SKRIPSI
ANALISIS KAUSALITAS DAN KOINTEGRASI ANTARA SURAT UTANG NEGARA (SUN) DENGAN NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA
OLEH
NARDI LUBIS 080501108
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lembar Pernyataan
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Antara Surat Utang Negara Dengan Nilai Tukar Rupiah di Indonesia” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban
akademik pada Fakultas Ekonomi Universtas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga,
dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain terlah mendapat izin, dan/atau
dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan
ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam
skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Mei 2012
Nardi Lubis
ABSTRAK
ANALISIS KAUSALITAS DAN KOINTEGRASI ANTARA SURAT UTANG NEGARA (SUN)DENGAN NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola hubungan timbal balik (kausalitas) antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah dan apakah terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah, cateris airbus dan juga terdapat hubungan kointegrasi antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah, cateris airbus.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif yang diperoleh dari Bank Indonesia. Dengan menggunakan metode pengumpulan data lib research yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti yang telah disebutkan di atas yang diperoleh dari publikasi resmi yang berhubungan dengan penelitian.
Pada hipotesis pertama hasil penelitian menunjukkan bahwa Untuk uji kausalitas granger (granger causality test) didapati hasilnya bahwa antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah di Indonesia memiliki hubungan kausalitas satu arah, dimana tingkat nilai tukar Rupiah mempengaruhi Surat Utang Negara dalam artian ketika Rupiah mengalami fluktuasi maka akan berpengaruh terhadap permintaan pada Surat Utang Negara. Sementara untuk hipotesis kedua uji kointergrasi (cointegration test) antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah tidak terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang.
ABSTRACT
CAUSALITY AND COINTEGRATION ANALYSIS BETWEEN THE SECURITIES OF GOVERNMENT AND EXCHANGE RATE OF RUPIAH
IN INDONESIA
Formulation of the problem in this study is how the pattern of reciprocal relationships (causality) between the Government Securities in Indonesia with a value of the exchange rate of Rupiah and is a cointegration relationship (long-term balance) between the Government Securities and exchange rate of Rupiah.
The hypothesis in this study is the interrelationship (causality) between the Government Securities against and exchange rate of Rupiah, cateris airbus and also a cointegration relationship between the Government Securities with the exchange rate of Rupiah, cateris airbus.
The data used in this study is the quantitative secondary data obtained from Bank Indonesia. By using the method of data collection research lib obtained from the relevant authorities, such as those mentioned above are obtained from official publications relating to research.
In the first hypothesis the results showed that for granger causality test was found between the results that the Government Securities to the value of the exchange rate of Rupiah have a one-way causal relationship, where the exchange rate affects the amount of Government Securities in the sense that when the exchange rate of Rupiah is fluctuating it will affect the demand on Government Securities. While for the second hypothesis test cointegration test between the overnment Securities with the exchange rate of Rupiah did not have long-term equilibrium relationship.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas berkat,
limpahan dan kasih setia-Nya sehingga penulis dimampukan untuk mengerjakan
skripsi ini sampai selesai.
Skripsi ini berjudul “Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Antara Surat Utang negara (SUN) dengan Nilai Tukar Rupiah di Indonesia”. Penulis telah banyak
menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Bapak Pdt. B.Lubis dan Ibu M.Sagala, selaku orang tua dan juga kepada
kakak penulis N.Lubis/Simangunsong beserta ketiga adik penulis (Apriana,
Prengki, Roni)
2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec., selaku Ketua Departemen S1
Ekonomi Pembangunan
4. Bapak Syahrir Hakim Nasution, SE, M.Si., selaku sekretaris Departemen S1
Ekonomi Pembangunan
5. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D., selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Paidi Hidayat, SE, MSi., selaku sekretaris Program Studi S1 Ekonomi
Pembangunan
7. Bapak Drs. Coki A.Syahwier, MP., selaku dosen pembimbing
8. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec., selaku dosen pembaca dan penilai
9. Seluruh staff pengajar dan staff administrasi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan
10.Bank Indonesia, khususnya staff dan pegawai di perpustakaan Bank Indonesia
cabang Medan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Mei 2012
Penulis
Nardi Lubis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... …. v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal 2.1.1 Pengertian Pasar Modal ... 10
2.1.2 Manfaat Pasar Modal ... 11
2.1.3 Instrumen Pasar Modal ... 13
2.2 Surat Utang Negara (SUN) 2.2.1 Pengertian Surat Utang Negara (SUN) ... 14
2.2.2 Jenis-jenis Surat Utang Negara (SUN ... 15
2.2.3 Tujuan Penerbitan dan Manfaat Surat Utang Negara (SUN ... 17
2.2.4 Standing Apropriation Surat Utang Negara (SUN) ... 18
2.2.5 Sejarah Pengelolaan Surat Utang Negara (SUN) ... 21
2.2.6 Kebijakan Pengelolaan Surat Utang Negara (SUN) ... 22
2.2.7 Pengembangan Pasar Perdana dan Pasar Sekunder SUN ... 23
2.2.8 Perdagangan Surat Utang Negara (SUN) ... 24
2.2.9 Resiko Surat Utang Negara (SUN) ... 26
2.3 Nilai Tukar (Kurs) 2.3.1 Defenisi Nilai Tukar ... 27
2.3.2 Jenis-jenis Nilai Tukar ... 28
2.3.3 Fungsi Nilai Tukar ... 29
2.3.4 Sistem Nilai Tukar ... 30
2.3.5 Perubahan Nilai Tukar ... 31
2.3.6 Teori Penentuan Nilai Tukar ... 33
2.3.7 Model Penentuan Nilai Tukar ... 33
2.3.8 Pendekatan Keseimbangan Portofolio Terhadap Nilai Tukar .. 36
2.4 Kerangka Konseptual ... 38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 39
3.2 Batasan Operasional ... 39
3.3 Defenisi Operasional ... 39
3.4 Skala Pengukuran Variabel ... 40
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 40
3.6 Jenis Data ... 41
3.7 Metode Pengumpulan Data ... 41
3.8 Teknik Analisis... 41
3.8.1 Uji Aar-akar Unit Stasioneritas (Unit Roots Test)………. 42
3.8.2 Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test)………... 42
3.8.3 Uji Kointegrasi (Cointegration Test) ... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan dan Kondisi Perekonomian Indonesia ... 45
4.2 Perkembangan Pasar Modal di Indonesia ... 47
4.2.1 Pasca Perang Dunia II ... 48
4.2.2 Era Pra Deregulasi (1977-1987) ... 48
4.2.3 Era Deregulasi (1987-1990) ... 49
4.2.4 Era Pasca Deregulasi ... 49
4.3 Perkembangan Surat Utang Negara (SUN) di Indonesia... 51
4.4 Sejarah dan Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ... 59
4.5 Uji Akar-akar Unit (Unit Roots Test) ... 65
4.6 Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) ... 67
4.7 Uji Kointegrasi (Cointegration Test) ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 71
Daftar Pustaka ... 73
DAFTAR TABEL
No.Tabel Judul Halaman
4.1 Perkembangan Surat Utang negara ... 58
4.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ... 64
4.3 Hasil Estimasi Uji Akar-akar Unit... 65
4.4 Hasil Estimasi Uji Kausalitas Granger ... 68
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Perkembangan Surat Utang negara ... 75
2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ... 76
3 Hasil Uji Akar-Akar Unit ... 77
4 Hasil Uji Kausalitas Granger... 79
ABSTRAK
ANALISIS KAUSALITAS DAN KOINTEGRASI ANTARA SURAT UTANG NEGARA (SUN)DENGAN NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola hubungan timbal balik (kausalitas) antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah dan apakah terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah, cateris airbus dan juga terdapat hubungan kointegrasi antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah, cateris airbus.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif yang diperoleh dari Bank Indonesia. Dengan menggunakan metode pengumpulan data lib research yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti yang telah disebutkan di atas yang diperoleh dari publikasi resmi yang berhubungan dengan penelitian.
Pada hipotesis pertama hasil penelitian menunjukkan bahwa Untuk uji kausalitas granger (granger causality test) didapati hasilnya bahwa antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah di Indonesia memiliki hubungan kausalitas satu arah, dimana tingkat nilai tukar Rupiah mempengaruhi Surat Utang Negara dalam artian ketika Rupiah mengalami fluktuasi maka akan berpengaruh terhadap permintaan pada Surat Utang Negara. Sementara untuk hipotesis kedua uji kointergrasi (cointegration test) antara Surat Utang Negara dengan nilai tukar Rupiah tidak terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang.
ABSTRACT
CAUSALITY AND COINTEGRATION ANALYSIS BETWEEN THE SECURITIES OF GOVERNMENT AND EXCHANGE RATE OF RUPIAH
IN INDONESIA
Formulation of the problem in this study is how the pattern of reciprocal relationships (causality) between the Government Securities in Indonesia with a value of the exchange rate of Rupiah and is a cointegration relationship (long-term balance) between the Government Securities and exchange rate of Rupiah.
The hypothesis in this study is the interrelationship (causality) between the Government Securities against and exchange rate of Rupiah, cateris airbus and also a cointegration relationship between the Government Securities with the exchange rate of Rupiah, cateris airbus.
The data used in this study is the quantitative secondary data obtained from Bank Indonesia. By using the method of data collection research lib obtained from the relevant authorities, such as those mentioned above are obtained from official publications relating to research.
In the first hypothesis the results showed that for granger causality test was found between the results that the Government Securities to the value of the exchange rate of Rupiah have a one-way causal relationship, where the exchange rate affects the amount of Government Securities in the sense that when the exchange rate of Rupiah is fluctuating it will affect the demand on Government Securities. While for the second hypothesis test cointegration test between the overnment Securities with the exchange rate of Rupiah did not have long-term equilibrium relationship.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dalam menjalankan pembangunan ekonomi, masih banyak pekerjaan rumah
yang harus dikerjakan oleh Indonesia. Untuk mencapai sasaran pembangunan yang
berkelanjutan ditetapkan beberapa langkah-langkah yang harus dikerjakan oleh
negara. Pertama adalah untuk tercapainya Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan
dapat dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur sebagai pendorong
pertumbuhan ekonomi seperti sarana perhubungan, pemukiman, irigasi, infrastruktur
energi. Kedua, meringankan beban rakyat dengan cara meningkatkan pelayanan
pendidikan murah dan terjangkau, penanggulangan kemiskinan, pelayanan kesehatan
murah, ketahanan pangan dan subsidi untuk pemerataan. Ketiga, mewujudkan
suasana aman tentram dan kepastian hukum bagi hehidupan rakyat dan dunia usaha
dengan cara peningkatan bidang pertahanan dan keamanan negara. Semua hal diatas
jika dilaksanakan dengan terkonsep dan terstruktur dengan baik akan tercapai
pertumbuhan ekonomi sebagai indikator keberhasilan suatu negara.
Untuk tercapainya hal-hal yang disebutkan diatas, tidak terlepas dari
pembiayaan dan pengorbanan yang akan dilakukan baik oleh masyarakat dan
khususnya oleh pemerintah sebagai pemegang kendali pembangunan. Untuk itu
pemerintah menetapkan sebuah rancangan yang terkonsep yang tercantum dalam
pembangunan. Hal ini tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang berubah setiap masa periode tertentu biasanya setiap tahun masa
berjalan.
APBN merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal ekonomi yang
diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi nasional dimana di
dalamnya tercantum mengenai pendapatan dan pengeluaran negara dalam periode
tertentu. Dalam APBN juga dibahas mengenai jenis anggaran yang diterapkan, dalam
hal ini anggaran yang surplus, berimbang atau defisit juga mengenai fungsi dan
peranannya di dalam pembangunan ekonomi. Salah satu fungsi APBN adalah
stabilisasi dalam arti anggaran menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian. Hal ini berarti Pemerintah dapat
menjalankan anggaran surplus atau menjalankan anggaran defisit atau berimbang
seperti yang disebutkan diatas dan menyesuaikanya dengan kondisi perekonomian
nasional. Diharapkan pada akhirnya APBN akan mencapai keseimbangan selama
satu periode jangka panjang dalam siklus perekonomian nasional. Sebagaimana yang
dijelaskan diatas, pembiayaan dalam APBN dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat yang merupakan parameter pertumbuhan ekonomi.
Untuk melihat dan memperjelas hal-hal yang disebutkan, berdasarkan APBN
Tahun 2012 (UU No. 2 Tahun 2011 tentang APBN 2012 yang di publikasikan oleh
Biro Komunikasi Departemen Keuangan RI) ditetapkan bahwa APBN sebesar Rp
1.435,4 T terdiri dari belanja pusat sebesar Rp 965,0 T dan belanja ke daerah sebesar
(43,2%) dialirkan ke daerah yang terdiri dari: dana yang dilimpahkan kepada
gubernur (dana dekonsentrasi) Rp 21,9 T, dana penugasan pusat kepada daerah (dana
tugas pembantuan) Rp 14,2 T, dana instansi pemerintah pusat di daerah Rp 143,6 T,
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Rp 11,4 T, Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) Rp 9,5 T, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
Rp 7,3 T, dan program nasional melalui subsidi Rp 208,9 T. Dengan demikian total
dana yang mengalir ke daerah adalah sebesar Rp 887,2 T atau 61,8% dari total
Belanja negara. Semuanya itu digunakan untuk mendorong pertumbuhan,
mengurangi kesenjangan dan menciptakan kestabilan pembangunan ekonomi
nasional.
Untuk mencukupi pengeluaran dalam pembangunan ekonomi, pemerintah
melalui badan-badan tertentu menetapkan pos-pos sebagai sumber pendanaan yang
tercantum dalam pendapatan negara, seperti penerimaan pajak, penerimaan
kepabeaan dan cukai, penerimaan negara bukan pajak, penerimaan pembiayaan dari
peranan pasar modal dalam portofolio yang sering juga disebut sebagai investasi tidak
langsung (indirect investment), salah satu yang termasuk di dalamnya adalah melalui
penerbitan obligasi atau sering juga disebut surat utang sebagai salah satu sumber
pendanaan yang strategis untuk negara, dalam hal ini adalah Surat Utang Negara
(SUN) yang di lelang kepada korporasi dan masyarakat dalam negeri maupun pihak
asing dengan harga tertentu dan imbalan tertentu yang diberikan oleh pemilik obligasi
Pelaku pasar modal sangat berkepentingan terhadap informasi tentang arah
kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang tercermin dalam APBN, mengingat
implikasi kebijakan tersebut terhadap minat dan kesempatan investasi di pasar modal
domestik. Persepsi pasar akan sangat tergantung pada konsistensi tindakan
pemerintah dalam menjalankan kebijakan tersebut. Di samping itu, para pemodal
membutuhkan adanya kepastian hukum dan jaminan adanya pengelolaan pasar modal
yang profesional dan berstandar internasional yang akan menjadi daya tarik tersendiri
bagi para pemodal.
Surat Utang Negara merupakan salah satu sumber pembiayaan yang
digunakan untuk menutupi defisit APBN, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara. Surat Utang Negara
didefinisikan sebagai surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya
oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya (Pasal 1 Angka 1
UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara).
Terdapat dua jenis SUN sebagaimana yang tertera pada UU NO 24 Tahun
2002, yakni Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara (ON). SPN
berjangka waktu 1 tahun sedangkan ON berjangka waktu lebih dari 1 tahun. Tujuan
utama SUN adalah menutup defisit APBN sekaligus menambah sumber pembiayaan
untuk negara. Dalam SUN (ON dan SPN) tidak semuanya proporsional dalam
pelelangan dan yang paling bagus eksistensi di dalam pelelanganya adalah Obligasi
dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu ON berdenominasi Rupiah dan
ON berdenominasi valuta asing. Menurut jenis tingkat bunganya, ON dapat
dikelompokkan ke dalam ON dengan tingkat bunga tetap dan ON dengan tingkat
bunga mengambang.
Pemerintah mempunyai tiga pilihan untuk menutup defisit APBN, yaitu dari
hasil privatisasi BUMN, Penerbitan Surat Utang Negara (SUN), dan dana Pinjaman
Hibah Luar Negeri (Kartika D.S.S, 2006).
Kewajiban pemerintah sebagai penerbit SUN adalah membayar bunga dan
pokok (disebut kupon kepada pemegang SUN) sama seperti kewajiban debitor
kepada kreditor (UU No. 24 Tahun 2002 pasal 1 ayat 1). Dana untuk membayar
kupon bersumber dari pendapatan negara. Adanya jaminan dari pihak pemerintah
dimaksudkan untuk menciptakan daya tarik bagi investor agar berinvestasi pada SUN
Pemerintah harus cermat mengelola pos-pos pengeluaran negara agar cukup tersedia
dana dalam APBN untuk membayar kupon SUN yang tidak hanya menutup defisit
APBN tetapi juga sebagai sumber alternatif pembiayaan negara.
Selama tabungan pemerintah belum mencukupi untuk membiayai anggaran
pembangunan maka keberadaan utang luar negeri dan SUN sulit dihindari, terutama
untuk membiayai prioritas pembangunan yang menjadi tugas dan tanggung jawab
pemerintah.
Banyak faktor yang menyebabkan berkembangnya permintaan terhadap SUN
di Indonesia. Selain faktor fundamental ekonomi yang baik, juga salah satunya
yaitu Fitch Ratings dan Moody’s Investors Service pada akhir tahun 2011 dan awal
tahun 2012 yang lalu.
Dengan penilaian lembaga pemeringkat utang tersebut, telah terkonfirmasi bahwa
permintaan pada SUN setelah Indonesia menyandang predikat tersebut meningkat
drastis. Lelang SUN per 26 Januari mendapatkan penawaran total senilai Rp 50,13
triliun dari nilai yang ditawarkan sebesar Rp 10,5 triliun. Pemerintah mencatat
bahwa ini merupakan penawaran tertinggi dalam sejarah pelelangan SUN Indonesia
(Harian Kompas, Februari 2012).
Penerbitan SUN yang dilakukan pemerintah ini memiliki potensi yang sangat
besar untuk dikembangkan karena penerbitan SUN juga dapat dipakai untuk
mengurangi ketergantungan pada pembiayaan luar negeri yang sangat rentan terhadap
fluktuasi nilai tukar Rupiah.
Pihak yang berminat untuk memiliki SUN harus dengan pertimbangan
bagaimana melihat kondisi fundamental perekonomiaan suatu negara dalam hal ini
Indonesia, termasuk didalamnya adalah mengenai alat pembayaran yang dinyatakan
dalam satuan mata uang Rupiah ataupun mata uang asing yang sudah diakui di dunia
internasional beserta eksistensi di dalam perekonomian global. Kuat atau lemahnya
nilai tukar mata uang suatu negara berpengaruh pada penawaran pelelangan SUN
oleh pemerintah termasuk di dalamnya yang dimiliki oleh pihak asing (Ekonom
Nurul, 2012). Masuknya aliran dana asing ke bursa saham dan pasar obligas bisa
krisis bisa menjadi hambatan bagi apresiasi mata uang dalam negeri (Waspada
Online, 6 Februari 2012).
Selain sebagai tambahan untuk menutupi pendanaan/pembiayaan ataupun
menutupi kekurangan dalam APBN, SUN juga sangat potensial untuk dijadikan
sebagai penyeimbang kondisi makroekonomi khususnya dari sisi moneter, dimana
berpeluang sebagai penyeimbang fluktuasi nilai mata uang Rupiah dan juga bahwa
penerbitan Surat Utang Negara kepada publik merupakan salah satu potensi
pembiayaan untuk mengurangi beban dan risiko keuangan bagi negara di masa
mendatang.
Dilihat dari sisi demand dan supply dalam hal ini pihak pemerintah sebagai
supplier yakni sebagai pihak yang menawarkan SUN kepada publik memiliki
pengaruh ketika SUN diterbitkan atau tidak. Pengaruh dimaksud adalah terhadap
kondisi moneter atau fluktuasi Rupiah, dalam hal ini operasi pasar moneter melalui
penyerapan SUN. Untuk kondisi instabilisasi moneter, pemerintah gencar melakukan
intervensi pasar dengan melalukan pelelangan SUN sekaligus menambah persediaan
valas bagi para pemodal ataupun instansi yang membutuhkan. Dalam hal yang sama
Bank Sentral menambah instrument moneter dalam rangka stabilisasi nilai tukar
Rupiah dengan cara membeli SUN dengan valuta asing. Hal itu dilakukan guna
menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah jika sewaktu-waktu kebutuhan valas
meningkat. Sementara jikalau dilihat dari sisi demand dalam hal ini publik sebagai
bagaimana fluktuasi nilai tukar pada saat mereka menginginkan pembelian atau
pelelengan SUN.
Jika ditelaah lebih dalam maka antara nilai tukar Rupiah dengan permintaan
publik pada SUN saling memiliki keterkaitan atau lazim disebut hubungan saling
mempengaruhi.
Melihat hubungan yang terjadi pada penjelasan diatas antara permintaan
publik pada SUN terhadap nilai tukar Rupiah dengan Dolar AS maka penulis ingin
membahas lebih dalam tentang “Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Antara Surat Utang Negara (SUN) Dengan Nilai Tukar Rupiah di Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam Penyusunan penelitian ini, penulis terlebih dahulu merumuskan
masalah sebagai dasar kajian penelitian yang kemudiaan akan dilakukan.
Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan diatas, maka dibuat perumusan masalah
yang akan diteliti, yaitu:
1) Bagaimana pola hubungan timbal balik (Kausalitas) antara Surat Utang
Negara terhadap nilai tukar Rupiah
2) Apakah terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang
1.3Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui pola atau arah hubungan timbal balik (kausalitas)
antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar rupiah
2) Untuk mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang (kointegrasi)
antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Sebagai informasi untuk mengetahui perkembangan Surat Utang Negara
di Indonesia
2) Sebagai bahan studi dan literatur tambahan bagi mahasiswa-mahasiwi
yang ingin melakukan studi berikutnya dalam penelitian yang sama
3) Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan disiplin ilmu penulis.
4) Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi-instansi
yang terkait
5) Untuk menambah , melengkapi, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal
2.1.1 Pengertian Pasar Modal
Pada dasarnya pasar modal hampir sama dengan pasar-asar lainya. Untuk
setiap pembeli yang berhasil, selalu harus ada penjual yang berhasil juga. Jika jumlah
orang yang ingin membeli lebih banyak dibandingkan dengan orang yang ingin
menjual, maka harga akan semakin tinggi dan bila tidak ada seorangpun yang
membeli dan banyak yang mau menjual maka harga akan jatuh, ini sesuai dengan apa
yang disebutkan dalam hukum permintaan dan penawaran dengan asumsi cateris
paribus (Suherman Rosyadi, 2005).
Pada umumnya yang membedakan pasar modal dengan pasar lainya adalah
dalam hal komoditas yang diperdagangkan. Pasar modal dapat dikatakan sebagai
pasar yang abstrak karena yang dierjualbelikan adalah dana-dana dalam jangka
panjang berupa hak kepemilikan oleh individu/instansi dan juga surat pernyataan
hutang dalam jangka waktu tertentu pula. Pembeli pada pasar modal adalah individu
atau organisasi/lembaga yang bersedia menyisihkan kelebihan dananya untuk
melakukan kegiatan yang menghasilkan ataupun menambah pendapatan melalui
pasar modal dimaksud, sedangkan penjual merupakan perusahaan atau instansi yang
memerlukan modal atau tambahan modal untuk keperluan usaha maupun kegiatan
Pasar modal dapat diartikan sebagai suatu sistem keuangan yang terorganisir,
termasuk didalamnya adalah bank-bank komsersial maupun semua lembaga perantara
dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar (Keputusan
menteri keuangan RI No.1548/KM/9O tentang pengaturan Pasar Modal). Dalam arti
sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, harga gedung) yang disiapkan guna
memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainya
dengan memakai jasa para perantara pedagang efek dalam rangka memahami pasar
modal. Dari berbagai pendapat yang ada maka pasar modal dapat diartikan sebagai
pasar yang pengelolaanya secara terorganisir dengan memperdagangkan surat
berharga seperti saham, obligasi, option, warrant, right dengan menggunakan jasa
perantara, komisioner, dan underwriter.
2.1.2 Manfaat Pasar Modal
Untuk lebih memacu pertumbuhan ekonomi nasional, dengan persiapan yang
matang, pemerintah mengaktifkan kembali beroperasinya pasar modal pada tahun
1977. Pengaktifan kembali tersebut dilandaskan oleh adanya kebutuhan dana dalam
pembangunan yang semakin meningkat. Melalui pasar modal, dunia usaha atau
permodalan pemerintah akan dapat memperoleh sebagian atau seluruh pembiayaan
jangka panjang yang diperlukan. Disisi lain, pasar modal juga merupakan salah satu
indikator ekonomi utama yang dapat digunakan oleh lembaga baik nasional mauun
internasional untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian.
Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara yang pada
yang lain. Hampir semua negara di dunia ini mempunyai pasar modal yang bertujuan
menciptakan fasilitas bagi keperluan industri-industri dan keseluruhan entitas
kegiatan ekonomi dalam memenuhi permintaan dan penawaran modal, kecuali dalam
negara dengan perekonomian sosialis yang tertutup pasar modal bukanlah suatu
keharusan.
Beberapa manfaat pasar modal bagi suatu negara dapat dilihat sebagai berikut:
1) Menyediakan sumber pembiayaan dalam jangka panjang bagi dunia usaha
sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara otimal
2) Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dan penjual untuk
menentukan harga dari emiten yang dierjualbelikan seperti saham,
obligasi, dan surat-surat berharga lainya
3) Pasar modal memberikan kesempatan kepada para investor untuk
memperoleh hasil (return) yang diharapkan
4) Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian
5) Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan rofesionalisme, menetapkan
iklim berusaha yang sehat
6) Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan
2.1.3 Instrumen Pasar Modal
Beberapa sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal antara lain adalah
saham, obligasi, reksadana dan instrument derivative. Masing-masing sekuritas
tersebut memberikan return dan resiko yang berbeda-beda.
1. Saham
Saham merupakan bukti bahwa kepemilikan atas asset-aset perusahaan yang
menerbitkan saham
2. Obligasi
Obligasi merupakan sekuritas yang memberikan pendapatan dalam jumlah
tetap kepada pemiliknya. Pada saat membeli obligasi, investor sudah dapat
mengetahui dengan pasti berapa pembayaran bunga yang akan diperolehnya
secara periodik dan berapa pembayaran kembali nilai par (par value) pada
saat jatuh tempo. Meskipun demikian obligasi bukan tanpa resiko karena bisa
saja obligasi tersebut tidak terbayar kembali akibat kegagalan penerbitnya
dalam memenuhi kewajibanya. Oleh karena itu investor harus berhati-hati
dalam memilih obligasi yang akan dibeli. Untuk itu investor harus
memperhatikan peringkat obligasi yang menunjukkan tingkat resiko dan
kualitas obligasi dilihat dari kinerja penerbitnya. Kemudian yang akan
dibahas di penelitian ini adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah atau
sering juga disebut sebagai Obligasi Negara (ON) yang di dalamnya termasuk
3. Reksadana
Reksadana adalah sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya menciptakan
sejumlah dana kepada perusahaan reksadana, untuk digunakan sebagai modal
berinvestasi baik dipasar modal maupun dipasar uang. Perusahaan reksadana
akan menghimpun dana dari investor untuk kemudian akan di investasikan
dalam bentuk portofolio yang dibentuk oleh manajer investasi. Dengan
demikian, investror dapat membentuk portofolio secara tidak langsung
melalui manajer investasi.
2.2 Surat Utang Negara (SUN) 2.2.1 Pengertian Surat Utang Negara
Surat Utang Negara merupakan surat berharga yang berupa surat pengakuan
utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga
dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya
(Rahardjo 2003:115). SUN digunakan oleh pemerintah antara lain untuk membiayai
defisit APBN serta menutup kekurangan kas jangka pendek dalam satu tahun
anggaran dalam hal ini sebagai penambahan penutupan pembiayaan.
Undang-Undang No. 24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara bab I tentantang ketentuan
umum Pasal 1. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang
bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa
berlakunya.
Pasar perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara
untuk pertama kali.
Pasar sekunder adalah kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang telah
dijual di pasar perdana.
Pemerintah adalah Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. BAB II “Bentuk dan
Jenis Surat Utang Negara” Pasal 2 (1) Surat Utang Negara diterbitkan dalam
bentuk warkat atau tanpa warkat. (2) Surat Utang Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk yang diperdagangkan atau
dalam bentuk yang tidak diperdagangkan di pasar sekunder.
2.2.2 Jenis-jenis Surat Utang Negara
Adapun jenis-jenis Surat Utang Negara adalah terdiri dari:
1. Surat Perbendaharaan Negara.
Surat Perbendaharaan Negara berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas)
bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Dalam prakteknya pelelangan
Surat Perbendaharaan Negara jarang dilakukan.Sehingga pada kenyataanya yang
2. Obligasi Negara
Obligasi Negara berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan
kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto/bunga.
Menurut denominasi mata uangnya, Obligasi Negara yang telah diterbitkan
pemerintah dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu Obligasi Negara
berdenominasi Rupiah dan Obligasi Negara berdenominasi valuta asing. Obligasi
Negara dapat dikelompokkan ke dalam tingkat bunga yang tetap dan mengambang.
Jenis-jenis Obligasi Negara adalah sebagai berikut:
1)Obligasi Negara berdenominasi Rupiah, terdiri dari beberapa jenis, yakni
a) Obligasi berbunga tetap (fixed rate bonds) : Fixed Rate/FR dan Obligasi
Retail Indonesia/ORI.
Obligasi berbunga tetap memiliki tingkat kupon yang ditetapkan pada saat
penerbitan, dan dibayarkan secara periodik. Sebelum tahun 2006, Obligasi yang
berbunga tetap hanya didominasi oleh seri FR dimana pembayaran kuponya pada
setiap enam bulan sekali. Namun setelah tahun 2006, untuk pertama kalinya
pemerintah menerbitkan obligasi berbunga tetap untuk investor retail atau yang
disebut sebagai ORI (Laporan Pertanggung jawaban pengelolaan SUN Tahun 2006)
b) Obligasi berbunga mengambang (variables rate bonds:VR) Obligasi
berbunga mengambang memiliki tingkat bunga yang ditetapkan secara
periodik berdasarkan tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang
berjangka 3 bulan.
Dalam rangka program penjaminan perbankan dan Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI), pada tahun 1998 dan 1999 pemerintah menerbitkan empat seri
pada Surat Utang yakni SU-001, 002, 003, dan 004.
d) Special Rate Bank Indonesia (SRBI)
SRBI merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah pada tahun
2003, sebagai pengganti SU-001 dan 003 dalam rangka penyelesaian bantuan
likuiditas BI.
2. Obligasi Negara Berdenominasi Mata Uang Asing
Pada tahun 2006, pemerintah menerbitkan ON berdenominasi dolar Amerika
Serikat (USD)
2.2.3 Tujuan Penerbitan dan Manfaat Surat Utang Negara Tujuan:
a. Membiayai defisit APBN
b. Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus
kas penerimaan dan pengeluaran dari rekening kas negara dalam satu tahun
anggaran (cash-mismatch)
Manfaat:
a. Sebagai instrumen fiscal yakni sebagai alternatif sumber pembiayaan APBN
dari pasar modal baik di dalam maupun di luar negeri
b. Sebagai instrumen investasi yakni memberikan peluang bagi investor dan
pelaku pasar untuk melakukan diversifikasi portofolionya guna memperkecil
resiko investasi
c. Mendorong terciptanya acuan imbal hasil (benchmark yield) bagi penilaian
harga instrumen keuangan lainnya, sehingga memberikan alternatif bagi dunia
usaha untuk memperoleh pembiayaan dari pasar modal.
2.2.3 Standing Appropriation Surat Utang Negara
Jaminan pemerintah kepada pasar untuk membayar semua kewajiban pokok
dan bunga utang yang timbul akibat penerbitan SUN. Dilakukan dengan cara:
a. Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok setiap Surat Utang Negara
pada saat jatuh tempo pasal 4 UU No 24 Tahun 2002
b. Dana untuk membayar bunga dan pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
setiap tahun
c. Sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut.
Lelang SUN dilakukan dengan cara mengajukan penawaran pembelian
kompetitif dan/atau cara nonkompetitif. Penawaran pembelian kompetitif adalah
pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan tingkat Imbal
yang diinginkan penawar, sedangkan penawaran tanpa mencantumkan tingkat imbal
hasil maupun harga itulah yang disebut penawaran pembelian nonkompetitif.
Ketentuannya adalah sebagai berikut :
Apabila telah ditetapkan hasil lelang, maka pemenang harus bertanggung
jawab terhadap setelmen 1 seluruh penawaran pada tanggal setelmen. Setelmennya
adalah 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang untuk SPN, dan 5 (lima)
hari kerja untuk Obligasi Negara. Penjualan SUN juga dapat dilakukan tanpa lelang
pada pasar perdana dalam negeri, oleh Menteri Keuangan, Dirjen Pengelolaan Utang.
Direktorat Surat Utang Negara. Berbeda dengan metode lelang, SUN juga dapat
dibeli oleh pemerintah daerah dan/atau dealer utama. Mekanismenya didahului
dengan mengajukan penawaran beserta kelengkapan administrasi kepada Menkeu,
kemudian oleh Dirjen Pengelolaan Utang. Direktorat Surat Utang Negara
ditindaklanjuti dengan pembahasan lebih lanjut atau penolakan, dalam waktu
selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak surat penawaran diterima.
Hasil pembahasan dituangkan dalam dokumen kesepakatan berupa menerima
sebagian atau seluruh atau menolak seluruh penawaran. Apabila diterima maka
setelmen dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja dan paling lambat 5 (lima) hari
kerja setelah tanggal kesepakatan.
Selain penjualan dilaksanakan pada pasar perdana dalam negeri, juga
dilakukan kegiatan penawaran dan penjualan SUN dalam valuta asing (Pasar Perdana
Internasional) secara langsung oleh pemerintah atau melalui agen penjual. Terdapat 2
untuk Pemerintah hanya dapat menjual melalui private placement. Jika penjualan
dilaksanakan, maka diperlukan perjanjian dengan agen penjual (bilamana melalui
Agen), perjanjian dengan konsultan hukum, perjanjian dengan agen fiskal,
memorandum informasi dan dokumen-dokumen lain sesuai metode penjualan yang
digunakan. setelmen SUN dalam valuta asing dilakukan paling cepat 2 (dua) hari
kerja setelah penetapan hasil penjualan, dan hasilnya merupakan penerimaan negara
dalam APBN.
SUN yang telah dibeli oleh orang perseorangan atau kumpulan orang dapat
dijual kembali kepada pemerintah melalui lelang. Lelang diawali dengan adanya
pengumuman rencana lelang dari Dirjen Pengelolaan Utang. Direktorat SUN yang
memuat antara lain mengenai waktu pelaksanaan lelang, waktu pembukaan dan
penutupan penawaran lelang, seri SUN yang akan dibeli kembali, seri dan harga SUN
penukar dan seri SUN yang ditukar, waktu pengumuman hasil lelang dan tanggal
setelmen. Peserta lelang kemudian mengajukan penawaran lelang dengan
mengajukan seri SUN. Adapun kuantitas yang diajukan minimal 1.000 (seribu) unit
atau nominal Rp1.000.000.000,00 dan selebihnya dengan kelipatannya.
Setelah penawaran diterima, seluruh data penawaran disampaikan kepada
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dalam rapat penetapan hasil lelang, dan hasil
lelang kemudian diumumkan pada saat pelaksanaan lelang. Hasil lelang ini adalah
transaksi yang sah dan mengikat antara pemerintah dan peserta lelang. Sebagai
wajib menyerahkan SUN yang dimenangkan sampai dengan tanggal setelmen, yakni
3 (tiga) hari kerja setelah lelang dilaksanakan.
SUN dijual dengan harapan dapat meningkatkan rentabilitas modal sendiri
(return of equity) dengan konsep penggunaan faktor leverage. Sepanjang rentabilitas
penggunaan SUN masih lebih besar dari biaya bunga SUN maka pemerintah dapat
mengandalkan penjualan SUN sebagai salah satu alternatif sumber dana untuk
menutup defisit, menutup kekurangan kas jangka pendek, dan mengelola portofolio
utang negara. Akibatnya penjualan SUN ini pasti berdampak kepada keuangan
negara khususnya APBN sehingga Menteri Keuangan harus bertanggung jawab atas
penatausahaannya, dan pemerintah harus menyampaikan laporan
pertanggungjawabannya kepada DPR sebagai bagian dari pertanggungjawaban
APBN
2.2.5 Sejarah Pengelolaan Surat Utang Negara
Surat Utang Negara di Indonesia telah dikenal sejak awal periode
kemerdekaan, dengan penerbitanya dari masa ke masa yang sangat berhubungan
dengan perencanaan program pembangunan perekonomian nasional yang dilakukan
oleh pemerintah. Pada pemerintahan orde lama pemerintah menerbitkan surat utang
yang dikenal dengan Obligasi Republik Indonesia pada tahun 1950-an. Semua
obligasi yang diterbitkan pada era 50-an tidak didukung oleh lembaga yang siap
untuk memperdagangkanya. Selain itu, permasalahan lainya adalah nilai riil investasi
Pada saat ini, Surat Utang Negara yang dikenal berawal dari obligasi hasil
rekapitulasi perbankan yang diterbitkan pemerintah pada tahun 1998/1997. Setelah
perbankan kembali melakukan fungsinya dengan baik dipandang sebagai syarat
penting bagi pulihnya perekonomian nasional pada masa itu, sehingga proses
penyehatan melalui program rekapitulasi perbankan dipandang sebagai hal yang
harus dilakukan.
Rekapitalisasi perbankan dampak krisis tahun 1997 total SUN yang
diterbitkan dalam rangka penyehatan perbankan (rekapitulasi dan bantuan likuiditas)
selama 1997-2004 sebesar Rp 640,9 T. Bank Indonesia pada saat itu tidak bisa
menyuntikkan dana secara langsung ke bank rekap, sehingga secara akuntansi
digunakan skema sebagai berikut :
a. Pemerintah menerbitkan obligasi Negara (ON) kepada BI. BI menyerahkan
uang sebesar nilai ON kepada pemerintah.
b. Uang tersebut digunakan pemerintah untuk mengakuisisi dan membeli
asset-aset bermasalah di bank rekap. Aset tersebut selanjutnya dikelola oleh Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
c. Uang yang diperoleh bank rekap digunakan untuk membeli ON yang dimiliki
BI, sehingga permodalan bank rekap menjadi sehat.
2.2.6 Kebijakan Pengelolaan Surat Utang Negara
Dalam pengelolaanya ada beberapa tujuan pengelolaan SUN secara umum
yaitu dengan meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang terkendali dengan
a. Menjamin terpenuhinya financing gap secara efisien dan kesinambungan
fiskal yang sesuai dgn kondisi ekonomi makro dan dinamika pasar keuangan
b. Meningkatkan prinsip kehati-hatian untuk meminimalkan risiko (risiko pasar,
risiko refinancing, risiko operasional)
c. Mengembangkan upaya agar pinjaman yang sudah direncanakan dapat
dilaksanakan sesuai jadwal dan perkiraan biaya
d. Menciptakan pasar SUN yang dalam, aktif dan likuid
Strategi pengelolaan SUN, portofolio dan risiko dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Melakukan reprofiling agar tercipta struktur jatuh tempo yang lebih seimbang
melalui buyback, debt switching, dan penerbitan SUN jangka panjang
b. Melakukan penyederhanaan portofolio untuk mempermudah pengelolaan
risiko
c. Memprioritaskan penerbitan SUN dalam mata uang Rupiah
d. Meminimalkan risiko refinancing dengan mengutamakan penerbitan SUN
jangka panjang
e. Meningkatkan porsi SUN dengan bunga tetap dan mengurangi porsi dengan
tingkat bunga mengambang untuk mengurangi interest rate risk
2.2.7 Pengembangan Pasar Perdana dan Pasar Sekunder SUN
Dialakukan dengan cara:
1. Pengembangan metode penerbitan baik lelang maupun non lelang, serta
penyusunan jadwal penerbitan secara teratur (regular calendar of issuance)
dan penerbitan benchmark bonds dalam jumlah yang memadai
2. Diversifikasi instrumen SUN, meningkatkan likuiditas, kapasitas dan daya
serap pasar SUN, dengan cara antara lain:
i) Mengembangkan pasar derivatif dan repo
ii) Mendorong integrasi antar sistem perdagangan, kliring dan setelmen;
iii) Mengoptimalkan fungsi dan peran primary dealer (dealer utama)
iv) Meningkatkan transparansi informasi pengelolaan dan perdagangan SBN;
v) Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada publik
vi) Meningkatkan koordinasi otoritas pasar modal, otoritas moneter, SRO,
asosiasi pelaku pasar, lembaga rating dan pihak-pihak lainnya
vii)Kerjasama internasional untuk pengembangan pasar SBN, proaktif terlibat
dalam forum-forum kerjasama regional dan internasional, Asian Bond
Market Initiative (ABMI).
2.2.8 Perdagangan Surat Utang Negara
Perdagangan SUN dalam hal ini adalah Obligasi Negara (ON) dilakukan di
pasar sekunder dan primer. Dalam pasar primer kegiatan penawaran dan penjualan
obligasi untuk yang pertama kali. Sedangkan pada pasar sekunder adalah
obligasi dilakukan dengan cara lelang dengan memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan. Peserta lelang dapat menyampaikan harga secara bersaing maupun tidak
bersaing (Rahardjo, 2003). Penawaran secara bersaing dapat diartikan sebagai
investor menyampaikan volume pembelian ada perkiraan tingkat bunga yang
dikehendaki serta volume penawaranya. Sedangkan penawaran secara tidak bersaing
dapat diartikan bawa investor menginformasikan volume Obligasi Negara yang
kemudian akan dibeli. Pemerintah selanjutnya menginformasikan pelelangan setelah
mempertimbangkan beberapa faktor seperti kisaran yield yang dimiliki oleh
pemerintah, dan juga situasi pasar saat ini maupun anggapan ekspektasi dimasa yang
akan datang.
Investor yang memberitahukan penawaran secara bersaing dan dinyatakan
menang pelelangan, harus membayar sesuai dengan tingkat bunga yang telah
diberitahukan pada saat pelelangan. Investor yang memberitahukan penawaran
secara tidak bersaing dan dinyatakan menang, harus membayar sebesar rata-rata
tertimbang tingkat bunga penawaran kompetitif yang dimenangkan. Lelang Obligasi
Negara di pasar primer saat ini diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai agen
yang ditunjuk dan disepakati oleh pemerintah.
Obligasi Negara yang telah diperdagangkan di pasar primer kemudian
diperdagangkan di pasar sekunder. Dalam pasar sekunder umumnya dilakukan diluar
bursa . Calon pembeli dapat menunjuk broker untuk mencari penjual Obligasi
Negara yang disepakati dan bisa juga dilakukan tanpa melalui broker, namun harus
Dalam berinvestasi ada Obligasi Negara, investor dapat memilih jenis dan periode
jatuh temo Obligasi Negara yang diinginkan untuk mengurangi resiko pasar akibat
perubahan tingkat bunga dan tingkat inflasi.
Mekanisme pembelian atau penjualan Obligasi Negara di pasar sekunder
secara sederhana digambarkan (Cahyana, 2003 ) sebagai berikut:
a. Calon pembeli membuka rekening kas pada suatu bank untuk menerima
pembayaran kupon dan pokok jatuh tempo.
b. Calon pembeli membuka rekening surat berharga ada lembaga keuangan yang
terdaftar sebagai sub registry Bank Indonesia, untuk mencatat kepemilikan
atas Obligasi Negara.
c. Negosiasi harga antara penjual dan pembeli dimana negosiasi ini dapat
dilakukan secara langsung ataupun juga melalui broker
d. Apabila telah terjadi kesepakatan baik dari sisi harga maupun dari sisi waktu
penyelesaian transaksi, pembeli dan penjual memerintahkan sub registry bagi
investor non perbankan atau Bank Indonesia bagi investor perbankan untuk
2.2.9 Resiko Surat Utang Negara
Walaupun dikatakan bahwa risiko gagal bayar hampir tidak ada, namun Cahyana
(2004:282,283) mengatakan bahwa dari sisi pemerintah penerbitan SUN mengandung
beberapa risiko yang perlu diperhatikan. Risiko-risiko tersebut antara lain:
a. Risiko Kesinambungan Fiskal
Nilai utang negara yang besar berotensi membahayakan kesinambungan
anggaran pemerintah. Untuk itu, pemerintah harus memperhatikan nilai Debt to
exort ratio, debt to service ratio, dan ratio of short term debt to reserve.
b. Risiko Nilai Tukar
Penurunan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing dapat mengakibatkan
tambahan beban pembayaran pokok utang dan bunga.
c. Risiko Perubahan Tingkat Bunga
Sebagian dari total utang negara merupakan utang dengan bunga
mengambang, sehingga apabila terjadi kenaikan tingkat bunga pasar, akan
mengakibatkan kenaikan pada nilai kewajiban pembayaran bunga dari anggaran
pemerintah. Risiko akibat perubahan tingkat bunga dapat terjadi apabila
pemerintah menerbitkan SUN pada saat kondisi pasar sedang memburuk yang
antara lain ditandai oleh kenaikan suku bunga secara tajam sehingga biaya utang
(yield) menjadi tinggi
d. Risiko Pembiayaan Kembali
Pelunasan SUN yang jatuh tempo dengan volume yang cukup besar dapat
e. Risiko Operasional
Risiko kegagalan terjadi jika pengelolaan operasional SUN tidak dilakukan
dengan benar, baik dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) maupun dari sisi
kelembagaanya, antara lain kelengkapan prosedur operasi baku, system
pengelolaan risiko, dan system informasi manajemen.
2.3 Nilai Tukar (Kurs) 2.3.1 Defenisi Nilai Tukar
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian nilai tukar nilai tukar, Cornelius
Luca mengartikan bahwa nilai tukar merupakan harga suatu mata uang terhadap mata
uang Negara lain. Nilai tukar juga dapat diartikan sebagai sejumlah uang dari suatu
mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain
(Frank J.Fabozzi). Sedangkan menurut Berlianta, nilai tukar dapat diartikan sebagai
harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Secara lebih
luas nilai tukar menurut (Iskandar syarief, 2003) merupakan harga mata uang
domestik terhadap mata uang asing dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai
tukar riil dengan mitra dagang Indonesia. Nilai tukar Rupiah Indonesia digunakan
sebagai proyeksi dari nilai tukar mitra dagang Indonesia.
Tinggi rendahnya nilai tukar mata uang suatu negara sangat dipengaruhi oleh
besar kecilnya volume dan transaksi perdagangan barang dan jasa yang berlangung di
2.3.2 Jenis-Jenis Nilai Tukar
Adapun jenis kurs yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.Kurs Nominal
Kurs nominal (nominal exchanges rate) merupakan harga relative dari mata
uang dua negara dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika kurs antara US
Dolar dan Yen Jepang adalah 120 Yen per dolar, maka bisa menukar 1 dolar untuk
120 Yen di pasar dunia untuk mata uang asing. Orang Jepang ingin mendapatkan
Dolar akan membayar 120 Yen untuk setiap Dolar yang dibelinya. Orang Amerika
yang ingin mendapatkan Yen akan mendapatkan Yen akan mendapatkan 120 Yen
untuk setiap Dolar yang ingin ia bayar. Ketika orang-orang mengacu pada kurs
dianatara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal.
b.Kurs Rill
Kurs Rill (real exchange rate) merupakan harga relatif dari barang-barang
kedua negara. Yaitu kurs riil yang menyatakan tingkat dimana kita bisa
memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara
lain. Kurs riil kadang-kadang disebut juga sebagai terms of trade.
2.3.3 Fungsi Nilai Tukar
Penentuan nilai tukar mata uang suatu negara merupakan hal penting bagi
perekonomian negara tersebut. Hal ini karena kuat atau lemahnya nilai tukar mata
uang suatau negara sangat berpengaruh terhadap eksistensi negara tersebut dalam
perekonomian global. Pada dasarnya kebijakan nilai tukar mata uang ditetapkan oleh
Yang pertama adalah sebagai arahan untuk mempertahankan keseimbangan
neraca pembayaran, dengan sasaran akhir menjaga kecukupan cadangan devisa. Oleh
karena itu dalam menetapkan arah kebijakan nilai tukar tersebut dikhususkan untuk
mendorong dan menjaga daya saing ekspor dalam upaya untuk memerkecil defisit
current account atau sebaliknya memerbesar current account.
Fungsi kedua adalah untuk menjaga kestabilan pasar domestik, dimana fungsi
ini berperan untuk menjaga agar nilai tukar tidak dijadikan sebagai alat untuk
spekulasi, dalam artian bahwa nilai tukar suatu negara mengalami overvalued maka
masyarakat akan terdorong menjual valuta asing. Ketidakstabilan pasar domestik
yang demikian dapat menimbulkan kegiatan spekulatif seperti perkembangan
akhir-akhir ini, yang pada giliranya dapat mengganggu kestabilan makro.
Fungsi ketiga sebagai instrumen moneter khususnya bagi negara yang
menerapkan suku bunga dan nilai tukar sebagai sasaran operasional kebijakan
moneter. Dalam fungsi ini depresiasi dan apresiasi nilai tukar digunakan sebagai alat
untuk strelisasi dan ekspansi jumlah uang beredar.
Fungsi keempat adalah sebagai nominal anchor dalam pengendalian inflasi.
Niali tukar banyak digunakan oleh negara yang mengalami chronic inflation sebagai
nominal anchor baik melalui pengendalian depresiasi nilai tukar maupun dengan
2.3.4 Sistem Nilai Tukar
Menurut The Fei Ming (2001 : 9) Terdapat tiga kelompok besar sistem nilai
tukar mata uang yang diterapkan diberbagai negara di belahan dunia, yaitu:
1) Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Freely Flexible reely Floating)
Exchanges Rate System
Pada sistem ini, nilai mata uang dibiarkan mengambang bebas dan nilai
tukarnya ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terdapat dipasar.
Nilai tukar beberapa mata uang utama (major currencies), seperti Dolar AS, Mark
Jerman, Yen Jepang, Franc Swiss, dan Poundstreling Inggris, ditentukan oleh
kekuatan pasar (market forces) dan dibiarkan mengambang bebas terhadap mata uang
negara lain. Dalam sistem ini tidak terdapat tindakan intervensi yang dilakukan
pemerintah (Bank Sentral) untuk mempengaruhi nilai tukarnya.
2) Sistem nilai Tukar Tetap Fixed Pagged Exchange Rate System
Pada sistem fixed exchange rate system, pemerintah berperan aktif melakukan
intervensi dalam pasar valuta asing untuk mempertahankan pergerakan nilai tukar
suatu mata uang agar berada pada suatu acuan nilai tukar tertentu. Contoh: nilai tukar
Dolar Hong Kong yang dipatok atau dikaitkan secara tetap pada nilai Dolar AS dalam
kisaran 7,7962 HKD per 1 Dolar AS.
3) Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed/Controlled Semi Pagged)
Exchanges Rate System
Pada sistem mengambang terkendali ini, fluktuasi nilai tukar diambangkan
melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar mata uang tersebut kedalam
rentang nilai tukarnya semula apabila fluktuasi melebihi batas/rentang intervensi yang
diperkenankan. Namun, Bank Sentral tidak menetapkan suatu acuan tingkat/level
niali tukar tertentu, seperti yang diterapkan pada system fixed exchange rate. Contoh:
system ini pernah diterapkan oleh sepuluh negara Eropa yang tergabung dalam
Europan Monetery System (1992).
2.3.5 Perubahan Nilai Tukar
Dalam mekanisme pasar nilai mata uang suatu negara akan selalu mengalami
fluktuasi yang akan berdampak langsung pada harga-harga barang di negara tersebut
termasuk didalamnya ekspor dan impor barang. Ada berbagai macam perubahan
dalam nilai tukar Rupiah dengan valuta asing, yakni devaluasi, revaluasi, depresiasi
dan apresiasi. Perubahan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor dari sisi
permintaan maupun penawaran khususnya dari pihak yang membuat kebijakan dalam
hal ini pihak pemerintah.
1) Devaluasi diartikan sebagai suatu penurunan nilai tukar mata uang dalam
negeri misalnya Rupiah, relatif terhadap mata uang negara tertentu, misalnya
US dolar yang diakibatkan oleh kebijakn pemerintah. Devaluasi dalam hal ini
hanya dapat terjadi jika nilai Rupiah dikaitkan terhadap nilai tukar US dolar
dan pemerintah dengan sengaja mengubah nilai tukar relatif terhadap US
Dolar. Jika pemerintah tidak mengaitkan Rupiah terhadap US Dolar dan
istilah devaluasi hanya berlaku dalam system nilai tukar tetap dimana suatu
mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang tertentu.
2) Revaluasi adalah kebijakan untuk menaikkan nilai tukar domestik terhadap
nilai tukar negara lain. Keuntungan melakukan revaluasi adalah biaya
meminjam dalam mata uang asing lebih murah, sedangkan kerugiannya yang
utama adalah menyebabkan produk domestik menjadi lebih mahal dalam mata
uang asing dan impor menjadi lebih murah dalam mata uang domestik.
Jatuhnya nilai mata uang tertentu terhadap mata uang lain bisa disebabkan
oleh berbagai faktor.
3) Depresiasi yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis
akibat bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang
bersangkutan dalam system pasar bebas. Sebagai dampak dari perubahan
nilai tukar ini adalah produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah,
sedangkan harga impor bagi penduduk negara domestik menjadi lebih mahal.
4) Apresiasi merupakan peristiwa menguatnya nilai tukar suatu mata uang secara
otomatis, akibat dari bekerjanya kekuatan kekuatan penawaran dan
permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas.
Sebagai akibat perubahan nilai tukar ini yaitu harga produk negeri itu bagi
ihak luar negeri makin mahal , sedangkan harga impor bagi penduduk
2.3.6 Teori Penentuan Nilai Tukar
Setelah melalui era Bretton woods, akhirnya sebagian besar mata uang
negara-negara di dunia pada tahun 1973 diberi kesempatan mengambang secara bebas satu
sama lain. Hal ini dimaksudkan untuk mencari tingkat keseimbangan/ekuilibrium
ditentukan oleh kekuatan pasar, yaitu permintaan dan penawaran terhadap mata uang
itu sendiri sebelumnya selalu melakukan tindakan intervensi untuk mempengaruhi
nilai tukar agar senantiasa berada dalam suatu batas yang telah ditentukan.
2.3.7 Model Penentuan Nilai Tukar
Menurut The Fei Ming (2001:9) model penentuan nilai tukar adalah sebagai
berikut:
1. Traditional Theories
Traditional Theories terdiri dari:
a. Teori Daya Beli (Purchasing Power Parity Theory)
Teori ini merupakan teori terpopuler. Teori ini pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1556 oleh Martin De Azpilcueta Navarro. Teori ini menyatakan bahwa
harga barang disuatu negara harus sama dengan harga barang serupa di negara lain
sesuai dengan tingkat nilai tukar yang bberlaku antarkedua negara tersebut. Teori ini
disebut The Law of One Price. Contoh: harga sepotong roti di Amerika Serikat
adalah 1 Dolar AS. Apabila nilai tukar antara Rupiah dengan Dolar AS saat ini
adalah Rp 8.000/USD, menurut asumsi The Law of One Price, harga sepotong roti di
Indonesia harus Rp 8.000. Jadi, dimana pun kita membeli roti, apakah itu di Amerika
nilai tukar yang berlaku antarkedua negara tersebut. Terdapat dua versi dalam Teori
Purchasing Power:
1) Versi absolute
Dalam versi absolute, nilai tukar sama dengan perbandingan antara tingkat
harga umum yang berlaku di dua negara, yang merupakan rata-rata tertimbang dari
seluruh produk yang dihasilkan kedua negara. Contoh: jika rata-rata tertimbang dari
seluruh harga barang di Amerika Serikat adalah sebesar 25.000 FF, berdasarkan versi
absolut, nilai tukar Dolar AS terhadap Franc harus sebesar $0,2/FF.
Dalam versi absolute terdapat beberapa kelemahan yakni:
Asumsi perhitungan nilai tukar dalam versi absolute mengharuskan kita
membandingkan harga barang yang serupa/homogen. Namun, dalam
kenyataanya, tidak satu pun negara di dunia yang memproduksi dan atau
mengkonsumsi barang yang homogen sehingga sulit untuk membandingkan
rata-rata tertimbang dari seluruh harga barang yang terdapat di dua negara
secara tepat.
Versi absolute tidak memperhatikan adanya biaya pengangkutan dan
rintangan dalam melakukan transaksi perdagangan, seperti proteksi dan kuota
yang berpengaruh terhadap harga barang di suatu negara.
Kelemahan-kelemahan ini menunjukkan bahwa keadaan yang berlaku di pasar
versi absolut ini tidak mungkin diterapkan dalam dunia nyata.
Dalam versi relatif persentase perubahan nilai tukar pada waktu yang
ditentukan sebagai periode dasar harus sama dengan perbedaan antara persentase
perubahan harga (tingkat inflasi) domestik dengan persentase perubahan harga
(tingkat inflasi) di luar negeri pada periode tersebut.
Contoh: jika indeks CPI di Amerika Serikat meningkat dari 194ke 218, di
Jepang meningkat dari 161 ke 165, dan nilai tukar yang berlaku saat ini
0.00909$/JPY, berdasarkan versi relatif ini, nilai tukar Yen dan Dolar AS harus
berada pada 0.00909$/JPY.
Versi relatif bertujuan menghilangkan berbagai kelemahan dalam versi
absolute. Dengan menggunakan persamaan pada perhitungan nilai tukar versi relatif
di atas, kita dapat mengetahui tingkat nilai tukar antara dua negara secara lebih tepat
meskipun komposisi barang, baik yang diproduksi maupun dikonsumsi, diantara
kedua negara tersebut tidaklah homogen.
b. Teori Elastisitas
Teori elastisitas mengatakan bahwa nilai tukar adalah harga dari valuta asing
untuk mempertahankan neraca pemabayaran internasional suatu negara agar tetap
berada pada tingkat equilibrium. Dengan kata lain, respons nilai tukar terhadap
perubahan dalam neraca perdagangan sangat dipengaruhi oleh elastisitas permintaan
yang bersifat elastis, pengaruh penurunan impor dan kenaikan ekspor dalam neraca
pembayaran internasional. Jika elastisitas permintaan bersifat elastis, pengaruh
neraca pembayaran internasional sehingga hanya diperlukan sedikit penyesuaian
dalam nilai tukar.
2.Modern Monetery Theories on Short Term Exchange Rate Volatility
Teori ini memperhatikan adanya peran pasar modal dalam jangka pendek dan
peran bursa komoditi dalam jangka panjang terhadap fluktuasi nilai tukar. Teori ini
mengatakan bahwa adanya perbedaan nilai tukar dan perbedaan dalam purchasing
power parity adalah karena adanya suatu perubahan dalam permintaan dan
penawaran terhadap asset-aset keuangan. Dalam pandangan modrn, teori purchasing
power parity juga diperluas dengan menyertakan variable-variabel seperti jumlah
uang yang beredar, tingkat suku bunga, dan pendapatan rill, dalam menentukan
tingkat nilai tukar antara dua negara.
Menurut teori ini, dinamika perubahan yang terjadi di pasar keuangan (pasar
modal dan pasar uang) lebih cepat jika dibandingkan dengan perubahan di pasar
barang komoditi. Oleh karena itu, dalam jangka pendek fluktuasi nilai tukar lebih
dipengaruhi oleh perubahan dalam pasar modal dan dalam jangka panjang fluktuasi
nilai tukar dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di pasar barang.
2.3.8 Pendekatan Keseimbangan Portofolio terhadap Nilai Tukar
Pendekatan moneter tentang nilai tukar mengasumsikan bahwa masyarakat
ingin memegang mata uangnya sendiri dibandingkan dengan mata uang negara lain.
Pendekatan keseimbangan portofolio mengakui bahwa masyarakat mungkin ingin
memegang kedua mata uang tersebut, walaupun mereka mungkin memiliki referensi
Pendekatan keseimbangan portofolio mengajukan argument yang sama untuk
obligasi, yaitu pendekatan ini mengasumsikan bahwa masyarakat di kedua negara
meminta obligasi domestik dan asing atau secara lebih umum masayarakat tersebut
lebih suka menganekaragamkan portofolio sekuritas. Bagaimanapun, model
keseimbangan portofolio tidak hanya memiliki persamaan permintaan bagi berbagai
uang dan obligasi yang ada di setiap negara, yang memperlihatkan bagaimana
permintaan ini berhubungan dengan pendapatan, tingkat bunga dan sebagainya.
Dalam pendekatan moneter, setiap pasar Obligasi Negara diasumsikan bersih, apapun
yang terjadi terhadap permintaan dan penawaran Obligasi Negara. Asumsi ini secara
implisit terlihat pada tidak adanya persamaan bagi permintaan dan penawaran
obligasi, dan kondisi bagi pasar obligasi untuk menjadi bersih tanpa menunjukkan
keberadaan ketika pasar obligasi bersih. Kita daat menguraikan asumsi dari
pendekatan moneter i