• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selama tahun 2008 tekanan terhadap rupiah semakin tinggi, yang dapat terlihat dari volatilitas rupiah yang tinggi dan cenderung terdepresiasi. Tekanan tersebut disebabkan oleh perkembangan krisis keuangan global, gejolak harga komoditas, dan perlambatan

ekonomi dunia yang memicu memburuknya persepsi investor dan ekspektasi pelaku pasar.

Kondisi rupiah semakin tertekan sejak akhir Triwulan III dipicu bangkrutnya lembaga keuangan terbesar AS yang mengakibatkan para investor mengalihkan dananya dari emerging market.

Di sisi lain impor yang meningkat akibat kuatnya permintaan domestik membutuhkan valas yang semakin besar. Sementara itu, neraca transaksi berjalan juga mengalami tekanan akibat jatuhnya harga komoditas dan merosotnya pertumbuhan ekonomi di negara mitra dagang. Perkembangan tersebut menyebabkan rupiah tertekan hingga mencapai level tertinggi 12.150 rupiah per dolar AS pada November 2008.

Nilai tukar selama tahun 2008 menunjukkan volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan cenderung terdepresiasi. Secara rata rata nilai tukar rupiah melemah 5,4 persen dari 9.140 rupiah per dolar AS pada tahun 2007 menjadi 9.666 rupiah per dolar AS pada tahun 2008. Di akhir tahun 2008, rupiah berada di level 10.900 rupiah per dolar AS atau melemah 13.8 persen dari akhir tahun sebelumnya 9.393 rupiah per dolar AS (Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2008).

Pada awal triwulan I 2009 nilai tukar rupiah masih mendapatkan tekanan sebagai dampak dari krisis ekonomi global.Secara umum tekanan terhadap Triwulan IV 2008 dan Triwulan I 2009 dipengaruhi persepsi resiko penanaman modal di emerging market.

Gambar 26. Grafik Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Tahun 2006-2009

Nilai tukar rupiah sempat mencapai titik terendah pada level 12.020 rupiah per dolar AS pada awal Maret 2009 disertai peningkatan volatilitas. Dalam mengatasi depresiasi nilai rupiah, Pemerintah Indonesia membuat suatu kebijakan stabilisasi nilai tukar secara terukur melalui upaya menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas. Nilai tukar rupiah kembali menguat pada Triwulan II 2009 yang dipengaruhi oleh perbaikan persepsi risiko terhadap emerging market dan kondisi fundamental domestik yang tetap terjaga. Pada akhir tahun 2009 rupiah ditutup menguat di level 9.425 rupiah terapresiasi 18,4 persen dibandingkan akhir Maret 2009. Secara keseluruhan tahun, level rupiah akhir tahun 2009 menguat 15,7 persen dibandingkan dengan level akhir tahun 2008. Meskipun dalam tren menguat, perkembangan rupiah masih mendukung daya saing produk ekspor Indonesia (Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2009).

Tahun 2010 ekonomi global kembali dihadapkan pada krisis fiskal Yunani yang sekali lagi menimbulkan sentimen risk aversion aset negara-negara emerging markets. Namun optimisme pemulihan global, komitmen penyelamatan (bailout) EC-IMF terhadap Yunani, serta peningkatan peringkat utang Indonesia mampu menutupi sentimen negatif terkait Yunani tersebut, sehingga rupiah kemudian mengalami penguatan yang cukup tajam dari level 9.400 rupiah per dolar AS di awal Februari 2010

ke level di bawah 9.000 rupiah per dolar AS memasuki Mei 2010 (Buku Laporan Perekonomian 2010).

Gambar 27. Grafik Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Tahun 2008-2010

Pada awal Juni 2010 krisis akhirnya meluas ke negara GIPSI (Greek, Ireland, Portugal, Spain, Italy) yang mendepresiasi nilai tukar kembali ke level 9.400 rupiah per dolar AS, akan tetapi rupiah kembali bergerak stabil dengan kecenderungan menguat di akhir triwulan II seiring dengan meredanya kekhawatiran pelaku pasar, yang ditopang oleh berlanjutnya pemulihan ekonomi dunia. Semakin lebarnya selisih suku bunga antara negara-negara maju dan negara-negara emerging markets, serta perbaikan kondisi prospek Indonesia,

Selanjutnya nilai tukar rupiah bergerak stabil dengan kecenderungan penguatan di paruh kedua 2010. Apresiasi nilai tukar rupiah tersebut terjadi sejalan dengan berlanjutnya aliran dana ke kawasan Asia di tengah melimpahnya likuiditas global serta perbedaan respons kebijakan antara negara-negara maju dan negara-negara emerging markets. Meski diwarnai dengan berbagai koreksi, penguatan nilai tukar rupiah juga tidak terlepas dari prospek dolar AS yang sedang mengalami tekanan depresiasi.

harga yang cukup signifikan.

Tabel 2. Inflasi Indonesia Tahun 2008-2011

Tahun Inflasi (%)

2008 11,06 2009 2,78 2010 6,96 2011 6,16* Sumber : www.bi.go.id (2011 ) *) sampai April

Tekanan inflasi mereda cukup signifikan pada awal Triwulan IV dan akhirnya mencapai level 11,06 persen pada akhir Desember 2008. Rendahnya tekanan inflasi di penghujung tahun 2008 juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM pada Desember 2008 seiring dengan turunnya harga minyak dunia.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan inflasi pada awal Januari 2009 mencapai 9,17 persen. Namun karena rendahnya tekanan inflasi dari luar negeri, serta deflasi pada harga-harga barang yang ditetapkan pemerintah seperti listrik dan BBM berdampak pada penurunan inflasi menjadi 2,78 persen pada akhir 2009. Penurunan nilai inflasi ini terkait dengan penurunan di seluruh komponen dan kelompok barang.

Pada tahun 2010 pemerintah menetapkan angka inflasi tahun 2010 adalah sebesar 5 persen. Perkembangan inflasi yang meningkat tersebut tidak terlepas dari pengaruh peningkatan inflasi global, khususnya di negara-negara emerging markets, sebagai imbas meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan harga-harga

komoditas internasional. Namun, pengaruh penguatan nilai tukar rupiah pada tahun ini mampu meminimalkan dampak dari peningkatan harga-harga komoditas global tersebut.

Dari sisi domestik tekanan kenaikan inflasi muncul terutama akibat terganggunya kelancaran pasokan bahan makanan yang banyak terpengaruh oleh cuaca. Berdasarkan kelompok barang, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan yang meningkat menjadi 15,64 persen. Peningkatan inflasi pada bahan makanan terjadi akibat gangguan distribusi terkait dengan kondisi cuaca yang tentunya akan berimbas pada peningkatan harga bahan baku yang sangat tinggi.

Pemerintah mentargetkan inflasi tahun 2011 berada pada level 5,3 persen. Sampai dengan bulan April 2011 inflasi Indonesia mencapai level 6,16 persen. Gubernur Bank Indonesia mengatakan bahwa target inflasi Indonesia akan sulit tercapai jika pemerintah mulai melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Gubernur BI memprediksi apabila pemerintah membatasi BBM bersubsidi maka inflasi tahun 2011 dapat mencapai level 6,3-6,4 persen. (www.antaranews.com, BI: Target Inflasi Bisa Tidak Tercapai). Bank Indonesia harus tegas dalam memutuskan kestabilan nilai inflasi, karena kestabilan inflasi akan menciptakan kondisi yang stabil di dunia usaha, tentunya hal inilah yang diharapkan oleh para investor.

D. Pengangguran

Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2008 mencapai 8,39 persen, mengalami penurunan dibanding pengangguran Februari 2008 sebesar 8,46 persen. Jumlah pengangur di Indonesia pada bulan Agustus 2008 menurun 33.075 atau sebesar 0,35 persen dari semester sebelumnya yang berjumlah 9.427.590 jiwa.

2008 Februari 2009 9.258.964 113.740.000 8,14 Agustus 2009 8.962.617 113.830.000 7,87 Februari 2010 8.592.490 116.000.000 7,41 Agustus 2010 8.319.779 116.530.000 7,14 Sumber : www.bps.go.id (2011)

Penurunan jumlah pengangguran disebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja pada tahun 2008. Penyerapan tenaga kerja yang tertinggi adalah pada sektor jasa kemasyarakatan yang naik 1,08 juta orang diikuti oleh sektor perdagangan 667 ribu orang dan sektor transportasi 220 ribu orang, sedangkan jumlah yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan sebanyak 1,36 juta orang.

Topangan UMKM yang besar di tengah pertumbuhan ekonomi yang melambat menjadi penyangga dalam menyerap tambahan angkatan kerja. Angka pengangguran terbuka yang sedikit menurun dari 8,1 persen pada Februari 2009 menjadi 7,87 persen pada Agustus 2009. Sementara itu, jumlah angkatan kerja yang terserap oleh sektor informal pada Agustus 2009 meningkat menjadi 72,7 juta jiwa dibandingkan kondisi Agustus 2008 sebesar 71,4 juta jiwa (Berita Resmi Statistik No. 75/12/Th. XII, 1 Desember 2009).

Membaiknya kondisi perekonomian domestik memberi dampak yang positif bagi penyerapan tenaga kerja. Data ketenagakerjaan terakhir menunjukkan tingkat pengangguran yang berada dalam tren menurun, disertai adanya pergeseran struktur

tenaga kerja yang kembali kepada sektor formal, dan membaiknya kualitas pendidikan tenaga kerja. Angka pengangguran terbuka pada semester I tahun 2010 tercatat sebesar 7,14 persen, lebih rendah dibanding periode tahun sebelumnya yang sebesar 7,87 persen (Berita Resmi Statistik No. 33/05/Th. XIII, 10 Mei 2010).

Pengangguran tercatat sebanyak 8.319.779 jiwa pada Agustus 2010, menurun sebesar 3,17 persen dari Februari 2010. Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2010 mengalami kenaikan terutama di sektor industri sebesar 772 ribu orang (5,91%) dan sektor konstruksi sebesar 748 ribu orang (15,44%), sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian sebesar 1,3 juta orang (3,11%) dan Sektor Transportasi sekitar 198 ribu orang (3,41%). Jika dibandingkan dengan Agustus 2009 hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecuali sektor pertanian dan sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, masing-masing mengalami penurunan jumlah pekerja sekitar 117 ribu orang (0,28%) dan 500 ribu orang (8,16%).

Sektor pertanian, perdagangan, jasa kemasyarakatan dan sektor industri secara berurutan menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja pada bulan Agustus 2010 (Berita Resmi StatistikNo. 77/12/Th. XIII, 1 Desember 2010).

Dokumen terkait