• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kerangka Teori

4. Obligasi Syariah (Sukuk)

a) Pengertian Obligasi Syariah (Sukuk)

Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002 yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia, obligasi syariah atau sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah (sukuk) yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah (sukuk) berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

Sedangkan definisi obligasi syariah (sukuk) menurut Akuntansi dan Auditing Organisasi untuk Institusi Keuangan Islam (AAOIFI) adalah sertifikat berharga yang bernilai sama yang mewakili bagian kepemilikan yang sepenuhnya dari aset yang tangible, manfaat aset dan jasa. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa obligasi syariah (sukuk) merupakan instrumen investasi berprinsip syariah yang memberikan pendapatan tetap kepada para investor.

b) Karakteristik Obligasi Syariah (Sukuk)

Obligasi syariah (sukuk) memiliki beberapa karakteristik. Pertama, obligasi syariah (sukuk) menekankan pendapatan investasi bukan berdasar kepada tingkat bunga yang telah ditentukan sebelumnya. Tingkat pendapatan dalam obligasi syariah (sukuk) berdasar kepada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarannya telah disepakati oleh pihak emiten dan investor.

Kedua, dalam sistem pengawasannya selain diawasi oleh pihak Wali Amanat maka mekanisme obligasi syariah (sukuk) juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama Indonesia) sejak dari penerbitan obligasi sampai akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan adanya sistem ini maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada investor obligasi syariah (sukuk) diharapkan bisa lebih terjamin.

Ketiga, jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur nonhalal. Adapun lembaga Profesi Pasar Modal yang terkait dengan penerbitan obligasi syariah (sukuk) masih sama seperti obligasi biasa pada umumnya (Sutedi, 2009:127 - 128).

c) Perbedaan Obligasi Syariah (Sukuk) dan Obligasi Konvensional

Obligasi konvensional merupakan fixed income security yang memberikan bunga kepada pemegangnya sebagai pendapatan

bondholder. Hal ini sangat berbeda dengan karakteristik obligasi syariah (sukuk) yang tidak mendasar pada bunga tetapi pada bagi hasil/margin/fee. Selain itu, ada beberapa hal lain yang membedakan antara obligasi syariah (sukuk) dengan obligasi konvensional, diantaranya tentang syarat adanya underlying asset dalam penerbitan (Pratama, 2013:36).

Perbedaan antara obligasi syariah (sukuk) dan obligasi konvensional dapat dilihat lebih jelas pada tabel 2.2.

Tabel 2.2

Perbedaan Antara Obligasi Syariah (Sukuk) dan Obligasi Konvensional

Instrumen Obligasi syariah (sukuk)

Obligasi

Sifat Bukan merupakan

utang bagi

penerbitnya tetapi merupakan lembar saham kepemilikan atas aset/proyek/jasa spesifik yang tidak dibagikan.

Utang bagi

penerbitnya.

Lanjutan Tabel 2.2

Instrumen Obligasi syariah (sukuk)

Obligasi Nilai buku aset Minimum 51% aset

berwujud (tangible asset) pada kontrak mereka disyaratkan untuk menyokong penerbitan sukuk ijarah.

Secara umum tidak mensyaratkan.

Tuntutan Pemilik menuntut atas aset/proyek/jasa yang dijaminkan dan lain-lain.

Kreditor menuntut atas peminjaman utang dan pada beberapa kasus menerapkan hukum gadai atas aset. Keamanan Keamanan djamin

oleh hak

kepemilikan atas aset atau proyek yang dijaminkan dalam penjaminan aset atau proyek selain bentuk-bentuk peningkatan jaminan yang telah ditentukan. Secara umum

obligasi tidak aman kecuali pada kasus seperti firs mortgage bond (obligasi yang dijamin dengan properti), equipment trust certificates (obligasi yang dijamin dengan aset tertentu) dan lain-lain.

Prinsip dan pengembalian

Tidak dijamin oleh penerbit.

Dijamin oleh penerbit.

Tujuan Harus diterbitkan hanya untuk tujuan halal secara Islami.

Dapat diterbitkan untuk beberapa tujuan.

Perdagangan sekuritas

Penjualan atas minat kepemilikan pada aset/proyek/jasa yang spesifik dan lain-lain.

Penjualan atas instrument utang.

Lanjutan Tabel 2.2

Instrumen Obligasi syariah (sukuk) Obligasi Tanggung jawab pemegang/pemilik Tanggung jawab untuk kewajiban yang telah ditentukan berkaitan dengan aset/proyek/transaksi yang dijaminkan terbatas pada partisipasi dalam penerbitan. Pemegang tidak bertanggung jawab atas kondisi keuangan penerbit. Sumber: Sunarsih (2008:61)

d) Struktur Obligasi Syariah (Sukuk)

Menurut Huda dan Nasution (2007:88) obligasi syariah (sukuk) merupakan bentuk pendanaan sekaligus investasi dengan beberapa bentuk struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap menghindarkan pada riba. Berdasarkan pengertian tersebut, obligasi syariah (sukuk) dapat memberikan:

a) Bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, muqaradhah, qiradh atau musyarakah. Karena akad mudharabah atau musyarakah adalah kerjasama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan.

b) Margin/fee berdasarkan akad murabahah atau salam atau

istishna‟ atau ijarah. Dengan akad murabahah/salam/istishna‟ atau ijarah sebagai bentuk jual

beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return.

Walaupun bentuk akad yang diterapkan dalam obligasi syariah (sukuk) itu banyak, namun dilihat dari akad yang digunakan sampai saat ini baru 2 jenis obligasi syariah (sukuk) yang sedang berkembang di Indonesia, yaitu obligasi syariah (sukuk) murabahah dan ijarah. Keduanya sesuai kaidah syariah namun bebeda dalam perhitungan, penilaian, dan pemberian hasil (return) (Sunarsih, 2008:66).

1. Obligasi syariah (sukuk) mudharabah

Obligasi mudharabah adalah skema kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan, obligasi jenis ini akan memberikan

return dengan menggunakan term indicative/expected return

karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.

Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 33/DSN-MUI/IX/2002 dinyatakan bahwa obligasi syariah (sukuk) mudharabah adalah obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah.

Selain itu dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah mudharabah, pemilihan obligasi mudharabah juga disebabkan karena:

a) Bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka yang relatif panjang.

b) Dapat digunakan untuk pendanaan umum (general financing).

c) Mudharabah merupakan pencampuran kerja sama antara modal dan jasa (kegiatan usaha) sehingga menjadikan strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan atas aset yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual beli yang mensyaratkan jaminan atas aset yang didanai.

d) Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur mudharabah dan bai bi-thaman ajil menjadi mudharabah dan ijarah.

2. Obligasi syariah ijarah

Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut. Pemegang obligasi ijarah akan mendapatkan keuntungan berupa fee (sewa) dari aset yang disewakan.

Penerbitan obligasi ijarah ini harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional MUI melalui Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang

obligasi syariah ijarah. Dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa obligasi syariah ijarah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad ijarah dengan memperhatikan substansi Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah.

Dalam praktek, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara:

1) Investor sebagai penyewa dan emiten sebagai perwakilan investor dan pemilik property sebagai orang yang menyewakan property. Dengna cara ini ada dua jenis kontrak yaitu: kontrak antara investor dengan emiten disebut kontrak wakala (agent contract) dan kontrak antara emiten dengan pemilik property disebut kontrak ijarah.

2) Investor menyewakan property kepada emiten dengan kontrak ijarah dan menerbitkan obligasi syariah ijarah. Emiten wajib membayar margin/fee kepada investor dan membayar kembali dana obligasi syariah (sukuk) setelah waktu yang telah ditetapkan (pada waktu obligasi jatuh tempo).

e) Penerbitan Obligasi Syariah (Sukuk)

Dalam penerbitan obligasi syariah (sukuk), akan melibatkan beberapa pihak yang saling terkait satu dengan yang lain. Pihak-pihak tersebut menurut Sunarsih (2008:63) adalah:

a) Obligor

Obligor adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal obligasi syariah (sukuk) yang diterbitkan sampai dengan obligasi syariah (sukuk) jatuh tempo. Dalam hal sovereign obligasi syariah (sukuk), obligor-nya adalah pemerintah.

b) Investor

Investor adalah pemegang obligasi syariah (sukuk) yang memiliki hak atas imbalan, marjin, dan nilai nominal obligasi syariah (sukuk) sesuai pertisipasi masing-masing.

c) Special Purpose Vehicle (SPV)

Special Purpose Vehicle (SPV) adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan obligasi syariah (sukuk).

Special Purpose Vehicle (SPV) berfungsi: (i) sebagai penerbit obligasi syariah (sukuk), (ii) menjadi counterpart

pemerintah atau corporate dalam transaksi pengalihan aset, (iii) bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.

d) Trustee, bisa Principle Trustee atau Co Trustee

Trustee mewakili kepentingan pembeli obligasi, trustee

melakukan semacam penilaian terhadap perusahaan yang akan menerbitkan obligasi, untuk meminimalkan risiko yang akan ditanggung oleh obligor.

e) Appraiser

Appraiser adalah perusahaan yang melakukan penilaian terhadap aktiva tetap perusahaan yang akan melakukan emisi, untuk memperoleh nilai yang dipandang wajar.

f) Custody

Custody menyelenggarakan kegiatan penitipan, bertanggung jawab untuk menyimpan efek milik pemegang rekening dan memenuhi kewajiban lain sesuai dengan kontrak antara kustodian dan pemegang rekening. Kustodian bisa berupa Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek, dan Bank Umum yang telah memperoleh persetujuan Bapepam.

g) Shariah Advisor

Penerbitan obligasi syariah (sukuk) harus terlebih dulu mendapatkan pernyataan kesesuaian prinsip syariah (syariah compliance endorsement) untuk meyakinkan investor bahwa obligasi syariah (sukuk) telah distruktur sesuai syariah.

Pernyataan syariah compliance tersebut bisa diperoleh dari individu yang diakui secara luas pengetahuannya di bidang syariah atau institusi yang khusus membidangi masalah syariah.

h) Manajer Investasi

Manajer investasi merupakan pihak yang mengelola dana yang dititipkan investor untuk diinvestasikan di pasar modal.

i) Paying Agent

Agen, biasanya sebuah bank komersial yang diberi wewenang oleh penerbit surat berharga untuk membayar kewajiban pokok dan bunga kepada pemegang surat berharga, agen tersebut bertindak sebagai pembayar dan menarik biaya untuk jasa pelayanan.

f) Nilai Penerbitan Obligasi Syariah (Sukuk)

Dalam penerbitan obligasi pihak emiten akan dengan jelas menyatakan berapa jumlah dana yag dibutuhkan melalui penjualan obligasi. Istilah yang ada yaitu dikenal dengan jumlah emisi obligasi. Apabila perusahaan membutuhkan dana Rp 100 miliyar maka dengan jumlah sama akan diterbitkan obligasi senilai dana tersebut. Penentuan besar kecilnya jumlah penerbitan obligasi berdasarkan kemampuan aliran kas perusahaan serta kinerja bisnisnya (Septianingtyas, 2012:31).

g) Rating Penerbitan Obligasi Syariah (Sukuk)

Setiap penerbitan obligasi syariah (sukuk) korporasi kini wajib disertai pemeringkatan efek. Setiap perusahaan yang terdaftar di pasar modal atau emiten yang akan menerbitkan obligasi syariah (sukuk) wajib memperoleh peringkat efek dari perusahaan pemeringkat efek. Dalam dokumen pemeringkat efek, setidaknya harus ada informasi mengenai keunggulan emiten serta obligasi syariah (sukuk) yang diterbitkan. Dokumen juga harus memuat keterangan tentang kemampuan emiten memenuhi kewajibannya yang muncul dari penerbitan obligasi syariah (sukuk). Selain itu, dokumen itu harus memuat kelemahan emiten dan obligasi syariah (sukuk) yang diterbitkan serta kaitannya dengan risiko yang mungkin dihadapi pemegang efek (Revisi peraturan Bapepam-LK Nomor IX.C.11).

Pemeringkatan obligasi syariah (sukuk) sangat diperlukan untuk mencerminkan kemampuan emiten memenuhi kewajibannya. Peringkat obligasi adalah opini tentang kelayakan kredit dari penerbitan obligasi berdasarkan faktor-faktor risiko yang relevan. Peringkat yang diberikan bukan merupakan sebuah rekomendasi untuk membeli, menjual, atau mempertahankan suatu obligasi. Opini ini berfokus pada kapasitas dan kemauan penerbit obligasi untuk memenuhi kewajibannya secara tepat waktu. Opini yang diberikan juga tidak spesifik menunjuk suatu obligasi tetapi untuk perusahaan penerbit obligasi tersebut. Di Indonesia,

perusahaan yang mendapat izin serta menjadi market leader dalam pemberian rating adalah PT. PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia) (Septianingtyas, 2012:33).

Dokumen terkait