• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (MPBP) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH IPA SEHARI- HARI DITINJAU DARI MOTIVASI BERPRESTASI SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (MPBP) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH IPA SEHARI- HARI DITINJAU DARI MOTIVASI BERPRESTASI SISWA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (MPBP)

TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH IPA

SEHARI-HARI DITINJAU DARI MOTIVASI BERPRESTASI SISWA

P. Arimbawa, I W. Sadia, I N. Tika

Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarja Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: putu.arimbawa@pasca.undiksha.ac.id, wayan.sadia@pasca.undiksha.ac.id, dan nyoman.tika@pasca.undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis 1) pengaruh model pembelajaran berbasis proyek (MPBP) terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa yang dilihat dari motivasi berprestasi dan 2) pengaruh interaksi antara MPBP dengan motivasi berprestasi terhadap kemampuan pemecahan masalah. Penelitian ini merupkan penelitian eksperimen semu dengan rancangan post test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 3 Sidemen, yaitu dua kelas eksperimen dan dua kelas kontrol. Sampel diambil 60 siswa, yaitu 30 dari kelas kontrol dan 30 dari kelas eksperimen berdasarkan motivasi berprestasi tinggi dan rendah. Instrument yang digunakan berupa test kemampuan pemecahan masalah dan kuesioner motivasi berprestasi. Analisis data menggunakan analisis statistik ANAVA dua jalur. Berdasarkan hasil analisis dengan ANAVA dua jalur diperoleh FA =166,788; (p<0,05), disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang signifikan antara peserta didik pada kelas MPBP dan peserta didik pada kelas kontrol. Hasil analisis untuk hipotesis kedua, FAB = 0,296; (p>0,05), maka tidak terdapat interaksi antara model

pembelajaran berbasis proyek dengan motivasi berprestasi terhadap kemampuan pemecahan masalah.

Kata kunci: Model pembelajaran berbasis proyek dan Kemampuan pemecahan masalah

Abstract

This study aimed to analyze 1) the effect of the project based learning (PBL) toward the problem solving skill was looked by motivation and 2) the interaction effect between PBL and motivation toward the problem solving skill. This study was a quasi experiment with post test only controls group design. Population was a whole 8th grade student of SMP N 3 Sidemen; those are two classes as control group and two classes as experiment group. Sample was taken 60 students; those are 30 students from control group and 30 students from experiment group according to the motivation. The instruments used test of problem solving skill and questioner about motivation. Data analysis used ways ANOVA analysis. The results of the two-ways ANOVA analysis, FA =166.788; (p<0.05). It can be concluded that there were

significant differences in problem solving skill of the students between PBL group and control group. The result of the second hyphotesis, FAB = 0.296; (p>0.05), it can be

concluded that there were not interaction effect between PBL and motivation toward the problem solving skill.

(2)

Keywords : Project Based Learning and problem solving skill

PENDAHULUAN

Pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting dalam pembelajaran sains (Heller

et al., 1992). Masalah-masalah sains merupakan gagasan yang berperan penting membangun kapasitas pemecahan masalah siswa dan membuat pelajaran sains menjadi lebih menyenangkan dan dapat memotivasi siswa untuk lebih berprestasi. Kemampuan pemecahan masalah tidak hanya digunakan dalam penyelesaian permasalahan sains dalam bentuk matematis, namun bagaimana memecahkan masalah terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar. Permasalahan tersebut dipecahkan oleh siswa dengan menggunakan konsep-konsep sains yang telah mereka pahami. Siswa yang memiliki kemampuan memecahkan masalah akan mampu mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam konteks permasalahan yang dihadapi.

Pada kenyataannya dilapangan, kemampuan pemecahan masalah sains yang dimiliki siswa masih rendah (Nurhadi & Senduk, 2004). Rendahnya kemampuan pemecahan masalah sains sehari-hari siswa tersebut tidak terlepas dari pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah. Kebanyakan guru belum mengkondisikan pembelajaran yang memungkinkan siswa mendapatkan kemampuan pemecahan masalah sains sehari-hari yang maksimal. Guru mengawali pembelajaran dengan menjelaskan suatu konsep tertentu, dilanjutkan dengan latihan soal-soal yang diambil dari buku pegangan siswa. Soal-soal tersebut sangat jauh dari masalah-masalah yang terjadi dalam dunia nyata siswa. Model pembelajaran ini dipilih karena guru ingin mengejar target materi

Pembelajaran yang dipilih oleh guru membuat siswa menjadi pasif. Siswa hanya bisa menerima dan mengingat apa yang diberikan oleh guru sehingga siswa cenderung manghafal konsep-konsep yang telah diajarkan tanpa mamahaminya. Akibatnya, siswa mudah melupakan konsep-konsep yang telah dipelajari

sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna. Selain itu, aktifitas dan kreativitas siswa terbatas pada instruksi yang diberikan oleh guru.

Konstruktivisme adalah salah satu faham filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivisme memandang subjek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subjek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitifnya yang diciptakan oleh subjek itu sendiri. Menurut Piaget (dalam Dharsana, 2002), struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Paham kostruktivisme merupakan dasar dari model pembelajaran berbasis proyek (MPBP). Konstruktivisme sebagai aliran psikologi kognitif berpendapat bahwa makna suatu realita tidak terletak dalam realita itu sendiri, tetapi manusia yang mengkonstruksi makna terhadap suatu realita (Suparno, 1997). Implikasinya dalam belajar mengajar adalah pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke dalam pikiran siswa, sehingga pebelajar yang aktif secara mental membangun pengetahuannya.

Aktivitas dan kreativitas siswa dalam pembelajaran merupakan salah satu hal yang penting dalam pembelajaran, sehingga tugas guru untuk memilih model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sains adalah model pembelajaran berbasis proyek (MPBP).

MPBP merupakan salah satu model pembelajaran alternatif yang berpusat pada siswa (student-centered). Pembelajaran ini diturunkan dari teori belajar konstruktivis,

(3)

yaitu siswa yang aktif mengkonstruksi pengetahuannya. MPBP adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi et al., 2003). MPBP termasuk dalam pembelajaran inkuiri terbuka. MPBP merupakan pendekatan pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dan standar kompetensi dalam kurikulumnya.

Melalui MPBP, proses inquiry

dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen mayor sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah displin yang sedang dikajinya (The George Lucas Educational Foundation: 2005).

Fokus dari model MPBP adalah pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainya, memberi peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa (Khamdi, 2007). Hal ini akan melibatkan seluruh indra, saraf, dan fisik siswa. Otak kanan dan otak kiri akan berkembang dengan tantangan-tantangan dari pembelajaran ini. Dapat atau tidaknya tantangan-tantangan yang disajikan dalam model pembelajaran terpecahkan sangat dipengaruhi oleh motivasi siswa untuk berprestasi.

Dalam pembelajaran sains, seringkali rendahnya Motivasi berprestasi siswa disebabkan karena siswa memiliki beban belajar yang banyak. Tinggi rendahnya Motivasi berprestasi IPA siswa sering dikaitkan dengan keberhasilan atau kegagalan siswa dalam pembelajaran. Siswa yang memiliki Motivasi berprestasi IPA tinggi dan sedang selalu berusaha menyelesaikan tugas dengan baik, serta

membandingkan hasilnya dengan orang lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi Motivasi berprestasi siswa adalah karakteristik mata pelajaran yang dipelajari. Dalam hal ini dapat diduga bahwa Motivasi berprestasi siswa terhadap IPA merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perolehan kemampuan pemecahan masalah IPA sehari-hari siswa.

Terkait dengan hal di atas, peneliti mencoba untuk melakukan suatu eksperimen pembelajaran sains dengan menerapkan model pembalajaran yang melibatkan siswa aktif, yaitu model pembelajaran berbasis proyek (MPBP) terhadap kemampuan pemecahan masalah IPA sehari-hari yang ditinjau dari Motivasi berprestasi siswa itu sendiri.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan post test only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 3 Sidemen Tahun Pelajaran 2012/2013 yang tersebar dalam 4 kelas yaitu VIII A, VIII B, VIII C, dan VIII D. Sampel dalam penelitian ini adalah terdiri dari 4 kelas yakni, kelas VIII C dan VIII D sebagai kelompok eksperimen sedangkan Kelas VIII A dan VIII B sebagai kelompok kontrol.

Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen dikenai model pembelajaran berbasis proyek, sedangkan kelompok kontrok dikenai model pembelajaran konvensional sesuai dengan Permen 41. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah motivasi berprestasi. Variabel terikat pada penilitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah sains sehari-hari siswa.

Kemampuan pemecahan masalah IPA diukur melalui tes kemampuan pemecahan masalah IPA dalam bentuk soal uraian. Kedalaman tes juga disesuaikan dengan karakteristik materi pembelajaran yaitu bahan kimia dalam suatu produk. Dalam hal ini, penyusunan tes berpedoman pada standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pembelajaran.

(4)

Motivasi berprestasi siswa diukur dengan menggunakan kuesioner motivasi berprestasi siswa terdiri dari 50 item pernyataan positif dan negatif. Setiap item pernyataan memiliki rentang skor antara 1 sampai 5.

Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi: (1) Merancang perangkat pembelajaran dan instrument penelitian meliputi RPP, LKS, instrument pemecahan masalah; (2) Observasi untuk mengetahui keadaan awal dan berdiskusi dengan guru sains yang ada di sekolah tersebut; (3) Memberikan angket motivasi berprestasi pada semua kelompok siswa; (4) pelaksanaan pembelarajan untuk masing-masing kelas MPBP dan konvensional; (5) Memberikan post-test pada masing-masing kelompok untuk mengidentifikasi kemampuan pemecahan masalah IPA sehari-hari; (6) Menganalisis data kemampuan pemecahan masalah IPA sehari-hari; (7) Peneliti mewawancarai guru IPA untuk mengetahui tanggapannya terhadap model pembelajaran MPBP.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan dengan statistik inferensial yaitu ANAVA dua jalur. Sebelum dianalisis

dengan formula ANAVA dua jalur dilakukan terlebih dahulu uji prasyarat analisis statistika, yaitu (1) uji normalitas, untuk mengetahui apakah sebaran data sampel berdistribusi normal atau tidak, dan (2) uji homogenitas, untuk mengetahui apakah varians antara kelompok data satu dengan yang lainnya berbeda secara signifikan atau tidak. Hipotesis penelitian diuji dengan uji F didasarkan pada analisis varians, dalam hal ini digunakan teknik analisa varians (ANAVA) dua jalur.

HASIL PENELITIAN

Kemampuan pemecahan masalah dideskripsikan dari hasil pascates yang terdiri dari distribusi frekuensi, distribusi skor rata-rata ( ), dan standar deviasi (SD) berdasarkan model pembelajaran (model pembelajaran berbasis proyek dan model pembelajaran konvensional) dan motivasi berprestasi (motivasi berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah) yang diberikan untuk masing-masing sel perlakuan. Perhitungan ukuran sentral (mean), ukuran penyebaran data (standar deviasi, varians dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa

Data Statistik

A1 A2 B1 B2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2

Mean 58,60 41,20 59,07 40,73 67,87 49,33 50,27 32,13 Std. Deviasi 10,53 10,35 10,38 9,65 5,78 3,52 4,89 4,69 Varians 110,94 107,20 107,79 93,10 33,41 12,38 23,92 21,98 Skor Minimum 44,00 26,00 44,00 26,00 58,00 44,00 44,00 26,00 Skor Maksimum 76,00 58,00 76,00 54,00 76,00 54,00 58,00 38,00 Rentangan 32,00 32,00 32,00 28,00 18,00 10,00 14,00 12,00 Jumlah 1758 1236 1772 1222 1018 740 754 482

Berdasarkan Tabel 1, dapat dinyatakan bahwa siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek (MPBP) (

X

= 58,60) dengan kategori cukup lebih baik dari pada dengan model pembelajaran konvensional (

X

= 41,20) berkategori kurang. Demikian juga kemampuan pemecahan masalah siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi (

X

= 59,07 dengan kategori cukup) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah (

X

= 40,73 dengan kategori kurang). Pada motivasi berprestasi tinggi, siswa yang mengikuti MPBP (

X

= 67,87 dengan kategori cukup) lebih baik dari siswa yang mengikuti Konvensional (

X

= 50,27

(5)

dengan kategori kurang). Sedangkan, pada motivasi berprestasi rendah, siswa yang mengikuti MPBP (

X

= 49,33 dengan kategori kurang) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti model konvensional (

X

= 32,13 dengan kategori

sangat kurang) dalam pencapaian kemampuan pemecahan masalah IPA siswa.

Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan tingkat penguasaan materi nilai kemampuan pemecahan masalah IPA siswa dibuat berdasarkan konversi nilai absolut skala lima seperti yang telah disajikan pada Tabel 1 dan berdasarkan data nilai pascates yang diperoleh. Distribusi dan persentase tersebut jika dipilah dari model pembelajaran disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan pemecahan masalah IPA Siswa berdasarkan Tingkat Penguasaan Materi untuk Kelompok Model Pembelajaran

Nilai Kualifikasi MPBP Konvensional

Fo Persentase (%) Fo Persentase (%) 85-100 Sangat Tinggi 0 0,0 0 0,0 70-84 Tinggi 8 26,67 0 0,0 55-69 Cukup 7 23,33 3 10,00 40-54 Kurang 15 50,00 12 40,00 0-39 Sangat Kurang 0 0,0 15 50,00 Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 2, dapat dinyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah IPA siswa untuk kelompok model pembelajaran berbasis proyek (MPBP) sebanyak 26,67% berkualifikasi tinggi,

23,33% berkualifikasi cukup, dan 50% berkualifikasi kurang. Nilai kemampuan

pemecahan masalah IPA siswa untuk

kelompok model pembelajaran

konvensional sebanyak 10% berkualifikasi

cukup, 40% berkualifikasi rendah, dan50% berkualifikasi sangat kurang.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan pemecahan masalah IPA Siswa berdasarkan Kelompok Motivasi berprestasi

Nilai Kualifikasi

Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Motivasi berprestasi Tinggi Motivasi berprestasi Rendah Fo Persentase (%) Fo Persentase (%) 85-100 Sangat Tinggi 0 0,0 0 0,0 70-84 Tinggi 8 26,67 0 0,0 55-69 Cukup 10 33,33 0 0,0 40-54 Kurang 12 40,00 15 50,00 0-39 Sangat Kurang 0 0,0 15 50,00 Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 3, juga tampak bahwa kemampuan pemecahan masalah IPA siswa pada kelompok motivasi berprestasi tinggi sebanyak 26,67% berkualifikasi tinggi, 33,33% berkualifikasi

cukup, dan 40% berkualifikasi kurang. Nilai kemampuan pemecahan masalah IPA siswa untuk kelompok motivasi berprestasi rendah sebanyak 50% berkualifikasi kurang

(6)

Tabel 4 Deskripsi Penguasaan Tiap Komponen Pemecahan Masalah Siswa

Komponen Kemampuan Pemecahan Masalah

MPBP MPK

Rata-rata Kategori Rata-rata Kategori

 bukti pemahaman konsep 57,40 Cukup 39,70 Sangat

Kurang

 kebergunaan deskripsi 59,00 Cukup 45,55 Kurang

 kesesuaian persamaan dengan deskripsi

57,70 Cukup 45,80 Kurang

 rencana solusi yang masuk akal 60,60 Cukup 41,70 Kurang

 perkembangan logika 58,30 Cukup 44,60 Kurang

Tabel 4 menunjukkan bahwa pencapaian masing-masing komponen kemampuan pemecahan masalah pada model pembelajaran berbasis proyek (MPBP) lebih baik dibandingkan dengan

kemampuan model pembelajaran

konvensional. Dimana rata-rata pencapain tiap komponen pemecahan masalah pada model pembelajaran berbasis proyek

(MPBP) berkategori cukup sedangkan model pembelajaran konvensional berkategori kurang.

Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) dua jalur. Rangkuman hasil analisis varians (ANAVA) dua jalur dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Anava Dua Jalur untuk Kemampuan Pemecahan Masalah

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 9591,133a 3 3197,044 117,415 0,000

Intercept 147808,067 1 147808,067 5428,418 0,000

MODEL (A) 4541,400 1 4541,400 166,788 0,000

MOTIV (B) 5041,667 1 5041,667 185,161 0,000

MODEL * MOTIV (A*B) 8,067 1 8,067 0,296 0,588

Error 1524,800 56 27,229

Total 158924,000 60

Corrected Total 11115,933 59

a. R Squared = 0,863 (Adjusted R Squared = 0,855)

Hipotesis 1 menyatakan bahwa “Ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah IPA sehari-hari antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek dan dengan pembelajaran konvensional”. Berdasarkan Tabel 5, menunjukan bahwa nilai FA sebesar 166,788; (p < 0,05), Ini berarti hipotesis nul (Ho) yang menyatakan tidak terdapat

perbedaan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok MPBP dan kelompok Konvensional”,

ditolak. Dengan kata lain, terdapat perbedaan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok MPBP dan kelompok Konvensional.

Hipotesis 2 menyatakan bahwa “Terdapat pengaruh interaksi antara model

(7)

pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap kemampuan pemecahan masalah IPA sehari-hari”. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai FAB sebesar 0,296; (p>0,05). Dengan demikian, hipotesis nul (Ho) yang menyatakan tidak terdapat pengaruh interaksi antara variabel-variabel model pembelajaran dan variabel-variabel motivasi berprestasi terhadap kemampuan pemecahan masalah IPA peserta didik”,

diterima. Dengan kata lain, tidak terdapat pengaruh interaksi antara variabel-variabel model pembelajaran dan variabel-variabel motivasi berprestasi terhadap kemampuan pemecahan masalah IPA peserta didik. Jadi, dalam pencapaian kemampuan pemecahan masalah IPA peserta didik, model pembelajaran, dan motivasi berprestasi tidak berinteraksi secara signifikan (p>0,05).

Tabel 6 Anava Dua Jalur untuk Kemampuan Pemecahan Masalah pada Motivasi Berprestasi Tinggi

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2323.200a 1 2323.200 81.042 .000 Intercept 104666.133 1 104666.133 3651.144 .000 GRUP 2323.200 1 2323.200 81.042 .000 Error 802.667 28 28.667 Total 107792.000 30 Corrected Total 3125.867 29

a. R Squared = .743 (Adjusted R Squared = .734) Hipotesis 3 menyatakan bahwa “Ada perbedaan kamampuan pemecahan masalah IPA sehari-hari antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran konvensional pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi”. Berdasarkan Tabel 6, diperoleh nilai F sebesar 81,042; (p<0,05). Dengan demikian, hipotesis nul (Ho) yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok peserta didik

yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek dan kelompok peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran konvensional pada motivasi berprestasi tinggi”, ditolak. Dengan kata lain, terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek dan kelompok peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran konvensional pada motivasi berprestasi tinggi.

Tabel 7 Anava Dua Jalur untuk Kemampuan Pemecahan Masalah pada Motivasi Berprestasi Rendah

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2218.800a 1 2218.800 129.143 .000 Intercept 49776.133 1 49776.133 2897.170 .000 GRUP 2218.800 1 2218.800 129.143 .000 Error 481.067 28 17.181 Total 52476.000 30 Corrected Total 2699.867 29

(8)

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2218.800a 1 2218.800 129.143 .000 Intercept 49776.133 1 49776.133 2897.170 .000 GRUP 2218.800 1 2218.800 129.143 .000 Error 481.067 28 17.181 Total 52476.000 30 Corrected Total 2699.867 29

a. R Squared = .822 (Adjusted R Squared = .815) Hipotesis 4 menyatakan bahwa “Ada perbedaan kamampuan pemecahan masalah IPA sehari-hari antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran konvensional pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah”. Berdasarkan Tabel 7, diperoleh nilai F sebesar 129,43; (p<0,05). Dengan demikian, untuk hipotesis nul (H0) yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek dan kelompok peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran konvensional pada motivasi berprestasi rendah”, ditolak. Dengan kata lain, terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek dan kelompok peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran konvensional pada motivasi berprestasi rendah.

PEMBAHASAN

Dalam model pembelajaran berbasis proyek peserta didik dilibatkan dalam memecahkan permasalahan yang ditugaskan, mengijinkan para peserta didik untuk aktif membangun dan mengatur pembelajarannya, dan dapat menjadikan peserta didik yang realistis. Di lain pihak, Model pembelajaran konvensional jarang melibatkan pengaktifan pengetahuan awal dan jarang memotivasi peserta didik untuk memproses pengetahuannya. Akibatnya pembelajaran menjadi kurang bermakna dan peserta didik menjadi pasif dalam pembelajaran.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran (MPBP) memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dalam hal meningkatkan kemampuan pemecahan masalah IPA peserta didik. Berdasarkan hal tersebut, implikasi yang dapat diberikan adalah kemampuan pemecahan masalah IPA peserta didik dapat ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran berbasis proyek (MPBP), dengan catatan peserta didik dibiasakan untuk melakukan/mengikuti model pembelajaran berbasis proyek

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi berprestasi siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah. Hal ini berarti bahwa pembelajaran berbasis proyek mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa baik siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah maupun tinggi. Hasil penelitian ini ditunjang oleh karakteristis atau keunggulan dari model pembelajaran berbasis proyek yang mampu meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran.

The George Lucas Educational Foundation tahun 2005 menyatakan bahwa MPBP adalah model pembelajaran yang menuntut pengajar dan atau peserta didik mengembangkan pertanyaan penuntun (a guiding question). Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Project Based Learning memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.

(9)

Hal ini memungkinkan setiap peserta didik pada akhirnya mampu menjawab pertanyaan penuntun.

Uraian di atas menunjukkan bahwa MPBP dapat mengakomodasi peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi rendah

untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah IPA dalam dirinya. MPBP menekankan pada peserta didik diharapkan untuk menggali motivasi peserta didik dengan penyajian pembelajaran yang lebih menarik dan menantang bagi peserta didik sehingga peserta didik yang memiliki motivasi rendah tetap mau untuk belajar.

Untuk dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik khususnya kemampuan pemecahan masalah IPA peserta didik, maka guru hendaknya mengubah paradigma pembelajaran dari

teacher centered menuju student centered. Peran guru sebagai pengarah hendaknya tidak terlalu menceramahi peserta didik, melainkan mengarahkan suatu diskusi saat memecahkan permasalahan agar tidak menyimpang dari tujuan pembelajaran. Sebagai fasilitator, guru memfasilitasi kebutuhan peserta didik akan sumber belajar dan memfasilitasi peserta didik dalam kegiatan belajar. Pergeseran paradigma ini akan memberi kesempatan bagi peserta didik untuk lebih aktif mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa peserta didik yang secara aktif membangun pengetahuannya melalui proses pemecahan masalah akan memiliki keterampilan berpikir lebih baik daripada peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan hasil analisis, pembahasan, dan temuan-temuan yang sudah dideskripsikan sebelumnya, maka hasil penelitian ini memiliki implikasi sebagai berikut. Pertama, untuk dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik khususnya kemampuan pemecahan masalah IPA peserta didik, maka guru

hendaknya mengubah paradigma

pembelajaran dari teacher centered menuju

student centered. Peran guru sebagai pengarah hendaknya tidak terlalu menceramahi peserta didik, melainkan

mengarahkan suatu diskusi saat memecahkan permasalahan agar tidak menyimpang dari tujuan pembelajaran. Sebagai fasilitator, guru memfasilitasi kebutuhan peserta didik akan sumber belajar dan memfasilitasi peserta didik dalam kegiatan belajar. Pergeseran paradigma ini akan memberi kesempatan bagi peserta didik untuk lebih aktif mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa peserta didik yang secara aktif membangun pengetahuannya melalui proses pemecahan masalah akan memiliki keterampilan berpikir lebih baik daripada peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Kedua, untuk mencapai hasil belajar khususnya pemecahan masalah IPA secara optimal dalam pembelajaran IPA kelas VIII SMP, model pembelajaran berbasis proyek (MPBP) dapat diterapkan sebagai alternatif strategi pembelajaran. Pembelajaran berbasis proyek (MPBP) dapat dimplementasikan dengan pemberian masalah yang berkaitan dengan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan kemampuan

pemecahan masalah IPA antara kelompok peserta didik yang belajar dengan MPBP dan Konvensional pada peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi tinggi maupun pada peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Guru dapat menempatkan peserta didik dalam satu kelompok yang heterogen. Pengelompokan peserta didik yang heterogen ini dimaksud untuk memberikan peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi rendah agar dapat belajar dari peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi tinggi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat ditarik empat buah simpulan yang merupakan jawaban terhadap empat masalah yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

Pertama, terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok peserta didik yang belajar

(10)

dengan MPBP dan Konvensional (F = 166,788; p<0,05). Nilai kemampuan pemecahan masalah IPA kelompok MPBP (

X

= 58,33 dengan kategori cukup) dan Konvensional (

X

= 41,20 dengan kategori kurang).

Kedua, tidak terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap kemampuan pemecahan masalah IPA peserta didik (F = 0,296; p>0,05).

Ketiga, terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok peserta didik yang belajar dengan MPBP dan Konvensional pada peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi tinggi (F = 81,042); p<0,05). Nilai kemampuan pemecahan masalah IPA kelompok MPBP (

X

= 67,87 dengan kategori cukup) dan Konvensional (

X

= 50,27 dengan kategori kurang).

Keempat, terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok peserta didik yang belajar dengan MPBP dan Konvensional pada peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi rendah (F = 129,43; p<0,05). Nilai kemampuan pemecahan masalah IPA kelompok MPBP (

X

= 49,33 dengan kategori kurang) dan Konvensional (

X

= 32,13 dengan kategori kurang).

SARAN

Guru hendaknya menerapkan MPBP sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Implementasi model pembelajaran berbasis proyek (MPBP) harus memperhatikan tiga hal pokok yaitu masalah, aktivitas atau kegiatan pembelajaran, dan pelaksanaan evaluasi.

Guru dapat menempatkan peserta didik dalam satu kelompok yang heterogen. Pengelompokan peserta didik yang heterogen ini dimaksud untuk memberikan peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi rendah agar dapat belajar dari

peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M., dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta:

Badan Standar Nasional

Pendidikan.

Baharuddin, dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

Basrowi, & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitaif. Jakarta: Rineka Cipta

Daryanto. 2009. Panduan Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV Publisher

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2006. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi, Sekretariat Jenderal Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Hamzah, U. B. 2008. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sanjaya, W. 2009. Kurikulum

Pembelajaran: Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Sanjaya, W. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Prenada MediaGroup

Sudjana, N. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT. Bumi Aksara

(11)

Widyastono, H. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan. Laporan Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.

Zahera. 2000. Cara Guru Memotivasi dan Pengaruhnya terhadap Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid 7. Nomor 1.

Zais, Robert S. 1976. Curriculum: Principles and Foundations. New York: Thomas Y.

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa                     Data
Tabel 3  Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan pemecahan masalah IPA Siswa berdasarkan  Kelompok Motivasi berprestasi
Tabel  4  menunjukkan  bahwa  pencapaian  masing-masing  komponen  kemampuan  pemecahan  masalah  pada  model  pembelajaran  berbasis  proyek  (MPBP)  lebih  baik  dibandingkan  dengan
Tabel 7 Anava Dua Jalur untuk Kemampuan Pemecahan Masalah pada Motivasi Berprestasi

Referensi

Dokumen terkait

d. Kualitas Sumber Daya Manusia e. Tingkat pendapatan penduduk 2) Mengoptimalkan aset Desa. Optimalisasi penggunaan dan pemanfaatan aset desa dapat dilakukan dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian infus daun kitolod sebagai pencegahan terjadinya katarak melalui pengamatan penurunan jumlah makrofag pada

peningkatan dosis fraksi etil asetat ekstrak etanol daun tempuyung dengan peningkatan penurunan asam urat dalam darah tikus putih jantan.. Alur

Berdasarkan penjelasan bapak MY mengenai permasalahan dalam arisan ini, juga diperkuat oleh ke 4 (empat) subjek peneliti NR, HS, MH dan AY. Mereka sependapat

Bermula dari 31 Mei hingga 2 Jun 2013, seramai 30 jurulatih tempatan dan 250 kanak-kanak- sebahagian besar mereka terdiri daripada anak-anak yatim atau mereka yang kurang

Kelima indikator tersebut dipergunakan untuk mengukur sejauh mana kinerja Puskesmas Donggala dalam memberikan pelayanan, memahami kebutuhan masyarakat atas kesehatan

Pengujian sistem dilakukan dengan cara membuka Iklan Sosialisasi Gerakan Zadar Zakat Kota Bengkulu menggunakan komputer (Sampel) untuk mengetahui apakah

Berdasarkan hasil pembahsan penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani padi dalam memasarkan produknya adalah harga gabah,