(Antitesis Terhadap Diskursus Pemikiran Negara Hukum Dalam Konstitusi
Indonesia)
Ria Casmi ArrsaA. Pendahuluan Perkembangan ilmu hukum Indonesia berjalan secara dinamis di tengah situasi pemikiran global yang berkembang dan telah melahirkan berbagai paradigma pemikiran hukum untuk menopang jagad ketertiban manusia baik dalam berbagai sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu pula dalam perkembangan studi ilmu hukum dalam konteks bernegara telah melahirkan gagasan negara hukum untuk menghindarkan dari praktek‐praktek otoritarianisme penyelenggaraan negara yang berujuk pada absolutisme..
Mengacu pada konteks ke Indonesiaan tentunya kelahiran pemikiran tentang negara hukum memiliki dampak sistemik terhadap pengembangan dan pembangunan hukum di Indonesia. Sebagaimana diutarakan oleh Satjipto Rahardjo bahwa, “Negara Republik Indonesia yang berdasarkan atas hukum adalah suatu bangunan yang belum selesai disusun dan masih dalam proses pembentukannya yang intensif” (Satjipto Rahardjo:2003: 45). Lebih lanjut Soetandyo Wignyosoebroto mengutarakanbahwakonsep Negara hukum di Indonesia merupakan cita‐cita bangsa Indonesia dan telah diatur dalam setiap Undang‐Undang Dasar. Namun demikian konsep Negara hukum itu sendiri bukanlah asli dari bangsa Indonesia. Negara hukum Indonesia merupakan produk yang diimport atau suatu bangunan yang dipaksakan dari luar “imposed from outside" yang sebagian ditransplantasikan atau dipinjam (borrowing) melalui politik konkordansi kolonial Belanda (Soetandyo Wignyosoebroto: 2007:97)
Oleh karena itu sebagai bentuk dari proses transplantasi hukum yang berjalan ditengah situasi pengembangan dan pembangunan hukum di Indonesia tentunya gagasan negara hukum dalam konstitusi Indonesia tidak hanya diterima apa adanya tanpa ada proses filterisasi. Perihal ini sangat penting meningat bahwa menurut A.Mukhtie Fadjar UUD 1945 itu diwarnai oleh berbagai gagasan yang sangat kontra produktif (kontroversial) atau setidak‐tidaknya rancu, sehingga pengki‐dahannya dalam tatanan (pasal‐pasal batang tubuh) bersifat kabur yang mengundang multi intepretasi, dan akibatnya dapat diduga bahwa penerapannya selalu distorsi tergantung dari kehendak yang menguasai kosmos
dalam hal ini adalah penguasa).(A Mukhtie Fadjar:2003:3). (
B. Pembahasan
Beranjak dari latar belakang diatas maka perumusan terhadap antitesa dalam diskursus pemikiran negara hukum Indonesia dengan corak Nomokrasi Konstitusional Pancasila diharapkan dapat meletakkan khasanah intelektual serta landasan paradigmatik dalam kerangka pembagunan konstruksi hukum yang selaras dengan dengan jati diri bangsa. Adapun secara sistematis perkembangan pemikiran negara hukum dapat dijelaskan sebagaimana berikut ini:
nditandaidenganmasa Renaissance(Nur Rachmi: 2005: 1‐3).
Menurut Soetandyo Wignyosoebroto sekurang‐kurangnya 3 karakter konsep rechtsstaat dalam kehidupan bernegara bangsa antara lain Pertama ialah, bahwa apa yang disebut hukum itu harus dibentuk dalam wujudnya yang positif. Kedua, apa yang disebut hikum harus merupakan hasil proses kesepakatan melalui suatu proses yang disebut proses legislasi. Ketiga, hukum yang telah diwujudkan dalam 1. Perkembangan Pemikiran dan Karakteristik Gagasan Negara Hukum dalam
Konteks Studi Ilmu Hukum
Sejarah perkembangan pemikiran negara hukum berjalan beriringan dan menempatkan hubungan yang erat antara negara (state) dan warga negara (civil society).Adapun tipologi negara hukum sebagaimana dimaksud antara lain:
a) Negara Hukum Islam (Nomokrasi Islam)
Menelaah konsep negara hukum dalam perspektif Islam maka akan merujuk pada dimensi kehidupan yang bersifat transendental mengingat bahwa gagasan pemikirannya bersumber dari Kitab Suci Al‐qur’an dan Al‐Hadits. Beranjak dari uraian tersebut maka karakteristik negara hukum dalam perspektif Islam menempatkan kerangka paradigmatik pada dimensi Ketauhidan yang kemudian diturunkan pada derajat kekhalifahan manusia dimuka bumi. Dalam pengalaman kesejarahan Robert N. Bellah mengatakan bahwa Negara Madinah pimpinan Nabi Muhammad SAW adalah model bagi hubungan antara agama dan negara dalam Islam. Perihal ini diperkuat oleh Mohammad Arkoun bahwa, Piagam Madinahtelah menyajikan kepada umat manusia contoh tatanan sosial politik yang luhur dan penuh toleransi. (Muhammad qbal: 2 07: IX). I 0
Mengacu pada uraian diatas maka prinsip‐prinsip negara hukum dalam perspektif Islam mengacu pada beberapa prinsip dasar antara lain: Prinsip kekuasaan sebagai amanah (Surat an‐Nisa 4:58, Suarat Al‐Hujarat 49:13), Prinsipmusyawarah (Surat Al‐Syura 42:38, Ali‐Imran 3: 59), Prinsip keadilan (Surat An‐Nisa 4:135, Al‐Maidah 5:38, An‐Nahl 16:90, As‐Syura 42:15, Surat Al‐An’am 6:160), Prinsip persamaan (Surat Al‐Hujarat 49:13), Prinsip pengakuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia (Surat Al‐Isra 17:70,73, Al Maidah 5:32), Prinsip peradilan bebas, Prinsip perdamaian, Prinsip kesejahteraan, Prinsip ketaatan rakyat. (M.Tahir Azhary: 2010:83). Dengan demikian maka hakikat dari pada hukum Islam sendiri tiada lain memiliki tujuan primer yang disebut dengan aldlaruriyyat antara lain memelihara agama (Hifdz aldin),memelihara jiwa, (Hifdz alnafs), memelihara akal (Hifdz alaql), memelihara keturunan dan kehormatan (Hifdz alirdl), memelihara harta (Hifdz almal.(Abdul Shomad: 2010: 73).
b) Negara Hukum (Rechtstaat)
Meskipun secara terminologi penamaan konsep negara hukum memiliki pengertian harfiah yang sama namun jika dicermati terdapat perbedaan fundamental baik dari sisi paradigma dan kesejarahan. Pengertian negara hukum dalam istilah Rechtstaat merupakan gagasan pemikiran yang berkembangan dikawasan Eropa dengan tradisi hukum civil law system. Pada konteks tersebut perkembangan hukum di Eropa tidak terlepas dari pengaruh budayadan sains yangmulaiberkembang di Barat sekitarabad XVI da
Negara Hukum Sosialis (Socialist Legality)
Dalam konteks perkembangan pemikiran global keberadaan paham sosialisme‐ marxisme merupakan salah satu corak pemikiran yang memiliki pengaruh terhadap perubahan eskalasi politik, ekonomi maupun hukum. Adalah Karl Marx dan Engels murid tokoh filsafat sejarah yaitu Hegel yang berpengaruh terhadap pemikiran sosialisme yang notabenya anti terhadap bentuk feodalisme dan borjuisme.Mengacu pada uraian tersebut dalam konteks relasi teori Marxisme dengan negara dapat di jelaskan dalam tiga prinsip yang bersifat fundamental antara lain Pertama, Marx memandang bahwa kondisi material dari masyarakat sebagai basis dari struktur sosial dan kesadaran manusia. Maka bentuk negarapun muncul dari hubungan‐ hubungan produksi, dan bukannya berasal dari perkembangan umum pemikiran manusia, atau keinginan manusia untuk berkolektif.(Nezar Patria dan Andi Arief: 2003: 10‐11). Kedua, Marx berpendapat bahwa negara merupakan ekspresi politik dari struktur kelas yang melekat dalam produksi.(Georg Lukacs, 2010, 327‐329). bentuk undang‐undang (berikut undang‐undang yang paling dasar yang disebut Undang‐UndangDasar) dan bersifat kontraktual yang akan mengikat seluruh warga bangsa secara mutlak. (Soetandyo Wignyosoebroto: 2009: 2).
c) Negara Hukum (The Rule of Law)
Pada awal kelahirannya gagasan rule of law mempersoalkan batas‐batas kekuasaan para raja dan para ulama gereja yang masing‐masing mengklaim bahwa kekuasaannya bersifat mutlak dan segala titah‐titahnya bersifat universal, mengikat siapapun namun tak pernah akan mengikat dirinya sendiri. Konflik memperebutkan kekuasaan tertinggi dalam penataan tertib dunia ini terjadi antara Paus Gregorius VII dan Kaisar Heinrich IV, yang dalam riwayatnya melahirkan untuk pertama kalinya konsep the rule of law untuk menggantikan the rule of man. Menurut John N Moore bahwa:
The rule of law concept hast adeep historical liniage, being traced in some scholarly views to the concepts of justice and fairness discussed by Aristotle. But while Greek civilization gave rase to the western concept of democracy, albeit limited in actual practice in Athenas, it was the undemocratic Roman Empire that gave birth to the western tradition of awell codified and broadly applied body of law”.(Barry M Hager: 2000: 3).
Brian Tamanaha membagi konseprule of law dalam dua kategori yaitu secara formal dan substantif sehingga konsep Negara Hukum atau rule of law itu sendiri menurutnya mempunyai bentuk sebagai berikut pertama Rule by Law, dimana hukum hanya difungsikan sebagai instrument of government action. Kedua, Formal Legality, bentuk yang formal legality itu, diidealkan bahwa prediktabilitas hukum sangat diutamakan. Ketiga, Democracy and Legality. Demokrasi yang dinamis diimbangi oleh hukum yang menjamin kepastian. Substantive Views yang menjamin “Individual Rights”, Rights of Dignity and/or Justice, Social Welfare, substantive equality, welfare, preservation of community.(Jimly Asshidiqie: 2010: 7‐8)
Ketiga, teori fundamental dari Karl Marx tentang negara adalah bahwa suatu negara
alam masyarakat borjuis merupakan senjata represif dari kaum borjuis. d
e) Negara Hukum Skandinavia
Perkembangan ilmu hukum di Skandinavia tidak terlepas dari tradisi negara hukum Eropa yang berkembang. Sementara itu cara pandangan dalam berhukum dalam lingkungan negara‐negara Skandinavia dipengaruhi oleh aliran realism. Aliran Realis Skandinavia berpandangan bahwa hukum adalah putusan hakim yang dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan atau psikologi yang tidak lebih dari reaksi otak. Dalam kerangka pemikiran psikologi itulah, keharusan yuridis seluruhnya bersangkut paut dengan realitas sosial (Surya Prakas Sinha: 1993: 280).
2. Perkembangan dan Pengaturan Konsep Negara Hukum Dalam Sejarah Keberlakuan Konstitusi di Indonesia
Beranjak dari analisis kesejarahan dan paradigmatik sebagaimana diuraikan di atas maka sangatlah penting untuk meneropong perkembangan konsep negara hukum di Indonesia.Menelisik aspek kesejarahan keberlakuan konstitusi di Indonesia maka dapat diklasifikasikan dalam periode keberlakuan antara lain:
a) Periode UUD 1945
Penjelasan UUD 1945menyatakanbahwaPertama,Indonesia, ialah Negara yang berdasar atas Hukum (Rechsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Adapun konstruksi negara hukumnya adalah sebagai berikut ini:
Gambar 1
Konstruksi Negara Hukum dalam UUD 1945 UUD 1945
b)Periode Konstitusi RIS
b) Periode Konstitusi RIS
Secara tekstual gagasan negara hukum ditemukan di dalam Mukadimah alinea ke IV Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 dan ketentuan Pasal1 Konstitusi RIS. Adapun konstruksi negara hukum dalam konstitusi RIS dapat dijabarkan pada gambar berikut:
BATANG TUBUH
(Bab, Pasal, Ayat)
Aturan Peralihan (4 Pasal)
Aturan Tambahan (2 Pasal) Penjelasan tentang UUD
Negara Indonesia
UMUM SISTEM PEMERINTAHAN
NEGARA
I. Indonesia ialah negara berdasar atas hukum (rechtsstaat):
1. Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).
II. Sistem Konstitusional:
2. Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas.
VII. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Penjelasan meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat ia bukan diktator. artinya kekuasaan tidak tak terbatas
Pembagian Cabang Kekuasaan Negara
Perlindungan HAM (Warga Negara)
Dalam derajat Hak yang beriringan
dengan kewajiban
NEGARA HUKUM (Rechtstaat) DENGAN KONSTITUSIONALIME
TERBATAS
2. Pasal 27 ayat (1) kewajiban untuk
menjunjung hukum, Pasal 27 ayat (2) hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
3. Pasal 28 hak berserikat dan bekumpul.
4. Pasal 29 ayat (2) hak beragama.
5. Pasal 30 hak dan kewajiban bela negara.
6. Pasal 31 hak atas pengajaran. 7. Pasal 34 hak sosial.
PEMBUKAAN (PREAMBULE)