• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Nilai Tambah Hasil Usaha Ternak Sapi Potong

5.2.2 Nilai Tambah Hasil Usaha Penggemukan Sapi Potong

Nilai tambah yang diukur adalah nilai tambah yang dihasilkan dari usaha penggemukan sapi potong sampai menghasilkan. Nilai tambah ini berupa pertambahan berat badan sapi. Usaha penggemukan sapi potong yang ada di daerah penelitian memiliki berbagai jenis skala usaha yaitu skala < 5 ekor, 6 – 9 ekor dan > 10 ekor. Semua skala menjadi objek penelitian dengan memerhatikan nilai rata-rata output dan harga output yang dihasilkan dari masing-masing sapi. Nilai tambah sapi potong dalam usaha penggemukan berupa pertambahan berat badan sapi potong yang diusahakan selama 6 bulan. Namun, dalam proses penelitian, peneliti mengkonversikan output yang dihasilkan menjadi satuan Kg, untuk memudahkan dalam proses perhitungan akhir nilai tambah yang disesuaikan dengan alat analisis yang dipakai.

Nilai tambah usaha penggemukan sapi potong di daerah penelitian, dihitung dengan menggunakan model perhitungan Hayami. Perhitungan nilai tambah dilakukan dengan

melihat berbagai komponen yang mempengaruhi dalam perhitungan, antara lain sumbangan input lain dan harga bahan baku. Selain nilai tambah, model perhitungan Hayami juga menganalisis pendapatan tenaga kerja, keuntungan pengusaha, serta dapat melihat margin yang diperoleh dari usaha penggemukan sapi potong tersebut. Secara rinci, perhitungan nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan dilihat pada Tabel 5.8 berikut :

Tabel 5.8 Nilai Tambah Hasil Penggemukan Sapi Potong (Metode Hayami)

Variabel Nilai

Skala Usaha Skala Usaha Skala Usaha < 5 ekor 6 – 9 ekor > 10 ekor I. Output, Input dan Harga

1. Output (kg) 2. Input (kg)

3. Tenaga Kerja (HOK) 4. Faktor Konversi

5. Koefisien Tenga Kerja (HOK/kg) 6. Harga Ouput (Rp/kg)

7. Upah Tenaga Kerja (Rp/HOK)

568 1.878 4.667 394 1.180 2.480 18,23 25,63 41,09 1,4 1,6 1,8 0,04 0,02 0,01 27.884 28.351 27.126 74.608 83.848 85.461 II. Penerimaan dan Keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/kg) 9. Sumbangan input lain (Rp/kg) 10. Nilai output (Rp/kg)

11. a. Nilai tambah (Rp/kg) b. Rasio nilai tambah (%)

a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) b. Pangsa tenaga kerja (%) a. Keuntungan (Rp/kg) b. Tingkat keuntungan (%) 26.368 26.611 26.769 1.989 1.570 1.620 39.038 45.362 48.827 10.681 17.181 20.438 27 38 42 2.984 1.677 855 28 9,7 4,2 7.697 15.504 19.583 72 90,2 95,8 III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14. Marjin (Rp/kg)

a. Pendapatan tenaga kerja (%) b. Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan pengusaha (%)

12.670 18.751 22.058 23,5 10,5 3,8 15 8,3 7,3 60,7 82,6 88,7

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 22- 42), 2013

Penjelasan mengenai perhitungan yang terdapat pada Tabel 5.8, dapat dilihat sebagai berikut :

Output, Input dan Harga

Dari tabel 5.8, dapat diuraikan bahwa dalam usaha penggemukan sapi potong mulai dari sapi bakalan sampai menghasilkan pertambahan berat badan selama 6 bulan menggunakan

bahan baku sapi potong bakalan yang berumur 12 bulan. Output yang dihasilkan pada skala usaha > 10 ekor lebih besar dari skala < 5 ekor dan 6-9 ekor, hal ini dikarenakan semakin besar skala yang diusahakan maka penggunaan input akan semakin besar sehingga output yang dihasilkan juga besar. Pada skala usaha < 5 ekor sebanyak 394 Kg sapi potong dapat menghasilkan output berupa pertambahan berat badan sapi potong yang diusahakan selama 6 bulan sebanyak 568 Kg, skala usaha 6-9 ekor sebanyak 1.180 Kg sapi potong dapat menghasilkan output berupa pertambahan berat badan sapi potong yang diusahakan selama 6 bulan sebanyak 1.878 Kg dan skala usaha > 10 ekor sebanyak 2.480 Kg sapi potong dapat menghasilkan output berupa pertambahan berat badan sapi potong yang diusahakan selama 6 bulan sebanyak 4.667 Kg. Output dalam perhitungan nilai tambah merupakan volume sapi potong hasil penggemukan selama 6 bulan.

Berdasarkan besaran output dan input bahan baku utama diperoleh faktor konversi. Pada skala < 5 ekor diperoleh sebesar 1,4 artinya bahwa dari setiap Kg sapi potong bakalan dapat menghasilkan 1,4 Kg pertambahan berat badan sapi potong hasil penggemukan. Pada skala usaha 6-9 ekor diperoleh sebesar 1,6 artinya bahwa dari setiap Kg sapi potong bakalan dapat menghasilkan 1,6 Kg pertambahan berat badan sapi potong hasil penggemukan. Sedangkan pada skala > 10 ekor diperoleh sebesar 1,8 artinya bahwa dari setiap Kg sapi potong bakalan dapat menghasilkan 1,8 Kg pertambahan berat badan sapi potong hasil penggemukan. Tingkat perbedaan faktor konversi yang diperoleh dari masing -masing skala usaha dikarenakan perbedaan jumlah bahan baku dari setiap skala usaha sehingga output yang dihasilkan juga berbeda. Dimana pada skala usaha > 10 ekor lebih banyak menggunakan bahan baku dibandingkan pada skala usaha < 5 ekor dan 6-9 ekor.

Tenaga kerja yang terlibat langsung dalam usaha penggemukan sapi potong adalah tenaga kerja di dalam dan luar keluarga. Pada skala usaha < 5 ekor menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang berjumlah 1 orang. Skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor, rata-rata tenaga kerja yang digunakan berjumlah 2 dan 3 orang yang berasal dari dalam dan luar keluarga. Satu hari kerja tenaga kerja rata-rata lamanya 4 jam 86 menit untuk skala usaha < 5 ekor. Pada skala usaha 6-9 ekor, satu hari kerja tenaga kerja rata-rata lamanya 4 jam 7 menit dan pada skala usaha > 10 ekor, satu hari kerja tenaga kerja rata-rata lamanya 4 jam 45 menit. Jumlah hari kerja dalam satu bulan adalah 30 hari. Perhitungan Hari Orang Kerja (HOK) dengan membagi jumlah jam kerja dengan hari kerja, 1 Hari Orang Kerja (1HOK) dalam penelitian ini adalah 8 jam (480 menit) dan dikalikan dengan faktor konversi 1 untuk tenaga kerja laki-laki dan 0,8 untuk tenaga kerja perempuan. Sehingga jumlah rata-rata HOK dalam sebulan untuk tenaga kerja langsung pada skala usaha < 5 ekor adalah 18,03 HOK, skala usaha 6-9 ekor adalah 30,16 HOK dan skala usaha > 10 ekor adalah 43,59 HOK.

Koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan input. Pada tabel analisis nilai tambah penggemukan sapi potong dilihat bahwa koefisien tenaga kerja pada skala usaha < 5 ekor sampai pada skala usaha > 10 ekor semakin kecil. Sedangkan jika dilihat pada baris upah tenaga kerja pada skala usaha < 5 ekor sampai pada skala usaha > 10 ekor semakin besar. Waktu kerja yang dilakukan oleh 1 HOK pada skala usaha < 5 ekor lebih lama dibandingkan dengan waktu kerja pada skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor yang menggunakan tenaga kerja lebih dari 1 orang. Sedangkan upah tenaga kerja yang dibayar pada skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor

lebih tinggi dibandingkan dengan pada skala usaha < 5 ekor. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar skala usaha, maka semakin efisien tenaga kerja dan upah tenaga kerjanya.

Penerimaan dan Keuntungan

Adapun harga bahan baku pada skala usaha > 10 ekor lebih besar dari skala usaha < 5 ekor dan skala usaha 6-9 ekor, sedangkan harga output pada skala usaha 6-9 ekor lebih tinggi dibandingkan dengan skala < 5 ekor dan skala > 10 ekor dan nilai output usaha penggemukan sapi potong di daerah penelitian pada skala usaha 6-9 ekor lebih besar dibandingkan pada skala usaha < 5 ekor dan skala usaha > 10 ekor. Hal ini dikarenakan jumlah berat badan sapi yang digunakan pada masing-masing skala berbeda sehingga harga bahan baku, harga output dan nilai output yang diperoleh berbeda. Nilai output diperoleh dari faktor konversi dikalikan dengan harga output.

Sumbangan input lain pada skala usaha < 5 ekor lebih besar jika dibandingkan dengan skala usaha 6-9 ekor dan skala usaha > 10 ekor, sumbangan input merupakan hasil pembagian antara total biaya penggunaan bahan penolong dalam usaha penggemukan sapi potong dengan penggunaan bahan baku. Sumbangan input lain pada skala usaha < 5 ekor adalah Rp 1.989/kg, artinya dalam setiap 1 kg penggunaan bahan baku sapi potong bakalan, menggunakan bahan penolong sebesar Rp 1.989. Pada skala usaha 6-9 ekor adalah Rp 1.570/kg, artinya dalam setiap 1 kg penggunaan bahan baku sapi potong bakalan, menggunakan bahan penolong sebesar Rp 1.570. Sedangkan pada skala usaha > 10 ekor adalah Rp 1.620/kg, artinya dalam setiap 1 kg penggunaan bahan baku bakalan sapi potong, menggunakan bahan penolong sebesar Rp 1.620.

Dari tabel 5.8 dapat dijelaskan bahwa nilai tambah yang diperoleh dari bakalan sapi potong menjadi pertambahan berat badan sapi potong hasil penggemukan selama 6 bulan pada skala usaha < 5 ekor adalah sebesar Rp 10.681/Kg, skala usaha 6-9 ekor adalah Rp 17.181/Kg dan skala usaha > 10 ekor sebesar Rp 20.438/Kg. Nilai tambah ini diperoleh dari pengurangan nilai output (produk) dengan biaya bahan baku dan biaya bahan penunjang lainnya. Nilai tambah yang diperoleh dari masing-masing skala usaha penggemukan sapi potong di Desa Ara Condong berbeda-beda, semakin besar skala usaha, nilai tambah semakin besar. Nilai tambah usaha penggemukan sapi potong tersebut masih merupakan nilai tambah kotor karena masih mengandung imbalan tenaga kerja.

Sedangkan rasio nilai tambah indukan sapi potong pada masing-masing skala usaha diperoleh hasil yang berbeda-beda. Semakin besar skala usaha penggemukan sapi potong, rasio nilai tambah yang dihasilkan juga semakin besar. Rasio nilai tambah skala usaha >10 ekor adalah 42%, skala usaha 6-9 ekor adalah 38% dan skala usaha < 5 ekor adalah sebesar 27%. Artinya setiap persentase dari nilai output (indukan sapi potong) merupakan nilai tambah yang diperoleh dari bakalan sapi potong sampai menghasilkan pertambahan berat badan sapi potong hasil penggemukan selama 6 bulan.

Pendapatan tenaga kerja diperoleh dari hasil kali antara koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja yaitu sebesar Rp 2.984/Kg untuk skala usaha < 5 ekor dengan nilai persentase terhadap nilai tambah sebesar 28%, Rp 1.677/Kg untuk skala usaha 6-9 ekor dengan nilai persentase terhadap nilai tambah sebesar 9,7% dan Rp 855/Kg untuk skala usaha > 10 ekor dengan nilai persentase terhadap nilai tambah sebesar 4,1%. Nilai persentase ini menunjukkan bahwa setiap Rp 100,00 dari nilai tambah maka sebesar Rp 28 merupakan

bagian untuk tenaga kerja skala usaha < 5 ekor, Rp 9,7 dan Rp 4,1 untuk skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor. Pendapatan tenaga kerja dan persentasenya yang diperoleh pada skala usaha < 5 ekor lebih besar dibandingkan dengan skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor, hal ini dikarenakan penggunaan HOK pada skala usaha < 5 ekor lebih kecil jika dibandingkan dengan skala usaha 6-9 ekor dan > 10 ekor.

Usaha penggemukan sapi potong memberikan keuntungan bagi peternak di Desa Ara Condong, sebagai pengusaha. Keuntungan diperoleh dari nilai tambah dikurangi dengan besarnya imbalan tenaga kerja. Keuntungan yang diperoleh pada skala usaha > 10 ekor lebih besar dari skala usaha 6-9 ekor dan < 5 ekor. Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian di Desa Ara Condong, semakin besar skala usaha maka tingkat keuntungan akan semakin besar juga. Keuntungan dari bakalan sapi potong sampai menghasilkan pertambahan berat badan sapi potong hasil penggemukan selama 6 bulan skala usaha < 5 ekor adalah sebesar Rp 7.697/Kg, skala usaha 6-9 ekor adalah sebesar Rp 15.504/Kg dan skala usaha > 10 ekor adalah sebesar Rp 19.583/Kg. Nilai tersebut merupakan nilai tambah bersih karena sudah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Yang menunjukkan bahwa besar keuntungan dari setiap Rp 100,00 nilai output dari masing-masing skala usaha merupakan keuntungan peternak sapi potong sebagai pengusaha pembibitan sapi potong.

Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

Margin diperoleh dari nilai produk dikurangi dengan harga bahan baku. Margin menunjukkan besarnya kontribusi pemilik faktor-faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Nilai margin yang diperoleh pada skala usaha <5 ekor lebih kecil dibandingkan skala usaha 6-9 dan > 10 ekor. Pendapatan tenaga kerja adalah

hasil dari perbandingan antara pendapatan tenaga kerja langsung dengan margin dikali dengan 100%. Balas jasa untuk sumbangan input lain diperoleh dari perbandingan sumbangan input lain dengan margin dikali dengan 100%. Keuntungan pengusaha diperoleh dari perbandingan antara keuntungan dengan margin dikali 100%. Besarnya pendapatan tenaga kerja dan sumbangan input lain pada skala usaha > 10 ekor lebih kecil jika dibandingkan dengan skala usaha > 5 ekor dan skala usaha 6-9 ekor. Sedangkan keuntungan pengusaha pada skala usaha > 10 ekor lebih besar dibandingkan skala usaha > 5 ekor dan skala usaha 6-9 ekor.

Besarnya margin akan didistribusikan pada faktor-faktor produksi yang terdiri pendapatan tenaga kerja sumbangan input lain dan keuntungan. Nilai tersebut berarti setiap Rp 100,00 marjin yang diperoleh akan didistribusikan Rp 23,5 untuk pendapatan tenaga kerja skala usaha < 5 ekor, Rp 10,5 untuk pendapatan tenaga kerja skala usaha 6-9 ekor dan Rp 3,8 untuk pendapatan tenaga kerja skala usaha > 10 ekor. Rp 15 untuk sumbangan input lain skala usaha < 5 ekor, Rp 8,3 untuk sumbangan input lain skala usaha 6-9 ekor dan Rp 7,3 untuk sumbangan input lain skala usaha > 10 ekor. Sedangkan Rp 60,7 untuk keuntungan skala usaha < 5 ekor, Rp 82,6 untuk keuntungan skala usaha 6-9ekor dan Rp 88,7 untuk keuntungan skala usaha > 10 ekor.

5.2.3. Perbandingan Nilai Tambah Usaha Pembibitan dan Penggemukan Usaha