LANDASAN TEORI
B. Nilai Tukar
1. Pengertian Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang didefinisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau harga dari satu mata uang dalam mata uang yang lain (Mishkin, 2008: 107).
Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam satuan mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan yang amat penting dalam keputusan pembelanjaan, karena kurs
memungkinkan bagi kita untuk menerjemahkan harga – harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama. (Kurgmen, 2004:40).
Menurut Sadono Sukirno (2004:197) kurs (nilai tukar) valuta asing adalah suatu nilai yang menunjukkan mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing.
Menurut Adiningsih, dkk (1998: 155) nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Fabozzi dan Franco (1996:724), an exchange rate is defined as the amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the price of one currency in items of another currency.
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore 1997:9). Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurnisari, 2003).
2. Sistem Nilai Tukar
Menurut Bank Indonesia (2003) Pada dasarnya terdapat tiga sistem nilai tukar yaitu:
a. Fixed exchange rate (sistem nilai tukar tetap)
b. Managed floating rate (sistem nilai tukar mengambang terkendali) c. Floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang)
Menurut sistem moneter internasional, standar kurs tetap dewasa ini lebih merupakan komitmen pemerintah untuk mempertahankan kurs mata
uangnya pada tingkat tertentu, Bank Sentral secara aktif akan menarik atau melepas cadangan mata uangnya pada saat mata uang mengalami depresiasi atau apresiasi, karena dampak dari apresiasi atau depresiasi ini terkait erat dengan tingkat inflasi, maka pertimbangan tingkat inflasi menjadi penting dalam penentuan kurs tetap.
Menurut Sadono Sukirno (2006: 404) kurs dalam pertukaran tetap yaitu kurs yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kepada beberapa pertimbangan, misalnya pemerintah Indonesia menentukan bahwa kurs pertukaran di antara Dollar US dan Rupiah adalah satu Dollar US sama dengan Rp. 12.500, jadi berbeda dengan kurs yang berdasarkan pertukaran bebas yaitu bisa saja setiap Dollar US dibeli dengan harga Rp. 10.000.
Pada sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran di atas permintaan, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan di atas penawaran yang ada di pasar valuta asing.
Selain kedua sistem tersebut di atas, terdapat variasi sistem nilai tukar diantara keduanya, seperti sistem nilai tukar mengambang terkendali. Dalam sistem nilai tukar ini, nilai tukar tidak ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang dalam intervention band (batas pita intervensi) yang ditetapkan bank sentral. Intervensi dapat untuk menjaga dari timbulnya gangguan terhadap keseimbangan kurs yang sifatnya sementara atau
dilakukan secara permanen. Fluktuasi kurs sistem ini dipengaruhi oleh pita intervensi yaitu besarnya toleransi kurs mata uang yang di izinkan untuk berfluktuasi, dengan demikian bank sentral akan membutuhkan devisa yang memadai untuk melakukan intervensi. (Purnomo Yusgiantoro, 2004: 16).
Bodie (2006) Satu faktor nyata yang mempengaruhi kompetisi internasional dari industri suatu negara adalah nilai tukar mata uang negara tersebut dengan negara lain. Nilai tukar atau kurs adalah tingkat dimana mata uang domestik dapat di konversi menjadi mata uang asing. Ketika nilai tukar berfluktuasi, nilai dolar dari barang yang dihargai menggunakan mata uang asing juga akan berfluktuasi.
3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kurs Mata Uang a. Tingkat Inflasi Relatif
Perubahan pada tingkat inflasi relatif dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan internasional, yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran suatu mata uang dan karenanya mempengaruhi kurs nilai tukar.
b. Suku Bunga Relatif
Perubahan pada suku bunga relatif mempengaruhi investasi pada sekuritas asing, yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang dan karenanya mempengaruhi kurs nilai tukar.
c. Tingkat Pendapatan Relatif
Karena pendapatan mempengaruhi jumlah permintaan barang impor, maka pendapatan dapat mempengaruhi kurs mata uang.
d. Pengendalian Pemerintah
1) Mengenakan batasan atas pertukaran mata uang asing 2) Mengenakan batasan atas perdagangan asing
3) Mencampuri pasar mata uang asing
4) Mempengaruhi variabel makro seperti inflasi, suku bunga, dan tingkat pendapatan.
4. Prediksi Pasar a. Interaksi Faktor
Transaksi dalam pasar mata uang asing memfasilitasi baik arus perdagangan maupun arus keuangan. Transaksi mata uang asing terkait perdagangan biasanya tidak terlalu bereaksi terhadap berita tertentu. Namun transaksi arus modal sangat responsif terhadap berita, karena keputusan untuk mempertahankan sekuritas dalam mata uang tertentu sering kali bergantung pada antisipasi perubahan nilai mata uang tersebut. Sering kali faktor yang terkait perdagangan maupun keuangan berinteraksi dan mempengaruhi pergerakan mata uang secara simultan. b. Risiko Pergerakan Nilai Tukar
Sebagian bisnis internasional mengharuskan pertukaran satu mata uang dengan mata uang lain untuk melakukan pembayaran. Karena kurs mata uang berfluktuasi sepanjang waktu, arus keluar kas yang
dibutuhkan untuk melakukan pembayaran juga berubah. Karenanya, jumlah mata uang asal perusahaan yang dibutuhkan untuk membeli produk asing dapat berubah meskipun pemasok produk tidak mengubah harga.
Bahkan jika seorang eksportir menggunakan mata uang asalnya, fluktuasi kurs juga akan mempengaruhi permintaan asing atas produk perusahaan. Saat mata uang negara asal meningkat, produk yang menggunakan mata uang tersebut menjadi lebih mahal di negara asing, sehingga dapat menyebabkan penurunan permintaan dan berakibat pada penurunan arus kas masuk.
Bagi MNC yang memiliki anak perusahaan di negara lain, fluktuasi nilai tukar mempengaruhi nilai pembayaran arus kas dari anak perusahaan ke induknya. Jika mata uang induk perusahaan lebih kuat, maka dana yang dibayarkan akan ditukar oleh jumlah mata uang asal induk perusahaan yang lebih kecil.
5. Dampak Kurs Mata Uang
Mata uang tiap negara dinilai dalam kaitannya dengan mata uang lain melalui kurs mata uang, sehingga mata uang dapat ditukar untuk memfasilitasi transaksi internasional. Nilai dari sebagian besar mata uang dapat berfluktuasi sepanjang waktu karena kekuatan pasar dan pemerintah. Jika mata uang suatu negara meningkat nilainya dibandingkan dengan mata uang lain, maka saldo neraca berjalan akan turun, jika hal lain tidak berubah. Saat mata uang menguat, barang yang diekspor oleh negara
tersebut akan menjadi lebih mahal bagi negara pengimpor. Akibatnya, permintaan barang tersebut akan berkurang.
Menurut Moh. Mansur (2009:3) melemahnya nilai tukar rupiah secara signifikan akan dapat mempengaruhi tingkat pengembalian investasi suatu perusahaan khususnya perusahaan yang hanya mengandalkan bahan baku dari luar negeri, dan hal tersebut juga akan dapat menimpa perusahaan yang hanya mengandalkan pinjaman luar negeri dalam bentuk dollar US untuk membiayai operasi perusahaan. Jadi dengan terdepresiasinya kurs rupiah akan mengakibatkan biaya yang akan ditanggung perusahaan semakin besar sehingga akan menekan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan, dan hal tersebut akan dapat menurunkan harga saham perusahaan yang diperjualbelikan di pasar modal.
Menurut Madura (2000) penentuan nilai tukar mata uang dalam sistem mengambang bebas ditentukan oleh mekanisme pasar, dengan demikian hal itu akan sangat bergantung pada kekuatan faktor – faktor ekonomi yang diduga dapat mempengaruhi kondisi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar valuta asing. Faktor – faktor tersebut antara lain adalah perbedaan tingkat inflasi, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat pendapatan nasional.
Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan sangat mempengaruhi iklim investasi dalam negeri, terutama pasar modal. Misalnya ketika terjadi apresiasi kurs rupiah, akan berdampak pada perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam
persaingan harga. Sebaliknya, bila terjadi depresiasi rupiah, akan berdampak pada perusahaan – perusahaan go public, terutama yang menggantungkan faktor produksi terhadap bahan – bahan impor, sehingga biaya produksi meningkat, laba yang diperoleh menurun dan berakibat jatuhnya harga saham perusahaan tersebut (Fahrudin, 2006).
Dalam penelitian Joko Sangaji tahun 2003 mengenai pengaruh nilai tukar terhadap return saham LQ45 terdapat berbagai teori tentang pengaruh nilai tukar terhadap return saham yaitu sebagai berikut:
Model flow oriented tentang penentuan nilai tukar (Dombusch dan Fisher, 1980) menyatakan bahwa pergerakan nilai tukar mempengaruhi daya saing internasional dan posisi neraca perdagangan, dan output riil sebuah Negara, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap aliran kas perusahaan – perusahaan baik sekarang dan masa depan serta harga saham mereka. Pergerakan pasar saham juga mempengaruhi nilai tukar. Saham mempengaruhi nilai tukar melalui permintaan uang menurut model moneteris (Gavin, 1989).
Menurut Aggarwal (1981), Ma dan Kao (1990) perubahan dalam nilai tukar mempunyai dua efek terhadap harga saham, yaitu efek langsung melalui perusahaan multinasional dan efek tidak langsung melalui perusahaan domestik. Ketika posisi laba atau rugi diumumkan, harga sahamnya juga berpengaruh bagi perusahaan domestik. Di satu pihak, devaluasi mata uang lokal akan meningkatkan atau menurunkan harga saham, yang tergantung dari sifat operasi perusahaan. Perusahaan
domestik yang mengekspor sebagian outputnya akan memperoleh manfaat langsung dari devaluasi karena peningkatan permintaan outputnya, yang berarti penjualan meningkat dan profit juga meningkat. Ini berarti devaluasi lokal akan menyebabkan harga saham meningkat secara umum. Di lain pihak, bagi perusahaan yang menggunakan input impor dalam proses produksinya, devaluasi mata uang lokal akan meningkatkan biaya, menurunkan profit, dan akan menurunkan harga saham perusahaan.
Studi tentang hubungan antara nilai tukar dengan harga saham memberikan berbagai hasil. Loudun (1993), Frang dan Loo (1994), Amain dan Hook (2000) menunjukkan hubungan negatif antara harga saham dan nilai tukar. Penelitian oleh Bahmani, Oskooee dan Sohrabian (1992) mendapatkan adanya hubungan kausalitas dua arah antara harga saham dan nilai tukar di pasar Amerika Serikat. Hasil yang sama, untuk Hongkong dilakukan oleh Mok (1993) dan untuk Tokyo dilakukan oleh Qio (1997). Selanjutnya penelitian Abdalla dan Murinde (1997) menyimpulkan bahwa nilai tukar mempengaruhi harga saham untuk India, Korea dan Pakistan, tetapi untuk Filipina, harga saham mempengaruhi nilai tukar. Penelitian Friberg dan Nydhal (1997) untuk menguji hubungan valuasi pasar saham dan nilai tukar efektif di 10 negara industri menghasilkan kesimpulan bahwa semakin terbuka perekonomian, semakin kuat dan positif hubungan antara return pasar saham dan nilai tukar. Ramasamy dan Yeung (2001) menggunakan uji kausalitas Granger untuk menentukan hubungan antara saham dan nilai tukar di 9 negara Asia
Timur dan menyimpulkan arah kausalitas menggambarkan perilaku hit and run dan berubah berdasarkan periode waktu yang dipilih sehingga perlu kehati – hatian dalam menginterpretasikan hasil kausalitas Granger.
Hubungan secara teoritis antara nilai tukar rupiah dengan harga saham bersifat negatif yaitu apabila terjadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar maka akan menurunkan tingkat pengembalian investasi saham. Dengan merosotnya nilai tukar rupiah menunjuk kepada merosotnya kemampuan ekonomi nasional Indonesia, maka kemampuan fundamental perusahaan juga cenderung merosot, sehingga menurunkan tingkat pengembalian saham. Sedangkan nilai tukar rupiah dengan harga saham bersifat positif yaitu apabila terjadi sebaliknya. (Ruhendi dan Johan A, 2003).