di sisi lain atas dasar kepercayaan islam bahwa orang yang

yang meninggal dunia perlu dikirim doa, maka muncul tradisi kirim doa,

tahlilan tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari (nyatus), satu tahun

(mendhak), dan seribu hari (nyewu) setelah seseorang meninggal dunia

merupakan anjuran menurut ajaran Islam, sedangkan penentuan hari-hari

sebagai saat pelaksanaan upacara kirim doa lebih diwarnai oleh warisan budaya

Jawa pra Islam (Darori Amin, 2002: 127-128). Oleh karena itu Islam yang

berkembang di Indonesia memiliki ragam budaya yang masih dilestarikan

seperti tradisi tahlilan.

Setiap tradisi mengandung nilai-nilai pendidikanya, khususnya pada

(24)

hidup seseorang sehingga menjadikan seseorang dianggap sempurna dan

mempunyai kreativitas. Akan tetapi, dalam pendidikan tidak hanya

berhubungan dengan kreativitas, ilmu pengetahuan, dan teknologi belaka,

melainkan juga tentang pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai

tertentu dalam diri seseorang.

Karakter merupakan kepribadian yang khas pada diri seseorang yang

terbentuk karena pengaruh lingkungannya. Karakter manusia akan sangat

menentukan arah kehidupan manusia, baik secara individual maupun komunal.

Karakter yang baik akan melahirkan sebuah tatanan yang baik, begitu juga

sebaliknya. Pendidikan karakter membutuhkan upaya yang melibatkan semua

pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan, maupun

masyaraat luas. Karena itu, sistem dari jaringan pendidikan ini harus

disambung kembali karena pendidikan tidak akan berhasil sepanjang kondisi

antarlingkungan pendidikan terputus satu sama lain (Ali Masykur, 2014:

238-241). Oleh karena itu, rumah tangga dan keluarga sebagai pembentuk

pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan.

Pendidikan dimasyarakat juga memiliki signifikansi yang kuat, karena

lingkungan masyarakat sangat mempengaruhi karakter dan watak seseorang.

Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan

nilai-nilai etika dan etetika dalam pembentukan karakter.

Berkaitan dengan uraian diatas, maka timbul suatu keinginan dari penulis

penulis untuk mengadakan penelitian terhadap kandungan nilai-nilai

(25)

pembelajaran bagi masyarakat sekitar dalam tradisi tahlilan tersebut.

Pembelajaran dalam hal ini adalah sebagai upaya pembentukan karakter, yang

diterapkan pada diri sendiri maupun dalam masyarakat luas yang akan peneliti

tuangkan dalam bentuk judul: NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

DALAM TRADISI TAHLILAN DI DESA SRATEN KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2018

B.Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan

diteliti adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan penyelenggaraan tradisi tahlilan di Desa Sraten

Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang?

2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam pelaksanaan

tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan peneliti adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan penyelenggaraan tradisi tahlilan di Desa

Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang

2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam

pelaksanaan tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten

(26)

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk peneliti sendiri

maupun untuk budaya dan masyarakat Jawa. Secara lebih rinci manfaat

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teoritis

a. Dapat menambah khasanah keilmuan dalam ranah agama, pendidikan

dan kebudayaan.

b. Sebagai bahan rujukan bagi perpustakaan IAIN atau Fakultas sebagai

acuan bagi peneliti selanjutnya yang berkenan dengan tahlilan.

2. Praktis

Diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata kepada pihak

masyarakat untuk meningkatkan nilai-nilai pendidikan karakter serta

tingkat moralitas masing-masing, supaya tahu pentingnya akan agama bagi

kita terutama warga Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten

Semarang.

E.Penegasan Istilah

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menghindari

kesalahpahaman penafsiran terhadap penelitian ini, maka perlu dijelaskan

tentang istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian sebagai berikut::

1. Nilai

Nilai adalah suatu makna yang terkandung dari setiap perilaku.

(27)

kebudayaan, nilai juga membimbing manusia untuk menentukan apakah

sesuatu itu boleh atau tidak boleh dilakukan.

2. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dalam pengertian sederhana adalah hal positif apa

saja yang dilakukan oleh guru dan berpengaruh lepada karakter siswa yang

diajarkannya. (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2014: 43).

Jadi pendidikan karakter itu sebuah proses pemberian tuntunan kepada

anak untuk menjadi manusia seutuhnya, yang berkarakter dalam dimensi

hati, fikir, raga serta rasa. Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak hanya

melibatkan pengetahuan yang baik saja, tetapi juga menanamkan kebiasaan

hal yang baik, merasakan dengan baik, dan berperilaku yang baik dengan

sepenuh hati tanpa paksaan.

3. Tradisi

Tradisi atau sering disebut dengan adat atau „urf yaitu kebiasaan

masyarakat,baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dilakukan

secara kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehingga

jiwa merasa tenang dalam melakukan karena sejalan dengan akal dan

diterima oleh tabiat (citra batin individu yang menetap) yang sejahtera

(Muhaimin, Abdul Mujib & Jusuf Muzakkir, 2005: 201-202).

Maka tradisi itu kebiasaan dalam masyarakat dan menjadi salah satu

kebutuhan sosial yang sulit untuk ditinggalkan dan berat untuk dilepaskan.

(28)

dijalankan dalam masyarakat). Sesuatu anggapan yang telah ada dan

dianggap benar, lalu dilanjutkan secara terus.

4. Tahlilan

Tahlilan adalah sesuatu yang biasa diamalkan oleh masyarakat Islam

pengikut faham Ahlussunnah wal Jama‟ah adalah membaca dzikir kalimat

tauhid tersebut, yang dirangkai dengan bacaan ayat-ayat al-Qur‟an (Surah

al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas, Permulaan Surah al-Baqarah, Ayat

Kursi, akhir Surah al-Baqarah) dan bacaan shalawat Nabi SAW, tasbih,

tahmid, takbir serta istiqhfar, yang urut-urutannya seperti bacaan tahlil

dimuka, diakhiri dengan do‟a (Ali Chasan Umar,1997: 106-107).

Maka tahlilan merupakan salah suatu sarana taqorrub illallah

(mendekatkan diri kepada Allah) baik dilakukan sendiri atau

bersama-sama, untuk melakukan dzikir (mengingat) kepada Allah dengan membaca

al-Qur‟an dan kalimat thayyibah.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman dan agar pembaca skripsi segera

mengetahui pokok-pokok pembahasan skripsi, maka penulis akan

mendeskripsikan ke dalam bentuk kerangka skripsi.

Sistematika penulisan ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian

isi dan bagian akhir.

1. Bagian Awal

Berisi mengenai halaman judul, halaman persetujuan pembimbing,

(29)

halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak dan daftar isi,

daftar gambar dan daftar tabel.

2. Bagian Isi

Bagian isi terdiri dari beberapa bab, yang masing-masing bab terdiri

dari beberapa sub bab dengan susunan sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang,

rumusan masalah, tujuan, manfaat, penegasan istilah, tinjauan pustaka dan

sistematika penelirtian.

Bab kedua berisi tentang kajian pustaka yang terdiri dari dua sub bab

yaitu sub bab pertama tentang landasan teori yang mencakup pengertian

pendidikan karakter, tujuan dan fungsi pendidikan karakter, nilai-nilai

pendidikan karakter, pengertian tahlil, sejarah tahlil, dasar hukum tentang

tahlil, pelaksanaan kegiatan tahlil. Dan sub bab kedua tentang kajian

penelitian terdahulu.

Bab ketiga membahas tentang metode penelitian yang mencakup jenis

penelitian, subyek penelitian, sumber dan jenis data, teknik pengumpulan

data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian.

Bab keempat berisi tentang paparan data dan analisis data yang terdiri

dari dua sub bab yaitu sub bab pertama tentang paparan data yang meliputi

gambaran umum Desa Sraten Kabupaten Semarang dan tardisi tahlilan di

Desa Sraten Kabupaten Semarang. Sub bab kedua tentang analisis data

yang meliputi pelaksanaan tahlilan pada masyarakat Desa Sraten

(30)

karakter dalam tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang

Kabupaten Semarang.

Bab kelima adalah penutup kesimpulan dari seluruh uraian yang telah

dikemukakan dan merupakan jawaban terhadap permasalahan yang

terkandung dalam penelitian ini. Bab ini juga mengemukakan saran

sebagai kelanjutan dari kesimpulan yang dihasilkan peneliti dalam

penelitian ini

3. Bagian Akhir mengenai lampiran-lampiran penelitian berisi tentang hasil

wawancara, dokumentasi, surat permohonan izin penelitian, surat

keterangan penelitian, lembar konsultasi penelitian, surat pembimbing

(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter a. Pengertian Nilai

Nilai secara etimologi kata nilai berasal dari bahasa Latin vale‟re

yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku. Nilai adalah

kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diingikan, dikejar,

dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya

menjadi bermartabat (Satardo Adisusilo, 2012: 54). Sehingga nilai

dapat diartikan sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling

benar menurut keyakian seseorang atau kelompok.

Sedangkan pengertian nilai secara terminologi ada beberapa

pendapat sebagai berikut:

1) Dalam buku “Pendidikan Profetik”, Khoirul Rosyadi (2004: 115)

menuturkan bahwa nilai merupakan realitas abstrak. Nilai kita

rasakan dalam diri kita masing-masing sebagai daya pendorong

atau prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan sampai pada

suatu tingkat dimana sementara orang lebih siap untuk

mengorbankan hidup mereka daripada mengorbankan nilai.

2) Dalam buku “Pemikiran Pendidikan Islam” ditulis oleh Muhaimin

(32)

praktis dan efisien dalam jiwa dan tindakan manusia serta

melembaga secara objektif di masyarakat.

3) Menurut Wabster dalam buku “Pendidikan Islam: Mengurai

Benang Kusut Dunia Pendidikan” yang dikutip oleh Muhaimin

(2006: 148) bahwa nilai adalah suatu keyakinan yang menjadi

dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih

tindakannya atau menilai suatu yang bermakna atau yang tidak

bermakna bagi kehidupannya.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa nilai

merupakan sesuatu yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan

manusia dan harus dimiliki setiap manusia sebagai landasan, alasan,

atau motivasi dalam setiap tingkah laku dan perbuatan seseorang

dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai juga dapat mencerminkan

kualitas tindakan dan pandangan hidup yang dipilih oleh seseorang

atau masyarakat.

b. Pengertian Pendidikan Karakter

Kata karakter diambil dari bahasa Inggris dan juga berasal dari

bahasa Yunani Character. Kata ini awalnya digunakan untuk

menandai hal yang mengesankan dari dua koin (keping uang).

Selanjutnya istilah ini digunakan untuk menandai dua hal yang

berbeda satu sama lainnya, dan akhirnya digunakan juga untuk

menyebut kesamaan kualitas pada tiap tiap orang yang membedakan

(33)

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter diartikan

sebagai sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti

yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter adalah ciri

khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut

asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu, serta

merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak,

bersikap, berucap dan merespon sesuatu.

Menurut Kamisa dalam buku “Konsep, Praktik & Strategi

Membumikan Pendidikan Karakter di SD”, berkarakter artinya

mempunyai watak dan kepribadian Karakter akan memungkinkan

individu untuk mencapai pertumbuhan yang berkesinambungan. Hal

ini disebabkan karakter memberikan konsistensi, integritasi dan energi.

Orang yang memiliki karakter yang kuat, akan memiliki momentum

untuk mencapai tujuan. Begitu pula sebaliknya, mereka yang

berkarakter mudah goyah, akan lebih lambat untuk bergerak dan tidak

bisa menarik orang lain untuk bekerja sama dengannya (Novan Ardy,

2013: 25).

Menurut Scerenko dalam buku Konsep dan Model Pendidikan

Karakter yang dikuti oleh Muchlas Samani dan Hariyanto (2014: 42)

mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk

dan membedakan ciri pribadi, ciri etnis dan kompleksitas mental dari

(34)

Dengan ini dapat dinyatakan bahwa karakter adalah nilai dasar

yang membangun pribadi seseorang, yang membedakannya dengan

orang lain serta mewujudkan dalam sikap dan prilaku dalam kehidupan

sehari-hari.

Pendidikan sangat berperan penting dalam kehidupan dan

kemajuan umat manusia. Karena pendidikan merupakan suatu

kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang

berpengaruh pada perkembangan fisiknya, daya jiwa (akal, rasa, dan

kehendak), sosialnya dan moralitasnya. Dalam hal ini, pendidikan

tidak hanya mengembangkan ilmu, keterampilan, teknologi, tetapi juga

mengembangkan aspek-aspek lainnya, seperti kepribadian, etika,

moral dan lain-lain. Pendidikan juga tidak hanya berlangsung di dalam

kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter dalam pengertian sederhana adalah hal positif

apa saja yang dilakukan oleh guru dan berpengaruh lepada karakter

siswa yang diajarkannya. (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2014: 43).

Sedangkan pengertian pendidikan karakter menurut beberapa

pendapat sebagai berikut:

1) Menurut Ratna Megawangi dalam buku “Konsep, Praktik &

Strategi Membumikan Pendidikan Karakter di SD” yang dikutip

oleh Nova Ardy (2013: 26), pendidikan karakter yaitu sebuah

usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan

(35)

sehingga mereka dapat memberikan konstribusi positif pada

masyarakat.

2) Menurut Fikry Gaffar dalam buku “Konsep, Praktik & Strategi

Membumikan Pendidikan Karakter di SD” yang dikutip oleh Nova

Ardy (2013: 26), pendidikan karakter adalah sebuah proses

tranformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan

dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu kehidupan

orang itu.

3) Menurut Burke dalam buku Konsep dan Model Pendidikan

Karakter yang dikutip oleh Muchlas Samani dan Hariyanto (2014:

43) pendidikan karakter semata-mata merupakan bagian dari

pembelajaran yang baik dan merupakan bagian fundamental dari

pendidikan yang baik.

Dari beberapa paparan di atas, peneliti berusaha menyimpulkan

bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah proses pemberian

tuntunan kepada anak untuk menjadi manusia seutuhnya, yang

berkarakter dalam dimensi hati, fikir, raga serta rasa. Oleh karena itu,

pendidikan karakter tidak hanya melibatkan pengetahuan yang baik

saja, tetapi juga menanamkan kebiasaan hal yang baik, merasakan

dengan baik, dan berperilaku yang baik dengan sepenuh hati tanpa

(36)

c. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter

Fungsi Pendidikan karakter menurut Kemendiknas (2011: 7)

adalah sebagai berikut:

1) Membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural,

2) Membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan

mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan umat

manusia, mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,

berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik,

3) Membangun sikap warga Negara yang cinta damai, kreatif,

mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain

dalam suatu harmoni.

Sedangkan tujuan pendidikan karakter menurut Kemendiknas

(2011:7) adalah mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter

bangsa yaitu Pancasila, meliputi:

1) Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik,

2) Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila,

3) Mengembangkan potensi warga Negara agar memiliki sikap

percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai

umat manusia.

Dari tersebut di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan

karakter bertujuan untuk menangkap nilai yang diwujudkan dalam

(37)

kehidupan pribadi dan interaksi sosial. Dengan internalisasi nilai

kebajikan pada diri seorang anak, diharapkan dapat mewujudkan

perilaku baik.

d. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Nilai-nilai pendidikan karakter dapat ditangkap manusia melalui

berbagai hal diantaranya melalui keluarga, satuan pendidikan,

masyarakat, pemerintah, dunia usaha, media massa, dan sebagainya

(Kemendiknas, 2011: 7). Termasuk melalui pemahaman dan

penikmatan sebuah tradisi dan budaya. Tradisi khususnya sangat

berperan penting sebagai media dalam pentransformasian sebuah nilai

termasuk halnya nilai pendidikan karakter. Dalam penelitian ini,

nilai-nilai pendidikan karakter dapat ditemukan dalam tradisi Tahlilan yang

dilihat dari beberapa unsur dalam penyajiannya.

Dalam rumusan pengembangan nilai pendidikan karakter oleh

Kementrian Pendidikan Nasional (2011: 8), terdapat hubungan antara

nilai-nilai perilaku manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri

sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaaan. Wujud nilai

tersebut dikembangkan menjadi 18 nilai karakter, antara lain:

1) Religius, sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.

2) Jujur, perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam pikiran, perkataan,

(38)

3) Toleransi, sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan hal-hal yang berbeda dari dirinya

secara sadar dan terbuka.

4) Disiplin, tindakan yang konsisten, menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5) Kerja keras, perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan

sebagainya dengan sebaik-baiknya.

6) Kreatif, berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7) Mandiri, merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8) Demokratis, merupakan cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9) Rasa ingin tahu, merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang

dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10)Semangat kebangsaan, merupakan cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di

atas kepentingan diri dan kelompoknya.

(39)

yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, dan politik bangsa.

12)Menghargai prestasi, merupakan sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghsilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan

mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13)Bersahabat/Komunikatif, tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14)Cinta damai, merupakan sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa damai, nyaman, senang, tenang dan

aman atas kehadiran dirinya.

15)Gemar membaca, merupakan kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16)Peduli lingkungan, merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan alam sekitar.

17)Peduli sosial, merupakan sikap dan tindakan yang mencerminkan

kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang

membutuhkan.

18)Tanggung jawab, merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan

dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya),

negara, dan agama.

Sedangkan didalam buku Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

(40)

mengelompokkan nilai-nilai pendidikan karakter menjadi empat

macam sebagai berikut:

1) Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan. Nilai ini

bersifat religius untuk memperbaiki karakter individu, yang

berhubungan dengan Tuhan maupun kepercayaannya. Nilai ini

dapat berupa percaya, berdoa, taat, dan bersyukur kepada Tuhan.

2) Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan diri sendiri. Nilai

ini merupakan tuntunan yang ditujukan untuk diri pribadi, yang

menekankan pada pengembangan rasa. Nilai ini meliputi jujur,

bertanggung jawab, bijaksana, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja

keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif,

inovatif, mandiri, ingin tahu, dan cinta ilmu.

3) Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan sesama. Pada

dasarnya manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai

makhluk sosial dengan cara hidup berdampingan dengan orang

lain. Nilai ini dapat berupa sadar hak dan kewajiban diri dan orang

lain, patuh pada aturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang

lain, santun, gotong royong, dan demokratis.

4) Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan alam

sekitar/lingkungan. Nilai ini berupa sikap dan tindakan yang selalu

berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya.

5) Nilai pendidikan karakter hubungannya dengan kebangsaan. Nilai

(41)

Dengan demikian nilai-nilai pendidikan karakter yang tersirat

dalam berbagai hal dapat mengembangkan individu maupun

masyarakat dalam berbagai hal pula, dan nilai-nilai tersebut mutlak

dihayati, diresapi individu atau masyarakat karena nilai tersebut

mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan bertindak sehingga budi

pekerti serta pikiran atau intelegensinya berkualitas.

2. Tahlilan

a. Pengertian Tahlilan

Tahlilan secara etimologis (bahasa) berasal dari sighat masdar

dari kata اليلهت - للّلهي – لّله yang berarti mengucapkan lafadz “Laa

ilaaha illa Allah”.

Sedangkan secara terminologis (istilah) telah dikemukakan oleh

pakar Agama, diantaranya:

1) Menurut Ahmad Syafi‟i Mufid dalam bukunya yang berjudul

“Tangklungan Abangan dan Tarekat Kebangkitan Agama di

Jawa”, bahwa tahlilan adalah serangkaian bacaan dimulai dengan

membaca Surat Al-Fatihah, Surat Al-Ikhlas, Surat An-Nas dan

Surat Al-Falaq (muawazatain), lima ayat pemula Surat

Al-Baqarah, bacaan Lailahaillallah, bacaan tasbih (Subhanallah),

tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allahu Akbar) dan shalawat

(Allahumma Salli „Ala Muhammad) dan ditutup dengan do‟a

(42)

2) Menurut KH. Abdul Muchith Muzadi yang dikuti oleh Saifullah

al-Aziz dalam bukunya yang berjudul “Kajian Hukum-Hukum

Walimah (Selametan)”, bahwa tahlilan adalah bersama-sama

melakukan do‟a bagi orang (keluarga, teman dsb) yang sudah

meninggal dunia, semoga diterima amalnya dan diampuni dosanya

oleh Allah SWT, yang sebelum do‟a, diucapkan beberapa kalimah

thayyibah (kalimah-kalimah yang bagus, yang agung), berwujud

hamdalah, shalawat, tasbih, tahlil dan beberapa ayat suci

Al-Qur‟an (Saifulloh, 2009: 241-242).

3) Menurut Drs. M. Ali Chasan Umar dalam bukunya yang berjudul

“Risalah Merawarat Jenazah, Shalat Jenazah, Talqin dan Tahlil”,

bahwa tahlil yang biasa diamalkan oleh masyarakat Islam

pengikut faham Ahlussunnah wal Jama‟ah adalah membaca dzikir

kalimat tauhid tersebut, yang dirangkai dengan bacaan ayat-ayat

al-Qur‟an (Surah al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas,

Permulaan Surah al-Baqarah, Ayat Kursi, akhir Surah al-Baqarah)

dan bacaan shalawat Nabi SAW., tasbih, tahmid, takbir serta

istiqhfar, yang urut-urutannya seperti bacaan tahlil dimuka,

diakhiri dengan do‟a (Ali Chasan Umar,1997: 106-107).

4) Menurut H. Munawir Abdul Fattah dalam bukunya yang berjudul

“Tradisi Orang-Orang NU”, bahwa Tahlil berasal dari kata

hallala, yuhallilu, tahlilan, artinya membaca kalimat La Ilaha

(43)

bahwa setiap pertemuan yang didalamnya dibaca kalimat itu

secara bersama-sama disebut Majelis Tahlil. Majelis tahlil di

masyarakat Indonesia sangat variatif, dapat diselenggarakan kapan

dan dimana saja, bisa pagi, siang, sore atau malam. Bisa di masjid,

musholla, rumah, atau lapangan (Munawir, 2008: 276).

Jadi penulis dapat menyimpulkan dari beberapa pendapat diatas

bahwa tahlilan adalah salah suatu sarana taqorrub illallah

(mendekatkan diri kepada Allah) baik dilakukan sendiri atau

bersama-sama untuk melakukan dzikir (mengingat) kepada Allah dengan

membaca kalimat thayyibah seperti Laa ilaaha illallah,kemudian

membaca sholawat kepada Nabi Muhammad, ayat-ayat Al-Qur‟an dan

do‟a yang diharapkan memiliki pengaruh dalam meningkatkan nilai

-nilai, kebiasaan baik di masyarakat dan lain-lain dalam menjalani

kehidupan.

b. Sejarah Tahlilan

Tahlil secara lughot(bahasa) yang artinya bacaan “Laa ilaaha illa

Allah”, berlaku sejak pada zaman Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi

tradisi bacaan tahlil sebagimana yang dilakukan kaum muslimin

sekarang, itu mulai ada sejak zaman Ulama‟ Muta‟akhirin sekitar abad

11 hijriyah yang mereka lakukan berdasarkan istinbath dari al-Qur‟an

dan Hadits Nabi SAW, lalu mereka menyusun rangkaian bacaan tahlil,

mengamalkannya secara rutin dan mengajarkannya kepada kaum

(44)

Ulama‟ berbeda pendapat tentang siapa yang pertama kali

menyusun rangkaian bacaan tahlil dan mentradisikannya. Hal ini

pernah dibahas dalam forum Bahtsul Masail oleh para Kiyai Ahli

Thariqah. Sebagian mereka berpendapat, bahwa yang pertama

menyusun tahlil adalah Sayyid Ja‟far Al-Barzanji dan sebagian lain

berpendapat, bahwa yang menyusun tahlil pertama kali adalah Sayyid

Abdullah bin Alwi Haddad.

Pendapat yang paling kuat dari kedua pendapat yang disebut diatas

adalah pendapat bahwa orang yang menyusun tahlil pertama kali

adalah Imam Sayyid Abdullah bin Alwi Haddad, karena Imam

Al-Haddad yang wafat pada tahun 1132 H lebih dahulu daripada Sayyid

Ja‟far Al-Barzanji yang wafat pada tahun 1177 H (Muhammad Danial

Royyan, 2013: 2-3).

Pendapat ini juga diperkuat oleh tulisan Sayyid Alwi bin Ahmad

bin Hasan bin Abdullah bin Alwi Al-Haddad bahwa kebiasaaan Imam

Abdullah bin Alwi Al-Haddad sesudah membaca Ratib adalah bacaab

tahlil. Pada hadirin dalam Majlis Imam Al-Haddad itu ikut membaca

tahlil secara bersama-sama (Sayyid Alwi bin Ahmad, 1414: 94).

Sedangkan tahlil yang dilakukan oleh kaum muslimin di Indonesia

sama atau mendekati dengan tahlil yang dilakukan kaum muslimin di

Yaman. Hal ini dikarenakan tahlil yang berlaku di Indonesia ini dahulu

disiarkan Wali Songo. Lima orang Wali Songo itu Hababib (keturunan

(45)

Hadramaut Yaman, terutama dari kota Tamrin (Muhammad Danial

Royyan, 2013: 8).

Dengan demikian tradisi tahlilan ini berkembang di Indonesia

melalui akulturasi budaya yang mana dalam tradisi lama, bila ada

orang meninggal, maka sanak famili dan tetangga berkumpul di rumah

duka. Mereka bukannya mendoakan mayit tetapi berkumpul dengan

bermain judi, mabuk-mabukan atau lainnya. Kemudian Wali Songo

tidak serta merta membubarkan tradisi tersebut, tetapi masyarakat

dibiarkan tetap berkumpul namun acaranya diganti dengan mendoakan

pada mayit. Jadi istilah tersebut dikenal dengan tahlilan.

c. Dasar Hukum Tahlilan

Sampai saat ini kegiatan tahlilan yang telah menjadi indentitas

dari masyarakat Nahdlotul Ulama‟ (NU) tidak lepas dari adanya

sebuah persetujan dan penolakan eksistensinya dengan pendapat

masing-masing. Oleh sebab itu, sebagian masyarakat muncul-lah

keraguan pada mereka yang terbiasa melakukan kegiatan tersebut.

Agar kegiatan tahlilan tidak diragukan lagi maka perlu adanya

pengetahuan yang lebih sebagai dasar dari pemikiran dalam melakukan

atau untuk melaksanakan kegiatan ini.

Semua rangkaian kalimat yang ada dalam tahlilan diambil dari

ayat-ayat al-Qur‟an dan hadist Nabi. Yang menyusun jadi

(46)

kalimat yang disusunnya tidak lepas dari anjuran Rasulullah SAW

(Munawir, 2018: 277).

Memperbanyak dzikir mengingat Allah maupun tasbih dan

shalawat Nabi SAW itu disyariatkan, bahkan suatu keharusan bagi

orang-orang yang beriman, berdasarkan firman Allah Ta‟ala:

َع ِّٓهَصُٔ ِْزَّنا ٌَُُ .ًلإِصَأََ ًجَشْكُت ُيُُحِّثَسََ .اًشِٕثَك اًشْكِر َ َّاللَّ اَُشُكْرا اُُىَمآ َهِٔزَّنا أٍََُّأ أَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan

menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan

bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang

memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan

ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari

kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha

Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Qs. Al-Ahzab:

41-43)

Rasulullah saw. bersabda: “Dzikir yang paling utama adalah Laa

(47)

Tentang keutamaan Tasbih disebutkan dalam hadits dari Abu

Hurairah ra. Dari Nabi SAW, beliau bersabda:

ِناَرَثِٕثَح ِناَضِٕمنا َّهع ِناَرَهِٕقَث ِناَسِّهنا ّهع ِناَرَفِٕفَخ ِناَرَمِهَك ِاللَّ َناَحثُس ِهمحَّشنا ّنا

)ْساخثنا ياَس( .يِذمَحِتََ Artinya: “Ada dua ucapan yang ringan membacanya tetapi berat

timbangannya dan keduanya dicintai Tuhan pula adalah:

Subhanallahal „adzim Subhanallahi wabihamdih”. (HR. Bukhari)

Bershalawat atas Nabi SAW juga diperintahkan berdasarkan

firman Allah Ta‟ala:

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya

bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,

bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam

penghormatan kepadanya”. (Qs. Al-Ahzab: 56)

Adapun keutamaan membaca al-Qur‟an sebagaimana sabda

Rasululllah SAW:

نا ُجَََلاِذ ِْٓرَّمُأ ِجَداَثِع ُمَضفَا )مٕعو ُتأ ياَس( .ِنآْشُق

Artinya: “Seutama-utamanya ibadah umatku ialah membaca

al-Qur‟an”. (HR. Abu Nu‟aim)

Sedangkan bacaan ayat-ayat al-Qur‟an yang dihadiahkan untuk

mayit menurut pendapat mayoritas ulama‟ boleh dan pahalanya bisa

(48)

ُةْهَق سٔ : َلاَق مَّهَسََ ًَِْٕهَع اللَّ َّّهَص اللَّ َلُُسَس َّنَا ًُْىَع اللَّ َِٓضَس ْساَسَٔ ْهِت ْمَقْعَم اَوِذَِّٕس ْهَع ُاللَّ َشَفَغ َّلاِا جَشِخَلاْا َساَّذناََ َاللَّ ُذِْٔشُٔ ٌمُجَس اٌَُؤَشقَٔ َلا ْناْشُقنْا ُياَََس( ْمُكاَذَُْم َّهَع اٌَُؤَشْقِا ًَُن

َا ,ِّْواَشْثَّطنَا ,ْحَثَْٕش ِّْتَا ُهْتِا ,َُِِْغَثْنَا ,مِْٕكَحْنَا ,ْذَمْحَا ,ِّئاَسِّىنَا ,ًَْجاَم ُهْتِا ,ْدَُاَد ُُْتَا ,ِّْقٍََْٕثْن

) ْناَثِح ُهْتاََ Artinya: Dari sahabat Ma‟qal bin Yasar r.a. bahwa Rasulallah

s.a.w. bersabda : Surat Yasin adalah pokok dari al-Qur‟an, tidak

dibaca oleh seseorang yang mengharap ridha Allah kecuali

diampuni dosa-dosanya. Bacakanlah surat Yasin kepada

orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian. (H.R. Abu Dawud,

dll)

Berikut ini adalah Pendapat para ulama‟ tentang sampainya pahala

bacaan ayat-ayat Al-Qur‟an kepada mayit dalam buku “Tradisi

Amaliyah NU dan Dalil-Dalilnya yang ditulis oleh Ngadurrohman

Al-Jawi dan KH. Abdul Manan A. Ghani (2012: 49-53).

1) Pendapat Ulama‟ Madzhab Syafi‟iyah

a) Imam Syafi‟i

اًىَسَح َناَك ُيَذْىِع نأْشقنْا اُُْمرَخ ْنِاََ ,نأْشقنْا َهِم ٌئْٕش ُيَذىِع َءاَشقُٔ ْنَا ُّةَحَرْسََُٔ

Artinya : Disunahkan membacakan ayat-ayat al-Qur‟an

kepada mayit, dan jika sampai khatam al-Qur‟an maka akan

(49)

b) Imam al-Hafidz Jalaludin

Imam as-Suyuthi menjelaskan bahwa, jumhur ulama‟ salaf

telah berpendapat dengan pendapat yang mengatakan

“sampainya pahala bacaan terhadap mayit.”

c) Imam Nawawi

Imam Nawawi berkata, “Disunahkan bagi orang yang

ziarah kubur untuk membaca ayat-ayat al-Qur‟an lalu

setelahnya diiringi berdo‟a untuk mayit.”

d) Imam al-Qurthubi

Imam al-Qurthubi memberikan penjelasan bahwa, dalil

yang dijadikan acuan oleh ulama‟ kita tentang sampainya

pahala kepada mayit adalah bahwa, Rasulallah S.A.W. pernah

membelah pelepah kurma untuk ditancapkan di atas kubur dua

sahabatnya sembari bersabda: Semoga ini dapat meringankan

keduanya di alam kubur sebelum pelepah ini menjadi kering.

Imam al-Qurtubi kemudian berpendapat, jika pelepah

kurma saja dapat meringankan beban si mayit, lalu

bagaimanakah dengan bacaan-bacaan al-Qur‟an dari sanak

saudara dan teman-temannya? Tentu saja bacaan-bacaan

(50)

2) Pendapat Ulama‟ Madzhab Hanafiyah

a) Imam Badr al-Aini

Alamah Badr al-Aini berkata dalam kitabnya “Kanzu

Daqaiq” : bisa sampai (pahalanya) kepada mayit segala sesuatu

kebaikan, mulai dari shalat, puasa, haji, shadaqah, dzikir, dan

lain sebagainya.

b) Imam Az-Zaila‟i

Beliau berkata: bahwa pendapat Ahlussunah wal Jama‟ah

adalah membolehkan seseorang menghadiahkan pahala amal

baiknya kepada mayit.

3) Pendapat Ulama‟ Madzhab Malikiyah

a) Imam al-Alamah Ibnu al-Haj

Beliau berkata dalam kitabnya “al-madkhal” : jikalau

seseorang membaca al-Qur‟an di rumahnya lalu

menghadiahkan pahalanya kepada ahli kubur maka, pahala

tersebut pasti sampai kepada mayit.

b) Abul Walid Ibnu Rusyd

ُيُشْجَا ِدَِّٕمْهِن َمَصَحََ َكِنار َصاَج ِدَِّٕمْهِن ًِِذأَشِق َباَُث َِذٌَْاََ ُمُجَّشنا َأَشق نِاََ

Artinya : Seseorang yang membaca ayat al-Qur‟an dan

menghadiahkan pahalanya kepada mayit, maka pahala

(51)

4) Pendapat Ulama‟ Madzhab Hanbaliyah

a) Syekh Taqiyudin Ibnu Taimiyah

Beliau berkata: Barang siapa yang berpendapat bahwa,

seseorang tidak mendapat pahala kecuali dengan amalanya

sendiri, maka orang tersebut telah menghancurkan dan

menyalahi ijma‟.

b) Syekh Ibnu Qayyim al-Jauzi

Beliau berkata dalam kitabnya “Kitab ar-Ruh” : telah

dituturkan dari kalangan ulama‟ salaf, mereka semua berwasiat

supaya mereka dibacakan ayat-ayat al-Qur‟an, setelah mereka

meninggal dunia.

c) Imam al-Khalal

Imam al-Khalal meriwayatkan dari Abu Ali al-Hasan bin

al-Haitsam al-Bazar, bahwa saya melihat Imam Ahmad bin

Hanbal shalat di kuburan lalu berdoa.

Imam al-Khalal juga meriwayatkan dari Imam as-Syi‟bi

bahwa:

َّنِا اُْفهرخِا ُدَِّٕمنْا ُمٍَُن َخاَم ارِا ُساَصوَلاْا ْدواَك : َلاَق ِٓثْعِّشنا ِهع ل َلاَخنا َشَكَرََ نأْشقنْا ُيَذىِع َنَْأَشقَٔ ِيِشْثق

Artinya : Imam Khalal menuturkan riwayat dari Syi‟bi : bahwa

sahabat Anshar ketika di antara mereka meninggal dunia maka

mereka membacakan al-Qur‟an untuk mayit tersebut

(52)

Dengan demikian tradisi tahlilan tidak bisa dianggap bid‟ah yang

sesat atau khurafat. Karena dalam historis kegiatan tahlilan di

Indonesia khususnya di pulau jawa memang telah menjadi sebuah

tradisi yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat islam di Jawa.

Kegiatan ini juga sebagai mediasi pekumpulan untuk mempersatukan

rasa kekeluargaan di desa masing-masing.

Oleh sebab itu, kegiatan ini boleh dilaksanakan karena selain

sebagai perantara untuk mengembangkan persatuan dan kesatuan

bangsa, juga sebagai Islam Rahmatalil „Alamin di Indonesia, serta

sebagai dimensi untuk hubungan antara manusia dengan Tuhan (hablu

minallah) yang didalam kegiatan ini bisa meberikan ketenangan jiwa,

dan sekaligus dimensi hubungan sosial (hablu minannas).

d. Pelaksanaan Tradisi Tahlilan

Tahlil berasal dari kata hallala, yuhallilu, tahlilan, artinya

membaca kalimat La Ilaha Illallah. Di masyarakat NU sendiri

berkembang pemahaman bahwa setiap pertemuan yang didalamnya

dibaca kalimat itu secara bersama-sama disebut Majelis Tahlil. Majelis

tahlil di masyarakat Indonesia sangat variatif, dapat diselenggarakan

kapan dan dimana saja, bisa pagi, siang, sore atau malam. Bisa di

masjid, musholla, rumah, atau lapangan (Munawir, 2008: 276).

Pernyataan Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad

Al-Syaukani dalam buku Kajian Hukum-Hukum Walimah (Selamatan)

(53)

kegiatan membaca al-Qur‟an, shalawat, istighfar, tahlil, dzikir, yang

pahalanya dihadiahkan kepada orang yang meninggal dunia adalah

boleh (jaiz). Berikut pernyataan Al-Imam Muhammad bin Ali bin

Muhammad Al-Syaukani dalam kitabnya Al-Rasaa‟il Al-Salafiyah,

yaitu:

“Kebiasaan di sebagian negara mengenai perkumpulan atau pertemuan di Masjid, rumah, di atas kubur, untuk membaca

Al-Qur‟an, yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah

meninggal dunia, tidak diragukan lagi hukumnya boleh (jaiz) jika didalamnya tidak terdapat kemaksiatan dan kemungkaran, meskipun tidak ada penjelasan (secara dzahir) dari syariat. Kegiatan melaksanakan perkumpulan itu pada dasarnya bukanlah suatu yang haram (muharramfi nafsih), apalagi jika didalamnya diisi dengan kegiatan yang dapat menghasilkan ibadah seperti membaca Al-Qur‟an atau lainnya. Dan tidak tercela menghadiahkan pahala membaca Al-Qur‟an atau

lainnya kepada yang telah meninggal dunia” (Saifulloh,

2010:247).

Memahami tahlilan adalah serangkaian kegiatan berupa

pengiriman doa terhadap orang yang meninggal. Dalam acara ini

diikuti oleh keluarga, saudara, dan tetangga terdekat. Mengenai acara

ini pengiriman doa dengan rangkaian bacaan tahlil merupakan

kelengkapan acara. Hingga selesainya acaranya terdapat tanda terima

kasih. Hingga pelaksanaa tahlilan terjadi pada hari-hari tertentu setelah

orang meninggal, dengan maksud untuk pengiriman doa. Hal ini

diperjelas dalam rangkaian pelaksannnya, sebelum pembacaan tahlil

sebagai puncak, terlebih dahulu dibaca berbagai ayat Al-Qur‟an dan

(54)

dan sejenisnya) untuk menambah rasa pendekatan diri kepada Allah

sebelum berdoa dan bertawajjuh dengan bacaan tahlil.

Kegiatan ini dapat dilaksanakan khusus kegiatan tahlil, meski

banyak kegiatan tahlil ini ditempelkan pada kegiatan inti lainnya.

Misalnya, setelah dzibaan disusul dengan tahlil, acara tasmiyah

(memberi nama bayi), khitanan, dan lainnya (Munawir, 2008: 276).

Sebelum masuk pada acara inti, yaitu tahlil, biasanya diantarkan

kalimat-kalimat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Lalu, bacaan

Al-Qur‟an sebagai pengantarnnya. Pada umumya bacaan Al-Qur‟an

yang ditemui adalah bacaan surat yasin. Dalam rangkaian-rangkaian

doa itu dipimpin oleh imam upcara yang memiliki pengetahuan lebih

dalam agama. Imam tersebut disebutnya sebagai modin atau lebe

dalam masyarakat Islam Jawa.

Setelah ritual tahlilan selesai, pada umunya tuan rumah

menghidangkan makanan dan minuman untuk Jamaah. Kadang masih

ditambah dengan berkat buah tangan dalam bentuk makanan matang.

Hidangan dan pemberian ini dimaksudkan sebagai shadaqah, yang

pahalnya dihadiahkan (ditransfer) kepada orang yang sudah meninggal

untuk didoakan tersebut, selain sebagai bentuk ungkapan rasa cinta dan

kasih sayang dan silahturahim rohani (Sholikhin, 2010: 154).

Dengan demikian tanda terima kasih atas pengiriman doa yaitu

menghidangkan makanan dan minuman. Biasanya yang dihidangkan

(55)

makana yang dibawa pulang ini umumnya dikatakan berkat karena

sudah didoakan.

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dilakukan untuk menelaah penelitian-peneltian yang

telah diteliti yang relevan dengan kajian peneliti ini. Telaah peneliti ini

penting dilakukan untuk pembandingan dalam sebuah penelitian. Berikut ini

beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan peneliti ini:

1. Penelitian Skripsi ini dilakukan oleh Tatik Susanti, Program Studi

Pendidikan Seni Tari, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri

Yogyakarta, 2015. Berjudul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAAKTER

YANG TERKANDUNG DALAM TOPENG LENGGER KINAYAKANDI

DESA RECO, KECAMATAN KERETEK, KABUPATEN WONOSOBO”.

Hasil yang didapatkan penelitian ini adalah Nilai-nilai pendidikan

karakter yang terkandung dalam tari Topeng Lengger Kinayakan dapat

diklasifikasikan sebagai nilai pendidikan karakter hubungannya dengan

Tuhan, diri sendiri, sesama, dan kebangsaan.

Penelitian diatas mempunyai kesamaan dengan penelitian yang

penulis lakukan yaitu membahas nilai-nilai pendidikan karakter. Namun

perbedaanya terletak pada objek penelitian, di mana penulis membahas

tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam tradisi tahlilan sedangkan

penelitian diatas membahas tentang nilai-nilai pendidikan Islam dalam

(56)

sama lain yang mana pentingnya pendidikan karakter bagi generasi

bangsa.

2. Penelitian Skripsi ini dilakukan oleh Dinar Risprabowo, Fakultas Tarbiyah

dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan IPS, UIN Syarif Hidayatullah,

2016 Berjudul “FAKTA SOSIAL PADA TRADISI TAHLILAN DALAM

MASYARAKAT ISLAM JAWA DI KELURAHAN GEDONG KECAMATAN

PASAR REBO KOTA JAKARTA TIMUR”.

Dalam penelitian tersebut menyimpulkan behwa Fakta sosial

(anggapan) dalam tradisi tahlilan mengarahkan individu untuk melakukan

tindakan yang didasari rasa takut akan konsekuensinya. Konsekuensi yang

didapat, bila diterima, dianggap sesuai dengan norma masyarakat. Bila

tidak diterima, dianggap tidak sesuai dengan norma dalam masyarakat.

Keterkaitan terhadap teori fakta sosial Durkheim berupa analisis

identifikasi (kolektif, eksternal, dan koersif) dan analisis tipe (material dan

non material).

Penelitian diatas mempunyai kesamaan dengan penelitian yang

penulis lakukan yaitu membahas tentang tradisi tahlilan. Namun

perbedaanya terletak pada isi penelitian, di mana penulis membahas

tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam tradisi tahlilan sedangkan

penelitian diatas membahas tentang fakta sosial pada tradisi tahlilan.

Sehingga dari penelitian diatas dapat menguatkan satu sama lain, yang

mana tradisi tahlilan tersebut banyak manfaat bagi oarang yang

(57)

3. Penelitian Skipsi ini dilakukan oleh Siti Umi Hanik, Fakultas Tarbiyah,

Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011.

Berjudul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI

TAHLILAN DI DESA KREMBANGAN TAMAN SIDOARJO”.

Dalam penelitian tersebut menyimpulkan tentang nilai-nilai

pendidikan islam dalam tradisi tahlilan yaitu nilai shodaqoh, tolong

menolong, silahturahim, kerukuanan, dakwah.

Penelitian diatas mempunyai kesamaan dengan penelitian yang

penulis lakukan yaitu membahas tentang nilai-nilai pendidikan yang ada

pada tradisi tahlilan. Namun perbedaanya terletak pada isi peneliti, di

mana penulis lakukan lebih khusus di nilai-nilai pendidikan karakter

sedangkan penelitian diatas substansinya lebih umum pada nilai-nilai

pendidikan Islam dalam tradisi tahlilan, sehingga saling menguatkan satu

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif lapangan

dengan menggunakan jenis penelitian fenomenologis. Penelitian kualitatif

adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, tindakan,

motivasi dan lain-lain (Lexy J. Moleong, 2009: 6). Sedangkan pendekatan

fenomenologis digunakan untuk memahami makna atau hakikat yang

sebenarnya dari suatu gejala objek yang dikaji (Lexy J. Moleong, 2009:

14-15). Peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitanya terhadap

orang-orang biasa dalam situasi tertentu.

Alasan memilih jenis ini adalah dalam penelitian ini, peneliti berupaya

menggali data berupa pandangan responden dalam bentuk cerita rinci atau asli

dan data hasil pengamatan di lapangan terkait nilai-nilai pendidikan karakter

dalam tradisi tahlilan di Desa Sraten Kecamatan Tuntang Kabupaten

Semarang.

B. Lokasi dan Subyek Penelitian

Berdasarkan di atas maka peneliti melakukan penelitian di Desa Sraten

Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Sedang subyek atau sasaran

penelitiannya adalah Tokoh Masyarakat, Masyarakat Desa Sraten dan kegiatan

Gambar

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Usia
Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Referensi

Dokumen terkait

CPMK 1: Mahasiswa mampu memahami cara berpikir secara logis sesuai sesuai dengan kerangka pemikiran logika dalam bidang manajemen pendidikan Islam (P9)... CPMK 2: Mahasiswa

Jenis pola asuh yang di gunakan oleh orang tua dalam mendidik anaknya ada 5 (lima) jenis yaitu jenis pola asuh authoritarian yaitu pola asuh yang di lakukan orang tua dengan

Pertama Mahasiswa membuat resume mandiri dan melakukan diskusi serta keaktifan dalam berdiskusi baik bertanya dan memberikan ide.. Ketepatan dalam

manusia dan sebagainya. Nilai yang bersumber kepada kenyataan alam yaitu tata cara berpakaian, makan dan sebagainya. Adapun nilai dalam Islam telah disebutkan

Dalam kitab Washoya al aba‟ lil Abna‟ terkait mengenai etika menuntut ilmu, bahwasanya kita sebagai generasi muda muslim harus mengerti, memahami dan mengamalkan

Degan penggunaan data warehouse, data-data yang telah ada sebelumnya dapat digunakan untuk proses integrasi data yang lama dengan data-data baru yang dimiliki

Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru nampak dalam

Nilai-nilai pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan meningkatkankekuatan spiritual dalam diri manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT dan melakukan perbuatan baik serta