• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Pola Tanam

Dalam dokumen FLORENT ROSTRINA IDANI H (Halaman 29-40)

Penelitian tentang optimalisasi pola tanam sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Namun, tidak semua penelitian melakukan kajian terhadap komoditas sayuran. Penelitian-penelitian terdahulu antara lain dilakukan oleh Nasution (2000), Purba (2000), Asmara (2002), Sunarno (2004), Kastaman, et al (2005), Lestari (2006), Wicaksono (2006), dan Chaerunnisa (2007).

Nasution (2000) melakukan analisis optimalisasi pola tanam dan efisiensi pemasaran pada usahatani pisang barangan (Musa paradisiacal) di Desa Namo Tualang, Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Secara aktual, pola tanam pisang barangan terdiri dari tiga tipe, yaitu pola tanam A, pola tanam B, dan pola tanam C. Pola tanam A merupakan pola tanam yang menanam pisang barangan dengan cara monokultur. Pola tanam B menanam

14 pisang barangan dengan pola tanam polikultur, yaitu pisang barangan ditumpangsarikan dengan pepaya. Sedangkan pola tanam C menanam pisang barangan dengan tanaman sela, yakni jagung.

Analisis optimalisasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Linear Programming. Fungsi tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimalkan pendapatan petani pisang barangan. Sedangkan fungsi kendala terdiri dari kendala lahan, kendala tenaga kerja, kendala modal, dan kendala ketersediaan sarana produksi.

Hasil analisis menunjukkan pola tanam yang paling optimal dari ketiga pola tanam tersebut adalah pola tanam A dan pola tanam B. Agar pola tanam C optimal, maka pola tanam C harus diubah menjadi pola tanam monokultur jagung. Total pendapatan yang diperoleh pada kondisi optimal adalah Rp 1.284.734 per hektar untuk pola tanam A, Rp 989.735 per hektar untuk pola tanam B, dan Rp 2.754.148 per hektar untuk pola tanam C. Maka, total pendapatan dengan pola tanam optimal adalah sebesar Rp 1.334.604 per hektar atau meningkat sebesar 28,39 persen dari pendapatan aktual.

Purba (2000) melakukan analisis optimalisasi pola tanam jahe dengan berbagai jenis kombinasi tanaman di Desa Tajinan, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang. Purba melakukan analisis pola tanam terhadap 30 orang petani jahe. Usahatani jahe pada penelitian ini pada umumnya dilakukan secara tumpang sari. Tanaman yang biasanya ditumpangsarikan dengan jahe adalah cabai rawit, talas, ketela pohon, jagung, dan buncis. Petani pada umumnya mengusahakan jahe dengan dua atau tiga tanaman sela. Pola tanam yang paling dominan adalah tanaman jahe yang ditumpangsarikan dengan cabai rawit, talas, dan ketela pohon.

Analisis optimalisasi dilakukan dengan menggunakan Linear Programming. Fungsi tujuan dalam penelitian ini adalah memaksimalkan pendapatan bersih petani jahe dengan kombinasi jenis tanaman dan alokasi sumberdaya yang optimal. Pendapatan bersih diperoleh dengan mengurangkan penerimaan total dengan pengeluaran total.

Aktivitas-aktivitas ekonomi dalam penelitian ini adalah aktivitas produksi, aktivitas pembelian bibit tanaman, aktivitas pembelian pupuk, aktivitas

15 penyewaan tenaga kerja luar keluarga, aktivitas penjualan hasil produksi, dan aktivitas pengambilan modal kredit. Sedangkan yang menjadi kendala adalah kendala luas lahan, kendala tenaga kerja keluarga, kendala modal kredit, dan kendala modal sendiri.

Berdasarkan analisis optimalisasi yang dilakukan, pola tanam yang paling optimal adalah jahe ditumpangsarikan dengan tanaman cabai rawit pada petani berlahan sempit dan jahe ditumpangsarikan dengan tanaman buncis pada petani berlahan luas. Dalam keadaan optimal, petani berlahan sempit memperoleh pendapatan sebesar Rp 2.824.557.973 per hektar per tahun atau meningkat sebesar 37,77 persen dari pendapatan sebelum optimal. Sedangkan petani berlahan luas memperoleh pendapatan sebesar Rp 11.746.726.682 per hektar per tahun atau meningkat sebesar 7.08 persen dari pendapatan sebelum optimal.

Asmara (2002) menganalisis optimalisasi pola usahatani tanaman pangan pada lahan sawah dan ternak domba di Kecamatan Sukahaji, Majalengka. Dalam penelitiannya dipaparkan bahwa berdasarkan kemampuan lahan sawah untuk ditanami dalam satu tahun, sumberdaya lahan yang dikuasai oleh petani dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu lahan sawah satu kali tanam per tahun, lahan sawah dua kali tanam per tahun, dan lahan sawah tiga kali tanam per tahun.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Linear Programming. Fungsi tujuan dalam model analisis ini adalah memaksimumkan tingkat pendapatan rumah tangga petani dari usahatani yang dijalankannya. Aktivitas yang dipertimbangkan dalam model Linear Programming tingkat petani meliputi aktivitas pola tanam, aktivitas memelihara ternak, aktivitas menyewa tenaga kerja, dan aktivitas meminjam kredit. Sedangkan kendala yang dipertimbangkan dalam model ini adalah kendala lahan, kendala tenaga kerja keluarga, kendala hijauan, kendala bibit tanaman, kendala pupuk anorganik, kendala modal sendiri, dan kendala kredit usahatani.

Hasil penelitian juga menunjukkan berbagai jenis tanaman yang diusahakan oleh petani pada setiap musim tanam. Untuk musim tanam I (MT I) dan musim tanam II (MT II), padi merupakan komoditas utama yang dibudidayakan oleh petani. Hal ini berkaitan dengan pola konsumsi masyarakat

16 Indonesia yang menempatkan padi sebagai sumber makanan pokok. Sedangkan untuk musim tanam III (MT III), padi bukan merupakan tanaman yang dominan diusahakan oleh petani. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor dalam penentuan komoditas ini.

Usahatani optimal pada tingkat petani meliputi aktivitas pola tanam padi-bera untuk lahan satu kali tanam/ tahun, pola tanam padi-padi dan padi-bawang merah untuk lahan dua kali tanam/ tahun, serta pola tanam padi-bawang merah-bawang merah, padi-merah-bawang merah-ubi jalar, dan padi-(padi+merah-bawang merah)-(padi+bawang merah) untuk lahan tiga kali tanam/ tahun. Usahatani optimal tingkat wilayah meliputi aktivitas pola tanam padi-bera pada lahan satu kali tanam/ tahun, pola tanam padi-ubi jalar dan padi-bawang merah pada lahan dua kali tanam/ tahun, pola tanam padi, bawang merah, padi-bawang merah-padi-bawang merah, dan padi-padi-bawang merah-ubi jalar pada lahan tiga kali tanam/ tahun. Pola tanam optimal pada skenario I meliputi pola tanam padi-bera, padi-padi, padi-bawang merah, padi-padi-bawang merah, dan padi-padi-ubi jalar. Pada skenario II meliputi pola tanam padi-bera, padi-bawang merah, dan padi-bawang merah-bawang merah.

Pendapatan petani pada kondisi optimal untuk kategori lahan satu kali tanam per tahun adalah Rp 1.904.199 atau meningkat sebesar 36,64 persen dari Rp 1.393.605 pendapatan sebelum optimal. Untuk kategori lahan dua kali tanam per tahun, pendapatan petani adalah Rp 3.305.674 atau meningkat sebesar 36,14 persen dari Rp 2.428.160 pendapatan sebelum optimal. Sedangkan pendapatan optimal untuk kategori lahan dua kali tanam per tahun adalah Rp 3.829.634 atau meningkat sebesar 37,84 persen dari Rp 2.778.233 pendapatan sebelum optimal.

Aktivitas memelihara domba merupakan aktivitas optimal yang dapat dilakukan petani bersamaan dengan aktivitas pola tanam baik pada solusi tingkat usahatani maupun solusi wilayah. Pada solusi optimal, terjadi peningkatan jumlah pemeliharaan ternak domba. Untuk tingkat petani terjadi peningkatan dari lima unit ternak menjadi tujuh sampai delapan unit ternak.

Sunarno (2004) melakukan analisis pendapatan dan optimalisasi pola tanam komoditi sayuran di Desa Sukatani, Kemacatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Sunarno membagi petani berdasarkan

17 luas lahan yang diolah, yakni petani berlahan luas dan petani berlahan sempit. Rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani adalah 3.056 m2. Petani berlahan luas memiliki lahan di atas luas lahan rata-rata petani. Sedangkan petani berlahan sempit memiliki lahan di bawah luas lahan rata-rata petani.

Sama seperti penelitian sebelumnya, penelitian ini juga menggunakan alat analisis Linear Programming dengan fungsi tujuan memaksimalkan pendapatan bersih dengan kombinasi jenis tanaman dan alokasi sumberdaya yang optimal. Aktivitas-aktivitas yang terjadi adalah aktivitas produksi, aktivitas pembelian pupuk, aktivitas menyewa tenaga kerja luar keluarga, dan aktivitas penjualan. Sedangkan kendala yang dihadapi adalah kendala lahan, kendala transfer pembelian pupuk, kendala tenaga kerja keluarga, kendala transfer penjualan, dan kendala modal sendiri.

Hasil analisis optimalisasi pola tanam untuk petani berlahan luas menunjukkan bahwa pola tanam yang memberikan pendapatan maksimal adalah horinso, brokoli, dan wortel+bawang daun. Sedangkan untuk petani berlahan sempit adalah horinso, brokoli, dan horinso. Hasil optimal petani berlahan luas lebih kecil dibandingkan petani berlahan sempit. Tetapi, tambahan pendapatan per hektar yang diperoleh petani berlahan luas lebih besar dibandingkan petani berlahan sempit. Hal ini disebabkan oleh petani berlahan luas kebih berdiversifikasi.

Kastaman (2005) melakukan penelitian tentang model optimalisasi pola tanam pada lahan kering di Desa Sarimukti, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Dalam penelitiannya diuraikan bahwa rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani adalah kurang dari 0,5 Ha. Pola tanam dilakukan secara bergilir, sehingga satu tanaman umumnya ditanam hanya satu kali dalam setahun, yaitu kentang – kol/ kubis – tomat. Dari pola tanam tersebut, diperoleh keuntungan sebesar Rp 63.000.000 per ha setiap tahunnya. Komoditi andalan petani Kabupaten Garut adalah kentang, kol/ kubis, tomat, wortel, cabai, kacang merah, sawi, buncis, kembang kol, dan bawang daun.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola tanam optimal dalam memaksimalkan pendapatan petani. Alat analisis yang digunakan adalah Linear Programming dengan fungsi tujuan memaksimalkan pendapatan dan

18 meminimalkan biaya. Sedangkan fungsi kendala yang digunakan adalah kendala luas lahan dan kendala tenaga kerja. Pola tanam optimal dalam penelitian ini terdiri dari tiga alternatif, yaitu alternatif satu dengan urutan pola tanam MT I, MT II, MT III, alternatif dua dengan pola tanam MT II, MT III, MT I, dan alternatif dua dengan pola tanam MT II, MT III, MT I.

Pada alternatif I, komoditi yang diusahakan adalah kembang kol dan kol/ kubis pada MT I, kembang kol, kol/ kubis, dan sawi pada MT II, kembang kol, kentang, sawi, dan buncis pada MT III. Pada alternatif II, komoditi yang diusahakan adalah kembang kol, kentang, sawi, kacang merah, cabai, dan buncis pada MT I, kembang kol, kol/ kubis pada MT II, dan kembang kol, kol/ kubis, dan sawi pada MT III. Sedangkan pada alternatif III, komoditi yang diusahakan adalah dan kembang kol, kol/ kubis, dan sawi pada MT I, kembang kol, kentang, sawi, kacang merah, cabai, dan buncis pada MT II, dan kembang kol, kol/ kubis pada MT III. Hasil optimalisasi merekomendasikan alternatif III sebagai pola tanam terbaik yang memberikan keuntungan paling besar, yaitu sebesar Rp 82.304.000 atau meningkat sebesar Rp 30.340.700 dari Rp Rp 51.963.300 sebelum dilakukan optimalisasi.

Lestari (2006) melakukan analisis optimalisasi pola tanam sayuran organik di Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Lestari melakukan analisis dengan menggunakan dua alternatif, yaitu alternatif I dan alternatif II. Kedua alternatif tersebut dibatasi oleh pergiliran tanaman yang telah dilakukan, yaitu kacang-kacangan pada musim tanam I, sayuran buah pada musim tanam II, sayuran daun pada musim tanam III, dan umbi pada musim tanam IV. Alternatif I menganalisis permasalahan pola tanam sayuran organik berdasarkan pergiliran tanaman selama setahun. Sedangkan alternatif II menganalisa permasalahan pola tanam sayuaran organik dengan cara menganalisa setiap jenis sayuran pada setiap musim tanam dan tetap memperhatikan pergiliran pola tanam yang telah ditentukan.

Lahan yang diolah oleh petani dalam penelitian ini adalah berupa lahan garapan. Rata-rata luas lahan yang digarap oleh petani adalah 0,8-1,6 ha. Sebagian besar petani membudidayakan tanaman sayuran secara monokultur dan hanya sedikit yang membudidayakan secara tumpang sari.

19 Alat analisis yang digunakan oleh Lestari adalah Linear Programming. Fungsi tujuan pada permasalahan pola tanam alternatif I adalah memaksimumkan tingkat pendapatan bersih petani dari pola tanam sayuran organik selam setahun yang telah ditentukan. Sedangkan pola tanam alternatif II bertujuan untuk memaksimumkan tingkat pendapatan petani dari usahatani sayuran organik yang akan dilakukan. Aktivitas-aktivitas yang diamati dalam permasalahan pola tanam alternatif I dan II tidak memiliki perbedaan. Adapun aktivitas-aktivitas tersebut meliputi aktivitas penjualan hasil, aktivitas pembelian bibit/ benih, aktivitas pembelian pupuk organik, dan aktivitas menyewa tenaga kerja luar keluarga. Begitu juga dengan kendala yang terdapat pada pola tanam alternatif I sama dengan kendala yang terdapat pada pola tanam alternatif II, yaitu kendala lahan, kendala ketersediaan tenaga kerja luar keluarga, kendala benih, dan kendala pupuk organik.

Berdasarkan kedua alternatif yang digunakan, pola tanam yang disarankan tidak jauh berbeda. Alternatif I dan alternatif II masing-masing menyarankan buncis (0,238 ha dan 0,236 ha)-kacang merah (0,498 ha dan 0,5 ha)-tomat (0,763 ha)-bit (0,736 ha)-wortel (0,736 ha). Sumberdaya pembatas utama pada alternatif I adalah lahan, pada alternatif II adalah lahan pama musim tanam III. Pola tanam optimal alternatif I lebih peka terhadap perubahan pendapatan dan ketersediaan sumberdaya dari pada pola tanam optimal alternatif II.

Aktivitas pola tanam yang disarankan setelah ketersediaan bibit/ benih diturunkan adalah buncis (0,236 ha dan 0,361 ha)-kacang merah (0,5 ha dan 0,375 ha)-tomat (0,736 ha)-bit (0,736 ha)-wortel (0,736 ha)-wortel (0,736 ha). Pendapatan pola tanam optimal alternatif I dan II mengalami penurunan setelah terjadi perubahan ketersediaan bibit/ benih dimana penurunan pendapatan alternatif II lebih besar.

Pada skenario II, aktivitas pola tanam yang disarankan untuk masing-masing alternatif adalah (buncis 0,2736 ha dan 0,236 ha)-kacang merah (0,499 ha dan 0,5 ha)-tomat (0,736 ha)-bit (0,736 ha)-wortel (0,736 ha). Pendapatan pola tanam optimal alternatif I dan II mengalami penurunan dari pendapatan sebelum ketersediaan pupuk organik disesuaikan dengan kebutuhan dan pendapatan alternatif II mengalami penurunan terbesar. Sumberdaya pembatas utama pada

20 alternatif I adalah pupuk organik musim tanam III dan pada alternatif II adalah sumberdaya lahan musim tanam III.

Wicaksono (2006) menganalisis pendapatan usahatani dan optimalisasi pola tanam sayuran di Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Wicaksono membagi petani menjadi dua kelompok berdasarkan luas lahan yang diolah, yaitu petani berlahan sempit dan petani berlahan luas. Usahatani sayuran dilakukan secara monokultur dan tumpang sari.

Untuk mengetahui pola tanam optimal, Wicaksono menggunakan alat analisis Linear Programming dengan fungsi tujuan untuk memaksimalkan pendapatan bersih dengan kombinasi jenis tanaman dan alokasi sumberdaya yang optimal. Aktivitas-aktivitas yang terjadi adalah aktivitas pembelian pupuk, aktivitas menyewa tenaga kerja, aktivitas produksi, dan aktivitas penjualan. Sedangkan kendala yang dihadapi adalah kendala lahan, kendala transfer pembelian pupuk, kendala tenaga kerja keluarga, kendala transfer penjualan, dan transfer modal sendiri.

Pola tanam optimal untuk petani berlahan luas adalah wortel pada musin tanam I. bawang daun pada musim tanam II, dan wortel tumpang sari dengan bawang daun pada musim tanam III. Sedangkan pola tanam optimal untuk petani berlahan sempit adalah bawang daun pada musim tanam I wortel tumpangsari dengan bawang daun pada musim tanam II, dan bawang daun pada musim tanam III. Petani berlahan luas dan berlahan sempit dihadapkan pada pilihan komoditas dan input yang ada sehingga untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, petani harus merencanakan kombinasi tanaman dan input secara optimal. Petani berlahan luas dan petani berlahan sempit masih dapat dipotimalkan pendapatnnya.

Pada petani berlahan luas, kenaikan dan penurunan harga jual output berpengaruh pada perubahan pola tanam. Sedangkan kenaikan dan penurunan luas lahan, modal, harga input (pupuk urea) tidak menyebabkan perubahan pola tanam. Namun, pendapatan, R/C ratio, indeks diversifikasi mengalami kenaikan dan penurunan. Pada petani berlahan sempit, kenaikan harga jual output tidak berpengaruh pada perubahan pola tanam. Kenaikan dan penurunan luas lahan, modal, harga input (pupuk urea) tidak menyebabkan perubahan pola tanam. Namun, pendapatan, R/C ratio, indeks diversifikasi mengalami kenaikan dan

21 penurunan. Secara umum, pengaruh harga jual lebih mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam memilih pola tanam.

Chaerunnisa (2007) melakukan optimalisasi pola tanam sayuran di Kawasan Agropolitan Babelan, Jawa Barat. Pada penelitian ini diuraikan bahwa lahan yang dimiliki petani relatif kecil, yaitu kurang dari 0,2 ha untuk petani yang tinggal di daerah atas (dataran tinggi) dan lebih dari 0,2 ha untuk petani yang tinggal di daerah bawah (pesisir). Hal tersebut mengaibatkan terjadinya perubahan pola tanam yang dilakukan. Petani daerah atas memilih jenis tanaman yang memiliki umur yang relatif singkat agar dapat dipanen lebih cepat juga akibat keterbatasan lahan yang dimiliki. Sedangkan petani daerah bawah memilih jenis tanaman yang memiliki umur relatif lebih lama karena lahan yang dimiliki dapat dibagi-bagi untuk berbagai jenis tanaman. Hal ini memungkinkan petani untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dengan mengatur pola tanam secara bergilir.

Alat analisis yang digunakan oleh Chaerunnisa adalah Linear Programming dengan fungsi tujuan untuk memaksimumkan pendapatan bersih dengan kombinasi jenis tanaman dan alokasi sumberdaya yang optimal. Penelitian ini menguraikan bahwa kendala yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah kendala luas lahan, kendala jumlah benih/ bibit, kendala jumlah pupuk, kendala jumlah obat-obatan, kendala jumlah tenaga kerja keluarga, dan kendala permintaan pasar.

Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa pada kondisi aktual, alokasi lahan untuk caisin adalah 178 ha, kacang panjang 25 ha, cabai merah 4 ha, paria 20 ha, ketimun 7 ha, labu air 32 ha, kangkung 280 ha, bayam 276 ha, dan blewah 6 ha. Sedangkan analisis pendapatan usahatani petani menunjukkan bahwa pendapatan per hektar paling tinggi adalah sebesar Rp 11.930.536,00 untuk komoditas mentimun dan pendapatan terendah adalah Rp 369.835,00 untuk komoditas labu air. Pendapatan per hektar untuk komoditas lainnya adalah Rp Rp 7.217.500,00 untuk caisin, Rp 803.000,00 untuk kacang panjang, Rp 8.821.750,00 untuk cabai merah, Rp 664.000,00 untuk terong, Rp 1.031.000,00 untuk paria, Rp 5.300.400,00 untuk kangkung, Rp 4.460.100,00 untuk bayam, dan Rp 3.142.000,00 untuk blewah.

22 Pengalokasian lahan pada kondisi optimal berbeda dengan alokasi lahan pada kondisi aktual. Pada kondisi optimal, alokasi lahan untuk tanaman caisin, kangkung, bayam, paria, dan ketimun lebih besar daripada kondisi aktual. Pada tanaman lainnya, alokasi lahan pada kondisi optimal lebih rendah dari kondisi aktual. Pada kondisi optimal, alokasi lahan untuk caisin seluas 198 ha, kacang panjang 16 ha, cabai merah 3,5 ha, paria 20,94 ha, ketimun 8,4 ha, labu air 8 ha, kangkung 330 ha, bayam 308 ha, dan blewah 4 ha.

Pendapatan yang diperoleh pada kondisi tersebut mencapai Rp 4.732.964.247,40 dalam satu tahun. Pendapatan yang diperoleh pada kondisi optimal lebih tinggi Rp 521.719.175,40 atau sekitas 12,39 persen dibandingkan dengan pendapatan aktualnya. Pada kondisi optimal tersebut, input produksi merupakan sumberdaya yang berlebih. Input yang habis terpakai adalah bibit ketimun dan pestisida alami. Kedua input tersebut merupakan input yang digunakan untuk menanam ketimun. Penambahan pendapatan akan diperoleh jika dilakukan penambahan jumlah bibit ketimun dan pestisida alami. Penambahan pestisida alami sebesar satu liter akan menambah pendapatan sebesar Rp 10.889.536,00.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dikemukakan, dapat diketahui bahwa tujuan yang ingin diperoleh dari suatu kegiatan usahatani, baik usahatani sayuran maupun usahatani bukan sayuran adalah untuk memaksimalkan pendapatan usahatani dengan kombinasi komoditi yang optimal. Penelitian ini juga akan mengkaji kombinasi optimal jenis sayuran yang diusahakan dalam memaksimalkan pendapatan petani.

Terdapat perbedaan dan persamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan adalah dari jenis komoditi dan lokasi penelitian. Komoditi yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah komoditi sayuran yang terdapat di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Sebagian besar penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak mengkaji komoditi sayuran, kecuali yang dilakukan oleh Wicaksono (2006), Sunarno (2004), Lestari (2006), dan Chaerunnisa (2007). Sedangkan persamaan yang terdapat antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah alat analisis yang

23 digunakan. Untuk menghitung pendapatan usahatani, penelitian ini menggunakan analisis pendapatan dan R/C ratio. Sedangkan untuk melihat kombinasi jenis sayuran optimal, penelitian ini menggunakan Linear Programming. Kendala-kendala yang terdapat dalam penelitian ini adalah Kendala-kendala lahan, Kendala-kendala transfer pembelian pupuk, kendala tenaga kerja, kendala transfer penjualan, dan kendala modal.

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam dokumen FLORENT ROSTRINA IDANI H (Halaman 29-40)

Dokumen terkait