BAB II LANDASAN TEORI
C. JENIS-JENIS NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI
2. Nilai Pendidikan Karakter…
Pendidikan juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam memepersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat yang lebih baik dimasa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bagi generasi muda dan proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa dimasa mendatang. Dalam proses pendidikan karakter, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Berdasarkan pengertian karakter dan pendidikan yang telah dikemukakan di atas maka pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri peserta didik sehingga
116Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah: Upaya Mengembangkan
mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai- nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Atas dasar pemikiran itu, pengembangan nilai pendidikan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan masyarakat dimasa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter masyarakat adalah usaha bersama.
Karakter adalah sifat kewajiban, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.117 Karakter juga bisa diartikan sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang stabil sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis.118 Thomas Lickona119 mendefinisikan orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral bertanggung jawab, menghormati orang lain dan Karakter mulia lainnya. Pengertian ini mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles, bahwa karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dilakukan. Lebih jauh, Lickona menekankan tiga hal dalam mendidik karakter. Tiga hal itu dirumuskan dengan indah: knowing, loving, and acting the good. Menurutnya keberhasilan pendidikan karakter dimulai dengan pemahaman karakter baik mencintainya, dan pelaksanaan atau peneladanan atas karakter baik.
Menurut dokumen desain induk pendidikan karakter terbitan Kementrian Pendidikan Nasional,120 pendidikan karakter didefinisikan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mengambil keputusan baik, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
117Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam (Bandung: Insan Cita Utama, 2010), h. 11.
118Yahya Khan, Pendidikan karakter Berbasis Potensi Diri: Mendongkrak kualitas
Pendidikan (Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010), h. 1.
119Thomas Licona, Educating For Character, How Our School Can Teach Respect and
Relsponsiblity (New York: Bantam Books, 1992), h. 12-22.
120M. Ali David, Nanang Susilo, Ice Breaker Untuk Guru Kreatif (Surabaya: GGLC, 2015), h. 8.
sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter menurut Albertus121 adalah diberikannya tempat bagi kebebasan individu dalam menghayati nilai-nilai yang dianggap baik, luhur dan layak diperjuangkan sebagai pedoman bertingkah laku bagi kehidupan pribadi berhadapan dengan dirinya dan Tuhan.
Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang baik dan warga negara yang baik, adapun kriteria manusia yang baik warga masyarakat yang baik, secara umum adalah nilai-nilai sosial dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikatnya pendidikan karakter dalam konteks pendidikan Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.122
Karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik dan melakukan hal yang baik, kebiasaan yang baik dalam berpikir, kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan dalam tindakan. Nilai pendidikan karakter akan efektif dan memiliki makna jika anak didik tidak saja paham tentang kebaikan, tetapi juga menjadikan kebaikan itu sebagai sikap dan sifat, serta termanifestasikan dalam tingkah laku dan tindakan kehidupan sehari-hari. Itu artinya, pendidikan karakter tidak dapat hanya berhenti pada wawasan anak didik tahu dan paham tentang karakter-karakter mulia (kognitif), tetapi hendaknya membuat anak didik memiliki komitmen kuat pada nilai-nilai karakter (afekatif), dan selanjutnya anak didik terdorong untuk mengaktualisasikan nilai-nilai yang telah menjadi milik mereka itu dalam tindak tanduk dan prilaku kehidupan sehari-hari (psikomotorik).
Lickona, juga mengatakan bahwa terdapat dua karakter dasar yang diajarkan kepada anak-anak di sekolah yaitu sikap hormat dan bertanggung jawab, selain dua nilai karakter dasar di atas, Lickona juga menunjukkan bentuk nilai lain
121Albertus, Doni Koesoema, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global (Jakarta: PT. Grasindo , 2010), h. 5.
122Heri, Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 23-24.
yang sebaiknya juga diajarkan di sekolah adalah kejujuran, keadilan, toleransi, kebiajksaan, disiplin diri, tolong menolong, peduli sesama, kerja sama, keberanian dan sikap demokratis.123 Pendekatan struktural merupakan konsep dasar dalam menganalisis sebuah karya sastra. Karya sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karya sastra bercorak cerita rakyat atau dalam bahasa Gayo kekeberen yang didalamnya memuat teks cerita.
Endraswara mengatakan, menganalisis struktur teks sangat penting karena didalamnya terdapat hubungan antara unsur-unsur yang membentuk teks sabagai suatu kesatuan.124 Hal tersebut bertujuan untuk memahami cerita lisan yang ditranskripsikan kedalam bentuk tulis/teks. Dalam melakukan analisis struktur cerita rakyat ini, peneliti akan menganalisis cerita dari segi instrinsik meliputi alur, latar (waktu/tempat), pusat pengisian atau penokohan, tema dan amanat.
Esten mengatakan, struktur instrinsik ialah segi yang membangun cipta sastra itu dari dalam. Minsalnya hal-hal yang berhubungan dengan struktur seperti alur (plot), Latar, pusat pengisian dan penokohan, kemudian juga hal-hal yang berhubunagn dengan pengungkapan tema amanat. Juga termasuk ke dalamnya hal-hal yang berhubungan dengan imajinasi dan emosi.125