• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rosiana S, Risa. 2017. Etika Menuntut Ilmu dalam Kitab Washoya Karya Muhammad Syakir. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag. - Test Rep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Rosiana S, Risa. 2017. Etika Menuntut Ilmu dalam Kitab Washoya Karya Muhammad Syakir. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag. - Test Rep"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ETIKA MENUNTUT ILMU

DALAM KITAB WASHOYA

KARYA MUHAMMAD SYAKIR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Disusunoleh

RISA ROSIANA S. 111-13-137

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)

DEKLARASI

ميحرلا نحمرلا للها مسب

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqosah skripsi.

Skripsi ini diperkenankan untuk dipublikasikan pada e-repository IAIN Salatiga.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 12 Juni 2017 Penulis

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

ْٓ٠ِزٌَّا ُالله ِعَفْشَ٠

ُاللهَٚ ٍدبَجَسَد ٍَُِْعٌْا اُٛرُْٚأ َْٓ٠ِزٌّاَٚ ُُْىِِْٕ إََُِٛا

شْ١ِجَخ ٍََُّْْْٛعَر بَِّث

(8)

PERSEMBAHAN

Dengan segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Penulis persembahkan skripsi ini untuk:

1. Bapak K.H. Muhammad Zoemri RWS (alm) dan Ibu Nyai Hj. Latifah selaku Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Salatiga.

2. Orangtua tercinta Bapak Sugiyanto dan Ibu Sri Rahayu yang telah mencurahkan segala pengorbanan dan do‟a restu beliau yang tiada henti.

3. Adik tersayang Riga Al Ghozali Sugiyanto yang telah memberikan motivasi dan semangat.

4. Simbah Sutarmin dan Simbah Sri Murwati (almh) yang selalu memberikan kasih sayangnya sejak kecil sampai sekarang.

5. Guru-guru yang telah memberikan semua ilmunya tanpa kenal waktu dan lelah.

6. Teman-teman seperjuangan di pondok tercinta PonPes Al Falah Salatiga. 7. Teman-teman PAI angaktan 2013, teman PPL dan KKN angkatan 2013

yang sudah memberikan dukungan dalam pengerjaan skripsi ini.

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikumWr. Wb.

Bismillahirrohmanirrohiim, Alkhamdulillah segala puji syukur penulis

panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Etika Menuntut Ilmu dalam Kitab Washoya karya Muhammad Syakir”.

Shalawat serta salam semoga senantiasa penulis sanjungkan kepada baginda Nabi Agung Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga terang benderang. Semoga kita semua diakui sebagai umatnya yang kelak mendapatkan syafaatnya di akhirat.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat penyelesaian gelar Sarjana pada jenjang Strata Satu, di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan yang telah diberikan dari berbagai pihak, baik berupa material, maupun spiritual.

Selanjutnya penulis haturkan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunanskripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam. 4. Bapak Yahya, S.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

(10)

5. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo. M.Ag. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelsaikan skripsi.

7. Keluarga dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.

8. Keluarga Ndalem K.H Muhammad Zoemri RWS (alm) yang telah memberikan ridlo dan bimbingan dalam menuntut ilmu.

9. Keluarga besar Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah, para asatidz asatidzah dan kawan-kawan santri putri dan santri putra yang telah mengajari mendewasakan diri setiap harinya dalam warna-warni kehidupan.

10.Teman-teman jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2013 yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga.

Semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan dapat menambah ilmu untuk para pembaca. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.

Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.

Salatiga, 12 Juni 2017 Penulis

(11)

ABSTRAK

Rosiana S, Risa. 2017. Etika Menuntut Ilmu dalam Kitab Washoya Karya Muhammad Syakir. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag.

Kata Kunci: Etika Menuntut Ilmu, Washoya Al Aba‟ Lil Abnaa‟

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui etika menuntut ilmu dalam kitab Washoya Al Aba‟ Lil Abnaa‟ karya Muhammad Syakir. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah biografi Muhammad Syakir, etika menuntut ilmu dalam kitab Washoya dan relevansi kitab Washoya untuk zaman kekinian.

Metode penelitian yang digunakan yaitu literature (kepustakaan). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel atau lainnya yang bersangkutan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi menjadi dua sumber yaitu data primer dan data sekunder. Kemudian data dianalisis menggunakan metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa etika menuntut ilmu dalam kitab

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN BERLOGO... ii

HALAMAN DEKLARASI... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv

HALAMAN NOTA PEMBIMBING...v

HALAMAN PENGESAHAN... vi

MOTTO...vii

PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR...ix

ABSTRAK...xi

DAFTAR ISI... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Hasil Penelitian... 9

E. Definisi Operasioal... 9

F. Metode Penelitian... 12

(13)

BAB IIBIOGRAFI

A. Latar Belakang Historis... 16

B. Nasab dan Kelahiran Syekh Muhammad Syakir... 17

C. Riwayat Pendidikan dan Karir Syekh Muhammad Syakir... 19

D. Guru-Guru Syekh Muhammad Syakir... 21

E. Hasil Karya Syekh Muhammad Syakir... 22

F. Gambaran Kitab Washoya... 25

BAB IIILANDASAN TEORI A. Pengertian Etika Menuntut Ilmu... 27

B. Etika Menuntut Ilmu dalam Kitab Washoya... 28

C. Pokok Bahasan tentang Etika Menuntut Ilmu... 31

1. Belajar Dengan Sungguh-Sungguh... 31

2. Semangat Dalam Menuntut Ilmu... 32

3. Menghargai Waktu... 32

4. Pemahaman... 33

5. Diskusi... 34

6. Saling Menghormati... 35

7. Akhlak Kepada Guru... 35

8. Akhlak Kepada Teman/Saudara... 36

9. Menuntut Ilmu Harus Tawadlu‟... 40

(14)

BAB IV ANALISIS

A. Analisis Etika Menuntut Ilmu ... 41 B. Relevansi Etika Menuntut Ilmu dikaitkan dengan Kekinian... 55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 57 B. Saran... 60 C. Penutup... 61 DAFTAR PUSTAKA

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk Allah yang sempurna. Diciptakan oleh Allah SWT dengan berbagai keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Akal merupakan salah satu keistimewaan yang dimiliki setiap manusia. Dengan akal, manusia dapat memperoleh ilmu. Dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Ilmu merupakan sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh ketentraman hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Ilmu menjadi sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh kesejahteraan dunia maupun akhirat, maka mencari ilmu hukumnya wajib. Mengkaji ilmu itu merupakan pekerjaan mulia, karena banyak orang yang keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu dengan didasari iman kepada Allah SWT. Maka semua di bumi mendoakannya. Karena mencari ilmu itu pekerjaan yang memerlukan perjuangan fisik dan akal, maka Nabi pernah bersabda bahwa orang yang keluar untuk mencari ilmu akan mendapatkan pertolongan dari Allah, karena Allah suka menolong orang yang mau bersusah payah dalam menjalankan kewajiban agama (Juwariyah, 2010: 141).

(16)

harus dicapai. Dalam proses menuntut ilmu, terjadi interaksi edukatif yang mana melibatkan guru maupun murid. Guru bertanggung jawab untuk mengembangkan seluruh potensi muridnya, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam (Rasyidin dan Nizar, 2005: 41). Sementara seorang murid tentu harus merespon usaha seorang guru yang menjadi partnernya dalam proses menuntut ilmu dan merespon ilmu yang telah didapatkannya.

Usaha seorang murid dalam memberikan respon yang positif terhadap guru dan ilmu yang didapatkan bisa diwujudkan dengan menampilkan sikap berperilaku sesuai etika, moral dan akhlak yang baik dalam proses menuntut ilmu.

Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang

diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya. Pada

hakikatnya moral menunjuk pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh

suatu komunitas, sementara etika umumnya lebih dikaitkan dengan

prinsip-prinsip yang dikembangkan diberbagai wacana etika (Manpan Drajat dan M.

Ridwan Effendi, 2014: 7).

Etika berkaitan dengan pemikiran dan cara bersikap dalam kerangka

pemikiran, etika terdiri dari evaluasi masalah dan keputusan yang

diprioritaskan seseorang, misalnya anggota organisasi untuk menghindari

akibat yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, sementara dalam

(17)

dengan seperangkat pedoman yang menyangkut perolehan yang mungkin dan

akibat yang merugikan orang lain (R. Waine Pace san Don F, 2000: 542).

Bagi para sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari

lingkungan budaya tertentu (Zaim Elmubarok, 2008: 27).

Berdasarkan penjelasan diatas kita dapat memahami makna etika yang

secara garis besar merupakan perbuatan atau sikap yang dilakukan oleh

manusia bukan berdasarkan ego pribadi yang bersumber pada kebudayaan.

Selain itu pula, etika sering diartikan sebagai norma-norma kepantasan

(etiket), yakni apa yang ada dalam bahasa Arab disebut adab atau tata

kerama. Oleh karena itu, ajaran tentang etika dalam makna yang luas

mencakup tentang keseluruhan pandangan dunia dan pandangan hidup. Dari

khazanah sosial pun lahir konsep-konsep etika semisal etika bisnis, etika

politik, etika kedokteran, etika pendidikan atau keguruan dan lain sebagainya.

Selain menjabarkan pengertian tentang etika, penulis akan

membicarakan mengenai moral. Moral dapat diartikan sebagai suatu

dorongan untuk melakukan perbuatan maupun tidak melakukan perbuatan

melalui indera kita yang mana sesuai dengan etika. Menurut Rachmat

Djatmika (1996: 26), “kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan

ethos yang menjadi etika”. Sedangkan moral dalam bahasa Inggris dapat

diartikan sebagai dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu yang berkaitan dengan etika. Lain lagi dengan

(18)

indera dan pengalaman perasaan pada diri manusia, yang pada gilirannya

memberikan pertimbangan-pertimbangan moral saat kita meski berbuat.

Selain konotasi maknanya dekat dengan etika, kata moral selalu

diidentikkan juga dengan akhlak, tetapi tekanannya pada sikap seseorang

terhadap nilai baik buruk, sehingga moral sering dihubungkan dengan

kesusilaan atau perilaku susila. Jika etika masih ada dalam tataran konsep

maka moral sudah ada pada tataran terapan (Achamd Mubarok, 2009: 91).

Etika dan moral sebenarnya merupakan bagian dari akhlak, oleh

karena itu pembicaraan akhlak sangatlah luas. Islam sangat menganjurkan

umatnya untuk berbuat baik dan memperbaiki akhlak demi terciptanya

keharmonisan, melindungi hak dan kewajiban masing-masing individual serta

masyarakat. Sehingga kebutuhan akan norma-norma, tata tertib, tata

kesopanan dan tata moral mutlak dibutuhkan karena akhlak dijadikan tolak

ukur hancur dan damainya suatu negara.

Kata “akhlaq” sebenarnya jamak dari kata ”khuluqun”, artinya

tindakan. Kata ”khuluqun” sepadan dengan kata “khalqun”, artinya kejadian

dan kata “khaliqun”, artinya pencipta dan kata “makhluqun”, artinya yang

diciptakan. Dengan demikian, rumusan terminologis dari akhlak merupakan hubungan erat antara Khaliq dengan makhluk serta antar makhluk dengan makhluk (Hamzah Ya‟qub, 1993: 11).

Sedangkan menurut Muslim Nurdin akhlak adalah sistem nilai yang

(19)

yang dimaksud adalah ajaran Islam yang berpedoman kepada al-Qur‟an dan

as-Sunnah Nabi Muhammad Saw sebagai sumber utama, ijtihad sebagai

sumber berfikir Islami (Ahmad Tafsir, 2004: 308).

Akhlak tidak hanya sekedar the art of living yang mengajarkan

bagaimana cara hidup bahagia, atau bagaimana memperoleh kebahagiaan

tetapi juga merupakan ilmu yang harus dipelajari dan dipraktikkan sebelum

ilmu yang lainnya, bahkan ia menjadi bukti kualitas iman seorang mukmin.

Ibnu Miskawaih melalui Tahszibul Akhlaq, al-Farabi melalui Tahshilus

Sa‟adah, dan al-Amiri melalui as-Sa‟adah wal Is‟ad-nya menjelaskan bahwa

akhlak yang baik adalah salah satu cara untuk mendapatkan kebahagiaan,

karena memang kebahagiaan merupakan tujuan utama akhlak (Mulyadi,

2005: 67).

Kedudukan etika dan akhlak murid dalam lingkungan pendidikan

menempati tempat yang paling penting sekali. Sebab apabila murid

mempunyai etika yang baik, maka akan baik pula lahir dan batinnya, akan

tetapi etika dan akhlaknya buruk, maka rusaklah lahir dan batinnnya.

(20)

dan diseret ke Pengadilan Negeri Sidoarjo atas dugaan penganiayaan. Lain tempat lain ceritanya. Di kota Serang terdapat kasus pencabulan yang dilakukan oleh salah satu oknum Guru SMK di kota Serang terhadap siswinya. Pencabulan tersebut dilakukan di ruang OSIS.

Berbeda lagi di Kabupaten Bengkulu Utara. Di SMP Negeri 3 Kerkap di Desa Tanjung Putus Kecamatan Kerkap. Seorang guru harus menderita patah tulang hidung setelah ditinju oleh muridnya sendiri yang tidak terima setelah ditegur lantaran berbuat kesalahan di ruang kelas (http://pojoksatu.id:30/3/2017).

Melihat beberapa kasus di atas menunjukkan bahwa etika seorang murid kurang begitu dipahami oleh murid dan belum melekat pada jiwa murid. Sehingga menjadikan seorang murid berani dengan sang guru.

Secara historis, memang etika guru dan murid sedikit demi sedikit sudah mulai terkikis oleh arus globalisasi. Banyak murid yang tidak menghormati gurunya sehingga mengakibatkan ilmu yang dimiliki menjadi tidak manfaat dan tidak barokah. Menyangkut hal ini, Sa‟id Hawwa (2006: 410) menegaskan bahwa, “Etika yang buruk membuat seseorang mustahil

bisa mengambil ilmu dan manfaat dari para syekhnya”. Dengan kata lain,

(21)

Pada masa sekarang masih banyak ditemukan adanya kekeliruan bagaimana dalam menuntut ilmu dengan baik sesuai dengan tata krama yang ada. Pada saat belajar di sekolah, anak tidak patuh terhadap gurunya yang telah memberikan ilmu kepadanya. Guru merupakan sosok yang terpenting dalam lingkup menuntut ilmu. Setelah itu pada saat guru menerangkan pelajaran yang disampaikan, murid lebih memilih untuk mengobrol dengan temannya sebangku atau melakukan aktivitas yang lainnya sehingga tidak memperhatikan apa yang disampaikan oleh sang guru.

Guru juga merupakan spiritual father (bapak ruhani) bagi muridnya yang senantiasa memberi santapan jiwa dengan ilmunya (Soeharto, 2006: 120). Oleh karena itu, sudah seyogyanya beretika yang baik dan berakhlak yang mulia, baik kepada dirinya sendiri maupun dalam proses belajar mengajar. Sehingga apa yang dicita-citakan oleh keduanya dapat terealisasikan dengan baik yaitu bahagia dunia dan akhirat.

Salah satu kitab yang membahas tentang etika yang baik, terutama etika menuntut ilmu adalah kitab Washoya al-Aba‟ Lil-Abnaa‟ yang dikarang oleh Syekh Muhammad Syakir. Syekh Muhammad Syakir merupakan seorang „alim yang mulia dan penulis yang produktif, seorang pembaharu

(22)

kitabnya Washoya, beliau memberikan gambaran tentang etika menuntut ilmu yang mana beliau berpesan jikalau belajar dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat. Kemudian beliau juga berwasiat untuk membaca dan memahami dengan penuh kesungguhan pelajaran yang diajarkan guru. Apabila menemukan kesulitan jangan ragu untuk bertanya dan mendiskusikan dengan teman, dan masih banyak lagi. Dari sinilah penulis akan memfokuskan untuk meneliti tentang etika menuntut ilmu.

Beranjak dari latar belakang yang sudah penulis paparkan di atas, maka Penulis mencoba menyusun sebuah skripsi dengan mengangkat judul tentang “ETIKA MENUNTUT ILMU DALAM KITAB WASHOYA

KARYA MUHAMMAD SYAKIR”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana biografi Syekh Muhammad Syakir?

2. Bagaimana etika menuntut ilmu dalam kajian kitab Washoya karangan Syekh Muhammad Syakir?

3. Bagaimana relevansi kitab Washoya tentang etika menuntut ilmu dalam konteks kekinian?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

(23)

2. Untuk menjelaskan etika menuntut ilmu dalam kajian kitab Washoya karangan Syekh Muhammad Syakir.

3. Untuk mengetahui relevansi kitab Washoya tentang etika menuntut ilmu dalam konteks kekinian.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan skripsi ini yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini semoga dapat memberikan kontribusi positif bagi para akademis khususnya Penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentang keterkaitan kitab Washoya dengan adab menuntut ilmu. Dengan ini diharapkan dapat memperluas kepustakaan yang dapat menjadi referensi penelitian-penelitian selanjutnya.

b. Untuk menambah wawasan bagi Penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

2. Manfaat Praktis

a. Agar dapat memberikan gambaran pada murid akan etika yang baik dalam kehidupan sehari-hari sebagai pribadi yang baik terutama dalam etika menuntut ilmu dalam proses pembelajaran.

(24)

c. Dapat dijadikan bahan acuan bagi para penuntut ilmu agar mempunyai akhlaqul karimah dan berkarakter baik.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kekeliruan pembaca dalam memahami istilah dalam judul penelitian ini, maka perlu adanya penjelasan definisi-definisi operasionalnya. Beberapa istilah yang dipandang perlu untuk dijelaskan adalah sebagai berikut:

1. Etika

Franz Magnis Suseno adalah seorang guru besar filsafat sosial, ia mengemukakan di dalam bukunya. Bahwa etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik (Franz Magnis Suseno, 1987: 17).

Sedangkan Amin dalam Minarno (2010: 17) juga berpendapat bahwa etika merupakan ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk, menerangkan apa yang sebaiknya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia didalam perbutan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.

Dari pendapat di atas, Peneliti sepakat dengan pendapatnya Minarno dalam bukunya Pengantar Bioetika menjelaskan mengenai etika.

Syekh Muhammad Syakir merupakan seorang „alim yang mulia dan

(25)

tahun 1863 M. dan wafat pada tahun 1939 M. ayahnya bernama Ahmad bin Abdil Qadir bin Abdul Warits (Martin, 1995: 160).

2. Kitab Washoya

Kitab Washoya merupakan salah satu kitab karangan dari Syekh Muhammad Syakir. Judul lengkapnya yaitu Kitab Washoya Al-Aba‟ Lil- Abnaa‟. Kitab ini sangatlah penting sebab di dalam kitab tersebut memaparkan tentang keseharian kita. Kitab Washoya menjadi pelajaran di Madrasah-madrasah dan Pondok-pondok Pesantren. Di Madrasah dan Pondok Pesantren mengkaji kitab Washoya merupakan pelajaran yang wajib, ketika santri/murid mulai belajar sebab di dalam kitab Washoya ini berisi tentang nasehat seorang bapak untuk anaknya tersayang. Adapun tema-tema yang terdapat dalam kitab Washoya diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Nasehat guru kepada muridnya b. Wasiat bertaqwa kepada Allah

c. Hak dan kewajiban terhadap Allah dan rasulnya d. Hak dan kewajiban terhadap kedua orang tua e. Hak dan kewajiban terhadap teman

f. Adab dalam menuntut ilmu

g. Adab belajar, mengkaji ulang dan diskusi h. Adab olah raga dan berjalan di jalan umum i. Adab majelis dan kuliah

j. Adab makan dan minum

(26)

l. Keutamaan berbuat jujur m. Keutamaan amanah n. Keutamaan dalam „iffah

o. Keutamaan muruah (kurang menjaga kehormatan diri), syahamah (mencegah hawa bafsu) dan „izzatin nafsi (kemuliaan diri)

p. Ghibah, namimah, hiqd, hasad dan takabbur

q. Keutamaan tobat, roja, khauf, sabar dengan bersyukur

r. Keutamaan beramal dan mencari rezeki yang disertai tawakal serta zuhud

s. Keutamaan ikhlas dengan niat Lillahi Ta‟ala dalam setiap amal t. Wasiat terakhir

u. Keistimewaan membaca surat Al Ikhlas F. Metode Penelitian

1. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu suatu bentuk penelitian terhadap literatur dengan pengumpulan data atau informasi dengan bantuan buku-buku karangan Syekh Muhammad Syakir yang berkaitan dengan pemikirannya tentang etika menuntut ilmu, yang ada di perpustakaan dan materi pustaka lainnya.

(27)

yang berusaha mencari teori-teori, konsep-konsep generalisasi yang dapat dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan.

Dalam hal ini Arif Furchan, (1982: 98), menegaskan bahwa penelitian kepustakaan yang dimaksud adalah studi yang sumbernya digali dari buku-buku, disertai dengan indeks penerbitan berkala (majalah atau surat kabar), sistem penyimpanan dan pencarian informasi.

2. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan dikaji dalam permasalahan. Karena sifat dari penelitian literer, maka datanya bersumber dari literatur. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah kitab Washoya karangan Syekh Muhammad Syakir.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku yang berisi tentang etika yang mendukung dalam pembahasan skripsi ini yang ada didalamnya, diantaranya:

1) Eko Budi Minarno. Pengantar Bioetika. 2) Toto Soeharto. Filsafat Pendidikan Islam. 3) Buku-buku pendukung lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

(28)

a. Membaca buku-buku sumber, baik primer maupun sekunder

b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdapat dalam buku-buku sumber

c. Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokkan serta mengklasifikasi sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam bentuk bab per bab.

4. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis atau content analysis. Analisis ini adalah metode yang digunakan untuk menganalisis teks, sifatnya terus terang dan mengandung makna yang tersurat (Sarosa, 2012: 71). Krippendroff juga mendefinisikan bahwa Content Analysis sebagai metode yang replikabel dan valid untuk membuat inferensi-inferensi khusus dari sebuah teks pada pernyataan-pernyataan lain dari sumbernya (Emzir, 2011: 285).

Dalam menganalisis data dari pengumpulan data yang telah dilakukan penulis menggunakan analisis data sebagai berikut:

a. Deskriptif

(29)

b. Content Analysis

Metode ini digunakan untuk memperoleh pemahaman isi dan makna dari berbagai data dalam penelitian, yang analisis ini menghendaki objektivitas, pendekatan sistematik, dan generalisasi, baik yang mengarah pada isi maupun yang mengarah pada makna, terutama dalam perbuatan dan penarikan kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan karya ilmiah harus bersifat sistematis, didalam penulisan skripsi ini pun harus dibangun secara berkesinambungan. Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang isinya adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Biografi Syekh Muhammad Syakir meliputi tentang nasab dan kelahiran Syekh Muhammad Syakir, latar belakang pendidikan Syekh Muhammad Syakir, pekerjaan Syekh Muhammad Syakir, karya-karya Syekh Muhammad Syakir, dan deskripsi singkat tentang kitab Washoya.

Bab III : Deskripsi Pemikiran Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washoya tentang pengertian etika menuntut ilmu dalam perspektif Syekh Muhammad Syakir.

(30)
(31)

BAB II

BIOGRAFI SYEKH MUHAMMAD SYAKIR

A. Latar Belakang Historis

Pada abad ke-19 nasib politik dan ekonomi Mesir semakin erat terkait dengan Eropa, misalnya Inggris dan Perancis. Selama awal 1800-an, Mesir mengekspor kapas ke Eropa dalam jumlah besar, dan kapaspun akhirnya menjadi hasil utama Mesir (Ali Rahnema, 1996: 127).

Kenyataan seperti ini menjadikan politik, ekonomi, dan kebudayaan di Mesir sangat terpengaruh oleh bangsa Eropa. Mesir menjadi negara yang menggantungkan kebutuhan ekonominya pada bangsa Eropa. Dominasi politik dan ekonomi Eropa disertai dominasi budaya terlihat pada kecenderungan elit Mesir untuk bergaya hidup barat dan untuk memungut gagasan barat, meski dengan mengorbankan keyakinan dan praktik tradisional Islam (Ali Rahnema, 1996: 128). Kairo dan Iskandariah mengembangkan lingkungan terbaratkan, dimana orang Mesir dapat bergaya hidup Eropa, seperti sering mengunjungi restoran dan klub malam.

Pada tahun 1881, muncul suatu gerakan menentang dominasi politik, ekonomi, dan budaya Eropa, tetapi karena kelihatan mengancam investasi asing, gerakan ini mendorong Inggris melakukan invasi militer pada tahun 1882 (Ali Rahnema, 1996: 127). Dalam hal ini agresi militer yang dilakukan Inggris tersebut bertepatan dengan lahirnya Muhammad Syakir.

(32)

Inggris secara resmi memisahkan Mesir dari „Utsmaniah dan menyatakan

sebagai wilayah proktetorat (Ali Rahnema, 1996: 127). Pada akhir perang tahun 1919, berdiri sebuah gerakan nasionalis untuk kemerdekaan Mesir. Sehingga Inggris menghadapi badai protes nasionalis, dan akhirnya membuat pernyataan sepihak soal kemerdekaan Mesir (dengan beberapa syarat) pada tahun 1922 (Ali Rahnema, 1996: 127). Keadaan politik yang labil menjadikan masyarakat Mesir pada umumnya resah karena Islam dengan nilai-nilai ajaran yang luhur dan bermartabat semakin tidak berdaya berhadapan dengan hegemoni pemerintah Barat. Dengan demikian, iklim politik di Mesir pada tahun-tahun sebelum penerbitan kitab Washoya al Aba‟ lil Abnaa‟ dalam keadaan dominasi asing dan perlawanan masyarakat Mesir terhadap dominasi asing.

Dengan melihat sejarah yang terjadi pada masa-masa sebelum penerbitan kitab Washoya al Aba‟ lil Abnaa‟ dapat digaris bawahi bahwa pemikiran Muhammad Syakir tidak dapat dilepas dari keadaan dan lingkungan yang sangat ke barat-baratan. Ada kekawatiran masyarakat bahwa nilai-nilai Islam dan kultur budaya Islam yang ada pada negara tersebut akan luntur dan tenggelam oleh pengaruh budaya asing.

B. Nasab dan Kelahiran Syeikh Muhammad Syakir

(33)

telah dikenal sebagai keluarga yang paling mulia dan yang paling dermawan di kota Jurja (Abdullah). Beliau termasuk Min ba‟dhil muhaddistin atau ahli hadis. Nama laqob beliau adalah Syekh Muhammad Syakir Al-Iskandariyah. Nasab beliau bersambung ke al-Husein bin Ali bin Abi Thalib.

Nama Ahmad yang dimiliki ayahnya juga digunakan sebagai nama anaknya, yang juga bernama Al-„Allamah Syekh Muhammad Syakir Abil Asybal seorang Muhaddits besar yang wafat pada tahun 1958 M. Penggunaan nama anak yang disamakan kakeknya biasa dilakukan oleh ulama-ulama zaman dahulu maupun kyai-kyai di Indonesia.

Ayah beliau asy-Syekh Muhammad Syakir adalah wakil Universitas al-Azhar, mufti, hakim kepala di Sudan, dan Ulama kota Iskandaria Mesir. Kakek dari pihak ibunya adalah asy-Syekh Harun Abdurrazak.

Ayah beliau mempunyai pengaruh besar dalam mendidik beliau, dimana bersama-sama temannya beliau belajar kepada ayahnya tentang tafsir al-Baghawi dan tafsir an-Nasafi. Ayah beliau juga mengajarkan kepada

mereka kitab Sahih Muslim dan sunan at-Tirmidzi kitab Syamail ar-Rasul shallallahu alaihi wasallam, dan sebagian pembahasan dalam kitab shahih al

-Imam al-Bukhari. Dalam ilmu ushul, ayah beliau mengajarkan kitab Jam‟u

al-Jawami‟ dan kitab syarh al-Asnawi ala al-Minhaj, dalam ilmu mantiq ayah beliau mengajarkan kitab syarh al-Khubais dan kitab syarh al-Qutb ala asy-Syamsyiyyah, dalam ilmu bayan, ayah beliau mengajarkan kitab ar-Risalah

(34)

al-Hidayah ala thariq as-Salaf fi istiqlal ar-Ra‟yi wa qurriyyah al-fikr wa

nabdzu al-Ashobiyyah li madhzab muayyan.

Sejak kepemimpinan Utsmaniyah yang memproklamirkan negara Mesir merdeka pada tahun 1805, yakni di masa pemerintahan Muhammad Ali, Mesir mulai mengalami ketenangan politik, khususnya setelah Muhammad Ali membantai sisa-sisa petinggi Mamluk pada tahun 1811 (Taufik Abdullah, 2002: 173). Syekh Muhammad Syakir lahir dalam situasi Mesir yang sudah tenang.

C. Riwayat Pendidikan dan Karir Syekh Muhammad Syakir

Ketika Syaikh Muhammad Syakir semakin dewasa, ayahnya harus pergi ke Sudan untuk menjabat qadhi qudhat (hakim agung). Ketika sedang berada di Khartoum, Ahmad Syakir masuk keperguruan tinggi Gordon. Muhammad Syakir tinggal di Sudan hingga akhirnya ayahnya kembali lagi ke Alexandria karena harus menduduki jabatan masyikha.

Pada tanggal 26 April 1904, Muhammad Syakir pun masuk ke Lembaga Keagamaan di Alexandria tempat ayahnya menjadi syaikh. Ketika pada 19 April 1909 ayahnya menjadi wakil Al-Azhar, Muhammad Syakir pun ikut ke Kairo untuk kemudian belajar di Al-Azhar hingga lulus pada 1917.

(35)

Syekh Muhammad Syakir dikenal sebagai seorang pembaharu Universitas Al-Azhar (Taufik Abdullah, 2002: 172). Yakni, beliau adalah mantan wakil rektor di Universitas Al-Azhar. Karir beliau dimulai mempelajari dan menghafal al-Qur‟an di sana, dan di sana pula beliau belajar dasar-dasar studinya di Jurja, Mesir, setelah itu beliau rihlah (bepergian untuk menuntut ilmu) ke Universitas Al-Azhar dan belajar dari guru-guru besar pada masa itu, setelah sekian lama belajar di Universitas Al-Azhar beliau dipercayai untuk memberikan fatwa pada tahun 1307 H. Beliau kemudian menduduki jabatan sebagai ketua Mahkamah Mudiniyyah Al-Qulyubiyyah, dan tinggal di sana selama tujuh tahun sampai beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim) untuk negeri Sudan pada tahun 1317 H. Beliau adalah orang pertama pula yang menetapkan hukum-hukum hakim yang syar‟i di Sudan diatas asas yang paling terpercaya dan kuat, kemudian pada tahun 1322 H beliau ditunjuk sebagai guru bagi para ulama-ulama Iskandariyah sampai membuahkan hasil, menebarkan benih-benih yang baik, memunculkan bagi kaum muslimin orang-orang yang menjadi petunjuk bagi umat supaya dapat mengembalikan kejayaan Islam di saentero dunia. Setelah itu beliau ditunjuk sebagai wakil bagi para guru di Al-Azhar.

(36)

kepada sesuatu yang memikat dirinya. Bahkan beliau lebih mengutamakan untuk hidup dalam keadaan pikiran, amalan, hati dan ilmu yang bebas lepas dan memiliki pemikiran-pemikiran yang cemerlang pada tulisannya. Beliau adalah seorang „alim yang mulia, kokoh didalam keilmuan baik secara

naqliyah (dalil-dalil Al-Qur‟an dan hadits) maupun secara aqliyah.

D. Guru-guru Syekh Muhammad Syakir

Ketika belajar di Al-Azhar, beliau mengenal dan menuntut ilmu kepada para ulama Mesir dan lainnya, diantaranya:

1. As-Syaikh Abdullah bin Idris as-Sanusi, ulama ahli hadits dari Maroko, beliau mempelajari darinya kitab Shahih al-Imam Bukhari, dan mendapatkan ijazah darinya, demikian kitab shahih Muslim dan kitab sunan Tirmidzi dan kitab sunan lainnya.

2. Asy-Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi, beliau belajar kepadanya kitab Bulughul Maram, dan asy-Syaikh memberikan ijazah pengakuan telah mempelajari kitab itu, dan juga kutub sittah.

3. Asy-Syaikh Mahmud Abu Daqiqah adalah salah seorang ulama di Ma‟had al-Iskandariah dan salah satu anggota majelis ulama dikemudian harinya. Beliau belajar kepada Asy-Syaikh Mahmud tentang fikih dan ilmu ushul fikih.

4. Ayah beliau Syaikh Syakir al-Jaziri, beliau mempelajari hadits dari ayahnya dan asy-Syaikh memberikan ijazah telah mempelajari kutubussittah.

(37)

6. Asy-Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, pendiri dan yang menyusun majalah al-Manar.

7. Asy-Syaikh Salim al-Basyiri, beliau mempelajari syarh al-Muwatha. 8. Asy-Syaikh Habibullah asy-Syanqithi beliau mempelajari kitab Zaadul

Muslim.

9. Syaikh Abdussalam al-Faqi, beliau mempelajari syair dan sastra Arab. (https://id.wikipedia.org/wiki/AhmadSyakir)

Beliau juga belajar kepada para ulama sunah selain yang disebutkan di atas, dari apa yang beliau lakukan yaitu belajar kepada banyak kalangan ulama yang mana membuatnya mempunyai metode dalam ilmu hadits yang berbeda hingga beliau menjadi seorang ulama dan imam ahli hadits yang masyhur pada zaman itu.

E. Hasil Karya Syekh Muhammad Syakir

Peneliti tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah kitab yang telah ditulis oleh Syeikh Muhammad Syakir. Peneliti hanya mengetahui kitab Washoya al-Aba‟ Li-Abna‟ adalah salah satu karya Syekh Muhammad Syakir yang dapat dijumpai sampai sekarang.

Semasa hidup, Syekh Muhammad Syakir al-Iskandari menulis beberapa karya serta kitab-kitab yang beliau tahqiq diantaranya adalah sebagai berikut:

(38)

2. Syarh Musnad Imam Ahmad, beliau meninggal sebelum sempurna menyelesaikannya. Diterbitkan dalam enam belas jilid.

3. Tahqiq terhadap Al-Ihkam karya Ibnu Hazm.

4. Tahqiq terhadap Alfiyatul Hadits karya As-Suyuthi. 5. Takhrij terhadap Tafsir At-Thabari.

6. Tahqiq terhadap kitab Al-Kharaj karya Yahya bin Adam.

7. Tahqiq terhadap kitab Ar-Raudathun Nadhiyah karya Syiddiq Hasan

Khan.

8. Syarh Sunan At-Tirmidzi, beliau meninggal sebelum sampai sempurna.

9. TahqiqSyarh Aqidah Thahawiyah.

10.Umdatut Tafsir ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (belum selesai sampai beliau wafat).

11.Ta‟liq dan Tahqiq terhadap Al-Muhalla karya Ibnu Hazm (Ahmad Hamdani).

12.al-Ihkam fi Ushul al-Ahkamkarya Ibnu Hazm, diterbitkan lengkap dalam dua jilid.

13.al-Fiyatu al-Hadits Suyuthi diterbitkan dalam dua jilid tipis.

14.Tafsir at-Thobari, kitab yang ditahqiq oleh saudaranya Mahmud Syakir, beliau ikut mentahrij hadits-haditsnya hingga jilid ke tiga belas dimana saat itu beliau meninggal dunia.

15.al-Kharaj karya Yahya bin Adam. Beliau mentahqiqnya.

(39)

17.Sunan at-Tirmidzi, dengan syarahnya dalam dua jilid, sebelum sempurna beliau meninggal dunia.

18.Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyyah.

19.Shahih Ibnu Hibban, yang disusun Alaa ad-Din al-Faarisi. Beliau mentahqiqnya.

20.Umdah at-Tafsir ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, diterbitkan dalam lima jilid, sebelum sempurna beliau meninggal dunia.

21.al-Muhalla karya Ibnu Hazm, beliau mentahqiqnya enam juz yang

pertama dan memberi catatan/komentar padanya. 22.IshlahAl-Mantiq.

23.Al-Ashma‟iyyat li Al-Ashma‟i. 24.Al-Syar‟ wa Al-Lughah. 25.Al-Syi‟r wa wa Al-Syu‟ara. 26.Al-Kamil fi Al-Adab.

27.Al-Kitab wa Al-Sunnah Yajib an Yakuna Masdhar Al-Qawanin.

28.Libab Al-Adab.

29.Al-Mu‟arrab min Al-Kalam Al-A‟jami „ala Huruf Al-Mu‟jam. Beliau mentahqiqnya.

30.TafsirAl-Jalalain, beliau mentahqiqnya. 31.Jami‟ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur‟an. 32.„UmdahAl-Tafsir.

(40)

35.Musnad Al-Imam Ahmad (http//karya-karya-Muhammad-Syakir-Ulama sunnah.htm) diakses 5 April 2017.

F. Gambaran Kitab Washoya

Kitab Washoya adalah kitab yang isinya berupa wasiat seorang guru terhadap muridnya mengenai seputar akhlak. Untuk mengungkapkan nasihat-nasihat tentang akhlak, Syekh Muhammad Syakir menempatkan posisi dirinya sebagai guru yang sedang memberikan nasihat muridnya.Yang mana relasi guru dan murid di sini diumpamakan sebagai orang tua dan anak kandung. Dapat diumpamakan demikian sebab orang tua kandung pasti akan mengharapkan kebaikan anaknya, maka dari itu seorang guru yang baik adalah guru yang mengharapkan kebaikan pada anak didiknya dan menyayangi sebagaimana anak kandung sendiri, salah satunya lewat

mau‟idoh hasanah dan tidak lupa mendoakan kebaikan anak didik.

Kitab ini selesai dikarang oleh Syekh Muhammad Syakir pada bulan Dzul Qo‟dah tahun 1326 H (Muhammad Syakir, t.t: 47). Kitab Washoya

Al-Aba‟ lil Abnaa‟ sangatlah familiar dalam kurikulum pendidikan non formal

seperti madrasah diniyah dan pesantren, namun tidak begitu familiar dalam kurikulum pendidikan formal.

(41)

pendidikan akhlak dalam bentuk bab per bab sebanyak 21 bab, dengan disertai uraian konsep dari bab yang dibicarakan.

Untuk lebih memperjelas gambaran atau isi dari kitab Washoya

al-Aba‟ lil Abnaa‟ adalah sebagai berikut:

No. Bab Pembahasan

1.

I Nasihat guru kepada muridnya

2.

II Wasiat bertaqwa kepada Allah

3.

III Hak dan kewajiban terhadap Allah dan rasul-Nya

4.

IV Hak dan kewajiban terhadap kedua orangtua

5.

V Hak dan kewajiban terhadap teman

6.

VI Adab dalam menuntut ilmu

7.

VII Adab belajar, mengkaji ulang dan diskusi

8.

VIII Adab olah raga dan berjalan di jalan umum

9.

IX Adab majelis dan kuliah

10.

X Adab makan dan minum

11.

XI Adab beribadah dan masuk masjid

12.

(42)

13.

XIII Keutamaan amanah

14.

XIV Keutamaan dalam „iffah

15.

XV Keutamaan muruah (menjaga kehormatan diri), syahamah (mencegah hawa nafsu) dan „izzatin nafsi

(kemuliaan diri)

16.

XVI Ghibah, namimah, hiqd, hasad dan takabbur

17.

XVII Keutamaan tobat, roja, khauf, sabar dengan bersyukur

18.

XVIII Keutamaan beramal dan mencari rezeki yang disertai tawakkal serta zuhud

19.

XIX Keutamaan ikhlas dengan niat Lillahi Ta‟ala dalam setiap amal

20.

XX Wasiat terakhir

21.

(43)

BAB III

PEMIKIRAN MUHAMMAD SYAKIR DALAM KITAB WASHOYA TERHADAP ETIKA MENUNTUT ILMU

A. Pengertian Etika Menuntut Ilmu

Kata “etika” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “ethos”, artinya adat

kebiasaan. Etika merupakan istilah lain dari akhlak atau moral, tetapi

memiliki perbedaan substansial karena konsep akhlak berasal dari pandangan

agama terhadap tingkah laku manusia, konsep etika padangan tentang tingkah

laku manusia dalam perspektif filsafat, sedangkan konsep moral lebih

cenderung dilihat dalam perspektif sosial normatif dan ideologis (Beni dan Abdul, 2012: 26).

Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang

diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya. Pada

hakikatnya moral menunjuk pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh

suatu komunitas, sementara etika umumnya lebih dikaitkan dengan

prinsip-prinsip yang dikembangkan diberbagai wacana etika. (Manpan dan Ridwan,

2014: 7).

(44)

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia baik berupa sikap, perbuatan atau yang lainnya yang dilakukan dari hasil pola pikir manusia.

Sedangkan pengertian ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang berasal dari pengamatan panca indera, dari pengalaman yang disebut dengan pengetahuan empirik. Ilmu juga dapat berawal dari cara berpikir manusia dengan menggunakan rasio. Ilmu seperti ini disebut dengan pengetahuan rasional (Beni dan Abdul, 2012: 17).

Jadi etika menuntut ilmu adalah tingkah laku manusia yang

mengakumulasikan pengetahuan yang berasal dari hasil pola pikir manusia

baik terwujud dari sikap, perbuatan, atau perilaku sesuai dengan norma yang

ada.

B. Etika Menuntut Ilmu dalam Kitab Washoya

Pendapat Syekh Muhammad Syakir mengenai etika menuntut ilmu dalam kitab Washoya adalah sebagai berikut:

(45)
(46)

،َهٌَ ِٝزَحْ١ِصَٔ : ََُّٟٕثبَ٠ .ًَْجْلبَف ،ُخَعْ١ِطَمٌْاَٚ ُْبَِْشِحٌْا ِحَزِربَعَ ْلاا ُتَعَغ ُُٗجِزُْٕ٠

Wahai anakku, belajarlah dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat. Jagalah waktumu jangan sampai berlalu dengan sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat bagimu.

Wahai anakku, baca dan pahamilah dengan penuh kesungguhan pelajaran yang telah maupun yang belum dibahas oleh gurumu. Bila engkau menemui kesulitan jangan ragu untuk bertanya dan mendiskusikannya dengan temanmu. Dan jangan engkau alihkan kemasalah lain, sebelum tuntas masalah pertama dan dapat kau pahami dengan baik. Apabila guru telah memilihkan tempat untukmu, jangan engkau pindah ke tempat lain. Bila salah seorang teman kamu hendak menempati tempat dudukmu, janganlah kamu bertengkar atau mengganggunya, tetapi kemukakan kepada gurumu agar beliau memberimu tempat duduk tertentu.

Wahai anakku, bila gurumu telah memulai pelajaran, jangan engkau larut dalam pembicaraan dengan temanmu, simaklah setiap pembicaraan gurumu dengan penuh kesungguhan. Jangan engkau melamun ditengah-tengah pelajaran. Bila engkau menemui kesulitan, mintalah dengan gurumu dengan sopan untuk mengulangi menerangkan sekali lagi. Jangan engkau melantangkan suara dihadapan gurumu dan jangan engkau bantah penjelasan gurumu, sehingga dia tidak menyukaimu.

Wahai anakku, bila engkau tidak memuliakan gurumu lebih dari orang tuamu, maka engkau tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmu yang diajarkannya.

Wahai anakku, tawadlu‟ (merendahkan hati) dan akhlak yang baik itu adalah hiasan ilmu pengetahuan. Maka barang siapa yang tawadlu‟ karena Allah, akan diangkatlah derajatnya. Allah akan menjadikan seluruh makhluk-Nya cinta dan hormat kepadanya. Barang siapa takabur dan berakhlak tercela maka jatuhlah martabatnya. Allah akan menjadikan seluruh makhluk membenci dirinya, dan tidak mungkin ada orang yang menghormati, memuliakan dan menyayanginya.

(47)

Apabila engkau sedang menyepi seorang diri, perbanyaklah bermunajat (berdialog) dan tawakal (berserah diri) kepada Allah, semoga Allah memberimu ilmu pengetahuan yang luas dan bermanfaat dengan mengamalkan ilmu tersebut. Sesungguhnya Rabbmu Maha Mendengar dan mengabulkan segala do‟a, yang luas anugerah dan kemuliaannya.

C. Pokok Bahasan tentang Etika Menuntut Ilmu

Syekh Muhammad Syakir dengan pemikiran yang diituangkan dalam kitab Washoya al aba‟ lil Abna‟ lebih menekankan pada etika. Kitab

Washoya al aba‟ lil Abna‟ berisi tentang nasihat-nasihat untuk generasi muda

muslim, agar menjadi individu-individu yang bersih dari sifat-sifat yang tidak terpuji, berakhlak mulia. Dalam kitab Washoya al aba‟ lil Abna‟ terkait mengenai etika menuntut ilmu, bahwasanya kita sebagai generasi muda muslim harus mengerti, memahami dan mengamalkan apa yang telah diwasiatkan oleh Syekh Muhammad Syakir supaya dalam proses menuntut ilmu kita dapat memetik hasil yang kita dapat dan memberikan keberkahan terhadap diri sendiri dan orang lain. Adapun etika menuntut ilmu dalam kitab

Washoya al aba‟ lil Abna‟ dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Belajar dengan Sungguh-Sungguh

(48)

pelajar untuk mengerti dan memahami ilmu yang diajarkan oleh guru, yang dibaca dari buku, mengamati lingkungan, maupun hasil diskusi dengan orang lain.

2. Semangat dalam Menuntut Ilmu

Tanpa ada semangat seorang pelajar tidak akan mendapatkan hasil yang diharapkan. Jiwa yang muda memiliki semangat yang lebih membara. Sering mengeluh dan mudah risau justru akan mendatangkan tambahan beban pikiran yang memberatkan dan menghabiskan banyak energi untuk kesia-siaan yang tidak berfaedah. Dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, seorang pelajar seyogyanya mengerjakan dengan penuh semangat dan sungguh-sungguh, hal yang demikian akan membuatnya menikmati proses pembelajaran yang akan berbanding lurus dengan hasil yang dicapai.

Seorang pelajar yang belum memahami suatu ilmu yang dipaparkan oleh guru maupun pemaparan di dalam sebuah buku harus mempunyai semangat tinggi dan tidak berputus asa untuk mengkaji kembali ilmu tersebut dengan mengulang-ulang kembali ataupun bertanya kepada orang lain yang sudah lebih faham.

3. Menghargai Waktu

(49)

Pelajar yang mengoptimalkan waktu yang dimiliki tentunya akan lebih banyak mendapatkan ilmu dan kefahaman. Pelajar yang menghargai waktu akan menggunakan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya, sehingga apapun yang dilakukannya merupakan hal yang bermakana untuk proses belajar dan hidupnya.

4. Pemahaman

Dalam wasiat ini, Syekh Muhammad Syakir berpesan bahwasanya kita harus membaca dan memahami pelajaran yang belum atau sesudah diajarkan oleh sang guru dengan penuh kesungguhan agar apa yang kita pelajari dapat dipahami dengan mudah. Apabila pada saat belajar sedang menemui kesulitan untuk memahami pelajaran tersebut, janganlah ragu untuk ditanyakan kepada guru agar sang guru memberikan penjelasan lagi sehingga dapat dipahami dan dimengerti dengan mudah. Selain ditanyakan oleh guru, berdiskusi dengan teman juga bisa dilakukan untuk memecahkan suatu masalah dalam belajar. Jika masalah satu belum tuntas janganlah engkau beralih ke masalah yang lainnya. Hal itu akan mengakibatkan tertumpuknya suatu masalah sehingga rumit untuk diselesaikan dan akan mempersulit diri kita sendiri.

(50)

5. Diskusi

Metode merupakan salah satu yang sangat penting untuk mencapai sebuah keberhasilan dalam belajar. Syekh Muhammad Syakir dalam menasehati kaum remaja untuk melakukan sebuah diskusi agar mendapatkan sebuah ilmu yang baru.

S. Ulihbukit dkk, (1975: 29) dalam bukunya yang berjudul Metodologi Pengajaran mengatakan bahwasanya diskusi adalah percakapan ilmiah yang berisi pertukaran pendapat, pemunculan ide-ide serta pengujian pendapat yang dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok untuk mencari atau memperoleh kebenaran. Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru menugaskan pelajar atau kelompok pelajar melaksanakan percakapan ilmiah untuk mencari kebenaran.

،ِذِئاََٛفٌْا ُخٍَْ٠ِضَج ِخّ١ٍِِّْعٌْا ًِِئبَغٌَّْا ِٝف ِة َّلاُّطٌا َْٓ١َٔ ُحَسبَحٌَُّْا : ََُّٟٕثبَ٠

ِضاَشْغَلاا َِٓعِشْ١ِجْعَزٌا ِْٓغُح ٍََٝع ُْٓ١ِعُرَٚ َْبَغٌٍِّا ُكٍِْطُرَٚ ََُْٙفٌْا َِّٜٛمُر

ِْلااَٚ َحَأْشُجٌْا ِتٌِبَّطٌا ِٝف ُذٌَُِّٛرَٚ ،ِحَدُْٛصْمٌَّْا

َهُعَفَْٕ٠َلا : ََُّٟٕثبَ٠ ِْٓىٌََٚ ،ََاَذْل

(51)

tak layak diucapkan dan bicaralah dengan perkataan yang haq sekalipun terhadap dirimu sendiri. Janganlah engkau takut pada celaan orang, selama engkau berpijak pada yang Al-Haq”.

6. Saling Menghormati

“Wahai anakku, jika engkau duduk untuk belajar, janganlah

mendesak temanmu dan lapangkan tempat baginya hingga dia bisa duduk. Karena mendesak teman-teman di majelis-majelis mereka menimbulkan kejengkelan dan menyebabkan dendam serta membangkitkan kejahatan”

(Muhammad Syakir, 1326: 12).

Selain itu, Syekh Muhammad Syakir juga memberikan pemaparan tentang bagaimana sesama penuntut ilmu harus saling menghormati dan menyayangi, tidak boleh saling bertengkar karena persoalan yang sepele sehingga dapat menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan.

7. Akhlaq kepada Guru

Guru merupakan orang tua kedua seorang pelajar. Para guru ikhlas dan penuh kasih sayang mencurahkan segala kemampuannya demi mendidik murid-muridnya. Berakhlak yang baik terhadap guru merupakan kewajiban seorang pelajar.

“Wahai anakku, tiada sesuatu yang lebih membahayakan pelajar

(52)

8. Akhlaq kepada Teman/Saudara

Beberapa akhlak terhadap sesama teman diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Menjaga persaudaraan

ُءبَمَفُس َهٌََٚ ِفْ٠ِشَّشٌا ٍُِِْعٌْا ِخَجٍََغ ِِْٓ َذْحَجْصَا ْذَل َذَْٔا بَ٘ : ََُّٟٕثبَ٠

َْٚا ُُِِْْٕٙ اًذَحَا َِٜر ْؤُر َْْا َنبَّ٠ِبَف َهُرَشْ١ِشَع َُُْ٘ٚ َهُٔاَْٛخِا ُُْ٘ ،َهِعْسَد ِٝف

َُٗزٍََِ بَعُِ َئْ١ِغُر

“Wahai anakku, ingatlah! Engkau telah menjadi seorang pelajar yang menuntut ilmu dan engkau memiliki banyak teman, mereka adalah saudara dan temanmu dalam pergaulan. Karena itu, jangan engkau menyakiti hati atau berlaku buruk terhadap mereka”.

ََُّٟٕثبَ٠

ِ٠بَعُر َلاَف ِطْسَّذٌٍِ َذْغٍََجاَرِا :

ْحَغْفاَٚ َهِٔاَْٛخِا ِِْٓ اًذَحَا ْك

ُِِْٙغٌِبَجَِ ِٝف ِْاَْٛخِ ْلابَزَمَ٠بَعُِ َِّْئَف ،ِطٍُُْٛجٌْا َِِٓ ََّٓىََّزَ٠ َّٝزَح ِْبَىٌَّْبِف ٌَُٗ

ٌَ ًَْ١ِلاَرِاإََُِْٛا َْٓ٠ِزٌَّابَُّٙ٠َا بَ٠" .َسُْٚشُّشٌاُشْ١ِضُرَٚ َدبَمْحَ ْلااُذٌَُِّٛرََٚسُْٚذُّصٌاُشِغُْٛر

ُُْى

(53)

Allah akan memberi kelapangan untukmu.Dan apabila dikatakan: berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang menuntut ilmu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS. Al-Mujadalah: 11).

b. Saling menghormati

Sesama teman dalam memuntut ilmu harus saling menghormati antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada yang harus disombongkan terhadap orang lain. Sebab kita sama dihadapan Allah. Yang membedakan adalah ketaqwaannya saja. Maka dari itu, seorang penuntut ilmu harus berbuat baik terhadap sesama teman, saling menghormati, dan menghargai agar tercipta harmonisasi dinamika pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga masing-masing penuntut ilmu mendapatkan hasil yang maksimal.

c. Tolong menolong

Ta‟awun (tolong menolong) merupakan sifat yang sangat

(54)

satu dengan yang lainnya. Hidup dengan kesendirian tidak akan dapat menyelesaikan masalah, setiap individu membutuhkan saling berbagi dan komunikasi dengan orang lain untuk menyelesaikannya.

ََُّٟٕثبَ٠

ََبَ١ِمٌْا ُعْ١ِطَزْغَ٠َلا ًٍََّع ٍََٝع َهِٔاَْٛخِإ ُذَحَا َهِث َْبَعَزْعااَرِا :

ِْٗ١ٍََع ًِْعَفٌْا ُتِحبَص َهََّٔا ٌََُٗشِْٙظُر َْْا َنبَّ٠ِاَٚ .ِِٗرَذَعبَغُِّث ًَْخْجَرَلاَف َُٖذْحَٚ

.ِحَذَعبَغٌُّْا ِِٖزَِٙث

“Wahai anakku, bila temanmu membutuhkan pertolongan, jangan engkau merasa berat untuk menolongnya. Jauhkan sikap membanggakan dirimu, bahwa engkau lebih memiliki keutamaan dari temanmu”.

d. Kerja sama

“Wahai anakku, janganlah mempersempit jalan ilmu terhadap

teman-temanmu, bila mereka meminta dari guru mereka untuk menjelaskan suatu masalah yang tidak mereka ketahui dengan sebenarnya. Dengarkanlah bersama mereka apa yang dikatakan guru, jika engkau menginginkan kebaikan bagi dirimu” (Muhammad Syakir,

1326: 13)

“Apabila fajar terbit dan engkau bangun untuk menunaikan

sholat fardhu, maka bangunkanlah saudara-saudaramu dengan lemah lembut dan periharalah shalat dalam jama‟ah. Karena sholat jama‟ah

lebih utama daripada sholat sendirian” (Muhammad Syakir, 1326: 13)

e. Sopan santun

“Bersikaplah sopan dengan teman yang engkau pilih untuk

(55)

membanggakan diri terhadapnya karena dapat mendahuluinya. Apabila dia berbeda pendapat denganmu dalam memahami suatu masalah, maka dengarkanlah apa yang dikatakannya. Barangkali dia telah memahaminya dengan benar dan engkaulah yang salah dalam hal pemahaman. Hindarilah perdebatan dengan cara yang batil dan jangan membela pendapatmu bila mana keliru” (Muhammad Syakir, 1326: 16).

f. Jujur

Jadilah seseorang yang jujur dan jangan mengkhianati mengenai kehormatan maupun harta dan lainnya. Apabila seorang teman mempercayai kita untuk menjaga hartanya, jangan mengkhianatinya dan kembalikan harta itu kepadanya, begitu ia memintanya (Muhammmad Syakir, 1326: 30).

Jadilah seseorang yang jujur dalam segala hal, mengenai sesuatu yang kecil maupun yang besar. Jangan sampai berniat untuk khianat mengenai sesuatu yang besar atau remeh. Janganlah membuka tas seorang teman maupun wadah barang-barangnya disaat dia tidak ada, walaupun hanya untuk sekedar mengetahui isinya. Karena perbuatan itu termasuk khianat (Muhammad Syakir, 1326: 30).

“Wahai anakku, janganlah engkau bercanda dengan cara

(56)

bersangka buruk kepadamu dan menuduhmu, padahal engkau tidak melakukannya” (Muhammad Syakir, 1326: 31).

9. Menuntut Ilmu Harus Tawadlu

“Wahai anakku, janganlah engkau mengira sebagaimana sangkaan

sebagian orang-orang yang dungu, bahwa tawakal kepada Allah adalah meninggalkan amal dan menyerah pada takdir” (Muhammad Syakir, 1326:

38).

10.Tidak Boleh Takabur

“Wahai anakku, apabila Allah memberi nikmat karunia kepadamu,

(57)

BAB IV

ANALISIS ETIKA MENUNTUT ILMU DALAM KITAB WASHOYA

A. Analisis Etika Menuntut Ilmu Perspektif Syekh Muhammad Syakir Sarana yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah Dzat yang Maha Agung adalah dengan ilmu.Ilmu merupakan medium untuk mengecap kebahagiaan dunia dan akhirat. Tanpa adanya ilmu seseorang tidak akan mengecap kebahagiaan dan kedekatan dengan Allah (Kasyafani, 2014:4).

Mencari ilmu berarti menapaki tangga menuju kemuliaan dan derajat yang tinggi di dunia dan di akhirat, firman Allah SWT:

ُُْىٌَ ُالله ِحَغْفَ٠ اُْٛحَغْفبَف ِظٌِبَجٌَّْا ِٝف اُْٛحَّغَفَر ُُْىٌَ ًَْ١ِل اَرِإ إََُِْٛأ َْٓ٠ِزٌَّا بَُّٙ٠َؤَ٠

ٍٝص

ٍَُِْعٌْا اُْٛرُٚأ َْٓ٠ِزٌَّاَٚ ُُىِِْٕ إََُِْٛأ َْٓ٠ِزٌَّا ُالله ِعَفْشَ٠ اُْٚضُشْٔبَف اُْٚضُشْٔا ًَْ١ِل اَرِإَٚ

ٍدبَجَسَد

ط

ِث ُاللهَٚ

شْ١ِجَخ ٍََُّْْْٛعَر بَّ

ٔٔ

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk mu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al -Mujadilah:11).

(58)

akanmemperoleh derajat yang tinggi di sisi Allah. Sebagaimana firman Allah seorang lali-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.Sungguh, yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa.Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti” (QS. Al-Hujurat:13).

Ilmu tidak dapat diperoleh dengan mudah seperti membalikkan telapak tangan.Seorang pelajar yang ingin memperoleh ilmu dan mendapatkan manfaat dari ilmu tersebut harus senantiasa menghormati guru/ulama.Syekh Muhammad Syakir menyebut guru/ulama dengan sebutan kata Mu‟allim yang dituntut mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan

yang diajarkannya dan berusaha membangkitkan siswa untuk mengamalkan dalam kehidupannya agar bisa mendatangkan kemanfaatan dalam kehidupan sehari-hari.Tidak hanya mengembangkan intelektual muridnya, tetapi juga harus bisa memberikan pengetahuan jiwa dan mengembangkan spiritual muridnya.

(59)

Dalam hal ini, yang perlu digaris bawahi adalah bahwa belajar atau menuntut imu merupakan ibadah kepada Allah yang semata-mata untuk mencari ridla dari-Nya.Sehingga nantinya dapat menghantarkan menuju kunci kebahagian di dunia dan di akhirat.

Syekh Muhammad Syakir dalam pemikirannya tentang etika menuntut ilmu dalam kitab Washoya dapat ditarik analisis dalam pembahasannya sebagai berikut:

1. Belajar dengan Sungguh-Sungguh

Seorang murid juga harus bersungguh-sungguh dalam belajar atau menuntut ilmu.Selain bersungguh-sungguh, murid juga diwajibkan selalu kontinu (terus menerus) dalam belajar. Sebagaimana firman Allah SWT sebagia berikut:

بٍََُٕجُع ََُُّْٕٙ٠ِذٌََْٕٙ بَْٕ١ِف اُْٚذَ٘بَج َْٓ٠ِزٌَّاَٚ

ط

َْٓ١ِِٕغْحٌُّْا َعٌََّ َالله َِّْإَٚ

ٙ٦

Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk(mencari keridhoan) Kami, benar-benar akanKami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-Ankabut:69).

2. Semangat dalam Menuntut Ilmu

(60)

upaya yang tepat dalam menggapai cita-citanya. Namun jika kita menyerah tanpa ada semangat dan usaha, maka kita tidak akan mendapatkan hasil apapun.Allah selalu menolong hamba-hamba-Nya yang semangat berusaha. Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:

ِاللهِشَِْا ِِْٓ َُُْٗٔٛظَفْحَ٠ ِِٗفٍَْخ َِِْٓٚ ِْٗ٠َذَ٠ ِْٓ١َث ِِْٓ ذَجِّمَعُِ ٌَُٗ

Artinya: “Baginya manusia adalah malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah.Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.Dan apabila Allah menghendaki keburukan suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (QS. Ar-Ra‟d:11)

Dari ayat diatas dapat diambil manfaatnya bahwasanya jikalau kita ingin mengubah nasib atau keadaan kita, itu semua tergantung pada diri kita masing-masing, bukan orang lain. Apabila semangatnya mulai berkurang, berikan waktu sejenak untuk mengingat orang tua dari jerih payahnya mencari rizki untuk membiayai sekolah kita. Dengan membayangkan wajah kedua orang tua kita, pasti semangat kita akan muncul lagi.Selalu optimis dengan cita-cita yang ingin diwujudkannya. 3. Menghargai Waktu

(61)

ilmu. Waktu harus digunakan dengan sebaik-baiknya yaitu dengan belajar atau muthola‟ah pelajaran yang telah disampaikan oleh sang guru. Apabila pada saat belajar mengalami kesulitan diharapkan untuk tidak malu bertanya dengan teman yang sudah faham atau guru secara langsung.

Apabila memiliki waktu senggang lebih baik dimanfaatkan untuk belajar atau melakukan aktifitas yang lebih bermanfaat, jangan sampai menyesal dikemudian hari karena tidak dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Sebagaimana firman Allah SWT:

ِشْصَعٌْاَٚ

Artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al -Asr:1-3)

4. Pemahaman

Apabila engkau menghendaki kebaikan atas dirimu, maka ajaklah beberapa teman sekolah untuk muthola‟ah (belajar) bersama, mungkin temanmu dapat menolongmu dalam memahami sesuatu.Apabila telah memahami pelajaranmu, janganlahditinggalkan begitu saja buku pelajaran.Tetaplah belajar dengan teman-teman sekolah tanpa ada rasa bosan.

(62)

menunjang kesuksesan belajarnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syi‟ar-syi‟ar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)hadyu (hewan-hewan kurban) dan Qalaid (hewan-hewan kurban yang diberi tanda) dan jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitul Haram, mereka mencari karunia karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabil kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada meeka).Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah: 2)

Ayat di atas memerintahkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.Apabila ada seorang teman di kelas mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran, sudah seharusnya untuk dapat membantu memberikan pemahaman kepadanya.

(63)

lupa.Oleh sebab itu, jangan sampai mudzakarahmu hanya menghafal kata-kata tanpa tahu arti dan maknanya.Berusahalah untuk mengerti arti dan maksud yang terkandung didalamnya untuk kemudian ditanamkan dalam hati.Karena ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang harus difahami, bukan sesuatu yang harus dihafal.

5. Diskusi

Dalam kitab ini sistem belajar kelompok merupakan sistem belajar yang baik dan banyak membantu dalam menyelesaikan suatu pertanyaan. Ketika salah satu teman tidak bisa, ada teman yang lain yang sudah memahami pembelajaran. Jadi, dalam satu kelompok akan timbul proses transfer ilmu antara satu dengan yang lainnya.

Ulih bukit (1975:29) mengatakan metode diskusi merupakan salah satu penyajian bahan pelajaran dimana guru menugaskan pelajaran atau kelompok pelajar melaksanakan atau kelompok pelajar melaksanakan percakapan ilmiah untuk mencari kebenaran.

(64)

َُُْْٕٙ١َث ِحَسَٚبَحٌُّْاُساَذَِ َْبَو َّلاِا ِِٗٔاَْٛخِا ِِْٓ ٍحَشُِْص َعَِ تٌِبَغ َعََّزْجابٍَََّّل : ََُّٟٕثبَ٠

بََُْٙٔٛفِشْعَ٠ ِٝزٌَّا ًِِئبَغٌَّْا ِٝف ِخَظَٚبَفٌُّْاَٚ ِحَشَظبٌَُّْٕا ٍََٝع

“Wahai anakku, bila engkau dan teman-temanmu berkumpul untuk diskusi dan saling mengemukakan pendapat dalam berbagai masalah, jangan sekali-kali engkau memutus pembicaraan seseorang yang sedang mengajukan argumentasinya. baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS An -Nahl:125).

6. Saling Menghormati

Seorang pencari ilmu haruslah memiliki sikap saling menghormati dan menghargai satu dengan yang lain. Dengan demikian akan tercipta suasana belajar yang harmonis, dan nyaman.

(65)

a. Ketika bertemu guru berperilakulah sopan, seperti memberi salam, mencium tangan gurunya ketika bersalamaan, menggunakan tutur kata yang sopan pada saat berbicara, duduk dengan tenang ketika sang guru sedang menerangkan, sebab sekarang banyak murid yang keliru ketika berperilaku dengan gurunya.

Bentuk saling menghormati dan menghargai yang lainnya adalah jangan menyela sang guru pada saat guru menerangkan atau menjelaskan suatu pelajaran. Hal ini sepadan dengan firman Allah sebagai berikut:

اًشْوِر ُِِْٕٗ َهٌَ َسِذْحُأ َّٝزَح ٍءَْٟش َْٓع ٍَِْٕٝئْغَر َلاَف َِٕٝزْعَجَّرا ِِْئَف َيبَل

٠ٓ

Artinya: “Dia berkata: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangakannya kepadamu” (QS. Al-Kahf:70).

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Negeri

Kombinasi adalah banyaknya cara susunan unrus - unsur berbeda tanpa memperhatikan urutan.. Ruang sampel adalah himpunan semua hasil yang mungkin dari

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Fiqih Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning di Kelas II MI NU Margokaton Seyegan Sleman, Skripsi Thesis, UIN

Didalam kenyataan masing-masing wilayah sungai DPS mempunyai potensi air dan lahan yang berbeda-beda, sebagai contoh pulau Jawa : dibagian barat potensi air cukup

ƒ Disebabkan karena sinyal pada frekuensi yang berbeda tersebar pada medium transmisi yang sama, sehingga menghasilkan sinyal pada suatu frekuensi yang merupakan penjumlahan atau

Puji Tuhan P enulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Kekuatan Pembuktian Tindak Pidana E-commerce Berbasis Nilai Keadilan ” dengan lancar.. Skripsi ini

[r]

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kualitas pelayanan kesehatan poliklinik adalah tingkat baik buruknya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas rumah