• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Berkekeberen Pada Masyarakat Gayo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Berkekeberen Pada Masyarakat Gayo"

Copied!
227
0
0

Teks penuh

(1)

DISERTASI OLEH ASDIANA NIM : 4002163029 Program Studi Pendidikan Islam

PRODI PENDIDIKAN ISLAM

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SUMATERA UTARA MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

xi LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR ……… i PEDOMAN TRANSLITERASI ………. iv DAFTAR ISI ……….. xi BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………. 9

C. Penjelasan Istilah ………. 9

D. Tujuan Penelitian ……… 11

E. Manfaat Penelitian ……….. 11

BAB II LANDASAN TEORI ……… 13

A. NILAI- NILAI PENDIDIKAN ……… 13

1. Pengertian Nilai ………. 13

2. Makna Nilai ……….. 18

3. Sumber Nilai ……… 19

4. Macam-macam Nilai ………. 19

5. Pengertian Pendidikan Islam ………. 25

6. Tujuan Pendidikan Islam ……… 29

7. Materi Pendidikan Islam ……… 33

8. Metode Pendidikan Islam ………. 39

B.TRADISI DAN NILAI DALAM PENDIDIKAN ………….… 43 1. Tradisi Masyarakat Gayo dalam Membentuk Nilai

(6)

xii

C.JENIS-JENIS NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI…….. 60

1. Nilai Pendidikan Budaya……… 60

2. Nilai Pendidikan Karakter… .………... 63

3. Nilai Pendidikan Religius ……….... 66

4. Nilai Pendidikan Sosial ..……… 68

5. Nilai Pendidikan Moral ……….. 69

D. PENELITIAN TERDAHULU ……….. 73

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 80

A.Lokasi Dan Waktu Penelitian ……… 80

B.Jenis Dan Pendekatan Penelitian ……… 80

C.Sumber Data ……….. 82

D.Prosedur Dan Instrumen Pengumpulan Data ……….. 83

E. Teknik Analisa Data ……….. 85

F. Kehadiran Peneliti di Lapangan ………. 86

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..……… 88

A.TemuanUmum 1. Sekilas Tentang Letak dan Sejarah Masyarakat Gayo ..………… 88

2. Pengertian Kekeberen ………. 91

3. Ciri-ciri Kekeberen ……… 94

4. Fungsi Kekeberen ……….. 95

B.Temuan Khusus ……….. 96

1. Kedudukan Tradisi Berkekeberen di Kalangan Masyarakat Gayo ……… 96

a. Pelaksanaan Kekeberen ……….. 96

(7)

xiii

Berkekeberen ..…. 109

a. Nilai Pendidikan Budaya ……….. 109

b. Nilai Pendidikan Karakter ………. …. 115

c. Nilai Pendidikan Religius ………. ………. 122

d. Nilai Pendidikan Moral ……… ………… 139

3. Teknik Pewarisan Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Berkekebere ……… 148

a. Pewarisan Melalui Pendidikan Informal (pendidikan yang dilakukan dalam keluarga) ………. 150

b. Pewarisan Berkekeberen Pada Masyarakat Gayo Melalui pendidikan Non Formal (pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat) ……….……… 155

c. Pewarisan berkekeberen Pada Masyarakat Gayo Melalui Pendidikan Formal (pendidikan yang dilaksanakan oleh Negara) ………..………. 158

4. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan yang Terkandung dalam TradisiBerkekeberen ……… 162

a. Kurikulum dalam implementasi nilai-nilai kekeberen pada masyarakat Gayo ……… 164

b. Metode Dalam Implementasi Nilai-Nilai Kekeberen Pada masyarakat Gayo ………... 174

c. Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Tradisi Berkekeberen ………... 178

C. Pembahasan ……….……… 181

BAB V PENUTUP ………. 195

(8)

xiv

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………..

(9)

MASYARAKAT GAYO

ASDIANA

NIM : 4002163029

Prodi : Pendidikan Islam (PEDI)

Tempat/Tgl. Lahir : Bandar Lampahan, 02 Mei 1982 Nama Orang Tua (Ayah) : Alm. Idris

(Ibu) : Asnaini

Pembimbing : 1. Prof. Dr. Hasan Asari, MA 2. Prof. Dr. Sukiman, M. Si

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Berkekeberen Pada Masyarakat Gayo. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif Etnografi dengan teknik analisa data menggunakan analisis deskriptif. Paradigma dalam penelitian ini adalah fenomenologi. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari Informan dalam hal ini tokoh adat, tokoh agama dan akademisi kemudian buku-buku mengenai berkekeberen dan budaya berkekeberen.

Temuan dalam penelitian ini adalah bahwa 1) Kedudukan tradisi berkekeberen

dikalangan masyarakat Gayo saat ini sudah sangat menurun disebabkan oleh perubahan pola kehidupan masyarakat dan kemajuan informasi dan teknologi. 2) Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam kekeberen ini adalah nilai pendidikan moral, nilai pendidikan religius, nilai pendidikan karakter dan nilai pendidikan budaya. 3) Teknik Pewarisan dalam tradisi

berkekeberen ini melalui jalur Keluarga, Masyarakat dan Negara. 4) Implementasi nilai-nilai pendidikan dalam tradisi berkekeberen dikalangan masyarakat Gayo dilakukan dengan cara kegiatan rutin, keteladanan, pengondisian, sosialisasi dan kerja sama.

Mengingat luhurnya niali-nilai yang terkandung dalam tradsi berkekberen, sangat penting untuk melakukan upaya-upaya revitalisasi kembali dengan mengadakan penelitian-penelitian dan sosialisasi kembali oleh pihak-pihak terkait, baik pemerintah maupun masyarakat. Revitalisasi tradisi berkekeberen akan menguatkan kembali posisi budaya lokal Gayo dan pada saat yang sama memperkuat landasan nilai dan karakter generasi muda.

Kata Kunci : Nilai-Nilai, Pendidikan Islam,Tradisi, Berkekeberen

Alamat

Takengon, Aceh Tengah No. HP

(10)

COMMUNITY

ASDIANA

Student ID : 4002163029

Study Program : Islamic Education (PEDI)

Place / Date of Birth : Bandar Lampahan, May 2, 1982 Names of Parents (Father) : (The Late) Idris

(Mother) : Asnaini

Advisors : 1. Prof. Dr. Hasan Asari, MA

2. Prof. Dr. Sukiman, M.Si.

This study aims to analyze in depth the Paedagogical Islamic Values of

Berkekeberen Tradition among Gayo Community. This research is a qualitative ethnographic study, employing descriptive data analysis techniques. The paradigm in this research is phenomenology. The prime data source of the study consisted of informants, includes traditional leaders, religious leaders and academics; written materials on berkekeberen; as well asthe practice of berkekeberen itself.

The study established that: 1) Thesociological relevance of berkekeberen

tradition among the Gayo community has decreased seriously due to changes in people's life patterns and advances in information and technology. 2) The pedagogical values of berkekeberen tradition include moral education values, religious education values, character education values and cultural education values. 3) The berkebeberen tradition and its values could be inherited through the Family, Community and State lines. 4) The implementation of educational values in the tradition of persisting among the Gayo community is carried out by means of routine activities, modeling, conditioning, socialization and cooperation.

Considering the noble values contained in the tradition, it is very important to make every possible effort to revitalize it again by conducting research and re-socialization by related stakeholders, both the government and the community. Revitalization of this tradition would strengthen the position of Gayo local culture and at the same time strengthen the foundation of the values and character of the young generation.

Keywords: Values, Islamic Education, Tradition, berkekeberen

Address

Takengon, Central Aceh No. HP

(11)

انايدسأ

ديقلا رتفد مقر

:

4002163029

ةيعش

هيملاسلإا ةيبرتلا :

دلايملا خيراتو ناكم

، ناهابملا ردنب :

02

ويام

1982

دلاولا مسا

:

سيردإ

ةدلاولا مسا

ينينسإ :

لولأا فرشملا

، يراسأ نسح .د .أ :

MA

يناثلا فرشملا

.د .ا :

س

ناميك

،

M. Si

ديلقت يف ةيوبرتلا ميقلا نع قمعتم ليلحتل ةساردلا هذه فدهت

Berkekeberen

انايبلا ليلحت عم ايفارغونثلإا يعونلا ثحبلا نم ةساردلا هذه .وياغ عمتجم يدل

ت

.ةيرهاظلا وه مدختسملا جذومنلاو .يفصولا ليلحتلاو اقتينيمره ليلحتلا بولسأ مادختساب

نيربخم نم نوكتت ةساردلا هذه يف تانايبلا رداصم

ينيدلا ءامعزلاو نييفرعلا ةداقلا

لوح عجارملا بتك مث ،نييميداكلأاو

Berkekeberen

.ىزغم تاذ ةيفاقثلا ثادحلأاو

يلإ تلصح يتلا جئاتنلا

يه ةساردلا هذه اه

1

ديلقتلا فقوم نأ )

Berkekeberen

تامولعملا مدقتو ةيعمتجملا ةايحلا طمن ريغتب ريبك دح ىلإ ضفخنا دق وياغ عمتجم يف

.ايجولونكتلاو

2

ديلقتلا اذه يف ةدراولا ةيوبرتلا ميقلا )

Berkekeberen

ةيبرتلا ةميق يه

.ةيفاقثلا ةيبرتلا ةميقو ةيصخشلا ةيبرتلا ةميقو ،ةينيدلا ةيبرتلا ةميقو ،ةيقلاخلأا

3

ليبس )

ديلقتلا ثيروت

Berkekeberen

.ةلودلاو عمتجملاو ةرسلأا راسم للاخ نم

4

ميقلا ذيفنت )

ديلقتلا نم ةيوبرتلا

Berkekeberen

رلا ةطشنلأا قيرط نع متي وياغ عمتجم نيب

ةينيتو

.نواعتلاو ةيعامتجلإا ةئشنتلاو فييكتلاو ةيفافشلاو

ديلقتلا يف ةدسجملا ميقلا ةيمهأ ىلإ رظنلاب

Berkekeberen

ةداعإ مهملا نم ،

،ةلصلا تاذ فارطلأا لبق نم ةيعامتجلإا ةئشنتلاو ثوحبلا ءارجإ للاخ نم دوهجلا طيشنت

شنت ةداعإ نأ نأش نمو .عمتجملا وأ ةموكحلا نم ءاوس

ديلقتلا طي

Berkekeberen

نأ

.بابشلا ةيصخشو ةميق ساسأ ززعي نأ لاضف ، وياغ يف يلحملا يفاقثلا عضولا ززعي

ديلقتلاو ةيبرتلا و ميقلا :ةيسيئرلا تاملكلا

Berkekeberen

ناونع

ىطسولا هيشتأ ، نوجنيكات

ليبوملا مقر

085260642792

(12)

i

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini yang berjudul: ”Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Berkekeberen Pada Masyarakat Gayo”. Kemudian, sholawat beriringkan salam penulis hadiahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw yang telah membawa pedoman hidup bagi seluruh ummat Islam.

Disertasi ini ditulis dalam rangka untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Doktor Pendidikan Islam pada Program Pascasarjana Universitas Islam Sumatera Utara.

Seiring dengan penyelesaian penulisan disertasi ini, penulis merasa bangga, bahagia dan senang karena telah berhasil menyelesaikan penulisan disertasi ini, walaupun banyak menghadapi hambatan serta tantangan terutama ketika proses pengumpulan data penelitian, mencari literatur, melakukan observasi, dan melaksanakan wawancara dengan Pimpinan Majelis Adat Gayo (MAG), Tokoh Adat, Tokoh Agama dan para Akademisi, yang dipandang dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan data penelitian disertasi ini. Atas motivasi dan bantuan dari berbagai pihak, hambatan dan tantangan tersebut dapat diatasi sehingga selesai penulisan ini.

Selanjutnya, atas segala bantuan dari berbagai pihak dalam rangka penyelesaian disertasi ini, maka penulis mengucapkan terima kasih, antara lain kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Saidurrahman, M. Ag selaku Rektor UIN Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Syukur Kholil, MA, selaku Direktur Pascasarjana UIN

Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Achyar Zein, M. Ag, selaku wakil Direktur Pascasarjana UIN Sumatera Utara.

4. Kepada yang terhormat kedua pembimbing penulis, Bapak Prof. Dr. Hasan Asari, MA sebagai pembimbing I, Bapak Prof. Dr. Sukiman, M. Si sebagai

(13)

ii

koreksian terhadap disertasi ini. Pengarahan dan bimbingan kedua pembimbing tersebut sangat menambah wawasan pengalaman dan pengetahuan penulis sehingga dapat mempercepat penyelesaian penulisan disertasi ini. Karena itu, atas segala bimbingan dan arahannya, mudah-mudahan Allah swt. senantiasa memberikan kesehatan dan kesuksesan dalam aktivitas kesehariannya. Amin

5. Bapak Dr. Syamsu Nahar, M. Ag selaku ketua Program Studi Pendidikan Islam, dan Bapak Edi Saputra, M. Hum selaku sekretaris prodi.

6. Kepada seluruh Dosen Pascasarjana UIN Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya, baik ketika penulis mengikuti proses perkuliahan di kelas maupun di luar kelas. Semoga ilmu dan pengalaman yang penulis peroleh dapat memberikan keberkahan kepada penulis dalam rangka pengembangan keilmuan, khususnya dalam keilmuwan yang berkaitan dengan Pendidikan Islam. Semoga ilmu yang diberikan menjadi amal jariah. Amin.

7. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Zulkarnain, M Ag. Ketua STAIN Gajah Putih Takengon dan kepada seluruh civitas akademik yang tidak penulis sebutkan namanya satu persatu.

8. Kepada Bapak Husin Saleh sebagai Ketua Majelis Adat Gayo, Bapak Asfala Tokoh adat, Bapak Ibrahim Kadir Pelaku Kekeberen Gayo, Bapak Ibnu Hajar Lut Tawar Tokoh Agama Bapak Dr. Al Misry dan Dr. Joni, akademisi dan yang lainnya tidak dituliskan satu persatu, yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam mengumpulkan data penelitian disertasi ini, walaupun terkadang harus meninggalkan aktivitas mereka. Mudah-mudahan semua bantuan yang diberikan kepada penulis dapat menambah amal dan dimudahkan segala urusan serta selalu diberikan kesuksesan dan kesehatan oleh Allah swt. Amin

(14)

iii

kepada semua adik-adik penulis yang telah memberikan dukungan material maupun moril sehingga penulis dapat menyelesiakan perkuliahan pada program Pascasarjana ini. Semoga atas segala dukungan mereka, mendapat balasan yang setimpal dari Allah swt. Amin.

10. Kepada suami penulis, Khairin yang selalu ikhlas mendoakan dan sabar memberikan motivasi serta dukungan yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Semoga seluruh keluarga yang mendukung penulis, akan selalu mendapatkan keberkahan dari Allah swt dalam kehidupan ini. Amin

11. Kepada semua kawan-kawan seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam tulisan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga perjuangan kita selama ini monoreh kesuksesan dan semoga Allah swt. memberikan balasan yang berlipat ganda.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini sangatlah jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan disertasi ini. Semoga disertasi ini dapat menambah khazanah keilmuan bagi pembaca, dan sebagai amal ibadah bagi penulis.

Medan, 7 Januari 2020 Penulis,

(15)

1

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus menerus dan tak terputus dari generasi ke generasi di manapun di dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan1 itu diselenggarakan sesuai dengan pandangan hidup dan dalam latar sosial kebudayaan setiap masyarakat tertentu. Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang sangat menentukan terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakatnya, hal ini karena pendidikan merupakan proses usaha melestarikan, mengalihkan, serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus.2

Pendidikan Islam merupakan upaya pewarisan ilmu dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya yang akan menuntun manusia dalam menjalani kehidupan di samping menjadi media peningkatan taraf kehidupan dan peradaban manusia. Indikator sebuah generasi yang sudah tercerahkan dan berbeda dengan para pemula akan tampak pada strata pendidikan generasi tersebut. Kebangkitan peradaban suatu kaum (bangsa) tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada di wilayah tersebut.3

Anugerah terbesar bagi suatu bangsa yang memberikan apresiasi positif kepada upaya kebebasan dalam melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, apa lagi saat arus globalisasi semakin pesat mempengaruhi segala lini kehidupan manusia.4 Oleh karena itu, pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungan dan dengan demikian akan menimbulkan

1Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 82. 2Arifin, Ilmu Pendidikan IslamTinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 8.

3Nurhayati, “Pewarisan Nilai-Nilai Pendidikan Islam Pada Anak Melalui Tradisi

Lisan Peuratéb Aneuk yang Ada Pada masyarakat Aceh” (Disertasi, Pascasarjana, UIN Sumatera

Utara, 2016), h. 3.

4Al Husaini M. Daud, “Spirit Kebebasan Akademik dalam Realitas Dunia Kampus,

(16)

perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat.5

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pada bab 1 pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa pendidikan anak adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak semenjak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.6

Aktivitas pendidikan pada awalnya berlangsung di tengah-tengah lingkungan keluarga. Keluarga merupakan institusi terkecil yang memiliki peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan kepada anak. Untuk itu, keluarga menjadi sumber utama dalam proses internalisasi nilai-nilai dan pengetahuan tentang kewajiban serta pengamalan ajaran agama Islam. Perangkat keluarga tidak boleh mengabaikan penanaman nilai-nilai moralitas sebagai basis ajaran agama.

Kesalahan pendidikan dalam keluarga berakibat fatal pada pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak yang pada gilirannya akan terjerembab ke dalam krisis moralitas, bahkan menjadi atheistik dan mudah dipengaruhi oleh ide-ide yang merusak kepribadiannya. Kunci utama untuk membangun kepribadian dan jati diri bangsa dapat dilakukan melalui pendidikan dan pembelajaran yang berkarakter agama dan budaya, pendidikan dan pembelajaran tersebut dimulai sejak dalam kandungan sampai dewasa”.7

Untuk mewujudkan pendidikan sejak dini ada beberapa metode dan media yang bisa digunakan di antaranya melalui tradisi-tradisi yang terdapat dalam masyarakat. Karena dalam tradisi tersebut banyak mengandung nilai-nilai luhur yang perlu ditransferkan pada generasi berikutnya. Tradisi-tradisi tersebut merupakan bagian dari tradisi lisan (tradisi tutur). Rober Sibarani dalam bukunya

Kearifan Lokal mengatakan ciri-ciri tradisi lisan adalah sebagai berikut: pertama,

5Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 3. 6Undang-undang RI. Nomor 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 ayat 14.

7T. Silvana Sinar, Kearifan Lokal Berpantun Dalam Perkawinan Adat Melayu (Medan: USU Press, 2012), h. 6.

(17)

kebiasaan berbentuk lisan, sebagian lisan dan bukan lisan. Kedua, memiliki peristiwa atau kegiatan sebagai konteksnya. Ketiga, dapat diamati atau ditonton.

Keempat, bersifat tradisional. Kelima, diwariskan secara turun temurun. Keenam,

proses penyampaian dengan media lisan atau dari mulut ke telinga. Ketujuh, mengandung nilai-nilai budaya sebagai kearifan lokal. Kedelapan, memiliki versi-versi. Kesembilan, milik bersama komunitas tertentu. Kesepuluh, berpotensi direvitalisasi dan diangkat secara kreatif sebagai sumber industri budaya.8

Berdasarkan ciri-ciri di atas Robert Sibarani menyimpulkan bahwa tradisi lisan adalah kegiatan budaya tradisional suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lain yang bukan lisan (non verbal).9

Kemampuan tradisi lisan untuk melingkupi segala sendi kehidupan manusia, membuktikan bahwa nenek moyang kita di masa lampau telah mengenal ajaran kehidupan yang terkandung dalam tradisi lisan.Mendefinisikan tradisi lisan sebagai sesuatu yang dituturkan dalam masyarakat, penutur tidak menuliskan apa yang dituturkannya tetapi melisankannya, dan penerima tidak membacanya, namun mendengar.

Lebih lanjut Taylor mendefinisikan tradisi lisan sebagai bahan-bahan yang dihasilkan oleh masyarakat tradisional, yang berbentuk pertuturan, adat resam, atau amalan, di antaranya ritual, upacara adat, cerita rakyat, nyanyian rakyat, tarian, dan permainan.10 Selanjutnya Jan mengatakan Tradisi lisan hanya muncul pada saat ia diceritakan. Selama beberapa saat ia dapat terdengar namun sering sekali ia hanya ada dalam pikiran orang. Pengucapannya bersifat sementara tetapi kenangannya bersifat abadi.11

8Robert Sibarani, Kearifan Lokal(Hakikat, Peran dan Metode Tradisi Lisan (Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), 2012), h. 123.

9Ibid,

10Edward Burnertt Taylor, Analisis Data Penelitian Tradisi Lisan Kelantan, dalam (Pudentia, ed.), Metodologi Kajian Tradisi Lisan (Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan, 2008), h. 258.

11Jan vansina, Tradisi Lisan Sebagai Sejarah (Yokyakarta: Penerbit Ombak, 2014), h. xiii.

(18)

Berdasarkan ciri dan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tradisi lisan mengandung nilai dan norma budaya luhur yang dapat dimanfaatkan masyarakat selama beberapa generasi secara turun temurun dalam waktu yang cukup lama untuk menata kehidupan sosialnya dengan arif dan bijaksana. Hampir dapat dipastikan terdapat karya-karya sastra dan tradisisi lisan yang dapat digunakan sebagai penyadaran terhadap generasi muda.

Untuk itulah sosialisasi terhadap nilai-nilai luhur atau kearifan lokal kepada masyarakat perlu dilakukan sehingga transformasi budaya ini dijadikan suatu gerakan nasional.12 Berbicara tentang kearifan lokal, Rahyono mengatakan bahwa kearifan budaya lokal selayaknya dihayati dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat secara berkesinambungan. Kearifan yang terus menerus ditumbuh kembangkan dan diterapkan dalam kehidupan menjadi martabat peradaban bangsa meningkat dan menuju ke kesempurnaan.13

Tujuan akhir kajian kearifan lokal adalah penerapannya dalam pembentukan kepribadian generasi muda sebagai modal sosiokultural khususnya untuk dua tujuan penting, yakni penciptaan kedamaian dan peningkatan kesejahteraan generasi mendatang. Untuk tujuan kedamaian, kearifan lokal berfungsi sebagai sumber kebaikan atau kepribadian yang baik dalam berinteraksi sehingga tercipta kedamaian dalam interaksi itu, sedangkan untuk tujuan kesejahteraan, kearifan lokal berfungsi sebagai sumber kreatifitas, deposit industri budaya, dan motivasi keberhasilan untuk kemakmuran rakyat.14

Suku Gayo memiliki tradisi atau budaya melalui dua sumber: Pertama, dari sumber leluhur yang bermuatan pengetahuan, keyakinan, nilai, norma-norma yang dinyatakan sebagai edet (adat) dan kebiasaan yang tidak mengikat yang disebut dengan resam (peraturan). Kedua, sumber agama Islam berupa akidah sistem keyakinan, nilai-nilai dan kaidah-kaidah agama yang disebut hukum.15 Masyarakat Gayo memiliki tradisi yang sangat lengkap, salah satunya adalah

12Muji Sutrisno, Filsafat, Sastra dan Budaya (Jakarta: Obor, 1995), h. 86.

13 F.X. Rahyono, Kearifan Budaya dalam Kata (Jakarta: Wedatama Widyasastra, 2009), h. 11.

14Sibarani, Kearifan Lokal, h. 126.

(19)

tradisi berkekeberen, meskipun tradisi ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan ajaran Islam.Tetapi lebih pada sistem atau metode yang mereka terapkan dalam mendidik anak-anak mereka agar menjadi orang-orang yang shaleh, bermartabat, dan selamat di dunia dan akhirat. Tradisi berkekeberen ini sesungguhnya telah diawali dari tradisi didong, melengkan dalam perkawinan,

sumang, mukemel dan lain sebagainya.16

Tradisi berkekeberen dalam masyarakat Gayo ini lebih pada cara yang turun temurun dilakukan oleh orang tua terdahulu kepada keturunan mereka berikutnya.17 Tradisi ini memiliki sebuah tempat yang istimewa karena ia merupakan pesan yang tidak tertulis, pemeliharaan pesan ini merupakan tugas dari generasi ke generasi secara beriringan. Tradisi lisan harus menjadi hal-hal yang sentral bagi orang-orang yang mempelajari kebudayaan, idiologi, masyarakat, psikologi dan kesenian.

Kekeberen sebagai salah satu warisan budaya orang Gayo yang menyimpan berbagai misteri berupa sejarah dan nilai-nilai masa lalu yang harus digali dan diperhitungkan eksistensinya. Nilai-nilai yang terkandung dalam

kekeberen ini berguna bagi kahidupan masyarakat sebagai kekayaan budaya. Perlu digaris bawahi kekeberen erat kaitanya dengan pawang cerita atau kekeberen. Kekeberen di daerah Gayo sedikit sekali jumlah orang yang memerankannya. Hal ini dikarenakan para tokoh kekeberen meninggal dunia atau pada sebagian masyarakat sendiri tidak memiliki perhatian lebih pada tradisi kekeberen yang dimiliki masyarakat Gayo.

Kekeberen dianggap sebagai tugas dan kewajiban serta tanggung jawab para pelakon kekeberen yang belum sempat mendokumentasikan cerita-cerita itu menjadi buku, yang mana buku-buku itu bisa dibaca atau diwariskan pada generasi penerusnya. Hal inilah yang menjadi salah satu masalah penting yang dilakukan untuk mendokumentasikan dan memasyarakatkan kekeberen.

Kekeberen ini sebelumnya telah mengakar dihati masyarakat Gayo, karena isi dari kekeberen itu ada beberapa kategori diantaranya adalah: Pertama,

16Ibid,

17Ali Abdurrahim, Peran Islam Melalui Adat Gayo dalam Pembangunan Masyarakat

(20)

Alqur’ani yaitu kekeberen tentang kisah para Nabi, Kedua, An-Nabawi yaitu

kekeberen tentang cerita-cerita tentang hikayat yang dikisahkan Rasul, Ketiga,

Legenda diantaranya ada Peteri Ijo, Peteri Pukes dan Atu Belah. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan kepada kekeberen Legenda karena, yang Pertama, kekeberen ini ada di Gayo dan yang paling dimashurkan di Gayo. Kedua, akar cerita itu ada di Gayo dan benar-benar bersumber dari masyarakat Gayo itu sendiri.

Masyarakat Gayo, biasanya orang tua berkekeberen untuk anak-anaknya menjelang tidur. Pada saat itulah nilai-nilai atau muatan moral, agama, budaya, serta unsur-unsur pendidikan dalam kekeberen dapat diserap oleh anak. Nilai-nilai itu melekat pada diri anak karena nilai-nilai tersebut terbawa tidur. Ketika ia bangun dari tidur maka yang pertama teringat dan terbayangkan oleh anak adalah cerita-cerita yang disampaikan oleh orang tuanya.

Sebuah fakta yang sulit ditemui kembali adalah sosialisasi sastra, proses mendongeng dilingkungan keluarga memang sudah jarang terjadi dan sulit dijumpai. Anak-anak tidak lagi bisa menemukan kehangatan, manakala sang ibu memberi dan menceritakan kekeberen tentang dirinya sendiri. Bercerita dengan sesekali ada kelucuan, sesekali ada gurauan, sesekali ada ekspresi yang menakutkan, dan semacamnya seolah tidak lagi kita jumpai. Apabila dicermati, kebudayaan masa lampau merupakan mata rantai dari kebudayaan yang hidup sekarang.

Masyarakat Gayo menggunakan kekeberen sebagai media transformasi dalam mengejawantahkan nilai-nilai pendidikan pada anak. Tradisi lisan ini dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Gayo. Kekeberen tersebut memuat pesan-pesan moral yaitu nilai-nilai pendidikan yang perlu diwariskan pada anak sejak dini. Harapan orang tua, kelak anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama, kuat tauhid, dan kukuh iman, sehingga karakter yang melandasi kehidupan sang anak akan selalu berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan agama. Akan tetapi, dewasa ini kemajuan informasi ilmu dan teknologi yang semakin pesat maka tradisi berkekeberen di

(21)

Gayo sudah pudar dan cenderung hilang akibat arus modernisasi yang memasuki daerah Gayo.18

Disadari juga bahwa modernisasi ini membawa manfaat terutama memperluas wawasan anak-anak Gayo, akan tetapi dampak negatif yang ditimbulkannya jauh lebih buruk19 sehingga dapat menjauhkan mereka dengan ajaran Islam. Sekiranya anak jauh dari nilai-nilai pendidikan Islam, maka akan menjadi orang yang kufur kepada Allah yang kelak akan menerima kesengsaraan di akhirat. Tidak terlalu naif jika tradisi berkekeberen di Gayo ini diterapkan lagi agar terwujud generasi muda Gayo yang Islami, beradat dan berbudaya.

Pelaksanaan dan penggunaan tradisi kekeberen semakin tergeser dalam praktik kehidupan masyarakat Gayo. Nilai-nilai tradisional sudah tersingkirkan bahkan hampir terlupakan, eksistensi tradisi kekeberen saat ini mulai terkikis dan esensinya mulai luntur dengan masuknya budaya asing. Padahal nilai-nilai

kekeberen jauh lebih bermakna dan menjadi sebuah lentera hidup dalam menata kehidupan, sekaligus menjadi media pendidikan yang sangat ampuh dalam membangun karakter anak bangsa. Selain akibat teknologi, pelakon kekeberen

juga mulai berkurang, sudah memasuki usia senja, dan tinggal hitungan jari. Sementara orang tua yang sekarang memiliki kemampuan yang terbatas terkait

berkekeberen.

Ceritanya tidak lagi mengangkat nilai-nilai islam, moral, etika, dan kearifan lokal, melainkan kisah dari televisi yang ditonton sama-sama, yang kurang mengandung nilai-nilai edukasi. Fenomena seperti inilah yang dikhawatirkan, sehingga perlu adanya filter yang cukup ketat dan hati-hati agar sisi negatif cerita tidak diserap oleh anak-anak. Oleh karena itu, peranan orang tua sangat penting demi kebaikan anak-anak mereka. Kekhawatiran seperti ini tercermin dalam gugatan atau klaim atas sebuah sinyalemen bahwa anak telah kehilangan tradisi berkekeberen, tradisi tutur kata lisan.

18Ibrahim Mahmud. Peranan Islam Melalui Adat Gayo Dalam Pembangunan

Masyarakat Gayo. Dalam Seminar Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan. Takengon:

diselenggarakan MUI Aceh kerjasama PEMDA/MUI Aceh Tengah Tahun 1986.

19Ibrahim Kadir, Buku Sastra Indonesia dan Daerah (Penerbit: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989), h. 41.

(22)

Karena tidak berlangsungnya transmisi budaya, kekurangingintahuan, kekurangmampuan dan kekurangkreatifan, sudah bisa dipastikan, transmisi budaya terputus antara generasi tua dan generasi muda di Tanoh Gayo. Akibatnya, generasi muda terutama yang lahir tahun 1980-an sampai sekarang, tidak tahu menahu terkait sejarah, sastra lisan yang kekeberen salah satunya, adat istiadat, norma, resam, peraturen, dan kebudayaan tempatan.20

Hal inilah yang menjadi persoalan yang memprihatikan di Gayo sekarang, terputusnya transmisi budaya dari yang tua ke yang muda. Orang tua kurang mengajarkan anaknya kebudayaan tempatan. Ditambah lagi, anak-anak juga enggan mempelajari budaya leluhurnya karena tidak adanya motivasi, arahan, dan tidak terbentuknya lingkungan ke arah dimaksud.

Salah satu asumsi yang salah dari orang tua selama ini adalah anggapan bahwa anak-anak akan mendapatkan pengalaman langsung (empiris) dari interaksi budaya sehari-hari dari lingkungan sekitarnya. Pengajaran budaya tidak perlu diajarkan baik secara formal, maupun secara informal. Selain itu, terjadinya ‘dominasi’ tokoh tua (senioritas budaya), yang muda kurang diikutsertakan. Generasi muda Gayo sekarang merasa ‘kabur’ dalam melihat realitas budayanya, terutama soal kekeberen.

Untuk itu, upaya-upaya penyelematan, terutama standarisasi bahasa Gayo (pembakuan), dan pendokumentasian hal-hal yang terkait dengan Gayo, terutama

kekeberen perlu dengan segera, sungguh-sungguh, terencana, terukur, dan maksimal dilakukan, terlebih lagi pemerintah kabupaten Aceh Tengah melalui Dinas terkait.

Karena itulah penulis ingin mengkaji lebih mendalam tentang tradisi

b

erkekeberen tersebut sehingga dapat diperoleh gambaran yang konkrit dalam memberikan konstribusinya kepada masyarakat, mengingat tradisi ini sudah mulai memudar dikalangan generasi muda. Penulis mencoba membangkitkan kembali pemahaman dan pengetahuan mereka melalui tulisan ini yang berjudul:

20Yusradi Usman al-Gayoni, Kekeberen (Cerita Rakyat) dalam Mahara Publising Vol. I. No. 3. h. 22.

(23)

”Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Berkekeberen Pada Masyarakat Gayo”

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kedudukan tradisi berkekeberen di kalangan masyarakat Gayo? 2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam tradisi berkekeberen? 3. Bagaimanakah teknik pewarisan nilai yang terkandung dalam tradisi

berkebeberen?

4. Bagaimana Implementasi nilai-nilai pendidikan dalam tradisi berkekeberen

dikalangan masyarakat Gayo?

C. Penjelasan Istilah

Untuk membatasi istilah yang digunakan dalam judul disertasi ini, maka peneliti membatasinya sebagai berikut:

a. Nilai adalah suatu yang berharga, bermutu, menunjukan kualitas dan berguna bagi manusia. Nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti.21 Selain itu terdapat juga pengertian lain dari nilai, yaitu sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama).22 Nilai adalah sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya.23 Nilai juga dapat diartikan sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.24 Hal tersebut karena melalui proses

21J. Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana, 2004), h. 35.

22Elly M. Setiadi, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Kencana, 2006), h. 31. 23Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 783.

(24)

pendidikan yang baik dan benar maka cita-cita kehidupan bahagia dan sejahtera dari masyarakat akan terwujud dalam realitas kehidupan manusia.25 Rumusan yang bisa penulis kemukakan tentang makna nilai itu adalah bahwa sesuatu itu harus mengandung nilai (berguna), merupakan nilai (baik, benar, atau indah), mempunyai nilai artinya merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap “menyetujui” atau mempunyai sifat nilai tertentu, dan memberi nilai, artinya menanggapi seseuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu. Jadi, nilai adalah sesuatu yang sesuai dengan hakikat manusia sehingga nilai tersebut berguna bagi masyarakat yang diinginkan, dicita-citakan, serta dianggap penting dalam kehidupan manusia.

Pendidikan Islam sendiri adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia.26 Terciptanya kebahagiaan manusia adalah pendidikan, karena di dalam pendidikan terdapat suatu interaksi sosial atau interaksi antar individu atau masyarakat. Dengan kata lain terjadi hubungan antar individu atau masyarakat didalamnya. Terdapat juga bidang atau hal-hal yang berhubungan dengan nilai. Bidang yang berhubungan dengan nilai yaitu, pertama etika yaitu penyelidikan nilai dalam hal tingkah laku manusia. Kedua, estetika yaitu penyelidikan tentang nilai dalam hal seni. Nilai dalam masyarakat tercakup dalam adat kebiasaan dan tradisi, yang secara tidak sadar diterima dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat.27 Pendidikan adalah sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan, dan mendewasakan. Pendidikan merupakan proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat.28

25Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2009), h. 16. 26Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h. 10. 27M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h. 38.

(25)

Jadi, pendidikan islam merupakan suatu upaya yang dijadikan proses dalam membina diri seseorang maupun masyarakat secara umum supaya dapat menjembatani langkah-langkah dalam menjalani kehidupan sehingga bisa meraih hidup yang diimpikan oleh semua orang yaitu menikmati kehidupan yang serba dilandasi pegetahuan dan hidup sejahtera, semua kebutuhan terpenuhinya dengan munculnya ide kreatif dan inovatif yang hanya bisa didapat dengan proses mengenyam pendidikan.

Kekeberen adalah salah satu dari sastra lisan yang ada di Tanoh Gayo. Kata dasar kekeberen ini berasal dari kata ‘keber,’ yang dalam bahasa Indonesia

berarti kabar, berita, atau kisah. Singkatnya, kekeberen menceritakan kisah terdahulu, atau rangkaiain cerita kekinian yang dikemas dalam bentuk cerita dengan berbagai bentuk, muatan, dan simbol yang dirangkainya. Muatannya dapat berupa cerita-cerita Islam, misalnya saja sejarah Islam, cerita Nabi, sahabat, dan lain-lain. Jadi kekeberen adalah merupakan cerita, penggambaran, dan pengisahan.

D.Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Nilai-nilai pendidikan dalam tradisi berkekeberen pada masyarakat Gayo. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

1. Kedudukan tradisi berkekeberen di kalangan masyarakat Gayo

2. Nilai-nilai pendidikan dalam tradisi berkekeberen pada masyarakat Gayo. 3. Teknik pewarisan nilai yang terkandung dalam tradisi berkebeberen pada

masyarakat Gayo?

4. Implementasi nilai-nilai pendidikan yang dikembangkan dalam tradisi

berkekeberen di kalangan masyarakat Gayo

E.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat-manfaat yang dapat diambil baik secara teoretis maupun secara praktis.

(26)

1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pembendaharaan sisi intelektual perihal dunia pendidikan di Gayo dalam kajian perspektif budaya.

2) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pendidikan di Gayo yang mana pendidikan itu tidak hanya pendidikan formal saja yang berperan dalam mencerdaskan/mendewasakan anak, tetapi pendidikan yang ada dalam masyarakat pun (berupa tradisi). Sangat besar pengaruhnya dalam mencerdaskan dan mendewasakan anak. Selain itu penelitian ini juga memberikan pemahaman terhadap masyarakat Gayo bahwa tradisi berkekeberen mengandung nilai-nilai pendidikan sehingga perlu dipertahankan dan dilestarikan. Dan penelitian ini juga diharapkan untuk memberikan pengalaman yang signifikan terhadap dunia pendidikan di Gayo.

(27)

13 BAB II

LANDASAN TEORI A. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

1. Pengertian Nilai

Dalam keseharian, nilai merupakan suatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Nilai merupakan kualitas berbasis moral, yang dalam filsafat istilah nilai digunakan untuk menunjukkan kata abstrak yang artinya keberhargaan yang setara dengan berarti atau kebaikan. Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak dan ideal. Nilai bukan benda konkret dan bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian emprik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Artinya nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai berarti harga, angka kepandaian, banyak sedikitnya isi atau sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakekatnya. Nilai dapat juga dikatakan sebagai suatu pola normatif. Kemudian nilai bisa juga berarti sifat- sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.1

Sedangkan menurut Soedijarto nilai merupakan azas, aturan, persepsi atau cita-cita dan pandangan hidup yang digerakkan dan dipegang oleh seseorang, sekelompok orang atau masyarakat sebagai acuan dalam menentukan pilihan dalam bertindak, bersikap dan berjuang bangsa maupun sebagai warga Negara.2

Namun secara umum dapat dikatakan, bahwa nilai selalu dihubungkan pada penunjukan kualitas sesuatu benda atau pun perilku dalam berbagai realitas.3

1Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1990), h. 615.

2Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional yang relevan dan Bermutu (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), h. 127.

3Muhmidayeli, Ilmu dan Nilai dalam Realitas Empiris (Pekanbaru: Suska Press 2012), h. 11.

(28)

Qiqi Yuliati kemudian merangkum beberapa tokoh yang mengidentifikasi nilai sebagai berikut:

a. Max Scheler mengatakan bahwa nilai merupakan kualitas yang tidak bergantung dan tidak berubah seiring dengan perubahan barang.

b. Immanuel Kant mengatakan bahwa nilai tidak bergantung pada materi, murni sebagai nilai tanpa bergantung pada pengalaman.

c. Menurut Dali Guno, nilai sebagai hal yang dianggap penting dan baik. Semacam keyakinan seseorang terhadap yang seharusnya atau tidak seharusnya dilakukan (misalnya jujur, ikhlas) atau cita-cita yang ingin di capai oleh seseorang (misalnya kebahagian, kebebasan).

d. Menurut H.M. Rasjidi, penilaian sesorang dipengaruhi oleh fakta-fakta. Artinya, jika fakta-fakta atau keadaan berubah, penilaian juga biasanya berubah. Hal ini berarti juga bahwa pertimbangan nilai seseorang bergantung pada fakta.

e. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa nilai yang ada pada seseorang dipengaruhi oleh adanya adat istiadat, etika kepercayaan dan agama yang dianutnya. Semua itu mempengaruhi sikap, pendapat, dan pandangan individu yang selanjutnya tercermin dalam cara bertindak dan bertingkah laku dalam memberikan penilaian.

f. Dalam encyclopedia Britannica ditanyakan bahwa: “value is determination or quality of an object which involves any sort or appreciation or interest.”

Artinya, “Nilai adalah suatu penetapan datau suatu kualitas objek yang menyangkut segala jenis apresiasi atau minat.”

g. Mulyana W. Kusumah menyatakan bahwa nilai adalah keyakinan dalam menentukan pilihan.4

Nilai adalah yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk menetukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut

4Qiqi Yuliati Zakiyah dan H.A Rusdiana, Pendidikan Nilai Kajian Teori dan Praktik di

(29)

masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai.5

Nilai merupakan salah satu bagian penting dari kebudayaan itu sendiri. Suatu tindakan dapat diterima secara moral apabila harmonis atau selaras dengan nilai-nilai yang telah disepakati dan dijunjung oleh masyarakat di mana tindakan tersebut dilakukan. Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak dan ideal.6 Nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap sesuatu hal tentang baik-buruk, benar-salah, patut-tidak patut, hina-mulia, maupun penting- tidak penting. Pada hakikatnya nilai merupakan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tentu salah atau benar.7

Beberapa ahli merumuskan pengertian nilai dalam berbagai perspektif, di antaranya Juhaya S. Praja dengan singkat mengatakan, nilai artinya harga. Sesuatu barang bernilai tinggi karena barang itu berharga. Sesuatu mempunyai nilai bagi seseorang karena ia berharga bagi dirinya. Pada Umumnya orang mengatakan bahwa nilai sesuatu benda melekat dan bukan di luar benda, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa nilai ada di luar benda.8 Zakiah Drajat mendefinisikan nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang memberikan corak yang khusus kepada pola pikir, perasaan, keterikatan maupun perilaku.9 Ahmad Tafsir mengatakan bahwa nilai adalah harga. Sesuatu barang bernilai tinggi karena barang itu harganya tinggi. Bernilai artinya berharga, jelas segala sesuatu tentu bernilai, karena segala sesuatu berharga, hanya saja ada yang harganya rendah ada yang nilainya tinggi.10

5Muhammad Nurdin, Tesis: Internalisasi Nilai- Nilai Islam dalam Membentuk

Kesadaran Anti Korupsi melalui Pengembangan Materi Kurikulum PAI di SMP (Cirebon, IAIN Sunan Gunung Jati, 2012), h. 43-44.

6Mochtar Lubis, Sastra dan Tekniknya (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 2011), h. 17. 7M. Elly Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Kencana, 2011), h. 118. 8Juhaya s. Praja. Aliran-aliran Filsafat dan Etika, cet. I (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 59.

9Zakiah Drajat, dkk. Dasar-dasar Agama Islam (Buku Teks Agama Islam pada

Perguruan Tinggin Umum) (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 260.

10Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), h. 50.

(30)

Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan di mana seseorag harus bertindak atau menghindari suatu tindakan atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai.

Oleh karena itu, nilai bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu. Sehingga kebulatan itu mengandung aspek normatif dan operatif. Dilihat dari segi normatif, nilai merupakan pertimbangan tentang baik dan buruk, benar dan salah. Sedangkan dilihat dari segi operatif, nilai mengandung lima katagori perilaku manusia, yaitu wajib atau fardu, sunah, mubah, makruh dan haram.

Berbagai definisi tentang nilai pada dasarnya mengarah pada suatu pemahaman bahwa nilai adalah suatu yang sifatnya abstrak dan tidak terlihat, namun dapat muncul mewarnai sesuatu yang membawanya. Peran nilai tersebut begitu dominan, sehingga pembawa nilai itu sendiri akan menjadi suatu hal yang pokok, dominan atau penting tidaknya tergantung dari nilai yang terkandung dari nilai di dalamnya.

Menurut Louis O. Kattsof nilai diartikan sebagai berikut:

a. Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi kita dapat mengalami dan memahami secara langsung kualitas yang terdapat dalam objek itu. Dengan demikian nilai tidak semata-mata subjektif, melainkan ada tolak ukur yang pasti terletak pada esensi objek itu.

b. Nilai suatu objek dari suatu kepentingan, yakni suatu objek yang berada dalam kenyataan maupun pikiran dapat memperoleh nilai jika suatu ketika berhubungan dengan subjek-subjek yang memiliki kepentingan.

c. Sesuai dengan pendapat Dewey, nilai adalah sebagai hasil dari pemberian nilai, nilai itu diciptakan oleh situasi kehidupan.

d. Nilai sebagai esensi, nilai sudah ada sejak semula, terdapat dalam setiap kenyataan namun tidak bereksistensi, nilai itu bersifat objektif dan tetap.11

Nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk, sebagai abstraksi,

11Louis O. Kattsof, Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), h. 333.

(31)

pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman dalam seleksi perilaku yang ketat.12 Pengertian ini menjelaskan bahwa nilai adalah suatu ukuran atau standar yang dipertimbangkan bila dilekatkan dalam suatu aktivitas atau prilaku.13 Nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan, yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup yaitu mengabdi kepada Allah swt. Begitu juga halnya dengan adat istiadat. Adat adalah tata cara yang mengatur tingkah laku manusia dalam segala aspek kehidupan. Dengan demikian, dalam masyarakat yang menjunjung tinggi adat, segala kehidupannya diatur oleh adat. Cerminan dari beradatnya masyarakat terlihat dari beberapa kegiatan upacara adat dan tradisi yang terus berjalan.14

Konsep nilai yang terdapat dalam kekeberen pada umumnya adalah konsep nilai pendidikan karakter yang meliputi pengenalan kepada Allah, pengenalan kepada Rasulullah saw, menghormati ibu bapak dan meghormati guru, amalan dan kewajiban, sosial kemasyarakatan, pekerjaan dan tanggung jwab serta kewajiban bela negara. Sejumlah nilai tersebut ditanamkan pada anak agar kelak ketika anak telah dewasa dapat menjadi manusia seutuhnya.

Oleh karena itu, dalam perspektif ilmu, nilai menjadi prinsip dalam realitas kehidupan. Dia tidak lebih kecil dari pada kebenaran dalam hidup. Nilai sebagai hal yang penting dan perlu ada dalam kehidupan sebagai acuan atau pedoman bertindak. Dapat dikatakan bahwa nilai adalah prinsip yang menjadi acuan dalam bertingkah laku dan berpikir. Bahwa nilai adalah sesuatu hal yang penting atau hal-hal yang bermanfaat bagi manusia dalam memenuhi atau memuaskan kebutuhannya yang mempunyai nilai.

Nilai adalah sesuatu yang dapat dianggap bermakna, dapat pula diartikan sebagai kualitas tentang suatu hal, dalam nilai terkandung sesuatu apakah itu baik atau buruk, benar atau salah, tetapi pada prinsipnya di dalam nilai tidak menghakimi sesuatu. Nilai adalah suatu yang berharga, bermutu, menunjukkan

12Rosyadi, Nilai-nilai Budaya Dalam Naskah kaba (Jakarta: Cv. Dewi Sri, 1995), h.19. 13Al Rasyidin, Demokrasi Pendidikan Islam Nilai-Nilai Insrinsik dan Instrumental (Bandung: Ciptapustaka Media Printis, 2011), h. 17.

14Tenas Effendy, Adat Istiadat dan Upacara Nikah Kawin Melayu Pelalawan (Pelalawan: PT. Sutra Benta Perkasa, 2009), h. 3.

(32)

kualitas dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti seuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.

Nilai-nilai tersebut sudah diwujudkan dalam tradisi keluarga atau tradisi suku maupun suatu kelompok agama tertentu. Langkah demi langkah disadari, dipahami dan dihayati untuk kemudian direalisasikan dan dikembangkannya. Nilai-nilai cinta kasih, solidaritas, dan kreativitas ditanamkan dalam keluarga untuk kemudian dijadikan nilai dasar dalam seluruh proses kemanusiaan seseorang.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan sesuatu yang telah ada tetapi untuk memastikan nilai tersebut ada dan dapat memberikan pengaruh positif terhadap individu, masyarakat, bahkan bangsa dan negara maka diperlukan pengembangan nilai-nilai tersebut melalui kebiasaan-kebiasaan positif yang berlaku di masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dan dilaksanakan oleh masyarakat merupakan bukti bahwa dalam kehidupan bermasyarakat terdapat budaya yang mengikat yang bertujuan untuk memenuhi kepentigan bersama, karena dalam budaya tersebut terdapat nilai-nilai yang senantiasa menjunjung tercapainya kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, agar nilai-nilai yang terdapat dalam budaya dan tradisi dapat terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat maka diperlukan usaha dalam bentuk transformasi nilai-nilai budaya kepada masyarakat agar masyarakat dapat mempertahankan dan melaksanakan nilai-nilai budaya tersebut. Karena nilai adalah segala hal yang berhubungan dengan tingkah laku manusia mengenai baik atau buruk yang diukur oleh agama, tradisi, etika, moral dan kebudayaan yang berlaku di masyarakat.

2. Makna Nilai

Menurut Winicoff dalam buku Al Rasyidin15 memaknai nilai sebagai serangkaian sikap yang menimbulkan atau menyebabkan pertimbangan yang harus dibuat untuk menghasilkan suatu standar atau serangkaian prinsip dengan

15 Al Rasyidin, Demokrasi Pendidikan Islam Nilai-Nilai Intrinsik dan Instrumental (Bandung: Citapustaka Media Printis, 2011), h. 17-18.

(33)

mana suatu aktivitas dapat diukur. Pengertian ini menjelaskan bahwa nilai adalah suatu ukuran atau standar yang dipertimbangkan bisa dilekatkan pada suatu aktivitas atau prilaku. Karena itu, pengertian ini mengindikasikan adanya dua hal, yaitu adanya subjek yang memberi nilai dan adanya suatu tindakan atau prilaku yang dilekatkan dengan suatu standar atau ukuran nilai.

3. Sumber Nilai

Sumber nilai yang selalu dijadikan manusia sebagai rujukan untuk menentukan standar, prinsip, atau harga terhadap sesuatu adalah agama. Meskipun tidak mudah didefinisikan, namun diterima secara luas bahwa agama adalah suatu sistem keyakinan atau kepercayaan manusia terhadap Tuhan, dimana atas dasar kepercayaan atau keyakinan tersebut, manusia bersedia untuk hidup sesuai dengan peratuhan Tuhan.

Sebagai suatu sistem keyakinan (belief system) yang menjadi rujukan nilai, maka agama pada hakekatnya mengatur:

1) Kaidah atau tata cara bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan Tuhan,

2) Kaidah atau tata cara bagaimana seharusnya manusia berinteraksi dengan dirinya sendiri,

3) Kaidah atau tata cara bagaimana seharusnya manusia berinteraksi dengan manusia lainnya,

4) Kaidah atau tata cara bagaimana seharusnya manusia berinteraksi dengan alam semesta raya. Karenanya, dalam konteks ini, seorang penganut agama tertentu akan memiliki kecendrungan untuk menjadikan agamanya sebagai sumber dalam menentukan standar, prinsip, atau harga tentang sesuatu, baik itu menyangkut orang, gagasan, tindakan, maupun suatu objek atau situasi.16

4. Macam-Macam Nilai

Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut:

(34)

1) Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.

2) Nilai-nilai Kehidupan: dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan umum.

3) Nilai-nilai Kewajiban: dalam tingkat ini nilai-nilai kewajiban (geistige werte)

yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini adalah keindahan, kebenaran dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.

4) Nilai-nilai Kerohanian: dalam tingkat ini terdapatlah moralitas nilai dari yang suci dan tak suci (wermodalitat des heiligen ung unheiligen). Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.17

Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yang meyebabkan terdapat bermacam-macam nilai yaitu:

1) Dilihat dari kemampuan jiwa manusia, nilai dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu (a) nilai yang statis, seperti kognisi, emosi, konasi, dan psikomotor (b) nilai kemampuan yang dinamik, seperti motif, berafialiasi, motif berkuasa, dan motif berprestasi;

2) Berdasarkan pendekatan budaya manusia, nilai hidup dapat dibagi ke dalam tujuh katagori:

(a) nilai ilmu pengetahuan, (b) nilai ekonomi,

(c) nilai keindahan, (d) nilai politik, (e) nilai keagamaan, (f) nilai kekeluargaan, dan (g) nilai kejasmanian.

3) Nilai bila dilihat dari sumbernya terdapat dua jenis:

(35)

(a) nilai Ilahiyah, Nilai Ilahiyah adalah nilai yang bersumber dari agama (wahyu Allah)

(b) nilai insaniyah, Nilai insaniyah adalah nilai yang diciptakan oleh manusia pula

4) Dilihat dari segi ruang lingkup dan keberlakuannya, nilai dapat dibagi menjadi nilai-nilai universal dan nilai-nilai lokal. Tidak semua nilai-nilai agama itu univeral, demikian pula nilai-nilai insaniyah yang bersifat universal.

5) Dari segi keberlakuan masanya, nilai dapat dibagi menjadi: (a) nilai hakiki (root values)

(b) nilai instrumental. Nilai-nilai yang hakiki itu bersifat universal dan abadi, sedangkan nilai-nilai instrumental dapat bersifat lokal, pasang surut dan temporal.18

Dapat diketahui bahwa nilai pendidikan adalah segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan sehingga berguna bagi kehidupan yang diperoleh melalui proses pendidikan. Dalam hal ini proses pendidikan berarti bukan hanya dapat dilakukan dengan pemahaman, pemikiran, dan penikmatan karya satra.

Nilai pendidikan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam berperilaku adalah sebagai berikut:

1) Jujur

Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.19 Jujur yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang punya pekerjaan.20 Kejujuran adalah sebuah sikap hati yang baik yang mendatangkan kebergantungan, karena dapat menolong terwujudnya kerjasama dan kepercayaan antara satu sama lain.21

18Mulyana Rohmat, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta. 2011), h. 13.

19Mahmud Kusman, Sastra Indonesia dan Daerah Sejumlah Masalah (Bandung: Angkasa. 1991), h. 71.

20Semi Atar, Metode Penelitian Sastra (Bandung: Angkasa, 2009), h. 37.

21Sanusi Effendi, Sastra Lisan Lampung (Bandung Lampung: Universitas Lampung. 2014), h. 311.

(36)

2) Berani

Berani ialah mempunyai hati yang mantap dan percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dan tidak takut.22 Contoh sikap berani dalam kehidupan sehari-sehari ialah berani memperingati teman yang berperilaku menyimpang, berani mengemukakan pendapat di forum resmi. Berani untuk menegur atasan yang bersifat arogan, berani mengungkapkan kebenaran meski dalam resiko terburuk sekalipun.

3) Amanah

Amanah ialah sesuatu yang dipercayakan kepada orang lain, keamanan, ketentraman atau dapat dipercaya.

4) Adil

Keadilan berasal dari kata adil. Keadilan berarti sifat, perbuatan, perlakuan dan keadaan adil. Keadilan secara umum sering diartikan menempatkan sesuatu pada posisinya secara tepat dan benar.

5) Bijaksana

Bijaksana sama dengan arif, yakni cerdik dan pandai “paham”. Orang bijaksana dikesankan atau dianggap seagai manusia yang pandai mengambil sikap, keputusan, dan tindakan yang moderat dari berbagai hal yang eksterim, bijaksana dapat diartikan sebagai suatu sikap atau perbuatan yang benar-benar ada kejelasan antara proses dan tujuannya.

6) Tanggung Jawab

Tanggung jawab ialah kesadaran dari dalam diri untuk melaksanakan tugas atau kewajiban. Tanggung jawab adalah perluasan dari sikap hormat. Jika kita menghormati orang lain, berarti kita menghargainya. Jika kita menghargai mereka, berarti kita merasakan tanggung jawab tertentu terhadap kesejahteraan mereka. Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dia lakukan, baik terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), maupun negara. Contoh sikap hidup tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat

22Nurgiyanto Burhan, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 76.

(37)

pada ilustrasi seorang anak yang sedang bermain bola dan secara tidak sengaja memecahkan kaca jendela tetangganya.

7) Disiplin

Disiplin ialah tata tertib atau ketaatan (kepatuhan) pada peraturan. Contoh perilaku hidup disiplin dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat pada siswa sekolah. Setiap atau hari-hari besar nasional mereka diwajibkan untuk mengikuti upacara Mereka juga diwajibkan untuk memakai atribut sekolah yang lengkap seperti topi, dasi, dan sepatu berwarna hitam. Peraturan sekolah yang menanamkan sikap disiplin dapat terlihat pada jam masuk sekolah yang mewajibkan siswanya untuk datang 15 menit sebelum bel berbunyi.

8) Mandiri

Mandiri dapat diartikan sebagai keadaan dapat berdiri sendiri atau tidak bergantung kepada orang lain. Mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Contoh sikap hidup mandiri dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat pada seorang anak yang diajarkan sejak dini oleh orang tuanya untuk membereskan tempat tidur setelah ia bangun tidur. Seorang anak balita dapat juga diajarkan bersikap mandiri untuk membereskan mainannya ke tempat semula. Mencuci dan menyetrika seragam sekolah yang dilakukan sendiri oleh anak dapat dijadikan tauladan untuk bersikap mandiri.

9) Malu

Malu atau dalam bahasa Arab disebut al-haya’ perasaan tidak enak

terhadap sesuatu yang dapat menimbulakan cela dan aib, baik berupa perkataan atau perbuatan. Contoh perilaku hidup malu dalam kehidupan sehari-hari misalnya pada siswa ialah malu bisa datang terlambat ke sekolah, malu bila tidak memakai atribut sekolah yang lengkap, dan malu bila tidak membuat pekerjaan rumah.

10) Kasih sayang

Kasih sayang atau cinta kasih ialah perasaan suka, simpati dan menyayangi terhadap sesuatu dengan sepenuh hati. Contoh perilaku hidup kasih sayang ialah saling menyayangi antara sesama manusia yaitu, antara orang tua dan

(38)

anak, antara kakak dan adik. Antara manusia dengan hewan peliharaannya (misalnya kucing, burung dan sebagainya). Antara manusia dengan lingkungan sekitarnya (alam) yaitu dengan cara tidak merusak tumbuh-tumbuhan dan ekosistem disekitarnya, kasih sayang terhadap lingkungan dapat diwujudkan dengan cara merawat dan menjaganya.

11) Indah

Indah ialah suatu keadaan yang enak dipandang, elok , bagus, dan benar yang memancarkan harmoni. Contoh sederhana dari perilaku hidup indah ialah seseorang yang menyukai tanam-tanaman sudah pasti orang tersebut menyukai keindahan dan mencintai alam disekitarnya. Pelukis yang menyukai seni dan gambar abstrak, senang akan kerapihan dan kebersihan juga merupakan contoh perilaku hidup indah.

12) Toleran

Toleran ialah bersifat atau bersikap menenggang (menghargai membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Toleran adalah sikap tetap menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan menghargai agama serta kepercayaan orang lain. Toleransi yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan yang orang lain berbeda dari dirinya.23

13) Cinta Bangsa (Kewarganegaaan)

Cinta bangsa merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan suatu kesetiaan, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Contoh perilaku hidup yang mencerminkan cinta bangsa (kewarganegaraan) ialah mau membantu masyarakat, terlibat dalam urusan masyarakat, taat hukum dan peraturan, melindungi lingkungan dan menjadi relawan. Nilai pedidikan itu di antaranya adalah berhubungan dengan moral, agama, budaya, dan sosial.24 Nilai pendidikan

23Thomas, lickona, Educating for Character: How our School Can Teach Respect and

Responsibility (New York: Bantam Book, 2013), h. 65.

(39)

Islam dalam karya sastra/tradisi dibedakan atas empat macam yaitu: nilai moral, nilai kebenaran, nilai keindahan, dan nilai religius.

Berdasarkan beberapa teori tentang nilai-nilai yang serupa. Hal itu karena pendapat wicaksono lebih mudah untuk dipahami dan mencakup segala sisi dalam kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai mahluk bermoral, bersosial, berkayakinan, dan berbudaya.

5. Pengertian Pendidikan Islam

Al-Abrasyi mendefinisikan bahwa pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia. Mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan.25 Marimba juga memberi pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.26

Pendidikan Islam menurut Asy-syaibany adalah proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-peofesi asasi dalam masyarakat.27

Muhammad Fadhil al-Jamil mendefinikan pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk peibadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.28 Berdasarkan beberapa pengertian pendidikan Islam di atas maka pendidikan Islam adalah suatu proses edukatif untuk mengarahkan kepada

25Muhammad Aṭiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyyah al-Islãmiyah, cet 3 (Beirut: Dar al-fikr, tt), h.100.

26Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: al-Ma’ãrif, 1980), h. 13.

27Oemar Mohammad at-Toumi asy-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung (Bandung: Bulan Bintang, 1979), h. 32.

28Muhammad Fadhil al-Jamili, Filsafat Pendidikan Islam dalam al-Qur’an, terj. Judi al Falasani (Surabaya: Bina Ilmu, 1986), h. 3.

Referensi

Dokumen terkait

Sedekah bumi ( Nyadran ) merupakan salah satu jenis tradisi masyarakat yang merupakan hasil konvensi atau kesepakatan bersama masyarakat untuk dipersatukannya (akulturasi) budaya

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat Suku Gayo di Kecamatan Rikit Gaib Kabupaten Gayo Lues di Desa Rempelam, Desa Tungel, Desa

Judul Proposal Penelitian : Persepsi Masyarakat Mengenai Tradisi Sifon (Studi Kasus komunikasi Budaya pada Masyarakat Desa Noenoni Kecamatan Oenino Kabupaten

Upacara yang bernuansa kesedihan adalah upacara kematian. Bagi masyarakat Desa Krembangan yang masih mempercayai akan adanya kekuatan-kekuatan. roh nenek moyang, akan selalu melakukan

Berdasarkan permasalahan ini penulis tertarik untuk menelitinya tentang nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi perkawinan masyarakat banjar, agar nantinya

Dokumentasi di atas, jelas bahwa secara resmi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 1981/1982, menyatakan bahwa Suku Gayo adalah suatu masyarakat atau kelompok

Islam tidak dapat dipisahkan dengan budaya, bahkan dalam perjalanan dakwahnya, Islam merangkul budaya untuk menyampaikan ajarannya, sehingga Islam lebih mudah diterima di

Penanaman Nilai Pendidikan Islam Upaya penanaman nilai-nilai pendidikan Islam yang dipakai dalam membina masyarakat Desa Karangmojo disesuaikan jenis kegiatan mereka.32 Berdasarkan