• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Nilai Tukar (Kurs)

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian nilai tukar nilai tukar, Cornelius Luca mengartikan bahwa nilai tukar merupakan harga suatu mata uang terhadap mata uang Negara lain. Nilai tukar juga dapat diartikan sebagai sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain (Frank J.Fabozzi). Sedangkan menurut Berlianta, nilai tukar dapat diartikan sebagai harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Secara lebih luas nilai tukar menurut (Iskandar syarief, 2003) merupakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai tukar riil dengan mitra dagang Indonesia. Nilai tukar Rupiah Indonesia digunakan sebagai proyeksi dari nilai tukar mitra dagang Indonesia.

Tinggi rendahnya nilai tukar mata uang suatu negara sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya volume dan transaksi perdagangan barang dan jasa yang berlangung di kedua negara tersebut.

2.3.2 Jenis-Jenis Nilai Tukar

Adapun jenis kurs yang dimaksud adalah sebagai berikut: a.Kurs Nominal

Kurs nominal (nominal exchanges rate) merupakan harga relative dari mata

uang dua negara dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika kurs antara US Dolar dan Yen Jepang adalah 120 Yen per dolar, maka bisa menukar 1 dolar untuk 120 Yen di pasar dunia untuk mata uang asing. Orang Jepang ingin mendapatkan Dolar akan membayar 120 Yen untuk setiap Dolar yang dibelinya. Orang Amerika yang ingin mendapatkan Yen akan mendapatkan Yen akan mendapatkan 120 Yen untuk setiap Dolar yang ingin ia bayar. Ketika orang-orang mengacu pada kurs dianatara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal.

b.Kurs Rill

Kurs Rill (real exchange rate) merupakan harga relatif dari barang-barang

kedua negara. Yaitu kurs riil yang menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil kadang-kadang disebut juga sebagai terms of trade.

2.3.3 Fungsi Nilai Tukar

Penentuan nilai tukar mata uang suatu negara merupakan hal penting bagi perekonomian negara tersebut. Hal ini karena kuat atau lemahnya nilai tukar mata uang suatau negara sangat berpengaruh terhadap eksistensi negara tersebut dalam perekonomian global. Pada dasarnya kebijakan nilai tukar mata uang ditetapkan oleh sebuah negara yang memiliki beberapa peran dan fungsi, yakni:

Yang pertama adalah sebagai arahan untuk mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran, dengan sasaran akhir menjaga kecukupan cadangan devisa. Oleh karena itu dalam menetapkan arah kebijakan nilai tukar tersebut dikhususkan untuk mendorong dan menjaga daya saing ekspor dalam upaya untuk memerkecil defisit current account atau sebaliknya memerbesar current account.

Fungsi kedua adalah untuk menjaga kestabilan pasar domestik, dimana fungsi ini berperan untuk menjaga agar nilai tukar tidak dijadikan sebagai alat untuk spekulasi, dalam artian bahwa nilai tukar suatu negara mengalami overvalued maka

masyarakat akan terdorong menjual valuta asing. Ketidakstabilan pasar domestik yang demikian dapat menimbulkan kegiatan spekulatif seperti perkembangan akhir-akhir ini, yang pada giliranya dapat mengganggu kestabilan makro.

Fungsi ketiga sebagai instrumen moneter khususnya bagi negara yang menerapkan suku bunga dan nilai tukar sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Dalam fungsi ini depresiasi dan apresiasi nilai tukar digunakan sebagai alat untuk strelisasi dan ekspansi jumlah uang beredar.

Fungsi keempat adalah sebagai nominal anchor dalam pengendalian inflasi.

Niali tukar banyak digunakan oleh negara yang mengalami chronic inflation sebagai

nominal anchor baik melalui pengendalian depresiasi nilai tukar maupun dengan

2.3.4 Sistem Nilai Tukar

Menurut The Fei Ming (2001 : 9) Terdapat tiga kelompok besar sistem nilai tukar mata uang yang diterapkan diberbagai negara di belahan dunia, yaitu:

1) Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Freely Flexible reely Floating)

Exchanges Rate System

Pada sistem ini, nilai mata uang dibiarkan mengambang bebas dan nilai tukarnya ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terdapat dipasar. Nilai tukar beberapa mata uang utama (major currencies), seperti Dolar AS, Mark Jerman, Yen Jepang, Franc Swiss, dan Poundstreling Inggris, ditentukan oleh kekuatan pasar (market forces) dan dibiarkan mengambang bebas terhadap mata uang negara lain. Dalam sistem ini tidak terdapat tindakan intervensi yang dilakukan pemerintah (Bank Sentral) untuk mempengaruhi nilai tukarnya.

2) Sistem nilai Tukar Tetap Fixed Pagged Exchange Rate System

Pada sistem fixed exchange rate system, pemerintah berperan aktif melakukan intervensi dalam pasar valuta asing untuk mempertahankan pergerakan nilai tukar suatu mata uang agar berada pada suatu acuan nilai tukar tertentu. Contoh: nilai tukar Dolar Hong Kong yang dipatok atau dikaitkan secara tetap pada nilai Dolar AS dalam kisaran 7,7962 HKD per 1 Dolar AS.

3) Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed/Controlled Semi Pagged)

Exchanges Rate System

Pada sistem mengambang terkendali ini, fluktuasi nilai tukar diambangkan dalam suatu rentang (band) intervensi tertentu. Bank Sentral tetap berperan dalam

melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar mata uang tersebut kedalam rentang nilai tukarnya semula apabila fluktuasi melebihi batas/rentang intervensi yang diperkenankan. Namun, Bank Sentral tidak menetapkan suatu acuan tingkat/level niali tukar tertentu, seperti yang diterapkan pada system fixed exchange rate. Contoh: system ini pernah diterapkan oleh sepuluh negara Eropa yang tergabung dalam Europan Monetery System (1992).

2.3.5 Perubahan Nilai Tukar

Dalam mekanisme pasar nilai mata uang suatu negara akan selalu mengalami fluktuasi yang akan berdampak langsung pada harga-harga barang di negara tersebut termasuk didalamnya ekspor dan impor barang. Ada berbagai macam perubahan dalam nilai tukar Rupiah dengan valuta asing, yakni devaluasi, revaluasi, depresiasi dan apresiasi. Perubahan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor dari sisi permintaan maupun penawaran khususnya dari pihak yang membuat kebijakan dalam hal ini pihak pemerintah.

1) Devaluasi diartikan sebagai suatu penurunan nilai tukar mata uang dalam negeri misalnya Rupiah, relatif terhadap mata uang negara tertentu, misalnya US dolar yang diakibatkan oleh kebijakn pemerintah. Devaluasi dalam hal ini hanya dapat terjadi jika nilai Rupiah dikaitkan terhadap nilai tukar US dolar dan pemerintah dengan sengaja mengubah nilai tukar relatif terhadap US Dolar. Jika pemerintah tidak mengaitkan Rupiah terhadap US Dolar dan perubahan terjadi dengan sendirinya, dan istilah ini tidak berlaku lagi. Jadi

istilah devaluasi hanya berlaku dalam system nilai tukar tetap dimana suatu mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang tertentu.

2) Revaluasi adalah kebijakan untuk menaikkan nilai tukar domestik terhadap nilai tukar negara lain. Keuntungan melakukan revaluasi adalah biaya meminjam dalam mata uang asing lebih murah, sedangkan kerugiannya yang utama adalah menyebabkan produk domestik menjadi lebih mahal dalam mata uang asing dan impor menjadi lebih murah dalam mata uang domestik. Jatuhnya nilai mata uang tertentu terhadap mata uang lain bisa disebabkan oleh berbagai faktor.

3) Depresiasi yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam system pasar bebas. Sebagai dampak dari perubahan nilai tukar ini adalah produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah, sedangkan harga impor bagi penduduk negara domestik menjadi lebih mahal. 4) Apresiasi merupakan peristiwa menguatnya nilai tukar suatu mata uang secara

otomatis, akibat dari bekerjanya kekuatan kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat perubahan nilai tukar ini yaitu harga produk negeri itu bagi ihak luar negeri makin mahal , sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih mahal.

2.3.6 Teori Penentuan Nilai Tukar

Setelah melalui era Bretton woods, akhirnya sebagian besar mata uang negara-negara di dunia pada tahun 1973 diberi kesempatan mengambang secara bebas satu sama lain. Hal ini dimaksudkan untuk mencari tingkat keseimbangan/ekuilibrium ditentukan oleh kekuatan pasar, yaitu permintaan dan penawaran terhadap mata uang itu sendiri sebelumnya selalu melakukan tindakan intervensi untuk mempengaruhi nilai tukar agar senantiasa berada dalam suatu batas yang telah ditentukan.

2.3.7 Model Penentuan Nilai Tukar

Menurut The Fei Ming (2001:9) model penentuan nilai tukar adalah sebagai berikut:

1. Traditional Theories

Traditional Theories terdiri dari:

a. Teori Daya Beli (Purchasing Power Parity Theory)

Teori ini merupakan teori terpopuler. Teori ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1556 oleh Martin De Azpilcueta Navarro. Teori ini menyatakan bahwa harga barang disuatu negara harus sama dengan harga barang serupa di negara lain sesuai dengan tingkat nilai tukar yang bberlaku antarkedua negara tersebut. Teori ini disebut The Law of One Price. Contoh: harga sepotong roti di Amerika Serikat

adalah 1 Dolar AS. Apabila nilai tukar antara Rupiah dengan Dolar AS saat ini adalah Rp 8.000/USD, menurut asumsi The Law of One Price, harga sepotong roti di Indonesia harus Rp 8.000. Jadi, dimana pun kita membeli roti, apakah itu di Amerika Serikat atau di Indonesia, harganya adalah sama, sesuai dengan perbandingan tingkat

nilai tukar yang berlaku antarkedua negara tersebut. Terdapat dua versi dalam Teori

Purchasing Power:

1) Versi absolute

Dalam versi absolute, nilai tukar sama dengan perbandingan antara tingkat harga umum yang berlaku di dua negara, yang merupakan rata-rata tertimbang dari seluruh produk yang dihasilkan kedua negara. Contoh: jika rata-rata tertimbang dari seluruh harga barang di Amerika Serikat adalah sebesar 25.000 FF, berdasarkan versi absolut, nilai tukar Dolar AS terhadap Franc harus sebesar $0,2/FF.

Dalam versi absolute terdapat beberapa kelemahan yakni:

 Asumsi perhitungan nilai tukar dalam versi absolute mengharuskan kita membandingkan harga barang yang serupa/homogen. Namun, dalam kenyataanya, tidak satu pun negara di dunia yang memproduksi dan atau mengkonsumsi barang yang homogen sehingga sulit untuk membandingkan rata-rata tertimbang dari seluruh harga barang yang terdapat di dua negara secara tepat.

 Versi absolute tidak memperhatikan adanya biaya pengangkutan dan rintangan dalam melakukan transaksi perdagangan, seperti proteksi dan kuota yang berpengaruh terhadap harga barang di suatu negara.

Kelemahan-kelemahan ini menunjukkan bahwa keadaan yang berlaku di pasar versi absolut ini tidak mungkin diterapkan dalam dunia nyata.

Dalam versi relatif persentase perubahan nilai tukar pada waktu yang ditentukan sebagai periode dasar harus sama dengan perbedaan antara persentase perubahan harga (tingkat inflasi) domestik dengan persentase perubahan harga (tingkat inflasi) di luar negeri pada periode tersebut.

Contoh: jika indeks CPI di Amerika Serikat meningkat dari 194ke 218, di Jepang meningkat dari 161 ke 165, dan nilai tukar yang berlaku saat ini 0.00909$/JPY, berdasarkan versi relatif ini, nilai tukar Yen dan Dolar AS harus berada pada 0.00909$/JPY.

Versi relatif bertujuan menghilangkan berbagai kelemahan dalam versi absolute. Dengan menggunakan persamaan pada perhitungan nilai tukar versi relatif di atas, kita dapat mengetahui tingkat nilai tukar antara dua negara secara lebih tepat meskipun komposisi barang, baik yang diproduksi maupun dikonsumsi, diantara kedua negara tersebut tidaklah homogen.

b. Teori Elastisitas

Teori elastisitas mengatakan bahwa nilai tukar adalah harga dari valuta asing untuk mempertahankan neraca pemabayaran internasional suatu negara agar tetap berada pada tingkat equilibrium. Dengan kata lain, respons nilai tukar terhadap

perubahan dalam neraca perdagangan sangat dipengaruhi oleh elastisitas permintaan yang bersifat elastis, pengaruh penurunan impor dan kenaikan ekspor dalam neraca pembayaran internasional. Jika elastisitas permintaan bersifat elastis, pengaruh penurunan impor dan kenaikan ekspor akan sangat berpengaruh bagi keseimbangan

neraca pembayaran internasional sehingga hanya diperlukan sedikit penyesuaian dalam nilai tukar.

2.Modern Monetery Theories on Short Term Exchange Rate Volatility

Teori ini memperhatikan adanya peran pasar modal dalam jangka pendek dan peran bursa komoditi dalam jangka panjang terhadap fluktuasi nilai tukar. Teori ini mengatakan bahwa adanya perbedaan nilai tukar dan perbedaan dalam purchasing

power parity adalah karena adanya suatu perubahan dalam permintaan dan

penawaran terhadap asset-aset keuangan. Dalam pandangan modrn, teori purchasing power parity juga diperluas dengan menyertakan variable-variabel seperti jumlah

uang yang beredar, tingkat suku bunga, dan pendapatan rill, dalam menentukan tingkat nilai tukar antara dua negara.

Menurut teori ini, dinamika perubahan yang terjadi di pasar keuangan (pasar modal dan pasar uang) lebih cepat jika dibandingkan dengan perubahan di pasar barang komoditi. Oleh karena itu, dalam jangka pendek fluktuasi nilai tukar lebih dipengaruhi oleh perubahan dalam pasar modal dan dalam jangka panjang fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di pasar barang.

2.3.8 Pendekatan Keseimbangan Portofolio terhadap Nilai Tukar

Pendekatan moneter tentang nilai tukar mengasumsikan bahwa masyarakat ingin memegang mata uangnya sendiri dibandingkan dengan mata uang negara lain. Pendekatan keseimbangan portofolio mengakui bahwa masyarakat mungkin ingin memegang kedua mata uang tersebut, walaupun mereka mungkin memiliki referensi terhadap salah satu mata uang, mungkin mata uang negaranya sendiri.

Pendekatan keseimbangan portofolio mengajukan argument yang sama untuk obligasi, yaitu pendekatan ini mengasumsikan bahwa masyarakat di kedua negara meminta obligasi domestik dan asing atau secara lebih umum masayarakat tersebut lebih suka menganekaragamkan portofolio sekuritas. Bagaimanapun, model keseimbangan portofolio tidak hanya memiliki persamaan permintaan bagi berbagai uang dan obligasi yang ada di setiap negara, yang memperlihatkan bagaimana permintaan ini berhubungan dengan pendapatan, tingkat bunga dan sebagainya. Dalam pendekatan moneter, setiap pasar Obligasi Negara diasumsikan bersih, apapun yang terjadi terhadap permintaan dan penawaran Obligasi Negara. Asumsi ini secara implisit terlihat pada tidak adanya persamaan bagi permintaan dan penawaran obligasi, dan kondisi bagi pasar obligasi untuk menjadi bersih tanpa menunjukkan keberadaan ketika pasar obligasi bersih. Kita daat menguraikan asumsi dari pendekatan moneter ini jika dianggap bahwa obligasi suatu negara dapat menggantikan secara sempurna obligasi negara lain. Hal ini karena, jika penawaran obligasi suatu negara meningkat, obligasi tambahan akan dipegang oleh warga atau masyarakat luar negeri menggantikan Obligasi Negara tersebut untuk obligasi asing yang mereka miliki sekarang.

Perubahan dalam penawaran obligasi suatu negara adalah tidak signifikan dalam konteks global yaitu permintaan global terhadap obligasi sama dengan penawaranya tanpa pengaruh yaitu signifikan pada tingkat bunga atau kurs.

Dokumen terkait