• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji daya analgesik jamu kunyit asam ramuan instan dan jamu kunyit asam ramuan segar pada mencit putih betina - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji daya analgesik jamu kunyit asam ramuan instan dan jamu kunyit asam ramuan segar pada mencit putih betina - USD Repository"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

ii

UJI DAYA ANALGESIK

JAMU KUNYIT ASAM INSTAN DAN JAMU KUNYIT ASAM

RAMUAN SEGAR PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Ika Reny Rahmawati NIM : 058114078

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

v

Untuk segala sesuatu ada masanya…

Untuk apapun di bawah langit ada waktunya…

(Pengkhotbah 3:1)

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk: Yesus Kristus dan Bunda Maria

Bapak dan Ibu Adikku

(5)
(6)
(7)

viii

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Uji Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Instan dan Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar pada Mencit Putih Betina”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata satu (S-1).

Dalam proses penyusunan skrispsi ini, penulis banyak mendapat bantuan berupa bimbingan, dorongan, sarana, maupun financial dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. PHK-A3 yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dalam penelitian

ini.

3. Bapak Ipang Djunarko, S. Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan, pengarahan, dan dukungan selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Yustina Sri Hartini, M. Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing II atas

bimbingan, pengarahan, dan dukungan selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Yosef Wijoyo, M. Si., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si., selaku Dosen Penguji yang telah

(8)

ix

7. Bapak dan Ibu yang tercinta atas seluruh kasih sayang, dukungan, nasihat,

dan perhatian selama ini.

8. Dik Aan atas dukungan dan semangatnya selama ini.

9. Seseorang yang telah memberikan semangat dan cinta selama tiga tahun ini. 10. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Ottok, Mas Agung, Pak Musrifin,

Mas Wagiran, Mas Sarwanto, dan Mas Sigit yang telah membantu dalam penelitian.

11. Teman-teman penelitian payung, Yesi, Dewi, Lina, Siska, Bustan, dan Wisely yang banyak membantu dalam penelitian dan selalu memberi semangat. 12. Teman-teman setiaku Dheeta, Sukma, dan Nia yang banyak membantu dalam

penelitian.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

(9)

x

INTISARI

Jamu kunyit asam ramuan segar ataupun instan merupakan ramuan rimpang kunyit dan daging buah asam, biasanya diminum wanita untuk mengurangi rasa nyeri waktu haid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar memiliki daya analgesik serta apakah ada perbedaaan daya analgesik kedua produk tersebut.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola dua arah. Pengujian daya analgesik menggunakan metode rangsang kimia. Penelitian dilakukan dengan membagi hewan uji dalam delapan kelompok. Kelompok I (aquadest sebagai kontrol negatif), kelompok II (asetosal sebagai kontrol positif), kelompok III-V yaitu kelompok perlakuan jamu kunyit asam instan dengan dosis 4.550; 9.100; 18.200 mg/kg BB, dan kelompok VI-VIII yaitu kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar dengan dosis 1.365; 2.730; 5.460 mg/kg BB. Asam asetat dosis 25 mg/kg BB diinjeksikan secara intraperitoneal setelah 30 menit pemberian senyawa uji. Respon geliat hewan uji diamati tiap 5 menit selama 60 menit. Jumlah kumulatif geliat diubah ke dalam bentuk % penghambatan terhadap geliat dengan persamaan Handersot dan Forsaith.

Data yang diperoleh dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov dilanjutkan dengan ANAVA satu arah dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95% atau dengan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney. Perbedaan antara kelompok jamu instan dan ramuan segar dianalisis dengan General-Linear Model Univariate.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamu kunyit asam instan memiliki daya analgesik yaitu pada dosis 4.550 mg/kg BB sebesar 46,25 %; 9.100 mg/kg BB sebesar 45,90 %; dan 18.200 mg/kg BB sebesar 70,68 %. Pada jamu ramuan segar, daya analgesik yang dimiliki yaitu pada dosis 1.365 mg/kg BB sebesar 37,00 %; 2.730 mg/kg BB sebesar 46,43 %; dan 5.460 mg/kg BB sebesar 49,57 %. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa jamu kunyit asam instan dan ramuan segar tidak memiliki perbedaan daya analgesik.

(10)

xi ABSTRACT

Both fresh blend sour turmeric tonic and instant sour turmeric tonic are the combination of turmeric rhizome and tamarind that are generally consumed by women to lessen the pain during their menstruation period. This research aims to find out whether fresh blend sour turmeric tonic and instant sour turmeric tonic have the analgesic capacity and to find out the differences between the analgesic capacities of both products.

This is a pure experimental research with two-way pattern, random, complete research design. The method used for the test of analgesic capacity is chemistry stimulant method. The research was done to the experimented animals which were divided into eight groups. Group I (aqueduct as negative control), group II ( asetosal as positive control), groups III-V were the conduction of instant sour turmeric tonic at the dosages of 4.550; 9.100; 18.200 mg/kg BB, and groups VI-VIII were the conduction of fresh blend sour turmeric tonic at the dosages of 1.365; 2.730; 5.460 mg/kg BB. Acetate acid at the dosage of 25 mg/kg BB was injected interperitonially after the test material was given 30 minutes earlier. The behavior responds of the experimented animals were being observed in every five minutes for 60 minutes. The total of behavior cumulative then was changed into the form of barrier percentage toward the behavior with the equation of Handersot and Forsaith.

Then, the data obtained was analyzed with Kolmogorov-Smirnov and continued with one-way ANAVA and Scheffe test which might be trusted up to 95% or with Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test. The differences between the group of instant tonic and fresh blend tonic were analyzed with General-Linear Model Univariate.

The research result showed that the instant sour turmeric tonic had the analgesic capacity 46,25 % at the dosage of 4.550 mg/kg BB; 45,90 % at the dosage of 9.100 mg/kg BB; 70,68 % at the dosage of 18.200 mg/kg BB. The fresh blend tonic had the analgesic capacity 37,00 % at the dosage of 1.365 mg/kg BB, 46,43 % at the dosage of 2.730 mg/kg BB; and 49,57 % at the dosage of 5.460 mg/kg BB. Based on the analysis results, it is known that there is not analgesic capacity difference between the instant sour turmeric tonic and the fresh blend sour turmeric tonic.

(11)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat yang diharapkan ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Obat Tradisional ... 6

B. Kunyit ... 7

(12)

xiii

D. Nyeri ... 10

E. Analgetika ... 16

F. Asetosal ... 18

G. Kurkumin ... 19

H. Metode Pengujian Daya Analgesik ... 20

I. Landasan Teori ... 24

J. Hipotesis ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 27

1. Variabel utama ... 27

2. Variabel pengacau ... 27

3. Definisi operasional ... 28

C. Bahan Penelitian ... 28

D. Alat Penelitian ... 29

E. Jalan Penelitian ... 29

1. Pembuatan larutan CMC Na 1% ... 29

2. Pembuatan larutan asam asetat 1% ... 30

3. Penetapan dosis asetosal ... 30

4. Pembuatan suspensi asetosal dalam CMC Na 1% ... 31

5. Penetapan dosis jamu kunyit asam instan ... 31

6. Pembuatan larutan jamu kunyit asam instan ... 32

(13)

xiv

8. Pembuatan larutan jamu ramuan segar kunyit asam... 33

9. Seleksi hewan uji ... 33

10. Penetapan kriteria geliat ... 34

11. Penentuan dosis asam asetat ... 34

12. Penetapan selang waktu pemberian rangsang ... 34

13. Uji daya analgesik ... 35

F. Analisis Hasil ... 36

BAB IV. PEMBAHASAN ... 38

A. Identifikasi Rimpang Kunyit dan Buah Asam Jawa ... 38

B. Uji Pendahuluan ... 38

1. Penetapan kriteria geliat ... 39

2. Penetapan dosis asam asetat ... 39

3. Penetapan selang waktu pemberian rangsang ... 41

4. Penetapan dosis asetosal ... 44

C. Pengujian Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Instan dan Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar ... 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN ... 65

(14)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis asam asetat ... 40 Tabel II. Ringkasan analisis variansi satu arah pada penetapan dosis efektif

asam asetat ... 40 Tabel III. Rata-rata jumlah kumulatif geliat dan % penghambatan terhadap

geliat pada penetapan selang waktu pemberian rangsang ... 42 Tabel IV. Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan terhadap

geliat pada penetapan selang waktu pemberian rangsang ... 43 Tabel V. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan

terhadap geliat pada penetapan dosis asetosal ... 45 Tabel VI. Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan terhadap

geliat pada penetapan dosis asetosal ... 46 Tabel VII. Ringkasan analisis uji Scheffe % penghambatan terhadap geliat

pada penetapan dosis asetosal ... 46 Tabel VIII. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan

terhadap geliat pada kelompok perlakuan jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar ... 50 Tabel IX. Hasil analisis uji Scheffe pengaruh produk jamu kunyit asam

(15)

xvi

Tabel X. Hasil analisis uji Scheffe pengaruh dosis terhadap % penghambatan geliat pada kelompok perlakuan jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar ... 53 Tabel XI. Data % perubahan daya analgesik jamu kunyit asam instan dan

jamu kunyit asam ramuan segar terhadap kontrol positif ... 55 Tabel XII. Hasil analisis uji Scheffe pengaruh produk jamu kunyit asam

terhadap % perubahan daya analgesik pada kelompok perlakuan jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar ... 57 Tabel XIII. Hasil analisis uji Sceffe pengaruh dosis terhadap% perubahan daya

(16)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses pembentukan eicosanoid dari asam arakhidonat melalui jalur

siklooksigenase dan lipooksigenase ... 12

Gambar 2. Terjadinya nyeri, penghantaran impuls, lokalisasi dan rasa nyeri serta inhibisi nyeri endogen ... 15

Gambar 3. Penghambatan sintesis eicosanoid oleh analgetika ... 17

Gambar 4. Struktur asetosal ... 18

Gambar 5. Struktur molekul kurkumin ... 19

Gambar 6. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pada penetapan dosis efektif asam asetat ... 41

Gambar 7. Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian rangsang ... 43

Gambar 8. Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis asetosal ... 45

Gambar 9. Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar ... 51

Gambar 10. Diagram batang rata-rata % perubahan daya analgesik jamu kunyit asam instan dan ramuan segar terhadap kontrol positif ... 56

Gambar 11. Epidermis dan parenkim korteks (perbesaran 10 x 40) ... 67

Gambar 12. Rambut penutup (perbesaran 10 x 40) ... 67

Gambar 13. Endodermis dan parenkim silinder (perbesaran 10 x 10) ... 68

(17)

xviii

Gambar 15. Sel Sekresi (perbesaran 10 x 40) ... 69

Gambar 16. Butir pati (perbesaran 10 x 40) ... 69

Gambar 17. Larutan jamu kunyit asam instan ... 70

Gambar 18. Larutan jamu kunyit asam ramuan segar ... 70

Gambar 19. Mencit tidak menggeliat ... 71

(18)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan ... 65 Lampiran 2. Penampang melintang rimpang kunyit (Anonim, 1977) ... 66 Lampiran 3. Hasil pengamatan mikroskopis penampang melintang rimpang

kunyit ... 67 Lampiran 4. Gambar larutan jamu kunyit asam instan, jamu kunyit asam

ramuan segar, mencit tidak menggeliat, dan geliat mencit yang diamati ... 68 Lampiran 5. Data jumlah geliat hewan uji dan hasil analisis statistik pada

penetapan dosis asam asetat ... 72 Lampiran 6. Data jumlah geliat hewan uji dan hasil analisis statistik pada

penetapan selang waktu pemberian ... 74 Lampiran 7. Data % penghambatan terhadap jumlah geliat dan hasil analisis

statistik pada penetapan selang waktu pemberian ... 75 Lampiran 8. Data jumlah geliat hewan uji dan hasil analisis statistik pada

penetapan dosis asetosal ... 77 Lampiran 9. Data % penghambatan terhadap jumlah geliat dan hasil analisis

statistik pada penetapan dosis asetosal ... 79 Lampiran 10. Tata cara analisis hasil dengan uji General Linear Model

(19)

xx

Lampiran 11. Data jumlah geliat dan hasil analisis statistic pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan jamu kunyit asam instan dan ramuan segar ... 84 Lampiran 12. Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis statistiknya

pada perlakuan jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit ramuan segar ... 93 Lampiran 13. Data % perubahan dan hasil analisis statistiknya pada perlakuan

(20)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Nyeri merupakan suatu gejala yang umum dan sering terjadi mengikuti satu atau lebih penyakit. Rasa nyeri menjadi tanda adanya kerusakan pada jaringan akibat trauma atau luka pada sel yang terjadi di dalam tubuh manusia (Anonim, 1991). Nyeri bersifat individu dan ambang nyeri pada setiap orang berbeda-beda (Roach S. S., 2004). Timbulnya rasa nyeri tersebut membuat seseorang berusaha untuk mencari pengobatan agar rasa nyeri tersebut dapat berkurang.

Salah satu pengobatan yang menjadi pilihan masyarakat yaitu dengan obat tradisional. Alasan masyarakat untuk tetap menggunakan obat tradisional yaitu asumsi masyarakat bahwa obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih kecil dibanding dengan obat modern (Oemijati, 1992). Menurut Undang–Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik, atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992).

(21)

maupun industri obat tradisional dengan mengikuti perkembangan teknologi pembuatan. Teknologi yang ada membuat jamu menjadi praktis untuk dikonsumsi. Saat ini di masyarakat sudah tersedia berbagai macam jamu instan produksi industri obat tradisional.

Masyarakat merupakan kehidupan yang majemuk, di mana memiliki latar belakang yang berbeda-beda baik tingkat ekonomi, pendidikan, maupun budayanya. Hal-hal tersebut tentu akan mempengaruhi upaya masyarakat dalam melakukan pengobatan. Apabila masyarakat memilih menggunakan obat tradisional, maka masyarakat akan menghadapi pilihan produk obat tradisional berupa jamu ramuan segar yang dibuat sendiri atau jamu instan yang diproduksi industri obat tradisional. Hasil penelitian Wisely (2008) menyatakan bahwa jamu ramuan segar menurut responden adalah jamu yang dibuat sendiri dengan cara direbus atau diremas dan dibuat dari bahan-bahan alami, jamu gendong, jamu berbentuk cair yang dapat langsung diminum tanpa perlu diolah lagi, jamu yang bukan buatan pabrik dan tidak dikemas. Jamu instan menurut responden adalah jamu buatan pabrik yang sudah dikemas, jamu umumnya berbentuk serbuk yang penggunaannya tinggal diseduh, jamu yang dijual di toko obat/warung jamu, jamu yang dibuat dengan bentuk sediaan modern seperti bentuk tablet, kapsul, pil, salep, dan krim.

(22)

haid (Suharmiati dan Handayani, L., 2001). Rasa nyeri dapat hilang karena dalam rimpang kunyit terdapat kurkumin yang mempunyai kemampuan menghambat produksi prostaglandin dan leukotrien sebagai mediator nyeri (Bone, K. dan Mills, S., 2000).

Peredaran jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar yang semakin marak, membuat masyarakat dihadapkan pada pilihan dalam menentukan pengobatan yang akan digunakan. Dari kedua sediaan jamu tersebut, tentu berbeda dalam hal proses pembuatan dan mungkin juga akan mempengaruhi efektivitas yang dihasilkan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya analgesik jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar serta apakah ada perbedaaan daya analgesik kedua produk tersebut, Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian yang berjudul “Kajian Obat Tradisional: Survei Pemahaman dan Pemilihan, Standarisasi dan Optimasi Komposisi Bahan Baku serta Uji Analgetika Ramuan Segar dan Instan Jamu Kunyit Asam” yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah, industri obat tradisional, dan masyarakat dalam mengembangkan obat tradisional jamu kunyit asam.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

a. Apakah jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar

(23)

b. Apakah ada perbedaan daya analgesik jamu kunyit asam instan dan jamu

kunyit asam ramuan segar?

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai Uji Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Instan dan Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar pada Mencit Putih Betina sejauh penelusuran penulis belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan yaitu Efek Analgetika Infusa Daun Asam Jawa pada Mencit Putih Betina (Lestari, 2006), Perbedaan Kadar Kurkumin dalam Ekstrak Rimpang Kunyit yang dibuat secara Maserasi dan Perkolasi (Endah, 2002), Pembuatan Tablet Ekstrak Kunyit dengan Bahan Pengikat Musilago Amyli (Wijayanti, 2002) dan pernah dilakukan penelitian kunyit asam yaitu Validasi Penetapan Kadar Parasetamol Tercampur Kunyit Asam dalam Plasma dengan Metode Kolorimetri (Vidiani, 2006).

3. Manfaat yang diharapkan

Manfaat penelitian ini yaitu: a. manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kefarmasian yaitu mengenai penggunaan obat tradisional yang berkhasiat sebagai analgesik, salah satunya yaitu jamu kunyit asam.

b. manfaat praktis

(24)

masyarakat dalam memilih penggunaan obat tradisional ramuan segar atau instan dan atau membuat obat tradisional.

B.Tujuan Penelitian

a. Tujuan umum

Untuk menambah informasi mengenai khasiat jamu kunyit asam yang dapat digunakan sebagai analgesik.

b. Tujuan khusus

(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obat Tradisional

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992).

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT), dan Fitofarmaka. Jamu harus memenuhi kriteria: aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Obat Herbal Terstandar (OHT) yaitu sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi. Fitofarmaka yaitu sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi (Anonim, 2004).

(26)

jamu kemudian dicampur dengan air matang. Soedibyo, M. (2008) mengemukakan bahwa saat ini, produk-produk jamu telah diolah berdasarkan modernisasi teknologi dan industrialisasi yang memenuhi standar ketat kualitas dan keamanan, sehingga jamu bisa berbentuk ekstrak dalam kemasan pil, serbuk/puyer, dan kapsul, yang siap dikonsumsi masyarakat.

B. Kunyit

1. Keterangan botani

Kunyit (Curcuma domestica, Val) termasuk dalam familia Zingiberaceae (Rukmana, R., 1999).

2. Nama daerah

Di Indonesia dikenal sebagai kunyit. Di Sumatera disebut kakunye, kunye, kinung, odil, ondil. Di Jawa Tengah disebut kunyir, konye, kunir, temu kuning. Di Kalimantan dikenal sebagai henda, cahang, dio, kalesiau. Di Nusa Tenggara disebut kunyik, wingira, kemunyi, kunik, guni, kunir. Di Sulawesi disebut uinida, alawahu, pagidon, uni, kuni. Di Maluku disebut kurlai, lulu malai, ulin, tum, kunine, gogohiki (Anonim, 1977).

3. Morfologi tanaman

(27)

menyirip, warna hijau pucat. Rimpangnya memiliki banyak cabang dengan kulit luarnya berwarna jingga kecoklatan. Buah daging rimpang kunyit berwarna merah jingga kekuning-kuningan (Soedibyo, M., 1998).

3. Kandungan kimia

Kandungan kimia rimpang kunyit meliputi 3-5% kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin. Minyak atsiri yang terdapat dalam rimpang kunyit sebesar 2-7% (Bisset N. G. dan Wichtl M., 2001).

4. Kegunaan

Rimpang kunyit digunakan untuk mengobati sakit perut, demam, muntah saat hamil, nyeri haid, nyeri setelah melahirkan, sebagai jamu bersih darah, meningkatkan nafsu makan, dan gangguan fungsi hati (Bone, K. dan Mills, S., 2000).

C. Asam Jawa

1. Keterangan botani

Asam Jawa (Tamarindus indica, Linn) termasuk dalam familia Leguminose (Hutapea, J. R., 1994).

2. Nama daerah

(28)

kanefo. Di Sulawesi dikenal sebagai asang Jawa, cambe, dan cempa. Di Maluku dikenal dengan nama tobe laki dan asam jawaka (Anonim, 1985 b). 3. Morfologi tanaman

Asam Jawa tumbuh di daerah dataran rendah. Tanaman ini berupa pohon, tinggi 15-25 m. Batang tegak, berkayu, bulat, permukaan banyak lenti sel, percabangan simpodial, berwarna coklat muda. Daun majemuk, lonjong berhadapan, panjang 1-2,5 cm, tepi rata, ujung tumpul, tangkai membulat, pertulangan menyirip, halus, hijau, tangkai panjang ± 0,2 cm. Bunga majemuk, bentuk tandan, di ketiak daun, tangkai panjang ± 0,6 cm, kuning, kelopak bentuk tabung, hijau kecoklatan, benang sari jumlahnya banyak, putih, putik putih, mahkota kecil, kuning, buah polong, panjang ± 10 cm, hijau kecoklatan. Biji bentuk kotak, pipih. Akar tunggang coklat kotor (Hutapea, J. R., 1994).

4. Kandungan Kimia

Daging buah asam antara lain mengandung asam anggur, asam apel, asam sitrat, asam suksinat, asam tartrat, dan pektin, juga didapati gula invert (Tampubolon, O. T., 1981).

5. Kegunaan

(29)

D. Nyeri

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan dan berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri bersifat individu dan ambang nyeri pada setiap orang berbeda-beda (Roach, S. S., 2004). Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) dimana nyeri dirasakan untuk pertama kali. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Adanya kerusakan jaringan akan mengakibatkan pembebasan mediator nyeri yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri (Mutschler, 1999).

Menurut tempat terjadinya, nyeri terbagi atas nyeri somatik dan nyeri dalam (viseral). Dikatakan nyeri somatik apabila rasa nyeri berasal dari kulit, otot, persendian, tulang, atau dari jaringan ikat. Nyeri somatik dibagi atas dua kualitas yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam. Disebut nyeri permukaan apabila rangsang bertempat di dalam kulit, sedangkan disebut nyeri dalam apabila rangsang berasal dari otot, persendian tulang dan jaringan ikat. Nyeri dalam (viseral) atau nyeri perut terjadi antara lain pada tegangan organ perut, kejang otot polos, aliran darah kurang dan penyakit yang disertai radang (Mutschler, 1999).

(30)

tajam, rasa tertusuk, rasa sakit cepat, rasa sakit elektrik, dan sebagainya (Anonim, 1991; Guyton A. C., 1993). Nyeri yang kronik umumnya berhubungan dengan terjadinya lesi jaringan yang bersifat permanen, atau dapat sebagai kelanjutan dari nyeri akut yang tidak ditangani dengan baik. Nyeri yang kronik umumnya berhubungan dengan terjadinya lesi jaringan yang bersifat permanen, atau dapat sebagai kelanjutan dari nyeri akut yang tidak ditangani dengan baik. Nyeri kronik ini biasanya berlangsung lama, atau biasanya terjadi selama lebih dari 6 bulan. Rasa sakit kronik timbul setelah satu detik atau lebih dan kemudian rasa sakit ini secara perlahan bertambah untuk selama beberapa detik dan kadang kala sampai beberapa menit. Rasa sakit kronik diberi banyak nama tambahan seperti rasa sakit terbakar, rasa sakit pegal, rasa sakit berdenyut-denyut, rasa sakit mual, dan rasa sakit lambat (Anonim, 1991; GuytonA. C., 1993).

Eicosanoid merupakan produk oksigenasi dari asam lemak rantai panjang yang tidak jenuh (Katzung, B. G., 2001). Eicosanoid terlibat dalam mengatur proses fisiologi dan beberapa diantaranya merupakan mediator yang sangat penting dalam menimbulkan rasa nyeri (Rang H. P., Dale, M. M., Ritter, J. M., dan Flower, R. J., 2007).

(31)

Fosfolipid PGF2α (bronkokonstriksi,

kontraksi myometrial)

PGE2 (vasodilator, hiperalgesik)

Tromboksan A2 (trombotik,

vasokonstriktor) PGI2 (vasodilator, hiperalgesik,

menghambat agregasi platelet)

5-Lipoksigenase

5-HPETE

LTA4

LTC4 (bronkokonstriktor) LTD4

LTE4

LTB4 (kemotaksin)

(32)

Asam arakhidonat dimetabolisme melalui beberapa jalur yaitu:

1. metabolisme oleh siklooksigenase (COX) yang terdiri dari dua bentuk yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim ini akan menginisiasi biosintesis prostaglandin dan tromboksan.

2. metabolisme oleh lipoksigenase yang akan menginisiasi sintesis leukotrien dan eicosanoid lain.

(Rang dkk, 2007) Prostaglandin dan tromboksan mempunyai efek utama pada empat jenis otot polos: saluran napas, saluran cerna, reproduksi, dan vaskular. Target penting lainnya mencakup platelet dan monosit, sistem saraf pusat, ujung saraf otonomik pra sinap, ujung saraf sensorik, organ endokrin, dan jaringan lemak. Leukotrien mempunyai efek pada hati dan otot polos, sel-sel darah, dan sistem ginjal (Katzung, B. G., 2001)

(33)

kelompok senyawa penting lain dalam hubungan ini adalah kinin, khususnya bradikinin yang termasuk penyebab nyeri terkuat. Prostaglandin yang dibentuk lebih banyak akan mensensibilitas reseptor nyeri dan disamping itu menjadi penentu dalam lamanya rasa nyeri (Mutschler, 1999).

Ada tiga jenis reseptor berdasarkan tipe stimulus yang diberikan, yaitu: a. Reseptor nyeri mekanosensitif

Reseptor ini akan terangsang bila ada stres mekanik atau kerusakan jaringan (Guyton, A. C., 1993). Reseptor ini akan meneruskan nyeri permukaan melalui serabut A-delta bermielin (Mutschler, 1999).

b. Reseptor nyeri termosensitif

Reseptor ini peka terhadap perubahan suhu panas/dingin yang ekstrim (Guyton, A. C., 1993). Reseptor ini meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut c yang tidak bermielin (Mutschler, 1999).

c. Reseptor nyeri kemosensitif

Reseptor ini peka terhadap bahan kimia seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalsium, asam, prostaglandin, asetilkolin, dan enzim proteolitik (Guyton, A. C., 1993). Zat-zat kimia di atas disebut juga zat nyeri atau mediator nyeri (Mutschler, 1999).

(34)

formatio reticularis menimbulkan reaksi vegetatif. Tempat kontak yang lain adalah thalamus optikcus. Di sini impuls diteruskan ke gyrus postcontralis (celah sentral belakang), tempat lokalisasi nyeri, juga ke sistem limbik yang terlibat dalam penilaian nyeri. Kemudian otak kecil dan otak besar sama-sama melakukan reaksi perlindungan dan reaksi menghindar yang terkoordinasi.

Proses terjadinya nyeri adalah sebagai berikut: Rasa Nyeri Lokalisasi nyeri Penilaian nyeri

Korteks Reaksi pertahanan

Sistem limbik Otak kecil

Talamus optik

Formasio retikularis reaksi vegetatif

Sumsum tulang refleks

Reseptor

Pembebasan mediator

Rangsang nyeri Keterangan:

: impuls penghantaran nyeri yang meningkat : reaksi nyeri

: inhibisi nyeri endogen

(35)

E. Analgetika

Analgetika adalah golongan obat-obatan yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi rasa nyeri. Efek ini dapat dicapai dengan berbagai cara, seperti menekan kepekaan reseptor terhadap rangsang nyeri mekanik, termik listrik, atau kimiawi di pusat atau dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin sebagai mediator sensasi nyeri (Anonim, 1991). Obat ini dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2002).

Rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara yakni dengan (1) merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer oleh analgetika perifer atau oleh anestetika lokal, (2) merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf-saraf sensoris, misalnya dengan anestetika lokal, (3) blokade dari pusat nyeri dalam sistem saraf sentral dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan anestetika umum (Tjay dan Raharja, 2002).

Menurut Roach, S. S. (2004), obat yang digunakan dalam mengatasi nyeri terdiri dari dua kelompok yaitu analgetika non-narkotik dan analgetika narkotik.

1. Analgetika non-narkotik

(36)

Fosfolipid PGF2α (bronkokonstriksi,

kontraksi myometrial)

PGE2 (vasodilator, hiperalgesik)

Tromboksan A2 (trombotik,

vasokonstriktor) PGI2 (vasodilator, hiperalgesik,

menghambat agregasi platelet)

5-Lipoksigenase

5-HPETE

LTA4

LTC4 (bronkokonstriktor) LTD4

(37)

2. Analgetika narkotik

Analgetik narkotik disebut juga opioida, adalah zat yang bekerja terhadap reseptor opioid khas di sistem saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan respons emosional terhadap nyeri berkurang (Tjay dan Rahardja, 2002).

Analgetika kuat diindikasikan pada kondisi nyeri yang sangat kuat. Di sini terutama nyeri akibat kecelakaan, nyeri karena operasi, dan nyeri tumor (Mutschler, 1999).

F. Asetosal

COOH

OCOCH3

Gambar 4. Struktur asetosal (Anonim, 1995)

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin merupakan analgesik, anti inflamasi, antipiretik, dan inhibitor agregasi platelet (Dollery, C., 1999). Aspirin merupakan senyawa standar yang digunakan dalam menilai efek obat sejenis (Dipalma, J. R. dan Digregorio, G. J., 1990). Aspirin merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang (Katzung, B. G., 2001).

(38)

setelah 1-3 jam. Dosis yang biasa digunakan antara 325-650 mg (McEvoy, G. K., 2005).

Aspirin menghambat sintesis prostaglandin, melalui asetilasi. Asetosal menghambat enzim siklooksigenase dengan mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim ini sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan akan terganggu, sehingga rasa nyeri dapat berkurang (Dollery, C., 1999).

G. Kurkumin

Kurkumin merupakan senyawa kandungan utama tanaman kunyit. Kurkumin murni sangat sulit diperoleh langsung dari kunyit karena sering kali tercampur dengan dua turunannya yaitu desmetoksukurkumin dan bidesmetoksikurkumin (Bone, K. dan Mills, S., 2000).

Struktur kimia dari kurkumin adalah sebagai berikut:

O O

H

OCH3

H3CO

HO OH

Gambar 5. Struktur molekul kurkumin (Bone, K. dan Mills, S., 2000)

(39)

terdapat dalam larutan pH 7,2 dan dipanaskan pada suhu 370 C akan mengalami dekomposisi.

Menurut Bone, K. dan Mills, S. (2000), dalam rimpang kunyit terdapat kurkumin yang mempunyai kemampuan menghambat produksi prostaglandin dan leukotrien sebagai mediator nyeri. Berdasarkan penelitian Bengmark, S. (2006) diperoleh bahwa kurkumin memiliki kemampuan untuk menghambat aktivasi mediator nyeri yaitu melalui ikatan dengan enzim siklooksigenase-2 dan lipooksigenase.

H. Metode Pengujian Daya Analgesik

Pengujian daya analgesik dapat menggunakan berbagai metode. Menurut Turner (1965) metode pengujian daya analgesik berdasarkan jenis analgesiknya ada dua golongan, yaitu golongan analgesik narkotika dan analgesik non narkotika. Metode-metode pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan menilai kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi pada hewan uji (mencit, tikus, marmot) (Anonim, 1991).

1. Golongan analgesik narkotika

a. metode jepitan ekor

(40)

tersebut, namun pada hewan yang tidak diberi analgesik akan berusaha untuk melepaskan diri dari jepitan tersebut (Turner, 1965).

b. metode rangsang panas

Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan mencit yang telah diberi senyawa uji di atas pelat panas (hot plate) yang bersuhu 550 -55,50 C. Respon yang diamati yaitu ketika hewan uji mengangkat, menjilat telapak kakinya dan kemudian melompat dari lempeng panas (Turner, 1965). c. metode pengukuran tekanan

Alat yang digunakan pada metode ini menggunakan dua buah syringe yang dihubungkan kedua ujungnya, bersifat elastis, fleksibel, serta terdapat pipa plastik yang diisi dengan cairan. Pipa tersebut kemudian dihubungkan dengan manometer. Syringe yang pertama diletakkan dengan posisi vertikal dengan ujungnya menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan di bawah penghisap syringe. Pada saat tekanan diberikan pada penghisap dari syringe kedua, maka tekanan ini akan berhubungan dengan sistem hidrolik pada syringe yang pertama lalu pada ekor hewan uji. Tekanan yang sama diberikan pada syringe kedua yang dapat meningkatkan tekanan pada ekor hewan uji. Respon yang timbul akan tercatat pada manometer ketika hewan uji meronta-ronta kemudian mengeluarkan suara (mencicit) sebagai tanda kesakitan (Turner, 1965). d. metode potensi petidin

(41)

bagian yang diberi petidin dengan peringkat dosis yaitu 2, 4, dan 8 mg/kg. Setengah kelompok yang lain petidin, yang lain, petidin dan senyawa uji dengan dosis 25% dari LD50. Persen daya analgesik dapat dihitung dengan

bantuan metode rangsang panas. e. metode antagonis nalorfin

Metode ini digunakan untuk mengetahui aksi dari obat-obat seperti morfin. Hewan uji yang dapat digunakan pada metode ini yaitu tikus, mencit, dan anjing. Hewan uji diberi obat dengan dosis toksik lalu diikuti pemberian nalorfin (0,5 – 10,0 mg/kg BB) secara intravena.

f. metode kejang oksitosin

Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitori posterior, yang dapat menyebabkan kontraksi uterin sehingga menimbulkan kejang pada tikus. Respon berupa kejang tersebut meliputi kontraksi abdominal, sehingga dapat menarik pinggang dan kaki hewan uji ke belakang. Penurunan jumlah kejang dapat diamati dan nilai ED50

dapat diperkirakan.

g. metode pencelupan pada air panas

(42)

2. Golongan analgesik non narkotika

a. metode rektodolorimetri

Pada metode ini hewan uji tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang dibuat khusus dengan menggunakan alas tembaga yang kemudian dihubungkan dengan sebuah gulungan yang berfungsi sebagai penginduksi. Ujung lain dari gulungan tersebut dihubungkan dengan silinder elektroda tembaga. Pada gulungan bagian atas terdapat konduktor yang dihubungkan dengan sebuah volmeter yang sensitif untuk dapat mengubah 0,1 volt. Teriakan mencit dapat timbul dengan pemberian tegangan sebesar 1 sampai 2 volt (Turner, 1965).

b. metode podolorimetri

Pengujian daya analgesik menggunakan metode ini dengan memberikan aliran listrik pada kandang yang ditempati hewan uji. Hewan uji diletakkan dalam kandang yang alasnya terbuat dari kepingan metal, sehingga bisa mengalirkan listrik. Respon yang timbul yaitu teriakan dari hewan uji tersebut. Pengukuran dilakukan dengan selang waktu 10 menit selama 1 jam (Turner, 1965).

c. metode rangsang kimia

(43)

disertai tarikan kedua kaki ke belakang dan perut menempel pada lantai. Metode ini peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgesik non narkotik. Selain itu, metode ini cukup sederhana, mudah dilakukan, dan cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa yang memiliki daya analgesik lemah. Daya analgesik dihitung dengan persamaan menurut Handershot dan Forsaith (1959) sebagai berikut:

% penghambatan terhadap geliat = 100 – (P/K x 100%) Keterangan:

P : jumlah geliat mencit pada kelompok perlakuan K : rata-rata jumlah geliat mencit pada kelompok control

I. Landasan Teori

Menurut Roach, S. S. (2004), nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak enak dan berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri bersifat individu dan ambang nyeri pada setiap orang berbeda-beda. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan mediator nyeri yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri (Mutschler, 1999).

(44)

penting dalam menimbulkan rasa nyeri. Eicosanoid yang pokok yaitu prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Sel yang mengalami kerusakan dapat menstimulus pelepasan eicosanoid (Rang dkk, 2007).

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin merupakan analgesik, anti inflamasi, antipiretik, dan inhibitor agregasi platelet. Aspirin menghambat sintesis prostaglandin, melalui asetilasi. Asetosal menghambat enzim siklooksigenase dengan mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim ini sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan akan terganggu, sehingga rasa nyeri dapat berkurang (Dollery, C., 1999).

Pemberian jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar secara per oral sebelum diberikan rangsang nyeri diduga memiliki daya analgesik serta kedua jamu tersebut memiliki daya analgesik yang sama. Efek analgesik disebabkan oleh adanya kurkumin dalam kunyit yang distabilkan oleh asam sitrat dan asam malat yang terkandung dalam daging buah asam. Berdasarkan penelitian Bengmark, S. (2006) diperoleh bahwa kurkumin memiliki kemampuan untuk menghambat aktivasi mediator nyeri yaitu melalui ikatan dengan enzim siklooksigenase-2 dan lipooksigenase, sehingga perubahan asam arakhidonat menjadi eicosanoid sebagai mediator kimiawi tidak terjadi. Oleh karena itu, rangsang nyeri dapat dihambat dan rasa nyeri dapat ditekan.

(45)

seluruh bahan atau dengan cara mengambil/memeras sari yang terkandung dalam jamu kemudian dicampur dengan air matang. Soedibyo, M. (2008) mengemukakan bahwa saat ini, produk-produk jamu telah diolah berdasarkan modernisasi teknologi dan industrialisasi yang memenuhi standar ketat kualitas dan keamanan.

J. Hipotesis

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola dua arah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

Variabel utama pada penelitian ini terdiri dari: a. variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah produk jamu dan dosis jamu kunyit asam.

b. variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar dan jamu kunyit asam instan.

2. Variabel pengacau

Variabel pengacau pada penelitian ini terdiri dari: a. variabel pengacau terkendali

(47)

b. variabel pengacau tidak terkendali

Pada penelitian ini variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan yaitu kondisi patologis mencit.

3. Definisi operasional

a. Dosis jamu kunyit asam ramuan segar yaitu sejumlah miligram rimpang kunyit dan buah asam per kilogram berat badan yang dilarutkan dalam aquadest dan diberikan secara oral (4.550, 9.100, dan 18.200 mg/kg BB). b. Dosis jamu kunyit asam instan yaitu sejumlah miligram serbuk jamu

kunyit asam instan per kilogram berat badan yang dilarutkan dalam aquadest dan diberikan secara oral (1.365, 2.730, dan 5.460 mg/kg BB). c. Daya analgesik menunjukkan seberapa besar kemampuan suatu zat

tertentu dalam memberikan efek analgesik, yang ditunjukkan dengan besarnya nilai persen penghambatan terhadap respon geliat.

d. Jamu kunyit asam instan adalah jamu Kunyit Asam instan produksi PT.

“SM”.

e. Jamu kunyit asam ramuan segar adalah jamu kunyit asam yang dibuat

dengan cara merebus rimpang kunyit yang telah diparut dan buah asam segar, kemudian diperas untuk memisahkan sari jamu kunyit asam dari ampasnya (Wisely, 2008).

C. Bahan Penelitian

(48)

dari daerah Kulon Progo untuk membuat jamu kunyit asam ramuan segar, jamu Kunyit Asam instan produksi PT “SM”, asetosal murni (Brataco, Chemica) sebagai kontrol positif, asam asetat sebagai zat penginduksi nyeri, aquadest, mencit putih betina galur Swiss (umur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram) diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi : 1. Neraca analitik (Mettler Toledo)

2. Spuit peroral dan injeksi intraperitoneal 1 ml (Terumo) 3. Stopwatch

4. Kotak kaca 5. Alat-alat gelas

E. Jalan Penelitian

1. Pembuatan larutan CMC Na 1 %

(49)

2. Pembuatan larutan asam asetat 1%

Larutan asam asetat dibuat dari asam asetat glacial (100%) dengan cara pengenceran menggunakan rumus V1 C1 = V2 C2.

3. Penetapan dosis asetosal

Asetosal digunakan sebagai kontrol positif dalam penelitian ini adalah asetosal murni. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa dosis asetosal untuk orang dewasa (50 kg) adalah 0,5 gram. Supaya dosis tersebut dapat dikonversikan ke mencit, maka terlebih dahulu dihitung dosis untuk manusia 70 kg sebagai berikut:

Dosis untuk manusia 70 kg = 70 kg/50 kg x 0,5 g

= 0,7 g

Jika dosis tersebut dikonversikan ke mencit 20 g dengan angka konversi 0,0026 maka diperoleh sebagai berikut:

Dosis untuk mencit 20 g = 0,0026 x 0,7 g = 1,82 x 10-3 g maka dosis asetosal = 1000 g/20 g x 1,82 x 10-3

= 0,091 g/kg BB

= 91 mg/kg BB

(50)

4. Pembuatan suspensi asetosal dalam CMC Na 1%

Asetosal yang akan digunakan sebagai kontrol positif dibuat dengan menimbang secara seksama sejumlah asetosal dan disuspensikan dalam CMC Na 1 % sesuai dengan volume yang akan dibuat.

5. Penetapan dosis jamu kunyit asam instan

Penetapan dosis jamu kunyit asam instan berdasarkan dosis yang digunakan manusia dewasa (50 kg) yaitu 25 g/50 kg BB, sesuai dengan aturan pakai yang terdapat pada kemasan jamu instan. Supaya dosis tersebut dapat dikonversikan ke mencit, maka dihitung dosis untuk manusia 70 kg sebagai berikut:

Dosis untuk manusia 70 kg = 70 kg/50 kg x 25 g

= 35 g

Jika dosis tersebut dikonversikan ke mencit 20 g dengan angka konversi 0,0026 maka diperoleh sebagai berikut:

Dosis mencit 20 g : 35 g/70 kg BB x 0,0026 : 0,091 g/20g BB

: 4,55 mg/g BB : 4.550 mg/kg BB

(51)

6. Pembuatan larutan jamu kunyit asam instan

Jamu kunyit asam instan ditimbang sebanyak 18,2 g dan dilarutkan dengan aquadest hingga 25 ml.

7. Penetapan dosis jamu kunyit asam ramuan segar

Penetapan dosis jamu kunyit asam ramuan segar berdasarkan komposisi ekstrak kunyit : asam = 20% : 10% dalam jamu kunyit asam instan produksi PT. “SM”.

Kunyit : 20% x 25 g = 5 g Asam : 10% x 25 g = 2,5 g

Sehingga dosis untuk manusia dewasa (50 kg) adalah 7,5 g/50 kg BB. Supaya dosis tersebut dapat dikonversikan ke mencit, maka dihitung dosis untuk manusia 70 kg sebagai berikut:

Dosis untuk manusia 70 kg = 70 kg/50 kg x 7,5 g

= 10,5 g

Jika dosis tersebut dikonversikan ke mencit 20 g dengan angka konversi 0,0026 maka diperoleh sebagai berikut:

Dosis mencit 20 g : 10,5 g/70 kg BB x 0,0026 : 0,0273 g/20g BB

: 27,3 mg/20g BB : 1.365 mg/kg BB

(52)

mg/kg BB (1 x 1.365 mg/kg BB); 2.730 mg/kg BB (2 x 1.365 mg/kg BB); dan 5.460 mg/kg BB (2 x 2.730 mg/kg BB).

8. Pembuatan larutan jamu kunyit asam ramuan segar

Konsentrasi larutan jamu kunyit asam ramuan segar yaitu: V x C = D x BB

Larutan jamu ramuan segar kunyit asam dibuat dalam 100 ml sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 21,84 g/100 ml. Komposisi kunyit : asam = yang digunakan yaitu 20% : 10% .

Kunyit : 20/30 x 21,84 g =14,56 g Asam : 10/30 x 21,84 g = 7,28 g

Rimpang kunyit ditimbang sebanyak 14,56 g dan buah asam sebanyak 7,28 g; kemudian direbus dengan 100 ml air mendidih.

9. Seleksi hewan uji

(53)

10. Penetapan kriteria geliat

Respon yang diamati pada uji daya analgesik ini berupa geliat. Kriteria geliat perlu ditetapkan untuk mendapatkan geliat yang hampir sama. Gerakan mencit yang dianggap sebagai geliat adalah kedua kakinya ditarik ke belakang dan tubuhnya memanjang serta pada bagian perutnya menempel pada alas tempat berpijak.

11. Penetapan dosis asam asetat

Menurut Williamson, E. M., Okpako, D. T., dan Evans, F. J. (1996) asam asetat kadar 1-3 % digunakan sebagai iritant yang menyebabkan nyeri pada pengujian daya analgesik dengan metode geliat.

Penentuan dosis asam asetat bertujuan untuk menentukan dosis efektif asam asetat yang dapat memberikan jumlah geliat yang cukup dan mudah untuk diamati. Peringkat dosis yang digunakan yaitu 25, 50, dan 100 mg/kg BB dengan konsentrasi 1%. Ketiga dosis tersebut diinjeksikan secara interaperitoneal kepada masing-masing kelompok hewan uji. Geliat mencit diamati setiap 5 menit selama 60 menit. Dosis yang dipilih adalah dosis yang memberikan geliat tidak terlalu banyak, sehingga tidak kesulitan dalam pengamatan, tetapi juga tidak terlalu sedikit sehingga bila sebelumnya diberi perlakuan analgetika masih memberikan geliat sampai kurang lebih 1 jam.

12. Penetapan selang waktu pemberian rangsang

(54)

uji yang diberikan secara per oral telah mengalami absorbsi dan bila diberikan rangsang nyeri berupa asam asetat, larutan uji dapat menimbulkan efek dan respon geliat hewan uji akan berkurang.

Rentang waktu yang diujikan adalah 5, 10, 15 dan 30 menit. Sebanyak 12 ekor hewan uji, yang telah dipuasakan ± 18-22 jam dibagi ke dalam 4 kelompok. Hewan uji diberikan asetosal dengan dosis 91 mg/kg BB secara per oral kemudian setelah selang waktu tiap kelompok (5, 10, 15, dan 30 menit) diinjeksi dengan asam asetat 1% secara intraperitoneal menggunakan dosis efektif asam asetat yang diperoleh dari penetapan dosis asam asetat.

13. Uji daya analgesik

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 72 ekor. Hewan uji dibagi secara acak menjadi 8 kelompok meliputi: kelompok I yaitu kontrol negatif digunakan aquadest, kelompok II yaitu kontrol positif digunakan asetosal dosis 91 mg/kg BB, kelompok III-V yaitu kelompok perlakuan jamu kunyit asam instan dengan 3 peringkat dosis yaitu 4.550; 9.100; 18.200 mg/kg BB, dan kelompok VI-VIII yaitu kelompok perlakuan jamu ramuan segar kunyit asam dengan 3 peringkat dosis yaitu 1.365; 2.730; 5.460 mg/kg BB.

(55)

% penghambatan terhadap rasa nyeri = 100 – [(P/K) x 100] Keterangan :

P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah perlakuan K = jumlah rata-rata geliat hewan uji kontrol negatif

Perubahan persen penghambatan geliat terhadap asetosal dosis 91 mg/kg BB sebagai kontrol positif pada tiap kelompok perlakuan dihitung dengan rumus:

% perubahan penghambatan rangsang = ( )x100

Kp Kp P

Keterangan:

P = % penghambatan terhadap geliat pada setiap kelompok perlakuan Kp = rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada kelompok kontrol positif

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Jika data terdistribusi normal dan variansi homogen maka dilanjutkan dengan ANAVA satu arah kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe

dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat perbedaan antar kelompok tersebut bermakna (p<0,05) atau tidak bermakna (p > 0,05). Jika data tidak terdistribusi normal atau variansi tidak homogen maka dilanjutkan dengan analisis Kruskal-Wallis kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan antar kelompok tersebut bermakna (p<0,05) atau tidak bermakna (p > 0,05).

Data hasil uji daya analgesik jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar dianalisis dengan General Linear Model Univariate dan uji

(56)
(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Rimpang Kunyit dan Buah Asam Jawa

Dalam penelitian ini, digunakan rimpang kunyit dan daging buah asam jawa untuk membuat jamu kunyit asam ramuan segar. Rimpang kunyit dan buah asam jawa yang digunakan, perlu diidentifikasi terlebih dahulu. Identifikasi dilakukan untuk memperoleh kepastian bahwa bahan yang digunakan adalah benar-benar rimpang kunyit dan buah asam jawa.

Identifikasi buah asam jawa dilakukan di bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Identifikasi rimpang kunyit dilakukan secara mikroskopis untuk mengamati penampang melintang rimpang kunyit. Hasil pengamatan yang diperoleh (lampiran 1) dibandingkan dengan penampang melintang secara mikroskopis dari rimpang kunyit pada buku standar menurut Anonim (1977).

Berdasarkan hasil identifikasi, diperoleh bahwa bahan yang digunakan dalam pembuatan jamu kunyit asam ramuan segar adalah rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dan buah asam jawa (Tamarindus indica L.)

B. Uji Pendahuluan

(58)

dilakukan meliputi penetapan kriteria geliat, penetapan dosis asam asetat, penetapan selang waktu pemberian rangsang, dan penetapan dosis asetosal. Dalam uji pendahuluan ini digunakan subyek uji: mencit betina, galur Swiss dengan umur 2-3 bulan, dan berat badan 20-30 gram. Semua hewan uji dipuasakan selama 18-22 jam, tidak diberi makan tetapi tetap diberi minum. Hal ini bertujuan untuk mengurangi variasi akibat adanya makanan.

1. Penetapan kriteria geliat

Kriteria geliat perlu ditetapkan untuk mendapatkan geliat yang sama sehingga pada saat penelitian, geliat yang diamati tidak berbeda-beda dan akan diperoleh hasil yang valid. Gerakan mencit yang dianggap sebagai geliat adalah kedua kakinya ditarik ke belakang dan tubuhnya memanjang serta pada bagian perutnya menempel pada alas tempat berpijak. Respon geliat terjadi karena adanya pemberian asam asetat secara intraperitoneal yang dapat mengiritasi jaringan. Adanya jaringan yang mengalami iritasi tersebut menyebabkan rasa sakit dan mencit memberikan respon berupa geliat.

2. Penetapan dosis asam asetat

(59)

Dalam penentuan dosis efektif asam asetat, digunakan 3 peringkat dosis yaitu 25, 50, dan 100 mg/kg BB, dengan konsentrasi sebesar 1%. Ketiga dosis tersebut diinjeksikan secara intraperitoneal kepada masing-masing kelompok hewan uji, di mana setiap kelompok terdapat 3 ekor hewan uji. Geliat mencit diamati setiap lima menit selama 60 menit. Data rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit yang diperoleh dapat dilihat pada tabel I dan jumlah geliat tiap menitnya dapat dilihat pada lampiran 3.

Tabel I. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis asam asetat

Dosis asam asetat (mg/kg BB) Rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit (X ± SE)

25 141 ± 19,08

50 85 ± 30, 88

100 64 ± 12,14

Rata–rata jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis asam asetat dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang seperti pada gambar 6. Ringkasan data statistik analisis variansi satu arah pada penetapan dosis efektif asam asetat dapat dilihat pada tabel II.

Tabel II. Ringkasan analisis variansi satu arah pada penetapan dosis efektif asam asetat

kuadrat F hitung Probabilitas Antar

perlakuan 9684,222 2 4842,111

3,388 0,104 Dalam

(60)

Gambar 6. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pada penetapan dosis efektif asam asetat

Dari hasil analisis (tabel II), diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,104 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara ketiga kelompok tersebut. Hal ini berarti bahwa pemberian asam asetat dengan tiga peringkat dosis menimbulkan respon geliat yang tidak berbeda selama waktu pengamatan. Berdasarkan hasil tersebut, dosis efektif asam asetat yang dipilih untuk memberikan rangsang nyeri pada uji selanjutnya yaitu 25 mg/kg BB. Dosis asam asetat 25 mg/kg BB yang dipilih karena pada dosis tersebut sudah mampu menimbulkan respon geliat yang memudahkan pengamatan. Selain itu, pada dosis 25 mg/kg BB ini memiliki jumlah geliat yang lebih banyak dibandingkan dosis 50 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB.

3. Penetapan selang waktu pemberian rangsang

(61)

mengetahui waktu absorbsi dari zat uji sehingga akan memberikan efek yang optimal. Zat uji yang digunakan dalam penetapan selang waktu pemberian rangsang yaitu asetosal dosis 91 mg/kg BB. Selang waktu yang diuji yaitu 5, 10, 15, dan 30 menit. Asetosal diberikan secara per oral pada tiap hewan uji, kemudian setelah selang waktu yang diuji, asam asetat diberikan secara intraperitoneal. Respon geliat diamati setiap lima menit selama 60 menit. Data rata-rata jumlah kumulatif geliat yang diperoleh serta % penghambatan terhadap geliat dapat dilihat pada tabel III dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 dan 7.

Tabel III. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian rangsang Selang waktu pemberian

10 37,33 ± 15,40 41,37±24,20

15 16 ± 10,16 74,87±15,96

30 23,33 ± 1,86 63,35±2,92

(62)

Gambar 7. Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian rangsang

Dari data % penghambatan terhadap geliat tersebut kemudian dilakukan analisis variansi satu arah utnuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dalam kelompok tersebut. Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian dapat dilihat pada tabel IV.

Tabel IV. Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian rangsang

Sumber variansi

Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Rata-rata

kuadrat F hitung Probabilitas Antar

perlakuan 0,392 3 0,131 2,043 0,187

Dalam

kelompok 0,512 8 0,064

(63)

penghambatan geliat, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam selang waktu 5 menit, asetosal sudah dapat memberikan efek untuk menghambat geliat. Tetapi, dalam penelitian ini selang waktu pemberian rangsang yang dipilih yaitu 30 menit, karena pada selang waktu 30 menit, respon geliat yang diperoleh cukup sedikit dan juga menurut Evoy, G. K. M. (2005), 30 menit merupakan waktu yang diperlukan untuk absorbsi asetosal. Asetosal ini merupakan senyawa pembanding dari jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar. Oleh karena itu, diharapkan pada menit ke-30 jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar sudah mampu memberikan efek pengurangan geliat pada mencit.

4. Penetapan dosis asetosal

Pada penelitian ini, digunakan metode rangsang kimia yang termasuk dalam uji analgesik golongan non-narkotika sehingga kontrol positif yang digunakan merupakan obat golongan non-narkotika. Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu asetosal. Kontrol positif berfungsi sebagai pembanding terhadap kelompok perlakuan zat uji sehingga dapat diketahui apakah zat uji memiliki aktivitas farmakologis yang sama dengan asetosal dan seberapa besar aktivitas zat uji terhadap asetosal.

(64)

dosis digunakan angka kelipatan 2, sehingga dosis yang digunakan yaitu 45,5 mg/kg BB, 91 mg/kg BB, dan 182 mg/kg BB.

Rata-rata jumlah kumulatif geliat dan % penghambatan terhadap geliat dapat dilihat pada tabel V dan data selengkapnya terdapat dalam lampiran 8 dan 9.

Tabel V. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis asetosal

Dosis asetosal (mg/kg BB)

Rata-rata jumlah kumulatif geliat

(X ± SE)

Rata-rata % penghambatan terhadap geliat

(X ± SE)

45 39 ± 7,82 38,75±12,28

91 35,33 ± 5,24 44,51±8,24

182 6,67 ± 3,72 89,53±5,84

Rata-rata % penghambatan terhadap geliat dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang pada gambar 7 berikut.

Gambar 8. Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis asetosal

(65)

mg/kg BB dan 91 mg/kg BB. Kemudian, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dari ketiga kelompok dosis tersebut, data % penghambatan terhadap geliat diuji secara statistik dengan analisis variansi satu arah. Hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 8 dan ringkasan hasil analisis dapat dilihat pada tabel VI.

Tabel VI. Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis asetosal

Sumber

kuadrat F hitung Probabilitas Antar

perlakuan 4638,586 2 2319,293

9,196 0,015 Dalam

kelompok 1513,208 6 252,201

Dari hasil analisis (tabel VI) tersebut diperoleh nilai probabilitasnya yaitu 0,015 (p < 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan antara ketiga kelompok tersebut. Analisis selanjutnya menggunakan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna antara ketiga kelompok tersebut. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Ringkasan hasil uji Scheffe % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis asetosal

(66)

bermakna dengan dosis 182 mg/kg BB. Kelompok dosis 91 mg/kg BB memiliki perbedaan yang tidak bermakna terhadap dosis 45 mg/kg BB dan berbeda bermakna terhadap dosis 182 mg/kg BB. Hal ini berarti bahwa peningkatan dosis asetosal dapat meningkatkan efek analgesiknya dan peningkatan ini bermakna secara statistik. Dari hasil tersebut dosis asetosal yang dipilih yaitu 91 mg/kg BB dengan % penghambatan geliat sebesar 44,51%. Dosis tersebut digunakan dalam penelitian ini karena merupakan dosis yang lazim digunakan manusia. Dosis 182 mg/kg BB memiliki nilai % penghambatan terhadap geliat yang lebih tinggi dibandingkan dosis 91 mg/kg BB, tetapi dosis tersebut tidak lazim digunakan.

C. Pengujian Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Instan dan Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya daya analgesik pada jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar serta untuk mengetahui apakah ada perbedaan daya analgesik dari kedua jamu tersebut. Metode yang digunakan yaitu metode rangsang kimia. Metode rangsang kimia dipilih karena cukup sederhana dan mudah dilakukan sebagai awal pengujian efek analgesik jamu kunyit asam ini. Metode ini memiliki kelemahan yaitu tidak spesifik karena kemampuan suatu senyawa dalam menghambat geliat belum tentu disebabkan oleh adanya efek analgesik, mungkin juga senyawa tersebut memiliki efek antihistamin, parasimpatomimetik, atau simpatomimetik (Turner, 1965).

(67)

nyeri. Asam asetat dapat menyebabkan nyeri karena menurunkan pH jaringan akibat adanya pembebasan H+. Adanya penurunan pH tersebut mengakibatkan terjadinya iritasi pada jaringan lokal. Rasa nyeri yang terjadi dapat ditunjukkan dengan adanya respon mencit berupa geliat. Pemberian senyawa yang memiliki efek analgesik dapat menekan atau mengurangi rasa nyeri yang muncul sehingga respon geliat semakin sedikit. Respon geliat diamati tiap lima menit selama 60 menit setelah pemberian asam asetat.

Data yang diperoleh berupa jumlah kumulatif geliat pada tiap kelompok perlakuan. Jumlah kumulatif geliat diubah ke dalam % penghambatan terhadap geliat dengan persamaan Handersot-Forsaith dan diuji secara statistik dengan analisis General Linear Model Univariate dilanjutkan menggunakan uji Scheffe

dengan taraf kepercayaan 95% jika data terdistribusi normal dan variansinya homogen, untuk melihat adanya perbedaan antar kelompok perlakuan. Jika data tidak terdistribusi normal atau variansinya tidak homogen, analisis dilakukan dengan uji Friedman untuk melihat ada tidaknya perbedaan dalam kelompok perlakuan.

(68)

yang digunakan yaitu 4.550; 9.100; 18.200 mg/kg BB, sedangkan peringkat dosis jamu ramuan segar yaitu 1.365; 2.730; 5.460 mg/kgBB.

Dalam pengujian daya analgesik jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar, hewan uji dibagi dalam delapan kelompok terdiri dari kelompok I yaitu kontrol negatif berupa aquadest; kelompok II yaitu kontrol positif berupa asetosal dosis 91 mg/kg BB; kelompok III-V yaitu kelompok perlakuan jamu kunyit asam instan dosis 4.550, 9.100, 18.200 mg/kg BB; kelompok VI-VIII yaitu kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1.365, 2.730, dan 5.460 mg/kg BB.

Jamu ramuan segar yang digunakan dibuat dari rimpang kunyit dan daging buah asam. Rimpang kunyit diparut kemudian direbus bersama daging buah asam jawa. Setelah beberapa saat, jamu didinginkan kemudian diperas untuk memisahkan jamu kunyit asam dengan ampas kunyit dan asam.

Tiga puluh menit setelah menerima senyawa uji yang diberikan secara oral, kedelapan kelompok perlakuan tersebut kemudian diberikan asam asetat secara intraperitoneal sebagai penginduksi nyeri. Respon geliat yang terjadi diamati setiap lima menit selama 60 menit.

(69)

Tabel VIII. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan terhadap geliat pada kelompok perlakuan jamu kunyit asam instan dan ramuan segar

Kelompok perlakuan

I : kontrol negatif (aquadest 25 mg/kg BB) II : kontrol positif (asetosal 91 mg/kg BB) III : jamu kunyit asam instan 4.550 mg/kg BB IV : jamu kunyit asam instan 9.100 mg/kg BB V : jamu kunyit asam instan 18.200 mg/kg BB

VI : jamu kunyit asam ramuan segar 1.365 mg/kg BB VII : jamu kunyit asam ramuan segar 2.730 mg/kg BB VIII : jamu kunyit asam ramuan segar 5.460 mg/kg BB

Rata-rata % penghambatan terhadap geliat dapat disajikan dalam bentuk diagram batang pada gambar 9.

(70)

penurunan jumlah geliat dibandingkan kelompok kontrol negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa asetosal, jamu kunyit asam instan, dan jamu kunyit asam ramuan segar mampu menghambat respon geliat mencit.

Gambar 9. Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar

Keterangan:

I : kontrol negatif (aquadest 25 mg/kg BB) II : kontrol positif (asetosal 91 mg/kg BB) III : jamu kunyit asam instan 4.550 mg/kg BB IV : jamu kunyit asam instan 9.100 mg/kg BB V : jamu kunyit asam instan 18.200 mg/kg BB VI : jamu kunyit asam ramuan segar 1.365 mg/kg BB VII : jamu kunyit asam ramuan segar 2.730 mg/kg BB VIII : jamu kunyit asam ramuan segar 5.460 mg/kg BB

Data % penghambatan terhadap geliat kemudian dianalisis menggunakan

(71)

Hasil analisis data % penghambatan terhadap geliat dengan faktor produk jamu terdapat pada tabel IX berikut.

Tabel IX. Hasil analisis uji Scheffe pengaruh produk jamu kunyit asam terhadap% penghambatan geliat pada kelompok perlakuan jamu kunyit asam instan dan jamu

kunyit asam ramuan segar

Produk I II III IV II : kontrol positif (asetosal 91 mg/kg BB) III : jamu kunyit asam instan

IV : jamu kunyit asam ramuan segar

(72)

Hasil analisis data % penghambatan terhadap geliat dengan faktor dosis jamu kunyit asam terdapat pada tabel X berikut.

Tabel X. Hasil analisis uji Scheffe pengaruh dosis terhadap % penghambatan geliat pada kelompok perlakuan jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar Kelompok III : jamu kunyit asam instan 4.550 mg/kg BB IV : jamu kunyit asam instan 9.100 mg/kg BB V : jamu kunyit asam instan 18.200 mg/kg BB VI : jamu kunyit asam ramuan segar 1.365 mg/kg BB VII : jamu kunyit asam ramuan segar 2.730 mg/kg BB VIII : jamu kunyit asam ramuan segar 5.460 mg/kg BB

(73)

perbedaan yang tidak bermakna terhadap kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok dosis tersebut tidak memiliki daya analgesik. Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa jamu kunyit asam instan dosis 18.200 mg/kg BB memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kontrol negatif dan perbedaan yang tidak bermakna terhadap kontrol positif. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa jamu kunyit asam instan dosis 18.200 mg/kg BB memiliki daya analgesik yang sama besar dengan asetosal 91 mg/kg BB.

Kelompok perlakuan jamu kunyit asam instan dosis 4.550 mg/kg BB, 9.100 mg/kg BB, dan 18.200 mg/kg BB secara berturut-turut memiliki % penghambatan terhadap geliat sebesar 46,25 %; 45,90 %; dan 70,68 %. Pada kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1.365 mg/kg BB, 2.730 mg/kg BB, dan 5.460 mg/kg BB secara berturut-turut memiliki % penghambatan terhadap geliat sebesar 37,00%; 46,43%; dan 49,57%. Pada asetosal yang telah digunakan sebagai analgesik memiliki hasil % penghambatan terhadap geliat sebesar 79,93 %.

(74)

tidak ada kelompok yang memiliki aktivitas analgetika karena kemampuan menghambat geliat < 50%. Meskipun demikian, jamu kunyit asam ramuan segar dapat dikatakan memiliki efek analgesik tetapi daya yang dimiliki rendah. Aktivitas analgetika suatu sediaan tentu akan dipengaruhi oleh komposisi bahan yang digunakan. Jamu kunyit asam yang memiliki aktivitas analgetika yaitu jamu kunyit asam instan pada dosis 18.200 mg/kg BB (4 kali dosis terapi). Oleh karena itu, untuk memperoleh daya analgesik yang optimal pada dosis terapi, perlu dilakukan optimasi komposisi rimpang kunyit dan buah asam jawa.

Dari hasil perhitungan % penghambatan terhadap geliat dapat dihitung % perubahan daya analgesik jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar terhadap kontrol positif yaitu asetosal 91 mg/kg BB. Data % perubahan daya analgesik dapat dilihat pada lampiran 13 serta ringkasannya pada tabel XI.

Tabel XI. Data % perubahan daya analgesik jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan segar terhadap kontrol positif

Kelompok perlakuan % perubahan daya analgesik (X ± SE)

I : kontrol negatif (aquadest 25 mg/kg BB) II : kontrol positif (asetosal 91 mg/kg BB)

III : jamu kunyit asam instan 4.550 mg/kg BB IV : jamu kunyit asam instan 9.100 mg/kg BB V : jamu kunyit asam instan 18.200 mg/kg BB

(75)

Rata-rata % perubahan daya analgesik jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit ramuan segar dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang pada gambar 10 berikut.

Gambar 10. Diagram batang rata-rata % perubahan daya analgesik jamu kunyit asam instan dan ramuan segar terhadap kontrol positif

Keterangan:

I : kontrol negatif (aquadest 25 mg/kg BB) II : kontrol positif (asetosal 91 mg/kg BB) III : jamu kunyit asam instan 4.550 mg/kg BB IV : jamu kunyit asam instan 9.100 mg/kg BB V : jamu kunyit asam instan 18.200 mg/kg BB VI : jamu kunyit asam ramuan segar 1.365 mg/kg BB VII : jamu kunyit asam ramuan segar 2.730 mg/kg BB VIII : jamu kunyit asam ramuan segar 5.460 mg/kg BB

Data % perubahan daya analgesik diuji secara statistik dengan analisis

(76)

jamu kunyit asam. Hasil analisis data % perubahan daya analgesik dengan faktor produk jamu terdapat pada tabel XII berikut.

Tabel XII. Hasil analisis uji Scheffe pengaruh produk jamu kunyit asam terhadap % perubahan daya analgesik pada kelompok perlakuan jamu kunyit asam instan

dan jamu kunyit asam ramuan segar

Produk I II III IV II : kontrol positif (asetosal 91 mg/kg BB) III : jamu kunyit asam instan

IV : jamu kunyit asam ramuan segar

Gambar

Tabel XI. Data % perubahan daya analgesik jamu kunyit asam instan dan
Gambar 20. Geliat mencit yang diamati ..............................................................
Gambar larutan jamu kunyit asam instan, jamu kunyit asam
Gambar 1.  Proses pembentukan eicosanoid dari asam arakhidonat melalui jalur siklooksigenase dan lipooksigenase (Rang dkk, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berlakunya Peraturan Bupati ini maka Peraturan Bupati Badung Nomor 49 Tahun 2005 tentang Bantuan Biaya Pendidikan bagi Pegawai Negeri Sipil

Dengan demikian, untuk hipotesis nul (H 0 ) yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok peserta didik yang belajar dengan

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dialami pihak RSISA tersebut, maka setidaknya dibutuhkan sebuah sistem aplikasi yang membantu pengunjung serta karyawan

Akan tetapi ketika pada saat itu saksi sedang berada dirumah tepatnya pada Hari Kamistanggal 11 Oktober Tahun 2012 sekira pukul 15.00 WIB mendapatkan laporan dari

Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih afektif dan efisien.

Antoniades, 1990 dalam buku Poethic of Architecture metafora merupakan suatu cara memahami suatu hal, seolah hal tersebut sebagai suatu yang lain dan metafora merupakan sebuah

Namun, persepsi nilai etika dan persepsi nilai spiritual tidak memberikan pengaruh terhadap keberadaan BMT, BMT yang juga sebagai jasa keuangan syariah justru sebagian

Adanya komitmen organisasi, dan anggaran yang ditetapkan secara jelas sesuai dengan tujuannya serta kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk menlindungi kekayaan