• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nota Perjanjian Kerjasama antara BKSDA Jabar II dengan Kelompok

Siklus 2: Strategi Kolaborasi

17. Nota Perjanjian Kerjasama antara BKSDA Jabar II dengan Kelompok

Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan tentang Pengelolaan Hutan Lembah Cilengkrang melalui Sistem PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai

NOTA PERJANJI AN KEMI TRAAN ANTARA

BALAI KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM ( BKSDA) JAWA BARAT I I

DENGAN

KELOMPOK TANI PENGGERAK PARI WI SATA ( POKTAPEPAR) DESA PAJAMBON KECAMATAN KRAMATMULYA KABUPATEN KUNI NGAN

TENTANG

PENGELOLAAN HUTAN LEMBAH CI LENGKRANG MELALUI SI STEM PHBM DI TAMAN NASI ONAL GUNUNG CI REMAI

Nomor: S 2558/IV-K.12/2005 Nomor: 02/Poktapepar/07/2005

Pada hari ini Selasa tanggal Dua Belas bulan Juli tahun 2005, bertempat di Balai Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya Kabupaten Kuningan, kami yang bertandatangan di bawah ini:

3. Nama : Ir. Ikin Zainal Mutaqin

Jabatan : Kepala BKSDA Jabar II

Alamat : Jl. R.A.A. Kusumasubrata No. 11 Ciamis 46213

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Balai KSDA Jabar II, sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Dirjen PHKA No.: SK.140/IV/Set-3/2004 tanggal 30 Desember 2004 tentang Penunjukan Pengelola Taman Nasional Gunung Ciremai yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.

4. Nama : Mulyadi

Jabatan : Ketua Kelompok Tani Penggerak Pariwisata (POKTAPEPAR) Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya Kabupaten Kuningan

Alamat : Dusun Wage RT 8 RW 04 Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya

Kabupaten Kuningan

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Kelompok Tani Penggerak Pariwisata (POKTAPEPAR) Lembah Cilengkrang Desa Pajambon dan atas nama masyarakat Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya Kabupaten Kuningan yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

Kedua belah pihak sepakat melakukan perjanjian kemitraan dalam rangka pelaksanaan implementasi Sistem PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai yang turut wilayah

administrasi Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya Kabupaten Kuningan yang ada di bawah pengelolaan BKSDA Jawa Barat II dengan ketentuan sebagai berikut.

Pasal 1 LANDASAN

Landasan perjanjian kemitraan ini adalah:

1. PP Nomor 59 tahun 1998 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;

2. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 878/KPTS-II/1992 tentang Tarif Pungutan Masuk Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Laut.

3. Nota Kesepakatan Bersama antara BKSDA Jabar II dengan Pemerintah Desa Pajambon Nomor S2557/IV-K.12/2005 dan Nomor 141/02/Pem/07/2005 tanggal 11 Juli 2005 tentang Implementasi Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Taman Nasional Gunung Ciremai;

Pasal 2

TUJUAN DAN SASARAN

1. Tujuan perjanjian kemitraan ini adalah:

a. Merealisasikan tujuan pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat

sebagaimana tertuang dalam Nota Kesepakatan Bersama;

b. Terjaminnya kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai melalui optimalisasi fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.

c. Untuk memperjelas peran, tanggung jawab, kewajiban dan hak para pihak dalam pengelolaan wisata alam dan jasa lingkungan Lembah Cilengkrang.

2. Sasaran perjanjian kemitraan ini adalah terpeliharanya keutuhan dan kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya melalui pengelolaan wisata alam dan jasa lingkungan Lembah Cilengkrang di Taman Nasional Gunung Ciremai, serta terpenuhinya wahana pendidikan konservasi, ilmu pengetahuan, penelitian, dan rekreasi bagi masyarakat.

Pasal 3

OBYEK DAN RUANG LINGKUP KEMITRAAN

1. Obyek kemitraan ini adalah:

a. Kawasan hutan Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai seluas 30 Ha yang turut wilayah administrasi Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya Kabupaten Kuningan yang berada di bawah pengelolaan BKSDA Jabar II;

b. Pengelolaan bersama kawasan hutan pada ayat (1) poin (a) tersebut di atas untuk kegiatan wisata alam dan jasa lingkungan, rehabilitasi, perlindungan, dan pelestarian alam dengan sistem berbagi peran, berbagi tanggung jawab, dan berbagi manfaat. 2. Ruang lingkup kemitraan ini adalah:

a. Penyusunan rencana pengelolaan, rehabilitasi, pemeliharaan, perlindungan, promosi dan informasi;

b. Peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat di bidang pengelolaan,

pengembangan wisata alam dan jasa lingkungan.

Pasal 4

Rencana pengelolaan yang disepakati adalah sebagai berikut:

Jenis Kegiatan Lokasi/Blok Volume Rencana Kelola Ket.

1. Wisata Alam Cipanas 0,5 Ha

2. Bumi Perkemahan Kopi Gede, Hambulu

1 Ha

3. Rehabilitasi Kopi Gede,

Hambulu, Cipanas, Curug Sabu

28,5 Ha

4. Potensi Lainnya Kopi Gede, Hambulu

57 jenis Tanaman

Obat

5. Jasa Lingkungan ……… P.M.

CATATAN:

Rencana Pengelolaan sesuai dengan potensi yang ada dan karakteristik wilayah setempat akan disusun secara bersama-sama yang difasilitasi oleh para pihak selambat-lambatnya 6 bulan setelah ditandatanganinya perjanjian kemitraan ini dan dibuatkan addendum yang tidak terpisahkan dari surat perjanjian ini.

Pasal 5

KEWAJIBAN DAN HAK PIHAK PERTAMA

1. PIHAK PERTAMA berkewajiban:

a. Memberikan bimbingan dan binaan teknis serta fasilitasi kepada pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Sistem PHBM di Desa Pajambon demi kelancaran dan peningkatan fungsi dan manfaat hutan;

b. Melakukan monitoring dan evaluasi secara sendiri dan atau bersama-sama pihak yang berkepentingan;

c. Menyediakan sarana dan pra-sarana sesuai program;

d. Melaksanakan pengadaan tiket masuk pengunjung dan jasa lainnya di kawasan hutan Lembah Cilengkrang;

e. Mengupayakan peningkatan kualitas sumberdaya manusia masyarakat Desa

Pajambon;

f. Menjaga, memelihara, dan mengefektifkan fungsi, tugas dan mekanisme Forum PHBM Desa Pajambon;

g. Bersama-sama PIHAK KEDUA dan Forum PHBM Desa Pajambon melaksanakan

rehabilitasi, pengawasan, pemeliharaan, pengamanan, perlindungan, promosi, dan informasi;

h. Menyampaikan setiap rencana kegiatan yang terkait dengan Nota Perjanjian

Kemitraan ini kepada pihak PIHAK KEDUA dan Forum PHBM Desa Pajambon;

i. Melaksanakan pengaturan, pengamanan serta memantau dampak negatif pengunjung dalam rangka menjamin kenyamanan dan keamanan pengunjung;

j. Membangun jaringan kerja dengan pihak lain yang terkait dengan bidang kemitraan.

a. Melakukan koreksi, teguran, peringatan, dan pembatalan perjanjian kemitraan ini bila terjadi penyimpangan prinsipil dari kesepakatan yang telah dibuat melalui musyawarah Forum PHBM Desa Pajambon;

b. Mendapatkan laporan secara periodik dan insidental mengenai pelaksanaan kegiatan PHBM di Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya;

c. Mengalihkan hak pengelolaan kepada pihak lain sebagai akibat dibatalkannya perjanjian kemitraan dengan PIHAK KEDUA setelah mempertimbangkan saran/pendapat Forum PHBM Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya;

d. Mengkoordinasikan pemanfaatan dana dari PIHAK KEDUA untuk kegiatan konservasi yang mekanismenya diatur dalam pasal 8 Nota Perjanjian Kemitraan ini.

Pasal 6

KEWAJIBAN DAN HAK PIHAK KEDUA

1. PIHAK KEDUA berkewajiban:

a. Menjamin status dan fungsi hutan sebagai asset negara yang tidak boleh disewakan dan diperjualbelikan;

b. Menyediakan sarana dan pra-sarana sesuai dengan program;

c. Membantu PIHAK PERTAMA dalam penyelenggaran retribusi karcis masuk pengunjung dan jasa lainnya di kawasan hutan Lembah Cilengkrang;

d. Melakukan kegiatan pengamanan dan perlindungan hutan serta kegiatan

pengendalian kebakaran hutan di Taman Nasional Gunung Ciremai;

e. Memperhatikan kaidah kelestarian dan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya sehingga tidak merusak lingkungan;

f. Memberikan laporan kepada PIHAK PERTAMA secara periodik dan insindental

mengenai pelaksanaan kegiatan PHBM di Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya; g. Setiap anggota POKTAPEPAR turut berperan aktif dalam menghindari, mencegah, dan

menghentikan terhadap upaya-upaya pihak lain yang akan mengganggu dan merusak kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;

h. Bersama-sama PIHAK PERTAMA dan atau Forum PHBM Desa Pajambon terlibat dalam proses rehabilitasi, pengawasan, evaluasi, pemeliharaan, pengamanan, perlindungan serta promosi dan informasi;

i. Menjaga, memelihara, dan mengefektifkan fungsi, tugas, dan mekanisme Forum PHBM Desa Pajambon;

j. Membangun jaringan kerja dengan pihak lain yang terkait dengan bidang kemitraan; k. Melaksanakan pengaturan, pengamanan serta memantau dampak negatif pengunjung

dalam rangka menjamin kenyamanan dan keamanan pengunjung;

l. Mengkoordinir seluruh anggota POKTAPEPAR serta menyusun dan menyepakati

aturan-aturan POKTAPEPAR demi tercapainya tujuan dari Nota Perjanjian Kemitraan ini;

m. Mentaati dan menjalankan petunjuk-petunjuk teknis dari PIHAK PERTAMA yang tidak tercantum dalam Nota Perjanjian Kemitraan ini, tetapi berkaitan langsung dengan pelaksanaan Nota Perjanjian Kemitraan ini;

n. Memberikan kontribusi dalam bentuk apapun terhadap proses pengelolaan guna mendapatkan sharing manfaat yang sebesar-besarnya melalui musyawarah dengan PIHAK PERTAMA dan Forum PHBM Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya;

o. Menyisihkan sebagian hasil yang didapat untuk kepentingan kegiatan konservasi kawasan yang mekanismenya diatur dalam pasal 8 Nota Perjanjian Kemitraan ini. 2. PIHAK KEDUA berhak:

a. Mendapatkan seluruh hak yang merupakan kewajiban PIHAK PERTAMA sebagaimana diatur dalam huruf (a) s/d huruf (h) ayat (1) pasal 6 Nota Perjanjian Kemitraan ini;

b. Mengoptimalkan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya untuk

pengembangan budidaya sepanjang tidak merusak ekosistem alaminya;

c. Mengajukan saran dan masukan atau koreksian terhadap kebijaksanaan PIHAK

PERTAMA untukmendukung kelancaran pengelolaan;

d. Mendapatkan sharing manfaat sesuai dengan nilai kontribusi yang diberikan yang mekanismenya diatur dalam pasal 8 Nota Perjanjian Kemitraan ini.

Pasal 7

MONITORING DAN EVALUASI

1. Monitoring merupakan salah satu fungsi pengelolaan yang dimaksudkan untuk mengawasi seluruh proses/kegiatan pada obyek dan ruang lingkup kerjasama yang dimaksud pada pasal 3 dan mengendalikan hal-hal yang bersifat mengganggu, menghambat, dan menggagalkan tujuan dari Nota Perjanjian Kemitraan ini.

2. Monitoring dilaksanakan secara periodik maupun insidental;

3. Evaluasi dilakukan minimal setiap 1 (satu) tahun sekali untuk mengukur tingkat keberhasilan atas pelaksanaan Nota Perjanjian Kemitraan ini yang dilakukan bersama oleh PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA, dan Forum PHBM Desa Pajambon terhadap seluruh proses/kegiatan pada obyek dan ruang lingkup kemitraan yang dimaksud pasal 3.

4. Evaluasi dijadikan sebagai dasar pertimbangan oleh kedua belah pihak dan Forum PHBM Desa Pajambon untuk menentukan berlanjut atau tidaknya Nota Perjanjian Kemitraan ini.

Pasal 8

TARIF DAN MEKANISME SHARING

1. Besarnya tarif masuk pengunjung ke obyek wisata alam dan jasa lingkungan lainnya ditetapkan berdasarkan ketentuan dan peraturan yang berlaku;

2. Tarif masuk pengunjung terdiri dari: a. Penerimaan Negara Bukan Pajak;

b. Biaya operasional pengelolaan yang ditimbulkan dengan adanya kesepakatan

kemitraan ini dibebankan kepada pengunjung dengan cara menambahkan pada biaya pokok tiket masuk atas dasar kesepakatan;

c. Biaya asuransi kecelakaan pengunjung.

3. Perimbangan pembagian hasil tiket masuk wisata alam sebagaimana dimaksud huruf (a) ayat 2 di atas ditetapkan berdasarkan ketentuan dan peraturan yang berlaku;

4. Para pihak yang berhak mendapatkan sharing output sebagaimana dimaksud huruf (b) ayat 2 di atas adalah PIHAK KEDUA, Forum PHBM Desa, Pemerintah Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya, dan Kegiatan Konservasi yang besarnya didasarkan atas hasil musyawarah;

5. Sharing output yang bersumber dari kawasan hutan Lembah Cilengkrang di luar penyelenggaraan wisata alam sepenuhnya menjadi hak PIHAK KEDUA yang pengaturan lebih lanjut sejalan dengan maksud ayat 4 di atas.

6. Ruang lingkup sharing:

a. Sharing meliputi sharing peran, tanggung jawab, input, proses, maupun output;

b. Sharing dilakukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan peningkatan kualitas sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya atas dasar saling menguntungkan; 7. Pelaksanaan sharing output:

a. Sharing ouput dari penyelenggaraan wisata alam dilakukan setiap akhir bulan.

b. Sharing output di luar sebagaimana huruf (a) ayat 7 di atas dilakukan pada saat diperolehnya pemanfaatan hasil kegiatan.

8. Nilai sharing output:

Sharing output masing-masing pihak sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal 8 adalah sebagai berikut:

No. Pihak yang Berhak

Mendapatkan Sharing Manfaat

Jenis Kegiatan Wisata Alam Bumi Perkemahan Di Luar Wisata Alam 1. 2. 3. 4. PIHAK KEDUA PEMERINTAH DESA

FORUM PHBM DESA PAJAMBON DANA KONSERVASI 75 % 12,5 % 5 % 7,5 % 75 % 12,5 % 5 % 7,5 % 75 % 12,5 % 5 % 7,5 % 9. Penyerahan sharing output:

a. Penyerahan sharing output dilakukan secara terbuka dengan proses administrasi yang tertib sesuai dengan aturan yang disepakati bersama melalui Forum PHBM Desa Pajambon.

b. Penyerahan sharing output dilakukan dalam bentuk uang.

c. Penyerahan sharing output dari kegiatan di luar wisata alam sepenuhnya hak PIHAK KEDUA, Forum PHBM Desa Pajambon, Pemerintahan Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya, dan Kegiatan Konservasi.

Pasal 9 JANGKA WAKTU

1. Nota Perjanjian Kemitraan ini berlaku sejak ditandatanganinya Nota Perjanjian Kemitraan ini untuk jangka waktu 5 (lima) tahun atas hasil evaluasi sebagaimana ayat (3) pasal 7; 2. Setelah jangka waktu tersebut ayat (1) di atas, Nota Perjanjian Kemitraan ini bisa

diperpanjang atas permohonan PIHAK KEDUA; 3. Perjanjian kemitraan ini berakhir apabila:

a. Jangka waktu berakhir dan tidak diperpanjang;

b. PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA merasa tidak memungkinkan lagi melanjutkan

Pasal 10 SANKSI

1. Apabila berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi salah satu pihak tidak memenuhi sebagian atau seluruh kewajibannya, dikenakan sanksi yang diatur berdasarkan musyawarah dan mufakat di antara kedua belah pihak dan Forum PHBM Desa Pajambon. 2. Sanksi yang dimaksud ayat (1) pasal 10 di antaranya berupa peringatan, koreksian,

pencabutan, dan pembatalan Nota Perjanjian Kemitraan ini.

Pasal 11

FORCE MAJUURE

1. Apabila terjadi hal-hal di luar kemampuan para pihak di tingkat desa yang merupakan force majuure, seperti bencana alam, kebakaran hutan, musibah yang menimpa pengunjung, serta peristiwa-peristiwa di luar kemampuan para pihak di tingkat desa maka semua pihak secara bersama-sama untuk melakukan penanggulangan.

2. Pada saat terjadi force majuure, PIHAK KEDUA segera melaporkan kepada PIHAK PERTAMA paling lama 1 kali 24 jam, baik secara lisan maupun tertulis.

3. Dalam melakukan penanggulangan force majuure tersebut, berkoordinasi dengan para pihak terkait lainnya.

Pasal 12 PERSELISIHAN

1. Segala bentuk perselisihan, diselesaikan berdasarkan musyawarah mufakat di antara kedua belah pihak dan atau melalui Forum PHBM Desa Pajambon, Forum PHBM Kecamatan sampai ke Forum PHBM Kabupaten Kuningan.

2. Apabila penyelesaian yang dimaksud pasal 12 ayat (1) di atas tidak tercapai, diselesaikan melalui melalui jalur hukum yang berlaku.

Pasal 13 LAIN LAIN

1. Apabila PIHAK KEDUA sudah cukup layak dan bermaksud untuk mendapatkan Ijin

Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) sesuai peraturan perundangan yang berlaku maka dapat mengajukan permohonannya ke Menteri Kehutanan RI atas rekomendasi PIHAK PERTAMA;

2. Dalam hal pelayanan pengunjung ke obyek wisata alam, PIHAK KEDUA menggunakan tiket masuk yang diterbitkan oleh Perum Perhutani KPH Kuningan sampai diterbitkannya tiket masuk oleh PIHAK PERTAMA.

Pasal 14 PENUTUP

1. Nota Perjanjian Kemitraan ini dibuat sesungguhnya oleh kedua belah pihak dengan disaksikan oleh para pihak lain sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan Sistem PHBM di Desa Pajambon.

2. Apabila terdapat kekeliruan atau hal-hal lain yang belum diatur dalam Nota Perjanjian Kemitraan ini, diatur kemudiaan dalam bentuk addendum yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Nota Perjanjian Kemitraan ini.

PIHAK PERTAMA Kepala BKSDA Jabar II,

Ir. Ikin Zainal Mutaqin

PIHAK KEDUA Ketua POKTAPEPAR, Mulyadi Saksi-saksi: Ketua Forum PHBM Desa Pajambon, KUSMANSYAH Ketua BPD Desa Pajambon, S. ANDRIES A.F.

Kepala Desa Pajambon,

A. SUPRIYADI

Camat Kramatmulya,

Drs. ALI JUMENA S.P.

Menyetujui:

BUPATI KUNINGAN,

ABSTRACT

ARIF ALIADI. Collaborative Development of Mount. Ciremai National Park: An Action Research. Under the direction of RINEKSO SOEKMADI and HERRY PURNOMO.

Conflict over natural resource management in Kuningan district rose due to access restriction since establishment of Ciremai Mountain National Park according to Ministry of Forestry Decree No. SK.424/Menhut-II/2004. Local communities from 26 villages surround National Park could not get access to their agroforest they have developed before establishment of the Park. The objectives of the research are to develop a process of conflict resolution as well as to develop a collaborative Ciremai Mountain National Park management. An action research had been done to achieve those objectives during September 2006 to September 2010. The result showed conflict was resolved. There were attitude changes among stakeholders involved in conflict from confrontation into collaborative attitude. This attitude changed was a strong foundation to establish collaboration among stakeholders. This research also showed collaborative national park management has been developed and implemented up to now.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan taman nasional di Indonesia masih belum berhasil membuat kehidupan masyarakat di sekitarnya menjadi lebih baik. Jarang sekali ada kelompok masyarakat yang memperoleh manfaat langsung dari keberadaan taman nasional. Mungkin di beberapa taman nasional, masyarakat masih bisa mengambil hasil hutan non-kayu dari dalam kawasan, namun mereka harus bersedia membayar sejumlah kompensasi kepada petugas kawasan atau mereka akan disebut sebagai pencuri, perambah, dan berbagai cap negatif lain.

Keadaan ini membuat eksistensi taman nasional terancam. Effendi (2000) menyebutkan beberapa ancaman yang disebabkan oleh manusia di kawasan taman nasional di seluruh Indonesia. Bentuk-bentuk ancaman yang dilaporkan adalah pemukiman, perladangan, pertambangan, penggembalaan ternak, penggunaan lahan untuk bertani, tumpang tindih peruntukan, penebangan pohon, pengambilan hasil hutan non kayu, penangkapan ikan, perburuan, pengambilan biota laut, dan penebangan mangrove. Suporahardjo (2003) memberikan contoh permasalahan yang terjadi di kawasan Taman Nasional (Tabel 1).

Tabel 1. Permasalahan Taman Nasional

Nama Taman Nasional Jenis Permasalah Volume

1. TN Gunung Halimun Pemukiman liar Kebakaran Hutan PETI Penebangan Liar Penyerobotan lahan 59 ha 42 ha 3 ha 47,75 ha 621,84 ha

2. TN Ujung Kulon Pemukiman liar

Perladangan liar

2188,27 ha 1143,37 ha

3. TN Kerinci Seblat Pemukiman liar 1665 ha

5. TN Kutai Pemukiman dan perladangan liar 4977 ha

Sumber: Suporahardjo (2003)

Contoh serupa juga ditemui di negara lain. Armend dan Armend, (1992) dalam McNeely et al. (1994) yang mereview kawasan konservasi di

Amerika Selatan menemukan bahwa 86% dari semua kawasan konservasi telah dihuni oleh manusia yang melakukan aktivitas ekonomi. Keadaan demikianlah yang menyebabkan terjadinya banyak kasus di taman nasional. Machlis dan Technell (1985) dalam

Hasil penelitian di atas juga diperkuat dengan penelitian oleh IUCN. Wells et.al. (1992) menyebutkan di dalam bukunya, bahwa pada awal tahun 1980-an, ada suatu studi yang dilakukan oleh IUCN (1984) yang meringkas jenis-jenis ancaman yang dihadapi oleh 43 kawasan konservasi yang paling terancam di dunia. Sepuluh ancaman terbesar adalah tidak memadainya sumberdaya untuk pengelolaan, perambahan, perubahan dalam tata air atau pembangunan dam, perburuan, adjacent land development, pembangunan internal yang tidak sesuai (misalnya jalan), pertambangan dan sumberdaya berpotensi tinggi, konflik ternak, kegiatan militer, dan kegiatan kehutanan.

McNeely (1989) melaporkan bahwa dari 100 taman nasional yang diteliti di seluruh dunia, terdapat 1611 ancaman spesifik terhadap taman nasional, dimana 95% di antaranya terjadi di negara berkembang. Sepuluh ancaman yang paling berbahaya adalah pemindahan satwa liar yang ilegal, kurang memadainya manajemen personalia, penebangan pohon/vegetasi, erosi tanah, sikap-sikap lokal, konflik atas lahan, api, human

harrasment of animals, kerusakan/kehilangan habitat, dan vegetation

trampling.

Permasalahan yang diungkap dimuka menunjukkan tidak adanya dukungan dari masyarakat, khususnya masyarakat lokal yang tinggal di sekitar kawasan konservasi. Tanpa dukungan masyarakat, petugas kawasan konservasi bekerja sendiri mengamankan kawasannya. Dengan keterbatasan sumberdaya manusia dan fasilitas, maka tidak ada satu orang pun yang dapat menjamin keamanan kawasan konservasi. Ancaman akan semakin besar.

Sementara itu, banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak semua kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat bersifat merusak kawasan taman nasional. Agroforestri adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang tidak bertentangan dengan tujuan konservasi. Muda (2005) menyatakan bahwa pola agroforest “Napu” ditemui di dalam kawasan TN Kelimutu (NTT) yang didominasi jenis tanaman kopi, dadap (pohon

pelindung), jeruk, dan salak. Keberadaan “Napu” sudah ada sebelum terjadinya penetapan TN Kelimutu. Agroforest “Napu” merupakan pola usaha tani yang tidak bertentangan dengan defisini dan tujuan pengelolaan taman nasional. Selanjutnya Muda (2005) menjelaskan bahwa agroforest “Napu” memberi keuntungan secara ekologis, ekonomis maupun sosial.

Manfaat agroforestri juga diungkapkan oleh Aliadi dan Kaswinto (2000) yang menyatakan bahwa manfaat agroforestri tumbuhan obat yang dikembangkan di zona rehabilitasi TN Meru Betiri Jawa Timur sesuai dengan fungsi-fungsi taman nasional, yaitu fungsi taman nasional, yaitu (a) perlindungan sistem penyangga kehidupan, (b) pengawetan plasma nutfah, dan (c) pelestarian pemanfaatan keragaman hayati.

Permasalahan muncul ketika agroforestri yang telah dikembangkan oleh masyarakat di kawasan taman nasional tidak dapat diakomodir dalam pengelolaan taman nasional. Hal ini terjadi di TN Gunung Ciremai.

Kawasan hutan Gunung Ciremai ditetapkan sebagai Taman Nasional Gunung Ciremai pada tanggal 19 Oktober 2004, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung pada Kelompok Hutan Gunung Ciremai Seluas 15.500 ha, yang terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Propinsi Jawa Barat menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai. Pada awalnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 419/Kpts-II/1999, fungsi kawasan hutan di Gunung Ciremai seluas 15.518,23 Ha yang terletak di perbatasan Kabupaten Kuningan dan Majalengka serta merupakan gunung tertinggi di Propinsi Jawa Barat (3.078 m) ialah hutan lindung (7.748,75 Ha), hutan produksi (2.690,48 Ha), hutan produksi terbatas (4.943,62 Ha) dan areal penggunaan lain (135,38 Ha). Kemudian, pada tahun 2003 berubah menjadi hutan lindung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 195/Kpts- II/2003 tanggal 4 Juli 2003.

Hermawan et.al. (2005) menyebutkan bahwa sebanyak 47% lahan di Gunung Ciremai telah dikelola melalui sistem PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). Hasil penelitian Dewi (2006) di Desa Seda, Kecamatan Mandirancan, Kabupaten Kuningan menunjukkan bahwa kelompok rumah

tangga miskin dan menengah memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pengelolaan lahan PHBM, terlihat dari nilai persentase luasan asset lahan sebesar 39 % (rumah tangga miskin) dan 35 % (rumah tangga menengah). Kondisi ini terjadi dikarenakan keberadaan nilai asset lahan pribadi yang minin serta tidak mencukupi kebutuhan livelihood rumah tangga, akibatnya kelompok rumah tangga miskin dan menengah memiliki ketergantungan akan lahan PHBM. Untuk kelompok ruman tangga miskin, sebanyak 62 % pendapatan rumah tangga berasal dari hasil lahan seperti : padi gogo, melinjo, cengkeh dan kopi. Sedangkan untuk kelompok rumah tangga menengah, sebanyak 34 % pendapatan rumah tangga diperoleh dari hasil lahan, seperti : padi gogo, cengkeh, dan melinjo. Sumber pendapatan dari lahan merupakan hasil dari pola agroforestri yang dikembangkan masyarakat di dalam kawasan Gunung Ciremai, sebelum kawasan tsb. ditetapkan sebagai Taman Nasional.

Perumusan Masalah

Perubahan status hutan lindung Gunung Ciremai menjadi Taman

Dokumen terkait