• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Nilai Tambah Hasil Usaha Ternak Sapi Potong

5.2.1 Nilai Tambah Hasil Usaha Pembibitan Sapi Potong

Nilai tambah yang diukur adalah nilai tambah yang dihasilkan dari usaha pembibitan sapi potong sampai menghasilkan. Nilai tambah ini berupa pertambahan berat badan sapi selama ± 12 bulan. Dalam proses penelitian, peneliti mengkonversikan output yang dihasilkan menjadi satuan Kg, untuk memudahkan dalam proses perhitungan akhir nilai tambah yang disesuaikan dengan alat analisis yang dipakai.

Nilai tambah usaha pembibitan sapi potong di daerah penelitian, dihitung dengan menggunakan model perhitungan Hayami. Secara rinci, perhitungan nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan dilihat pada Tabel 5.7 berikut :

Tabel 5.7 Nilai Tambah Hasil Pembibitan Sapi Potong (Metode Hayami)

Variabel Nilai

Skala Usaha Skala Usaha Skala Usaha < 5 ekor 6 – 9 ekor > 10 ekor I. Output, Input dan Harga

1. Output (kg) 2. Input (kg)

3. Tenaga Kerja (HOK) 4. Faktor Konversi

5. Koefisien Tenga Kerja (HOK/kg) 6. Harga Ouput (Rp/kg)

7. Upah Tenaga Kerja (Rp/HOK)

510 1.400 2.680 185 465 885 18,03 30,16 43,59 2,7 3,01 3,02 0,09 0,06 0,04 34.023 35.959 34.796 75.003 77.500 82.339 II. Penerimaan dan Keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/kg) 9. Sumbangan input lain (Rp/kg) 10. Nilai output (Rp/kg)

11. a. Nilai tambah (Rp/kg) b. Rasio nilai tambah (%)

12. a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) b. Pangsa tenaga kerja (%) 13. a. Keuntungan (Rp/kg) b. Tingkat keuntungan (%) 67.988 74.782 70.917 5.319 4.006 3.515 91.862 108.237 105.084 18.555 29.449 30.652 20 27 29 6.750 4.650 3.294 36,3 15,7 10,7 11.805 24.779 27.358 63,6 84,2 89,2 III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14. Marjin (Rp/kg)

a. Pendapatan tenaga kerja (%) b. Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan pengusaha (%)

23.874 33.455 34.167 28,2 13,8 9,6 22,27 11,97 10,2 49,4 74,1 80

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1- 21), 2012

Penjelasan mengenai perhitungan yang terdapat pada Tabel 5.7, dapat dilihat sebagai berikut :

Output, Input dan Harga

Dari tabel 5.7, dapat diuraikan bahwa dalam usaha pembibitan anakan sapi potong menjadi indukan sapi potong menggunakan bahan baku anakan sapi potong yang berumur 6 bulan,. Output yang dihasilkan pada skala usaha > 10 ekor lebih besar dari skala < 5 ekor dan 6-9 ekor, hal ini dikarenakan semakin besar skala yang diusahakan maka penggunaan input akan semakin besar sehingga output yang dihasilkan juga besar. Pada skala usaha < 5 ekor sebanyak 185 Kg anakan sapi potong dapat menghasilkan output berupa indukan sapi potong sebanyak 510 Kg, skala usaha 6-9 ekor sebanyak 465 Kg anakan sapi potong dapat menghasilkan output berupa indukan sapi potong sebanyak 1.400 Kg dan skala usaha > 10

ekor sebanyak 885 Kg anakan sapi potong dapat menghasilkan output berupa indukan sapi potong sebanyak 2.680 Kg. Output dalam perhitungan nilai tambah merupakan volume indukan sapi potong selama 12 bulan.

Berdasarkan besaran output dan input bahan baku utama diperoleh faktor konversi. Pada skala < 5 ekor diperoleh sebesar 2,7 artinya bahwa dari setiap Kg anakan sapi potong dapat menghasilkan 2,7 Kg indukan sapi potong. Pada skala 6-9 ekor diperoleh sebesar 3,01 artinya bahwa dari setiap Kg anakan sapi potong dapat menghasilkan 3,01 Kg indukan sapi potong. Sedangkan pada skala > 10 ekor diperoleh sebesar 3,02 artinya bahwa dari setiap Kg anakan sapi potong dapat menghasilkan 3,02 Kg indukan sapi potong. Tingkat perbedaan faktor konversi yang diperoleh dari masing-masing skala usaha dikarenakan perbedaan jumlah bahan baku dari setiap skala usaha sehingga output yang dihasilkan juga berbeda. Dimana pada skala usaha > 10 ekor lebih banyak menggunakan bahan baku dibandingkan pada skala usaha < 5 ekor dan 6-9 ekor.

Tenaga kerja yang terlibat langsung dalam usaha pembibitan sapi potong adalah tenaga kerja di dalam dan luar keluarga. Pada skala usaha < 5 ekor menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang berjumlah 1 orang. Skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor, rata-rata tenaga kerja yang digunakan berjumlah 2 dan 3 orang yang berasal dari dalam dan luar keluarga. Satu hari kerja tenaga kerja rata-rata lamanya 4 jam 81 menit untuk skala usaha < 5 ekor. Pada skala usaha 6-9 ekor, satu hari kerja tenaga kerja rata-rata lamanya 4 jam 69 menit dan pada skala usaha > 10 ekor, satu hari kerja tenaga kerja rata-rata lamanya 4 jam 63 menit. Jumlah hari kerja dalam satu bulan adalah 30 hari. Perhitungan Hari Orang Kerja (HOK) dengan membagi jumlah jam kerja dengan hari kerja, 1 Hari Orang Kerja (1HOK)

dalam penelitian ini adalah 8 jam (480 menit) dan dikalikan dengan faktor konversi 1 untuk tenaga kerja laki-laki dan 0,8 untuk tenaga kerja perempuan. Sehingga jumlah rata-rata HOK dalam sebulan untuk tenaga kerja langsung pada skala usaha < 5 ekor adalah 18,03 HOK, skala usaha 6-9 ekor adalah 30,16 HOK dan skala usaha > 10 ekor adalah 43,59 HOK.

Koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan input. Pada tabel analisis nilai tambah pembibitan sapi potong dilihat bahwa koefisien tenaga kerja pada skala usaha < 5 ekor sampai pada skala usaha > 10 ekor semakin kecil. Sedangkan jika dilihat pada baris upah tenaga kerja pada skala usaha < 5 ekor sampai pada skala usaha > 10 ekor semakin besar. Waktu kerja yang dilakukan oleh 1 HOK pada skala usaha < 5 ekor lebih lama dibandingkan dengan waktu kerja pada skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor yang menggunakan tenaga kerja lebih dari 1 orang. Sedangkan upah tenaga kerja yang dibayar pada skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor lebih tinggi dibandingkan dengan pada skala usaha < 5 ekor. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar skala usaha, maka semakin efisien tenaga kerja dan upah tenaga kerjanya.

Penerimaan dan Keuntungan

Adapun harga bahan baku, harga output dan nilai output usaha pembibitan sapi potong di daerah penelitian pada skala usaha 6-9 ekor lebih besar dibandingkan pada skala usaha < 5 ekor dan skala usaha > 10 ekor. Hal ini dikarenakan jumlah berat badan sapi yang digunakan pada masing-masing skala berbeda. Nilai output diperoleh dari faktor konversi dikalikan dengan harga output.

Sumbangan input lain pada skala usaha < 5 ekor lebih besar jika dibandingkan dengan skala usaha 6-9 ekor dan skala usaha > 10 ekor, sumbangan input merupakan hasil pembagian antara total biaya penggunaan bahan penolong dalam usaha pembibitan sapi potong dengan penggunaan bahan baku. Sumbangan input lain pada skala usaha < 5 ekor adalah Rp 5.319/kg, artinya dalam setiap 1 kg penggunaan bahan baku anakan sapi potong, menggunakan bahan penolong sebesar Rp 5.319. Pada skala usaha 6-9 ekor adalah Rp 4.006/kg, artinya dalam setiap 1 kg penggunaan bahan baku anakan sapi potong, menggunakan bahan penolong sebesar Rp 4.006. Sedangkan pada skala usaha > 10 ekor adalah Rp 3.515/kg, artinya dalam setiap 1 kg penggunaan bahan baku anakan sapi potong, menggunakan bahan penolong sebesar Rp 3.515 Semakin besar skala usaha, sumbangan input lain semakin kecil, yang berarti penggunaan bahan penolong juga semakin efisien.

Dari tabel 5.7 dapat dijelaskan bahwa nilai tambah yang diperoleh dari anakan sapi potong menjadi indukan sapi potong pada skala usaha < 5 ekor adalah sebesar Rp 18.555/Kg, skala usaha 6-9 ekor adalah Rp 29.449/Kg dan skala usaha > 10 ekor sebesar Rp 30.652/Kg. Nilai tambah ini diperoleh dari pengurangan nilai output (produk) dengan biaya bahan baku dan biaya bahan penunjang lainnya. Nilai tambah yang diperoleh dari masing-masing skala usaha pembibitan sapi potong di Desa Ara Condong berbeda-beda, semakin besar skala usaha, nilai tambah semakin besar. Nilai tambah usaha pembibitan sapi potong tersebut masih merupakan nilai tambah kotor karena masih mengandung imbalan tenaga kerja.

Sedangkan rasio nilai tambah indukan sapi potong pada masing-masing skala usaha diperoleh hasil yang berbeda-beda. Semakin besar skala usaha pembibitan sapi potong,

rasio nilai tambah yang dihasilkan juga semakin besar. Rasio nilai tambah skala usaha >10 ekor adalah 29%, skala usaha 6-9 ekor adalah 27% dan skala usaha < 5 ekor adalah sebesar 20%. Artinya setiap persentase dari nilai output (indukan sapi potong) merupakan nilai tambah yang diperoleh dari proses usaha pembibitan dari mulai anakan yang berumur 6 bulan menjadi indukan sapi.

Pendapatan tenaga kerja diperoleh dari hasil kali antara koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja yaitu sebesar Rp 6.750/Kg untuk skala usaha < 5 ekor dengan nilai persentase terhadap nilai tambah sebesar 36,3%, Rp 4.650/Kg untuk skala usaha 6-9 ekor dengan nilai persentase terhadap nilai tambah sebesar 15,7% dan Rp 3.294/Kg untuk skala usaha > 10 ekor dengan nilai persentase terhadap nilai tambah sebesar 10,7%. Nilai persentase ini menunjukkan bahwa setiap Rp 100,00 dari nilai tambah maka sebesar Rp 36,3 merupakan bagian untuk tenaga kerja skala usaha < 5 ekor, Rp 15,7 dan Rp 10,7 untuk skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor. Pendapatan tenaga kerja dan persentasenya yang diperoleh pada skala usaha < 5 ekor lebih besar dibandingkan dengan skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor, hal ini dikarenakan penggunaan HOK pada skala usaha < 5 ekor lebih kecil jika dibandingkan dengan skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor.

Usaha pembibitan sapi potong memberikan keuntungan bagi peternak di Desa Ara Condong, sebagai pengusaha. Keuntungan diperoleh dari nilai tambah dikurangi dengan besarnya imbalan tenaga kerja. Keuntungan yang diperoleh pada skala usaha > 10 ekor lebih besar dari skala usaha 6-9 ekor dan < 5 ekor. Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian di Desa Ara Condong, semakin besar skala usaha maka tingkat keuntungan akan semakin besar juga. Keuntungan dari anakan sapi potong menjadi indukan sapi potong

skala usaha < 5 ekor adalah sebesar Rp 11.805/Kg, skala usaha 6-9 ekor adalah sebesar Rp 24.779/Kg dan skala usaha > 10 ekor adalah sebesar Rp 27.358/Kg. Nilai tersebut merupakan nilai tambah bersih karena sudah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Yang menunjukkan bahwa besar keuntungan dari setiap Rp 100,00 nilai output dari masing-masing skala usaha merupakan keuntungan peternak sapi potong sebagai pengusaha pembibitan sapi potong.

Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

Margin diperoleh dari nilai produk dikurangi dengan harga bahan baku. Margin menunjukkan besarnya kontribusi pemilik faktor-faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Nilai margin yang diperoleh pada skala usaha <5 ekor lebih kecil dibandingkan skala usaha 6-9 dan > 10 ekor. Pendapatan tenaga kerja adalah hasil dari perbandingan antara pendapatan tenaga kerja langsung dengan margin dikali dengan 100%. Balas jasa untuk sumbangan input lain diperoleh dari perbandingan sumbangan input lain dengan margin dikali dengan 100%. Keuntungan pengusaha diperoleh dari perbandingan antara keuntungan dengan margin dikali 100%. Besarnya pendapatan tenaga kerja dan sumbangan input lain pada skala usaha > 10 ekor lebih kecil jika dibandingkan dengan skala usaha > 5 ekor dan skala usaha 6-9 ekor. Sedangkan keuntungan pengusaha pada skala usaha > 10 ekor lebih besar dibandingkan skala usaha > 5 ekor dan skala usaha 6-9 ekor.

Besarnya margin akan didistribusikan pada faktor-faktor produksi yang terdiri pendapatan tenaga kerja sumbangan input lain dan keuntungan. Nilai tersebut berarti setiap Rp 100,00 marjin yang diperoleh akan didistribusikan Rp 28,2 untuk pendapatan tenaga kerja skala

usaha < 5 ekor, Rp 13,8 2 untuk pendapatan tenaga kerja skala usaha 6-9 ekor dan Rp 9,62 untuk pendapatan tenaga kerja skala usaha > 10 ekor. Rp 22,27 untuk sumbangan input lain skala usaha < 5 ekor, Rp 11,97 untuk sumbangan input lain skala usaha 6-9 ekor dan Rp 10,2 untuk sumbangan input lain skala usaha > 10 ekor. Sedangkan Rp 49,4 untuk keuntungan skala usaha < 5 ekor, Rp 74,1 untuk keuntungan skala usaha 6-9 ekor dan Rp 80 untuk keuntungan skala usaha > 10 ekor. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa nilai tambah dan keuntungan yang dihasilkan dari usaha pembibitan sapi potong pada skala usaha > 10 ekor lebih tinggi dibandingkan dengan skala usaha lainnya yaitu < 5 ekor dan skala usaha 6-9 ekor.