• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Surat Utang Negara (SUN)

Surat Utang Negara merupakan surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya (Rahardjo 2003:115). SUN digunakan oleh pemerintah antara lain untuk membiayai defisit APBN serta menutup kekurangan kas jangka pendek dalam satu tahun anggaran dalam hal ini sebagai penambahan penutupan pembiayaan. Undang-Undang No. 24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara bab I tentantang ketentuan umum Pasal 1. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran

bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.

Pasar perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama kali.

Pasar sekunder adalah kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang telah dijual di pasar perdana.

Pemerintah adalah Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. BAB II “Bentuk dan Jenis Surat Utang Negara” Pasal 2 (1) Surat Utang Negara diterbitkan dalam

bentuk warkat atau tanpa warkat. (2) Surat Utang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk yang diperdagangkan atau dalam bentuk yang tidak diperdagangkan di pasar sekunder.

2.2.2 Jenis-jenis Surat Utang Negara

Adapun jenis-jenis Surat Utang Negara adalah terdiri dari:

1. Surat Perbendaharaan Negara.

Surat Perbendaharaan Negara berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Dalam prakteknya pelelangan Surat Perbendaharaan Negara jarang dilakukan.Sehingga pada kenyataanya yang sering dilelang oleh pemerintah dalah Obligasi Negara.

2. Obligasi Negara

Obligasi Negara berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto/bunga.

Menurut denominasi mata uangnya, Obligasi Negara yang telah diterbitkan pemerintah dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu Obligasi Negara berdenominasi Rupiah dan Obligasi Negara berdenominasi valuta asing. Obligasi Negara dapat dikelompokkan ke dalam tingkat bunga yang tetap dan mengambang. Jenis-jenis Obligasi Negara adalah sebagai berikut:

1)Obligasi Negara berdenominasi Rupiah, terdiri dari beberapa jenis, yakni a) Obligasi berbunga tetap (fixed rate bonds) : Fixed Rate/FR dan Obligasi

Retail Indonesia/ORI.

Obligasi berbunga tetap memiliki tingkat kupon yang ditetapkan pada saat penerbitan, dan dibayarkan secara periodik. Sebelum tahun 2006, Obligasi yang berbunga tetap hanya didominasi oleh seri FR dimana pembayaran kuponya pada setiap enam bulan sekali. Namun setelah tahun 2006, untuk pertama kalinya pemerintah menerbitkan obligasi berbunga tetap untuk investor retail atau yang

disebut sebagai ORI (Laporan Pertanggung jawaban pengelolaan SUN Tahun 2006) b) Obligasi berbunga mengambang (variables rate bonds:VR) Obligasi

berbunga mengambang memiliki tingkat bunga yang ditetapkan secara periodik berdasarkan tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang berjangka 3 bulan.

Dalam rangka program penjaminan perbankan dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pada tahun 1998 dan 1999 pemerintah menerbitkan empat seri pada Surat Utang yakni SU-001, 002, 003, dan 004.

d) Special Rate Bank Indonesia (SRBI)

SRBI merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah pada tahun 2003, sebagai pengganti SU-001 dan 003 dalam rangka penyelesaian bantuan likuiditas BI.

2. Obligasi Negara Berdenominasi Mata Uang Asing

Pada tahun 2006, pemerintah menerbitkan ON berdenominasi dolar Amerika Serikat (USD)

2.2.3 Tujuan Penerbitan dan Manfaat Surat Utang Negara Tujuan:

a. Membiayai defisit APBN

b. Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari rekening kas negara dalam satu tahun anggaran (cash-mismatch)

Manfaat:

a. Sebagai instrumen fiscal yakni sebagai alternatif sumber pembiayaan APBN dari pasar modal baik di dalam maupun di luar negeri

b. Sebagai instrumen investasi yakni memberikan peluang bagi investor dan pelaku pasar untuk melakukan diversifikasi portofolionya guna memperkecil resiko investasi

c. Mendorong terciptanya acuan imbal hasil (benchmark yield) bagi penilaian harga instrumen keuangan lainnya, sehingga memberikan alternatif bagi dunia usaha untuk memperoleh pembiayaan dari pasar modal.

2.2.3 Standing Appropriation Surat Utang Negara

Jaminan pemerintah kepada pasar untuk membayar semua kewajiban pokok dan bunga utang yang timbul akibat penerbitan SUN. Dilakukan dengan cara:

a. Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok setiap Surat Utang Negara pada saat jatuh tempo pasal 4 UU No 24 Tahun 2002

b. Dana untuk membayar bunga dan pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun

c. Sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut.

Lelang SUN dilakukan dengan cara mengajukan penawaran pembelian kompetitif dan/atau cara nonkompetitif. Penawaran pembelian kompetitif adalah

pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan tingkat Imbal hasil (yield) yang diinginkan penawar atau dengan mencantumkan volume dan harga

yang diinginkan penawar, sedangkan penawaran tanpa mencantumkan tingkat imbal hasil maupun harga itulah yang disebut penawaran pembelian nonkompetitif.

Ketentuannya adalah sebagai berikut :

Apabila telah ditetapkan hasil lelang, maka pemenang harus bertanggung jawab terhadap setelmen 1 seluruh penawaran pada tanggal setelmen. Setelmennya adalah 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang untuk SPN, dan 5 (lima) hari kerja untuk Obligasi Negara. Penjualan SUN juga dapat dilakukan tanpa lelang pada pasar perdana dalam negeri, oleh Menteri Keuangan, Dirjen Pengelolaan Utang. Direktorat Surat Utang Negara. Berbeda dengan metode lelang, SUN juga dapat dibeli oleh pemerintah daerah dan/atau dealer utama. Mekanismenya didahului dengan mengajukan penawaran beserta kelengkapan administrasi kepada Menkeu, kemudian oleh Dirjen Pengelolaan Utang. Direktorat Surat Utang Negara ditindaklanjuti dengan pembahasan lebih lanjut atau penolakan, dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak surat penawaran diterima.

Hasil pembahasan dituangkan dalam dokumen kesepakatan berupa menerima sebagian atau seluruh atau menolak seluruh penawaran. Apabila diterima maka setelmen dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja dan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan.

Selain penjualan dilaksanakan pada pasar perdana dalam negeri, juga dilakukan kegiatan penawaran dan penjualan SUN dalam valuta asing (Pasar Perdana Internasional) secara langsung oleh pemerintah atau melalui agen penjual. Terdapat 2 (dua) cara penjualan yaitu dengan private placement atau bookbuilding namun khusus

untuk Pemerintah hanya dapat menjual melalui private placement. Jika penjualan

dilaksanakan, maka diperlukan perjanjian dengan agen penjual (bilamana melalui Agen), perjanjian dengan konsultan hukum, perjanjian dengan agen fiskal, memorandum informasi dan dokumen-dokumen lain sesuai metode penjualan yang digunakan. setelmen SUN dalam valuta asing dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja setelah penetapan hasil penjualan, dan hasilnya merupakan penerimaan negara dalam APBN.

SUN yang telah dibeli oleh orang perseorangan atau kumpulan orang dapat dijual kembali kepada pemerintah melalui lelang. Lelang diawali dengan adanya pengumuman rencana lelang dari Dirjen Pengelolaan Utang. Direktorat SUN yang memuat antara lain mengenai waktu pelaksanaan lelang, waktu pembukaan dan penutupan penawaran lelang, seri SUN yang akan dibeli kembali, seri dan harga SUN penukar dan seri SUN yang ditukar, waktu pengumuman hasil lelang dan tanggal setelmen. Peserta lelang kemudian mengajukan penawaran lelang dengan mengajukan seri SUN. Adapun kuantitas yang diajukan minimal 1.000 (seribu) unit atau nominal Rp1.000.000.000,00 dan selebihnya dengan kelipatannya.

Setelah penawaran diterima, seluruh data penawaran disampaikan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dalam rapat penetapan hasil lelang, dan hasil lelang kemudian diumumkan pada saat pelaksanaan lelang. Hasil lelang ini adalah transaksi yang sah dan mengikat antara pemerintah dan peserta lelang. Sebagai konsekuensinya, pemerintah harus membayar harga setelmen dan pemenang lelang

wajib menyerahkan SUN yang dimenangkan sampai dengan tanggal setelmen, yakni 3 (tiga) hari kerja setelah lelang dilaksanakan.

SUN dijual dengan harapan dapat meningkatkan rentabilitas modal sendiri (return of equity) dengan konsep penggunaan faktor leverage. Sepanjang rentabilitas penggunaan SUN masih lebih besar dari biaya bunga SUN maka pemerintah dapat mengandalkan penjualan SUN sebagai salah satu alternatif sumber dana untuk menutup defisit, menutup kekurangan kas jangka pendek, dan mengelola portofolio utang negara. Akibatnya penjualan SUN ini pasti berdampak kepada keuangan negara khususnya APBN sehingga Menteri Keuangan harus bertanggung jawab atas penatausahaannya, dan pemerintah harus menyampaikan laporan pertanggungjawabannya kepada DPR sebagai bagian dari pertanggungjawaban APBN

2.2.5 Sejarah Pengelolaan Surat Utang Negara

Surat Utang Negara di Indonesia telah dikenal sejak awal periode kemerdekaan, dengan penerbitanya dari masa ke masa yang sangat berhubungan dengan perencanaan program pembangunan perekonomian nasional yang dilakukan oleh pemerintah. Pada pemerintahan orde lama pemerintah menerbitkan surat utang yang dikenal dengan Obligasi Republik Indonesia pada tahun 1950-an. Semua obligasi yang diterbitkan pada era 50-an tidak didukung oleh lembaga yang siap untuk memperdagangkanya. Selain itu, permasalahan lainya adalah nilai riil investasi pada obligasi terkikis oleh tingkat inflasi yang cenderung tinggi pada waktu itu.

Pada saat ini, Surat Utang Negara yang dikenal berawal dari obligasi hasil rekapitulasi perbankan yang diterbitkan pemerintah pada tahun 1998/1997. Setelah perbankan kembali melakukan fungsinya dengan baik dipandang sebagai syarat penting bagi pulihnya perekonomian nasional pada masa itu, sehingga proses penyehatan melalui program rekapitulasi perbankan dipandang sebagai hal yang harus dilakukan.

Rekapitalisasi perbankan dampak krisis tahun 1997 total SUN yang diterbitkan dalam rangka penyehatan perbankan (rekapitulasi dan bantuan likuiditas) selama 1997-2004 sebesar Rp 640,9 T. Bank Indonesia pada saat itu tidak bisa menyuntikkan dana secara langsung ke bank rekap, sehingga secara akuntansi digunakan skema sebagai berikut :

a. Pemerintah menerbitkan obligasi Negara (ON) kepada BI. BI menyerahkan uang sebesar nilai ON kepada pemerintah.

b. Uang tersebut digunakan pemerintah untuk mengakuisisi dan membeli asset-aset bermasalah di bank rekap. Aset tersebut selanjutnya dikelola oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

c. Uang yang diperoleh bank rekap digunakan untuk membeli ON yang dimiliki BI, sehingga permodalan bank rekap menjadi sehat.

2.2.6 Kebijakan Pengelolaan Surat Utang Negara

Dalam pengelolaanya ada beberapa tujuan pengelolaan SUN secara umum yaitu dengan meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang terkendali dengan cara:

a. Menjamin terpenuhinya financing gap secara efisien dan kesinambungan

fiskal yang sesuai dgn kondisi ekonomi makro dan dinamika pasar keuangan

b. Meningkatkan prinsip kehati-hatian untuk meminimalkan risiko (risiko pasar, risiko refinancing, risiko operasional)

c. Mengembangkan upaya agar pinjaman yang sudah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai jadwal dan perkiraan biaya

d. Menciptakan pasar SUN yang dalam, aktif dan likuid

Strategi pengelolaan SUN, portofolio dan risiko dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Melakukan reprofiling agar tercipta struktur jatuh tempo yang lebih seimbang melalui buyback, debt switching, dan penerbitan SUN jangka panjang

b. Melakukan penyederhanaan portofolio untuk mempermudah pengelolaan risiko

c. Memprioritaskan penerbitan SUN dalam mata uang Rupiah

d. Meminimalkan risiko refinancing dengan mengutamakan penerbitan SUN

jangka panjang

e. Meningkatkan porsi SUN dengan bunga tetap dan mengurangi porsi dengan tingkat bunga mengambang untuk mengurangi interest rate risk

2.2.7 Pengembangan Pasar Perdana dan Pasar Sekunder SUN

Dialakukan dengan cara:

1. Pengembangan metode penerbitan baik lelang maupun non lelang, serta penyusunan jadwal penerbitan secara teratur (regular calendar of issuance) dan penerbitan benchmark bonds dalam jumlah yang memadai

2. Diversifikasi instrumen SUN, meningkatkan likuiditas, kapasitas dan daya serap pasar SUN, dengan cara antara lain:

i) Mengembangkan pasar derivatif dan repo

ii) Mendorong integrasi antar sistem perdagangan, kliring dan setelmen; iii) Mengoptimalkan fungsi dan peran primary dealer (dealer utama)

iv) Meningkatkan transparansi informasi pengelolaan dan perdagangan SBN; v) Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada publik

vi) Meningkatkan koordinasi otoritas pasar modal, otoritas moneter, SRO, asosiasi pelaku pasar, lembaga rating dan pihak-pihak lainnya

vii)Kerjasama internasional untuk pengembangan pasar SBN, proaktif terlibat dalam forum-forum kerjasama regional dan internasional, Asian Bond

Market Initiative (ABMI).

2.2.8 Perdagangan Surat Utang Negara

Perdagangan SUN dalam hal ini adalah Obligasi Negara (ON) dilakukan di pasar sekunder dan primer. Dalam pasar primer kegiatan penawaran dan penjualan obligasi untuk yang pertama kali. Sedangkan pada pasar sekunder adalah melanjutkan penawaran dan penjualan atas obligasi dari pasar primer. Penerbitan

obligasi dilakukan dengan cara lelang dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Peserta lelang dapat menyampaikan harga secara bersaing maupun tidak bersaing (Rahardjo, 2003). Penawaran secara bersaing dapat diartikan sebagai investor menyampaikan volume pembelian ada perkiraan tingkat bunga yang dikehendaki serta volume penawaranya. Sedangkan penawaran secara tidak bersaing dapat diartikan bawa investor menginformasikan volume Obligasi Negara yang kemudian akan dibeli. Pemerintah selanjutnya menginformasikan pelelangan setelah mempertimbangkan beberapa faktor seperti kisaran yield yang dimiliki oleh

pemerintah, dan juga situasi pasar saat ini maupun anggapan ekspektasi dimasa yang akan datang.

Investor yang memberitahukan penawaran secara bersaing dan dinyatakan menang pelelangan, harus membayar sesuai dengan tingkat bunga yang telah diberitahukan pada saat pelelangan. Investor yang memberitahukan penawaran secara tidak bersaing dan dinyatakan menang, harus membayar sebesar rata-rata tertimbang tingkat bunga penawaran kompetitif yang dimenangkan. Lelang Obligasi Negara di pasar primer saat ini diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai agen yang ditunjuk dan disepakati oleh pemerintah.

Obligasi Negara yang telah diperdagangkan di pasar primer kemudian diperdagangkan di pasar sekunder. Dalam pasar sekunder umumnya dilakukan diluar bursa . Calon pembeli dapat menunjuk broker untuk mencari penjual Obligasi Negara yang disepakati dan bisa juga dilakukan tanpa melalui broker, namun harus menemukan sendiri pihak lain yang ingin menjual Obligasi Negara yang dikehendaki.

Dalam berinvestasi ada Obligasi Negara, investor dapat memilih jenis dan periode jatuh temo Obligasi Negara yang diinginkan untuk mengurangi resiko pasar akibat perubahan tingkat bunga dan tingkat inflasi.

Mekanisme pembelian atau penjualan Obligasi Negara di pasar sekunder secara sederhana digambarkan (Cahyana, 2003 ) sebagai berikut:

a. Calon pembeli membuka rekening kas pada suatu bank untuk menerima pembayaran kupon dan pokok jatuh tempo.

b. Calon pembeli membuka rekening surat berharga ada lembaga keuangan yang terdaftar sebagai sub registry Bank Indonesia, untuk mencatat kepemilikan

atas Obligasi Negara.

c. Negosiasi harga antara penjual dan pembeli dimana negosiasi ini dapat dilakukan secara langsung ataupun juga melalui broker

d. Apabila telah terjadi kesepakatan baik dari sisi harga maupun dari sisi waktu penyelesaian transaksi, pembeli dan penjual memerintahkan sub registry bagi investor non perbankan atau Bank Indonesia bagi investor perbankan untuk menyelesaikan transaksi.

2.2.9 Resiko Surat Utang Negara

Walaupun dikatakan bahwa risiko gagal bayar hampir tidak ada, namun Cahyana (2004:282,283) mengatakan bahwa dari sisi pemerintah penerbitan SUN mengandung beberapa risiko yang perlu diperhatikan. Risiko-risiko tersebut antara lain:

a. Risiko Kesinambungan Fiskal

Nilai utang negara yang besar berotensi membahayakan kesinambungan anggaran pemerintah. Untuk itu, pemerintah harus memperhatikan nilai Debt to

exort ratio, debt to service ratio, dan ratio of short term debt to reserve.

b. Risiko Nilai Tukar

Penurunan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing dapat mengakibatkan tambahan beban pembayaran pokok utang dan bunga.

c. Risiko Perubahan Tingkat Bunga

Sebagian dari total utang negara merupakan utang dengan bunga mengambang, sehingga apabila terjadi kenaikan tingkat bunga pasar, akan mengakibatkan kenaikan pada nilai kewajiban pembayaran bunga dari anggaran pemerintah. Risiko akibat perubahan tingkat bunga dapat terjadi apabila pemerintah menerbitkan SUN pada saat kondisi pasar sedang memburuk yang antara lain ditandai oleh kenaikan suku bunga secara tajam sehingga biaya utang (yield) menjadi tinggi

d. Risiko Pembiayaan Kembali

Pelunasan SUN yang jatuh tempo dengan volume yang cukup besar dapat mengakibatkan timbulnya risiko berupa lebih tingginya biaya peminjaman baru.

e. Risiko Operasional

Risiko kegagalan terjadi jika pengelolaan operasional SUN tidak dilakukan dengan benar, baik dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) maupun dari sisi kelembagaanya, antara lain kelengkapan prosedur operasi baku, system pengelolaan risiko, dan system informasi manajemen.

2.3 Nilai Tukar (Kurs)

Dokumen terkait