• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PEMBAHASAN

B. Uji Pendahuluan

2. Penetapan dosis asam asetat

Penelitian uji daya analgesik jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar ini menggunakan metode rangsang kimia. Zat kimia yang digunakan untuk menginduksi nyeri yaitu asam asetat. Penetapan dosis asam asetat bertujuan untuk menentukan dosis efektif asam asetat yang dapat memberikan geliat dalam jumlah yang tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak sehingga memudahkan pengamatan.

Dalam penentuan dosis efektif asam asetat, digunakan 3 peringkat dosis yaitu 25, 50, dan 100 mg/kg BB, dengan konsentrasi sebesar 1%. Ketiga dosis tersebut diinjeksikan secara intraperitoneal kepada masing-masing kelompok hewan uji, di mana setiap kelompok terdapat 3 ekor hewan uji. Geliat mencit diamati setiap lima menit selama 60 menit. Data rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit yang diperoleh dapat dilihat pada tabel I dan jumlah geliat tiap menitnya dapat dilihat pada lampiran 3.

Tabel I. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis asam asetat

Dosis asam asetat (mg/kg BB) Rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit (X ± SE)

25 141 ± 19,08

50 85 ± 30, 88

100 64 ± 12,14

Rata–rata jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis asam asetat dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang seperti pada gambar 6. Ringkasan data statistik analisis variansi satu arah pada penetapan dosis efektif asam asetat dapat dilihat pada tabel II.

Tabel II. Ringkasan analisis variansi satu arah pada penetapan dosis efektif asam asetat Sumber variansi Jumlah kuadrat Derajat bebas Rata-rata

kuadrat F hitung Probabilitas Antar

perlakuan 9684,222 2 4842,111

3,388 0,104 Dalam

Gambar 6. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pada penetapan dosis efektif asam asetat

Dari hasil analisis (tabel II), diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,104 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara ketiga kelompok tersebut. Hal ini berarti bahwa pemberian asam asetat dengan tiga peringkat dosis menimbulkan respon geliat yang tidak berbeda selama waktu pengamatan. Berdasarkan hasil tersebut, dosis efektif asam asetat yang dipilih untuk memberikan rangsang nyeri pada uji selanjutnya yaitu 25 mg/kg BB. Dosis asam asetat 25 mg/kg BB yang dipilih karena pada dosis tersebut sudah mampu menimbulkan respon geliat yang memudahkan pengamatan. Selain itu, pada dosis 25 mg/kg BB ini memiliki jumlah geliat yang lebih banyak dibandingkan dosis 50 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB.

3. Penetapan selang waktu pemberian rangsang

Selang waktu pemberian rangsang yaitu selisih waktu antara pemberian larutan zat uji secara per oral dengan pemberian rangsang nyeri secara intraperitoneal. Penetapan selang waktu pemberian rangsang ini bertujuan untuk

mengetahui waktu absorbsi dari zat uji sehingga akan memberikan efek yang optimal. Zat uji yang digunakan dalam penetapan selang waktu pemberian rangsang yaitu asetosal dosis 91 mg/kg BB. Selang waktu yang diuji yaitu 5, 10, 15, dan 30 menit. Asetosal diberikan secara per oral pada tiap hewan uji, kemudian setelah selang waktu yang diuji, asam asetat diberikan secara intraperitoneal. Respon geliat diamati setiap lima menit selama 60 menit. Data rata-rata jumlah kumulatif geliat yang diperoleh serta % penghambatan terhadap geliat dapat dilihat pada tabel III dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 dan 7.

Tabel III. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian rangsang Selang waktu pemberian

rangsang (menit) Rata-rata jumlah kumulatif geliat (X ± SE) Rata-rata % penghambatan terhadap geliat (X ± SE) 5 10 ± 3 84,29±4,72 10 37,33 ± 15,40 41,37±24,20 15 16 ± 10,16 74,87±15,96 30 23,33 ± 1,86 63,35±2,92

Rata-rata % penghambatan terhadap geliat dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang pada gambar 7 berikut.

Gambar 7. Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian rangsang

Dari data % penghambatan terhadap geliat tersebut kemudian dilakukan analisis variansi satu arah utnuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dalam kelompok tersebut. Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian dapat dilihat pada tabel IV.

Tabel IV. Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian rangsang

Sumber variansi Jumlah kuadrat Derajat bebas Rata-rata

kuadrat F hitung Probabilitas Antar

perlakuan 0,392 3 0,131 2,043 0,187

Dalam

kelompok 0,512 8 0,064

Dari hasil analisis pada tabel IV tersebut diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,187 (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan antara tiga kelompok selang waktu pemberian. Secara statistik, hal ini menunjukkan bahwa selang waktu pemberian rangsang tidak memberikan perbedaan terhadap

penghambatan geliat, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam selang waktu 5 menit, asetosal sudah dapat memberikan efek untuk menghambat geliat. Tetapi, dalam penelitian ini selang waktu pemberian rangsang yang dipilih yaitu 30 menit, karena pada selang waktu 30 menit, respon geliat yang diperoleh cukup sedikit dan juga menurut Evoy, G. K. M. (2005), 30 menit merupakan waktu yang diperlukan untuk absorbsi asetosal. Asetosal ini merupakan senyawa pembanding dari jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar. Oleh karena itu, diharapkan pada menit ke-30 jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar sudah mampu memberikan efek pengurangan geliat pada mencit.

4. Penetapan dosis asetosal

Pada penelitian ini, digunakan metode rangsang kimia yang termasuk dalam uji analgesik golongan non-narkotika sehingga kontrol positif yang digunakan merupakan obat golongan non-narkotika. Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu asetosal. Kontrol positif berfungsi sebagai pembanding terhadap kelompok perlakuan zat uji sehingga dapat diketahui apakah zat uji memiliki aktivitas farmakologis yang sama dengan asetosal dan seberapa besar aktivitas zat uji terhadap asetosal.

Dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dosis terapi yang lazim digunakan yaitu 500 mg dan dosis tersebut bila dikonversikan ke mencit yaitu 91 mg/kg BB. Untuk mengetahui dosis asetosal yang optimal dalam menghambat respon geliat pada hewan uji maka diuji tiga peringkat dosis, dimana dosis 91 mg/kg BB diguakan sebagai peringkat dosis kedua. Dalam menentukan peringkat

dosis digunakan angka kelipatan 2, sehingga dosis yang digunakan yaitu 45,5 mg/kg BB, 91 mg/kg BB, dan 182 mg/kg BB.

Rata-rata jumlah kumulatif geliat dan % penghambatan terhadap geliat dapat dilihat pada tabel V dan data selengkapnya terdapat dalam lampiran 8 dan 9.

Tabel V. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis asetosal

Dosis asetosal (mg/kg BB) Rata-rata jumlah kumulatif geliat (X ± SE) Rata-rata % penghambatan terhadap geliat (X ± SE) 45 39 ± 7,82 38,75±12,28 91 35,33 ± 5,24 44,51±8,24 182 6,67 ± 3,72 89,53±5,84

Rata-rata % penghambatan terhadap geliat dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang pada gambar 7 berikut.

Gambar 8. Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis asetosal

Data pada tabel V menunjukkan bahwa peningkatan dosis asetosal dapat meningkatkan efek pengurangan jumlah geliat pada mencit. Hal ini terlihat bahwa pada dosis 182 mg/kg BB jumlah geliat lebih sedikit dibandingkan dosis 45,5

mg/kg BB dan 91 mg/kg BB. Kemudian, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dari ketiga kelompok dosis tersebut, data % penghambatan terhadap geliat diuji secara statistik dengan analisis variansi satu arah. Hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 8 dan ringkasan hasil analisis dapat dilihat pada tabel VI.

Tabel VI. Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis asetosal

Sumber variansi Jumlah kuadrat Derajat bebas Rata-rata

kuadrat F hitung Probabilitas Antar

perlakuan 4638,586 2 2319,293

9,196 0,015 Dalam

kelompok 1513,208 6 252,201

Dari hasil analisis (tabel VI) tersebut diperoleh nilai probabilitasnya yaitu 0,015 (p < 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan antara ketiga kelompok tersebut. Analisis selanjutnya menggunakan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna antara ketiga kelompok tersebut. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Ringkasan hasil uji Scheffe % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis asetosal

Dosis asetosal (mg/kg BB) 45,5 91 182 45,5 - tb bb 91 tb - bb 182 bb bb - Keterangan: bb : berbeda bermakna (p < 0,05) tb : berbeda tidak bernakna (p > 0,05)

Dari hasil analisis menunjukkan bahwa dosis 45,5 mg/kg BB memiliki perbedaan yang tidak bermakna terhadap dosis 91 mg/kg BB dan berbeda

bermakna dengan dosis 182 mg/kg BB. Kelompok dosis 91 mg/kg BB memiliki perbedaan yang tidak bermakna terhadap dosis 45 mg/kg BB dan berbeda bermakna terhadap dosis 182 mg/kg BB. Hal ini berarti bahwa peningkatan dosis asetosal dapat meningkatkan efek analgesiknya dan peningkatan ini bermakna secara statistik. Dari hasil tersebut dosis asetosal yang dipilih yaitu 91 mg/kg BB dengan % penghambatan geliat sebesar 44,51%. Dosis tersebut digunakan dalam penelitian ini karena merupakan dosis yang lazim digunakan manusia. Dosis 182 mg/kg BB memiliki nilai % penghambatan terhadap geliat yang lebih tinggi dibandingkan dosis 91 mg/kg BB, tetapi dosis tersebut tidak lazim digunakan.

C. Pengujian Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Instan dan Jamu

Dokumen terkait