• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

II.5 Nilai Sosial

Nilai atau value termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat, yaitu filsafat nilai (axiology, theory of value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frank, 1987:229).

Di dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi, nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Misalnya, bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susila adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian maka nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lainnya (dalam Budiyono, 2007:70).

Menilai berarti menimbang suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang dilakukan oleh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur-unsur jasmani, akal,

rasa, karsa (kehendak) dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik, dan lain sebagainya.

Nilai (values) menjadi daya tarik dalam mengukur suatu keadaan, eksistensi dan perilaku individu dan organisasi. Bahkan tidak hanya individu dan organisasi yang menjadi objek tetapi juga benda. Apakah suatu eksistensi itu berharga, baik, bermanfaat, ataukah tak berharga, buruk, tiada manfaat. Semuanya itu berkaitan dengan nilai. Menentukan nilai dari suatu keadaan, eksistensi dan perilaku harus jelas dan tegas, harus ada pembatas yang tegas mana sesuatu yang dapat dikatakan nilai dan sebaliknya mana yang bukan nilai.

Ciri-ciri nilai sosial adalah sebagai berikut:

a. Diterapkan melalui proses interaksi antar manusia yang terjadi secara intensif dan bukan perilaku yang dibawa sejak lahir.

Contoh:

Agar seorang anak bisa menerima nilai menghargai waktu, orang tuanya harus mengajarkan disiplin dan memberi contoh sejak dia kecil.

b. Ditransformasikan melalui proses belajar yang meliputi sosialisasi, enkulturasi, dan difusi.

Contoh:

Nilai menghargai persahabatan akan dipelajari anak dari pergaulan dengan teman-temannya di sekolah.

c. Berupa ukuran atau peraturan sosial yang turut memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial.

Nilai menghargai antrian yang ada menjadi ukuran tertib tidaknya seseorang, sekaligus menjadi aturan yang wajib diikuti.

d. Berbeda-beda pada tiap kelompok manusia. Contoh:

Masyarakat Eropa sangat menghargai waktu sehingga sulit memberikan toleransi pada keterlambatan. Sebaliknya, di Indonesia keterlambatan dalam jangka waktu tertentu masih dapat ditoleransi.

e. Memiliki efek yang berbeda-beda terhadap tindakan manusia. Contoh:

Nilai mengutamakan uang di atas segalanya membuat orang berusaha mencari uang sebanyak-banyaknya. Namun, nilai kebahagiaan lebih penting dari uang membuat orang lebih mengutamakan hubungan baik dengan sesama.

f. Dapat mempengaruhi kepribadian individu sebagai anggota masyarakat. Contoh:

Nilai yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi akan melahirkan individu yang egois dan kurang peduli pada orang lain. Sedangkan nilai yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi akan membuat individu tersebut lebih peka secara sosial.

Klasifikasi nilai sosial menurut Prof. Notonegoro (dalam Muin, 2006:49) dapat dibagai menjadi tiga bagian yaitu :

4) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia atau benda-benda nyata yang dapat dimanfaatkan sebagai kebutuhan fisik manusia. Misalnya, pakaian, tempat tinggal, uang, kendaraan, dan sebagainya.

5) Nilai vital yaitu, segala sesuatu yang berguna bagi manusia agar dapat melakukan aktivitas atau kegiatan dalam hidupnya. Nilai vital dapat bersifat konkret atau abstrak. Nilai vital bisa dimasukkan ke dalam nilai material, tetapi belum tentu nilai material merupakan nilai vital. Misalnya: makanan dan minuman, kasih sayang orangtua, dan sebagainya.

6) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi pemenuhan kebutuhan rohani (spiritual) manusia yang bersifat universal. Nilai kerohanian ini dibagi menjadi empat macam yaitu:

a) Nilai kebenaran dan nilai empiris, yaitu nilai yang bersumber dari proses berpikir teratur menggunakan akal manusia dan diikuti dengan fakta-fakta yang telah terjadi (logika, rasio).

Contohnya: mahasiswa yang bisa menjawab suatu pertanyaan dengan benar, ia benar secara logika, apabila ia keliru dalam menjawab dikatakan salah. b) Nilai keindahan, yaitu nilai yang bersumber dari unsur rasa manusia

(perasaan atau estetika). Nilai keindahan bersifat subjektif pada diri yang bersangkutan.

Contohnya: ketika kita melihat suatu pemandangan, menonton pentas pertunjukan, merasa senang dengan melihat sebuah lukisan yang indah, atau merasakan makanan yang enak.

c) Nilai moral/kebaikan, yaitu nilai sosial yang berkenaan dengan kebaikan dan keburukan, bersumber dari kehendak/kemauan (karsa, etika). Nilai yang menangani kelakuan, atau behubungan dengan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

d) Nilai religius, yaitu nilai yang berisi keyakinan atau kepercayaan manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dari uraian mengenai nilai di atas, dapat dikemukakan bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non material atau immaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial itu dapat mengandung nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material relatif lebih mudah diukur, yaitu dengan menggunakan alat indera, maupun alat pengukur seperti, berat panjang, luas, dan sebagainya. Sedangkan nilai kerohanian/spiritual lebih sulit mengukurnya. Dalam menilai hal-hal kerohanian/spiritual, yang menjadi alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indera, cipta, rasa, karsa, dan keyakinan manusia. Peran nilai sosial dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagai berikut:

a. Alat untuk menentukan harga dan kelas sosial seseorang dalam stuktur stratifikasi sosial. Misalnya, kelompok masyarakat ekonomi kaya (upper class), kelompok masyarakat ekonomi menengah (middle class), dan kelompok masyarakat kelas rendah (lower class).

b. Mengarahkan masyarakat untuk berpikir dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (berperilaku pantas), agar tercipta integrasi dan tertib sosial.

c. Memotivasi manusia untuk mewujudkan dirinya dalam perilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh peran-perannya dalam mencapai tujuan.

d. Alat solidaritas yang mendorong masyarakat untuk saling bekerja sama demi mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini, nilai menuntun manusia untuk melakukan kerja sama dan menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada.

e. Pengawas, pembatas, pendorong, dan penekan individu untuk selalu berbuat baik. Pengawas berarti nilai menjadi kontrol atas tindakan-tindakan seseorang. Pembatas artinya tindakan-tindakan itu akan dibatasi oleh nilai-nilai yang ada di masyarakatnya.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait