• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

D. Nyeri

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan dan berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri bersifat individu dan ambang nyeri pada setiap orang berbeda-beda (Roach, S. S., 2004). Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) dimana nyeri dirasakan untuk pertama kali. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Adanya kerusakan jaringan akan mengakibatkan pembebasan mediator nyeri yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri (Mutschler, 1999).

Menurut tempat terjadinya, nyeri terbagi atas nyeri somatik dan nyeri dalam (viseral). Dikatakan nyeri somatik apabila rasa nyeri berasal dari kulit, otot, persendian, tulang, atau dari jaringan ikat. Nyeri somatik dibagi atas dua kualitas yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam. Disebut nyeri permukaan apabila rangsang bertempat di dalam kulit, sedangkan disebut nyeri dalam apabila rangsang berasal dari otot, persendian tulang dan jaringan ikat. Nyeri dalam (viseral) atau nyeri perut terjadi antara lain pada tegangan organ perut, kejang otot polos, aliran darah kurang dan penyakit yang disertai radang (Mutschler, 1999).

Berdasarkan waktu terjadinya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri yang sifatnya akut dan kronis. Pada nyeri yang sifatnya akut, umumnya terjadi beberapa saat setelah terjadinya lesi atau trauma jaringan, berlangsung singkat dan biasanya cepat membaik bila diberi obat pengurang rasa nyeri (analgetika). Bila diberikan stimulus nyeri, maka rasa nyeri akan timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik. Rasa sakit akut juga digambarkan dengan banyak nama pengganti, seperti rasa sakit

tajam, rasa tertusuk, rasa sakit cepat, rasa sakit elektrik, dan sebagainya (Anonim, 1991; Guyton A. C., 1993). Nyeri yang kronik umumnya berhubungan dengan terjadinya lesi jaringan yang bersifat permanen, atau dapat sebagai kelanjutan dari nyeri akut yang tidak ditangani dengan baik. Nyeri yang kronik umumnya berhubungan dengan terjadinya lesi jaringan yang bersifat permanen, atau dapat sebagai kelanjutan dari nyeri akut yang tidak ditangani dengan baik. Nyeri kronik ini biasanya berlangsung lama, atau biasanya terjadi selama lebih dari 6 bulan. Rasa sakit kronik timbul setelah satu detik atau lebih dan kemudian rasa sakit ini secara perlahan bertambah untuk selama beberapa detik dan kadang kala sampai beberapa menit. Rasa sakit kronik diberi banyak nama tambahan seperti rasa sakit terbakar, rasa sakit pegal, rasa sakit berdenyut-denyut, rasa sakit mual, dan rasa sakit lambat (Anonim, 1991; GuytonA. C., 1993).

Eicosanoid merupakan produk oksigenasi dari asam lemak rantai panjang yang tidak jenuh (Katzung, B. G., 2001). Eicosanoid terlibat dalam mengatur proses fisiologi dan beberapa diantaranya merupakan mediator yang sangat penting dalam menimbulkan rasa nyeri (Rang H. P., Dale, M. M., Ritter, J. M., dan Flower, R. J., 2007).

Prekursor eicosanoid yang terbanyak dan diduga paling penting yaitu asam arakidonat yang dirilis dari fosfolipid-fosfolipid membran oleh satu atau lebih lipase (Katzung, B. G., 2001). Eicosanoid yang pokok yaitu prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Sel yang mengalami kerusakan dapat menstimulus pelepasan eicosanoid (Rang dkk, 2007).

Fosfolipid Asam arakhidonat Fosfolipase A2 12-HETE (kemotaksin) 12-Lipoksigenase Lipoksin A dan B 15-Lipoksigenase Siklooksigenase Siklik endoperoksid PGD2 (menghambat agregasi platelet, vasodilator) PGF (bronkokonstriksi, kontraksi myometrial) PGE2 (vasodilator, hiperalgesik) Tromboksan A2 (trombotik, vasokonstriktor) PGI2 (vasodilator, hiperalgesik,

menghambat agregasi platelet)

5-Lipoksigenase 5-HPETE LTA4 LTC4 (bronkokonstriktor) LTD4 LTE4 LTB4 (kemotaksin)

Gambar 1. Proses pembentukan eicosanoid dari asam arakhidonat melalui jalur siklooksigenase dan lipooksigenase (Rang dkk, 2007)

Asam arakhidonat dimetabolisme melalui beberapa jalur yaitu:

1. metabolisme oleh siklooksigenase (COX) yang terdiri dari dua bentuk yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim ini akan menginisiasi biosintesis prostaglandin dan tromboksan.

2. metabolisme oleh lipoksigenase yang akan menginisiasi sintesis leukotrien dan eicosanoid lain.

(Rang dkk, 2007) Prostaglandin dan tromboksan mempunyai efek utama pada empat jenis otot polos: saluran napas, saluran cerna, reproduksi, dan vaskular. Target penting lainnya mencakup platelet dan monosit, sistem saraf pusat, ujung saraf otonomik pra sinap, ujung saraf sensorik, organ endokrin, dan jaringan lemak. Leukotrien mempunyai efek pada hati dan otot polos, sel-sel darah, dan sistem ginjal (Katzung, B. G., 2001)

Yang termasuk “zat nyeri” yang potensinya kecil adalah ion hidrogen. Pada penurunan pH di bawah 6 selalu terjadi rasa nyeri yang meningkat pada kenaikan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Demikian pula berbagai neurotransmiter bekerja sebagai zat nyeri pada kerusakan jaringan. Histamin pada konsentrasi relatif tinggi terbukti sebagai zat nyeri. Asetilkolin pada konsentrasi rendah mensensibilisasi reseptor nyeri terhadap zat nyeri lain sehingga senyawa ini bersama-sama dengan senyawa yang dalam konsentrasi yang sesuai secara sendiri tidak dapat menimbulkan rasa nyeri. Pada konsentrasi tinggi, asetilkolin bekerja sebagai zat nyeri yang berdiri sendiri. Serotonin merupakan senyawa yang menimbulkan nyeri yang paling efektif dari kelompok transmiter. Sebagai

kelompok senyawa penting lain dalam hubungan ini adalah kinin, khususnya bradikinin yang termasuk penyebab nyeri terkuat. Prostaglandin yang dibentuk lebih banyak akan mensensibilitas reseptor nyeri dan disamping itu menjadi penentu dalam lamanya rasa nyeri (Mutschler, 1999).

Ada tiga jenis reseptor berdasarkan tipe stimulus yang diberikan, yaitu: a. Reseptor nyeri mekanosensitif

Reseptor ini akan terangsang bila ada stres mekanik atau kerusakan jaringan (Guyton, A. C., 1993). Reseptor ini akan meneruskan nyeri permukaan melalui serabut A-delta bermielin (Mutschler, 1999).

b. Reseptor nyeri termosensitif

Reseptor ini peka terhadap perubahan suhu panas/dingin yang ekstrim (Guyton, A. C., 1993). Reseptor ini meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut c yang tidak bermielin (Mutschler, 1999).

c. Reseptor nyeri kemosensitif

Reseptor ini peka terhadap bahan kimia seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalsium, asam, prostaglandin, asetilkolin, dan enzim proteolitik (Guyton, A. C., 1993). Zat-zat kimia di atas disebut juga zat nyeri atau mediator nyeri (Mutschler, 1999).

Proses penghantaran nyeri adalah sebagai berikut: potensial aksi (impuls nosiseptif) yang terbentuk pada reseptor nyeri diteruskan melalui serabut saraf aferen ke dalam akar dorsal sumsum tulang belakang. Di tempat ini juga terjadi refleks somatik dan vegetatif awal melalui interneuron serta penghambatan nyeri menurun pada serabut aferen. Serabut-serabut yang berakhir dalam daerah

formatio reticularis menimbulkan reaksi vegetatif. Tempat kontak yang lain adalah thalamus optikcus. Di sini impuls diteruskan ke gyrus postcontralis (celah sentral belakang), tempat lokalisasi nyeri, juga ke sistem limbik yang terlibat dalam penilaian nyeri. Kemudian otak kecil dan otak besar sama-sama melakukan reaksi perlindungan dan reaksi menghindar yang terkoordinasi.

Proses terjadinya nyeri adalah sebagai berikut: Rasa Nyeri Lokalisasi nyeri Penilaian nyeri

Korteks Reaksi pertahanan

Sistem limbik Otak kecil

Talamus optik

Formasio retikularis reaksi vegetatif

Sumsum tulang refleks

Reseptor

Pembebasan mediator

Rangsang nyeri Keterangan:

: impuls penghantaran nyeri yang meningkat : reaksi nyeri

: inhibisi nyeri endogen

Gambar 2. Terjadinya nyeri, penghantaran impuls, lokalisasi dan rasa nyeri serta inhibisi nyeri endogen (Mutschler, 1999)

Dokumen terkait