• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Hasil Perencanaan Produksi Agregat

4.5.2. Optimasi Sistem Perencanaan Produksi Agregat

Penggunaan program linier untuk melakukan perencanaan produksi agregat pada PT APP sangat bermanfaat untuk mengetahui target produksi yang akan dihasilkan dalam 4 triwulan kedepan dengan memperhatikan kondisi sumberdaya yang ada. Target ini juga mengindikasikan bahwa perusahaan dapat memenuhi jumlah pesanan para konsumen dan pelanggan tetap.

Hasil perencanaan agregat ini dipengaruhi juga oleh beberapa batasan atau kendala baik itu kebijakan perusahaan ataupun adanya kapasitas sumberdaya yang dimiliki. Batasan minimal terdiri dari target memenuhi permintaan pelanggan yang diperoleh dari hasil prediksi dengan metode delphi, kebijakan perusahaan mengenai jumlah minimal produksi palet ekspor sebesar 75 persen dari prediksi permintaan pelanggan, persediaan produk jadi sebesar 25 persen dari prediksi permintaan pelanggan dan jumlah subkontrak minimal 10 persen jika permintaan pelanggan kurang dari 18.000 unit, subkontrak 30 persen jika permintaan pelanggan berada pada selang 18.001 unit – 23.000 unit dan seterusnya.

Tabel 8. Nilai kendala perencanaan produksi Triwulan ke- Permintaan (unit) Tenaga kerja (jam) Kapasitas mesin (dm3) Kapasitas gudang (unit) (III)2007 21.844 18.312 567.031 3.000 (IV)2007 10.382 14.010 429.156 3.000 (I)2008 8.340 13.851 424.051 3.000 (II)2008 14.527 14.333 439.518 3.000

Kapasitas yang dimiliki perusahaan terdiri dari kapasitas gudang yang nilainya tetap, sedangkan untuk kapasitas maksimal mesin dan tenaga kerja yang dimiliki perusahaan pada dasarnya tetap, namun jika perusahaan melakukan subkontrak maka kapasitas ini berubah sesuai bertambahnya subkontrak tersebut. Nilai kendala perencanaan produksi agregat kemasan kayu pada PT APP dapat dilihat pada Tabel 8.

Adanya batasan atau kendala tersebut maka perusahaan dapat mengetahui hasil yang optimal dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kapasitas sumber daya yang ada. Analisis yang dihasilkan oleh

software Lindo menunjukan sumberdaya yang masuk kedalam skema optimal dan jumlah dari penggunaan sumberdaya tersebut, jika ada sumberdaya yang tidak termasuk skema optimal maka akan memiliki nilai reduced cost. Reduced cost bernilai nol menyatakan bahwa sumberdaya layak digunakan sedangkan reduced cost lebih besar dari nol menggambarkan penambahan biaya persatuan sumberdaya yang digunakan dan perubahan koefisien fungsi tujuan tidak akan mengubah solusi optimum sehingga tidak layak digunakan.

Tabel 9. Nilai hasil minimisasi biaya perencanaan produksi agregat

Jumlah Produksi (unit) Triwulan

ke- Ekspor Lokal

Tenaga Kerja (jam) Persediaan produk jadi (unit) Sub- kontrak (unit) Biaya minimal (Rp) (3)2007 16.383 5.461 17.038 5.461 6.553 1.004.168.700 (4)2007 7.786 2.595 8.097 2.595 1.038 471.031.328 (1)2008 6.255 2.085 6.505 2.085 834 378.385.792 (2)2008 10.895 3.632 11.331 3.632 1.453 659.089.984 Total 41.319 13.773 42.971 13.773 9.878 2.512.675.804

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat analisa optimal yang dihasilkan memperlihatkan jumlah variabel yang digunakan selama satu tahun dengan periode perencanaan per-triwulan dan semua variabel keputusan termasuk variabel basis atau variabel yang layak digunakan karena memiliki reduced cost bernilai nol artinya perubahan koefisien variabel keputusan akan mengubah hasil optimal. Hasil optimal diperoleh biaya minimal selama satu tahun sebesar Rp. 2.512.675.804,- dengan jumlah produksi palet ekspor sebesar 41.319 unit/tahun, palet lokal 13.773 unit/tahun, penggunaan jam tenaga kerja yang meminimumkan biaya adalah 42.971 jam/tahun, jumlah persediaan 13.773 unit/tahun dan jumlah subkontrak sebesar 9.878 unit/tahun. Dari Tabel 9 juga kita dapat melihat jumlah optimal dari masing-masing variabel keputusan dalam periode triwulan.

50

Tabel 10. Nilai surplus sumber daya perusahaan Surplus Triwulan ke -

TK (jam) Mesin (dm3) Gudang jadi (unit)

(3)2007 7.346 20.931 1.181 (4)2007 5.834 169.606 2.136 (1)2008 7.346 215.551 2.306 (2)2008 3.002 76.343 1.791 Total 17.534 482.431 7.414 konversi ke unit 22.479 19.297 7.414

Berdasarkan Tabel 10 terdapat beberapa kapasitas yang belum terpakai yaitu pada kapasitas tenaga kerja, kapasitas mesin, dan kapasitas gudang. Dengan mengetahui nilai surplus kita dapat melakukan peringkat sumberdaya mana yang dapat / akan dikurangi, semakin tinggi nilai surplus peringkatnya semakin tinggi. Jadi peringkat sumberdaya yang dapat / akan dikurangi setelah dikonversikan dalam unit dan dijumlahkan selama satu tahun, maka urutan dari dari kiri ke kanan adakah TK, kapasitas mesin dan kapasitas gudang jadi. Tapi jika dilihat pertriwulan maka urutannya akan berbeda tergantung nilai surplus tersebut.

Perlu kita ketahui bahwa kapasitas yang belum terpakai ini dikarenakan perusahaan melakukan subkontrak yang berakibat pada penambahan biaya sebesar Rp 3.000,- perunit. Jadi sebaiknya perusahaan menggunakan kelebihan sumber daya ini sebelum melakukan subkontrak. Nilai surplus juga menjelaskan jika sumberdaya tersebut dikurangi sebesar surplus maka nilai optimum fungsi tujuan tidak berubah. Misalkan pada triwulan ke-3 tahun 2007 kapasitas tenaga kerja dikurangi 7.000 jam maka solusi optimum tidak akan berubah karena perubahan masih dibawah 7.346 jam.

Mengetahui berapa besarnya kenaikan fungsi tujuan akibat kenaikan 1 unit kapasitas kendala (nilai sisi kanan kendala) dapat dilihat dengan mengetahui nilai dual price dari masing-masing sumberdaya terkait. Nilai dual price yang negatif mengartikan bahwa biaya yang harus dikeluarkan perusahaan jika perusahaan menaikan sumberdaya tersebut. Harga dual -45.970 pada triwulan ke-3 tahun 2007 memberi tahu kita bahwa jika sisi sebelah kanan dari kendala tenaga kerja dinaikan dari 21.844 unit menjadi

21.845, nilai solusi optimal akan meningkat sejumlah Rp 45.970,- karena peningkatan tersebut maka nilai solusi optimal akan menjadi Rp. 2.512.675.804,- + Rp 45.970,- = Rp. 2.512.721.774,-. Begitu juga dengan perubahan satuan kendala sisi kanan lainnya akan meningkatkan biaya jika bernilai negatif sesuai dengan nilai dualpricenya ( Tabel 11).

Tabel 11. Nilai Dual Price untuk koefisien variabel keputusan Dual Price Triwulan ke - Demand (unit) Ekspor (unit) TK (jam) Gudang jadi(unit) Subkontrak (unit) (3)2007 -45.970 -5.720 -12.500 -1.000 -3.000 (4)2007 -45.370 -5.720 -12.500 -1.000 -3.000 (1)2008 -45.370 -5.720 -12.500 -1.000 -3.000 (2)2008 -45.370 -5.720 -12.500 -1.000 -3.000 4. 5. 3.Analisis Sensitivitas

Kondisi yang terjadi di masa yang akan datang tentu saja tidak dapat diperkirakan dengan pasti, kita hanya bisa memprediksikan keadaan perusahaan dengan adanya pengetahuan yang kita dapatkan saat ini. Untuk mengatasi ketidakpastian tersebut maka diperlukan sebuah selang perubahan yang diperkenankan, baik untuk koefisien fungsi tujuan maupun perubahan jumlah sisi kanan kendala yang ada pada perusahaan. perubahan ini dapat diatasi dengan cara melakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas untuk aktivitas menunjukan selang perubahan koefisien fungsi tujuan (biaya) yang tidak akan mengubah variabel basis (solusi optimal variabel basis). Analisis sensitivitas untuk kendala menunjukan perubahan nilai ruas kanan kendala yang tidak akan mengubah nilai dual pricenya.

1. Analisis Sensitivitas terhadap Koefisien Fungsi Tujuan

Analisis sensitivitas ini menunjukan selang perubahan terhadap koefisien fungsi tujuan yang tidak akan mengubah variabel basis dalam perencanaan produksi agregat. Koefisien fungsi tujuan untuk kasus pada PT APP adalah biaya produksi secara agregat palet lokal dan palet ekspor, biaya tenaga kerja, biaya persediaan dan biaya subkontrak. Analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan ini terdiri dari

52

dua arah yang pada akhirnya akan menjadi sebuah selang perubahan yang diperkenankan. Pertama, allowable increase yaitu sejauh mana fungsi tujuan boleh turun tetapi tidak merubah variabel basis dan kedua, allowable decrease yaitu sejauh mana fungsi tujuan boleh turun tetapi tidak merubah variabel basis. Selang koefisien fungsi tujuan (allowable increase dan allowable decrease) dapat di lihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Batas toleransi perubahan koefisien fungsi tujuan. Selang pada -

Triwulan

ke - Palet

Ekspor Palet lokal

Tenaga Keja Persedi an Sub kontrak (3)2007 > 30.780 36.500 > 0 > 0 > 0 > 0 (4)2007 > 30.780 36.500 > 0 > 0 > 0 > 0 (1)2008 > 30.780 36.500 > 0 > 0 > 0 > 0 (2)2008 > 30.780 36.500> 0 > 0 > 0 > 0

Berdasarkan Tabel 12, maka perusahaan dapat mengetahui seberapa besar perubahan biaya (koefisien pada variabel basis) yang tidak akan mengubah variabel basis (solusi optimal variabel keputusan). Selang ini sangat bermanfaat jika biaya yang dialami perusahaan pada masa yang akan datang berubah tapi masih dalam selang tersebut.

Misalnya perusahaan pada triwulan ke-4 tahun 2007 mengalami perubahan biaya pada palet ekspor diatas Rp 30.780,- maka solusi variabel keputusan tidak akan berubah karena dari selang tersebut menjelaskan bahwa bertambah berapapun dan menurun sebesar Rp 5.720,- dari Rp 36.500.- menjadi Rp.30.780,- pada koefisien palet ekspor maka solusi optimal variabel keputusan tidak akan berubah, jadi selama biaya palet ekspor dalam selang Rp 30780,- sampai dengan Rp tak hinga maka tidak akan terjadi perubahan solusi optimal. Begitu juga dengan koefisien variabel keputusan lainnya tidak akan mengubah solusi optimal variabel keputusan. Jika melihat Tabel 12 pada koefisien palet lokal nilai batas bawahnya adalah nol, namun nilai yang dihasilkan oleh software Lindo sebenarnya bisa mencapai negatif tetapi

dalam dunia nyata nilai negatif tidak dapat dipahami karena tidak mungkin biaya produksi bisa mencapai negatif, maka dalam Tabel 12 dicantumkan nilai perubahan batas bawah untuk palet lokal adalah nol.

2. Analisis Sensitivitas terhadap Kendala Sumberdaya

Analisis sensitivitas ruas kanan kendala menunjukan selang perubahan nilai ruas kanan yang tidak akan menyebabkan nilai dual price berubah. Selang ini terdiri dari selang allowable increase yaitu sejauh mana nilai kapasitas kendala boleh naik tetapi tidak merubah nilai basis dan allowable decrease yaitu sejauh mana kapasitas kendala boleh turun tetapi tidak merubah variabel basis. Kita ketahui pembahasan sebelumnya bahwa nilai dual price menunjukan peningkatan biaya jika perusahaan menambah jumlah sisi kanan kendala dan sebaliknya jika perusahaan ingin menurunkan biaya.

Tabel 13. Batas toleransi perubahan kendala triwulan ke-3 dan ke-4 tahun 2007

Triwulan ke-3 (2007) Triwulan ke-4 (2007) Kendala Current RHS Selang kendala Current RHS Selang kendala Permintaan Pelanggan 21.844 22.681 > 0 10.382 17166 > 0 Palet Ekspor 0 5.461 > -16.383 0 2.595 > -7.786 Tenaga kerja 0 1.274 > -17.038 0 5.912 > -8.097 Tenaga kerja 18.312 > 17.038 14.010 > 8.098 Mesin 567.031 > 546.100 429.156 > 259.550 Persediaan produk jadi 0 3.548 > -5.461 0 6.413 > -2.595 Kapasitas gudang 3.000 > 1.819 3.000 > 864 Subkontrak 0 > -6.553 0 > -1.038

Nilai perubahan biaya tersebut nilainya akan berubah jika perusahaan mengalami perubahan batasan kendala diluar selang allowable increase dan allowable decrease pada righthand side ranges. Oleh karena itu, sangat diperlukan selang sejauh mana nilai kendala boleh berubah tanpa mengubah nilai dual price tersebut.

54

Berdasarkan Tabel 13, dapat disimpulkan bahwa jika kapasitas kendala prediksi permintaan pelanggan pada triwulan ke-3 tahun 2007 bertambah sebesar 837 unit (menjadi 22681 unit) dan menurun sebesar 21844 unit (menjadi 0 unit) maka nilai dual price tidak akan berubah, jadi selama perubahan kapasitas kendala prediksi permintaan pelanggan dalam selang 0 unit – 22681 unit maka tidak akan terjadi perubahan dual price kendala prediksi permintaan pelanggan (Rp.- 45.970,-). Untuk selang kendala lainya dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14. Dengan adanya selang tersebut perusahaan juga dapat mengetahui kendala mana saja yang memiliki batasan yang sempit dan lebar yang akan mempengaruhi kebijakan yang diambil perusahaan.

Tabel 14. Batas toleransi perubahan kendala triwulan ke-1 dan ke-2 tahun 2008

Triwulan ke-1 (2008) Triwulan ke-2 (2008) Kendala Current RHS Selang kendala Current RHS Selang kendala Permintaan Pelanggan 8.340 16.962 > 0 14.527 17.580 > 0 Palet Ekspor 0 2.085 > -6.255 0 3.631 > -0.895 Tenaga kerja 0 7346 > -6..505 0 3.002 > -1.331 Tenaga kerja 13.851 > 6.505 14.333 > 1.1331 Mesin 424.051 > 208.500 439.518 > 363.175 Persediaan produk jadi 0 6.924 > -2.306 0 5.377 > -3.631 Kapasitas gudang 3.000 > 695 3.000 > 1.210 Subkontrak 0 > - 834 0 > -1.453

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

1. Pada saat ini, Perusahaan hanya membuat perencanaan produksi berdasarkan purchase order yang hanya bisa dijadikan rencana produksi jangka pendek. Perusahaan juga tidak membuat suatu perencanaan produksi yang didasarkan pada pertimbangan sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Hal ini akan berpeluang pada kurang optimalnya pemanfaatan kapasitas, tidak terpenuhi permintaan pelanggan dan tidak minimalnya biaya. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan perencanaan produksi secara agregat agar dapat berproduksi secara optimal sesuai ketersediaan sumber daya yang dimiliki perusahaan.

2. Parameter – parameter yang dibutuhkan dalam penyusunan system perencanaan agregat di PT diantaranya : jumlah permintaan dari pelanggan, tenaga kerja yang tersedia, kapasitas gudang produk jadi, tingkat persediaan produk jadi, kapasitas mesin yang tersedia dan tingkat subkontrak yang diambil perusahaan. Parameter ini sangat berpengaruh pada tercapainya tujuan perusahaan yaitu meminimumkan biaya.

3. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada triwulan ke-2 tahun 2007 penggunaan sistem perencanaan produksi agregat diperkirakan mampu menghemat biaya produksi sebesar Rp.14.016.451,00 dibanding dengan pererencanaan yang selama ini dilakukan perusahaan.

4. Perencanaan produksi agregat juga dapat memperkirakan biaya minimal selama satu tahun sebesar Rp. 2.512.675.804,- dengan jumlah produksi palet ekspor sebesar 41.319 unit/tahun, palet lokal 13.773 unit/tahun, penggunaan jam tenaga kerja yang meminimumkan biaya adalah 42.971 jam/tahun, jumlah persediaan 13.773 unit/tahun dan jumlah subkontrak sebesar 9.878 unit/tahun.

5. Nilai surplus yang dihasilkan menunjukan bahwa ada beberapa sisa sumberdaya yang tidak sepenuhnya terpakai seperti penggunaan gudang sebesar 7.414 unit/tahun, jam tenaga kerja sebesar 17.534 jam/tahun dan penggunaan mesin sebesar 482.431 dm3/tahun.

56

Dokumen terkait