Variabel (Y) Konsep diri remaja
LANDASAN TEORI
II.5. Orang Tua
Kita selalu berfikir tentang lingkungan anak, tetapi lingkungan keluarga juga memberikan konstribusi pada perkembangan anak dengan pengaruh yang kuat pada fungsi keluarga. Dalam komunitas mungkin, atau tidak mungkin, sebagai sumber dan kebutuhan hubungan keluarga. Dengan pengaturaan komunitas, setiap keluarga membangun jaringannya sendiri dalam tersedianya sumber dukungan dan formal. Sebuah keluarga mungkin menempa banyak hubungan, beberapa hubungan yang kuat, atau tidak ada sama sekali sumber hubungan. Mata rantai hubungan keluarga bersumber pada komunitas nyata dan tidak nyata. Lingkungan anak menawarkan tantangan dan kesempatan, pengaturan komunitas menawarkan tantangan dan kesempatan untuk fungsi kesehatan keluarga. Penyaman tentang interaksi komunitas keluarga ditemukan diliteratur termasuk :
 Keluarga pedesaan memiliki beberapa kesempatan pekerjaan, rendahnya ekonomi pendapatan, kesempatan pendidikan sedikit dan kurangnya akses untuk perawatan kesehatan dan pelayanan sosial. Keluarga diperkotaan,
dilain pihak, memiliki angka kriminalitas yang tinggi, hubungan tidak kekeluargaan, kepadatan penduduk yang lebih tinggi, dan kondisi hidup yang ribut.
 Banyak orang tua harus mengatasi dengan ancaman dari kejahatan yang keras di lingkungan tetangga mereka. Respon sebuah keluarga untuk permintaan dan tantangan dari suatu lingkungan komunitas mungkin memajukan atau menghalangi fungsi keluarga dan perkembangan anak. Menarik diri, menjaga anak di dalam rumah, dan membatasi aktivitas anak adalah meniru strategi orang tua digunakan ketika dihadapkan dengan kekerasan dalam lingkungan tetangga mereka, tetapi mereka mungkin juga menghalangi perkembangan yang normal.
 Keluarga dipengaruhi oleh bagaimana respon aturan komunitas kepada apa yang dibutuhkan keluarga. Powell (1969:170) mengidentifikasikan lima (5) strategi yang membuat awal program masa kanak-kanak lebih respon kepada keluarga. Ini mencakup : peningkatan program komunikasi orang tua ; memberikan orang tua pilihan antara prgoram yang berbeda ; menaksir kebutuhan keluarga dan anak ; menegaskan kembali panutan dan menggunakan komunitas penduduk ; dan keterlibatan orang tua dalam membuat keputusan.
 Hubungan antara keluarga dan perubahan komunitas mereka dan berkembang setiap waktu. Kebutuhan dan ketertarikan anggota keluarga
merubah sepanjang hidup. Pokok persoalan dari kurangnya respon juga mengubah dengan menyimpan lama dan tingkat perkembangan.
 “Komunitas” mungkin mengarah pada hubungan dan jaringan sosial sebaik lokasi fisik. Jaringan sosial pendukung informal sebuah keluarga lebih sering menyediakan pelayanan yang ditawarkan oleh sistem dukungan formal.
Umumnya orang tua dari remaja berusia antara 35-34 tahun. Secara potensial usia ini merupakan waktu yang sulit bagi kebanyakan orang tua. (Farrel dan Rosenbel, 1981 dan Levinson, 1978 dalam Hurlock, 1980 : 317) menjelaskan masa ini sebagai “midlife crises”. Jika kita mencoba untuk meneliti secara lebih rinci masa ini maka akan ditemukan bahwa perhatian dalam hal perkembangan dari orang tua dan remaja saling melengkapi. Pada saat ini terjadi :
1. Perubahan biologis
Pada saat yang sama remaja masuk pada periode-periode pertumbuhan fisik yang cepat, kematangan seksual. periode dari rentang kehidupan saat ini diberi label oleh masyarakat sebagai orang yang memiliki penampilan fisik menarik, orang tua juga mulai merasakan terjadi peningkatan perhatian pada tubuhnya, serta pada tampilan-tampilan fisiknya.
2. Krisis yang tumpang tindih
Saat inipun adalah tentang waktu dan masa depan. Pada saat yang sama remaja mulai mengembangkan kemampuan untuk berfikir secara
sistematik tentang masa depan dan apa yang akan dilakukan. Pada kenyataannya orang tua mulai melihat suatu kejadian dengan antisipasi yang lebih jauh. Orang tua mulai merasakan bahwa kemungkinan untuk berubah terbatas sementara remaja memiliki ide yang lebih luas tentang masa depan. Ide-ide orang tua dengan sendirinya dengan mempertimbangkan berbagai keterbatasan.
3. Kekuatan dan status
Merupakan jalan menuju peran sebagai orang dewasa. Remaja merupakan waktu dimana individu berada dalam ambang pencapaian status yang baik. Bagi orang tua banyak pilihan yang telah diambil, beberapa hasil dan lainnya tidak. Kebanyakan orang tua saat ini menjalani masa jenuh di pekerjaan.
Kegiatan kemampuan di atas membuat dampak bagi hubungan keluarga. (Small et al, 1988 dalam Hurlock, 1980 : 4530 pada saat remaja berusaha untuk mencapai otonomi maka pada umumnya hal ini membuat orang tua menjadi stress. Memiliki pekerjaan yang lebih memuaskan akan membantu orang tua lebih mampu untuk melakukan negosiasi dengan transisi dalam keluarga terhadap anak maupun mencapai otonomi dan menjalin komunikasi dengan lebih efektif.
Perkembangan remaja dalam istilah “Separation” dan “autonomy” diukur dengan tujuan utama adalah upayanya untuk melepaskan diri dari
penting bagi remaja dalam kesehariannya. Teman bagi remaja merupakan tempat menghabiskan waktu, berbicara, berbagai kesenangan dan kebebasan.
Teman sebaya bisa merupakan kelompok yang memberikan pengaruh negatif terhadap anak remaja. Mereka mendorong ke arah kualitas yang lainnya, terutama pada anak-anak yang kurang mendapatkan pengarahan dari orang tua (Downs, 1985 ; Snyder, Dishion dan Patterson, 1986 dalam Drs. Andi Marpiarre, 1982). sudut pandangan lain menganggap bahwa kelompok teman sebaya memberikan pengaruh yang baik sama halnya seperti yang dianggap oleh Sullivan (1953). Dikatakan bahwa relasi dengan teman sebaya akan mengembangkan kematangan dari “self” seorang remaja (Youniss dan Smollar, 1985). Defenisi tentang remaja dalam relasinya dengan teman sebaya memberikan peranan dalam membentuk keterkaitan antara remaja, keluarga dan teman sebaya sebagai pesaing, pemberi kepuasan atau saling melengkapi.
Peranan orang tua dalam lingkungan keluarga yang terpenting adalah memberikan pengalaman pertama pada masa anak-anak, sebab pengalaman pertama merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Disimpulkan pula bahwa siswa yang mendapat perhatian baik dari orang tuanya mendapat prestasi belajar lebih baik dibanding siswa yang kurang mendapat perhatian dari orang tua. “Orang tua yang
memberikan perhatian besar terhadap proses belajar putra-putrinya akan mendapat prestasi belajar yang tinggi bagi anak”
Kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Di dalam keluarga, orang tualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Mengingat masa anak-anak dan remaja merupakan masa yang penting dalam proses perkembangan kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya dalam meningkatkan kemandirian amatlah penting. Meski dunia pendidikan (sekolah) juga turut berperan dalam memberikan kesempatan kepada anak untuk mandiri, keluarga tetap merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri.
Bagaimana orang tua harus bertindak dalam menyikapi tuntutan kemandirian seorang remaja, berikut ini terdapat beberapa saran :
1. Komunikasi. Berkomunikasi dengan anak merupakan suatu cara yang paling efektif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tentu saja komunikasi diisi harus bersifat dua arah, artinya kedua belah pihak harus mau saling mendengarkan pandangan satu dengan yang lain. Dengan melakukan komunikasi orang tua dapat mengetahui pandangan-pandangan dan kerangka berpikir anaknya, dan sebaliknya anak-anak juga dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh
tidak perlu terjadi jika ada komunikasi antara remaja dengan orang tuanya. Komunikasi disini tidak berarti harus dilakukan secara formal, tetapi bisa saja dilakukan sambil makan bersama atau berlibur bersama keluarga.
Orang tua sebaliknya memberikan kesempatan kepada anak remajanya untuk membuktikan atau melaksanakan keputusan yang telah diambilnya. Biarkan remaja tersebut mengusahakan sendiri apa yang diperlukannya dan biarkan juga ia mengatasi sendiri berbagai masalah yang muncul. Dalam hal ini orang tua hanya bertindak sebagai pengamat dan hanya boleh melakukan intervensi jika tindakan sang remaja dianggap dapat membahayakan dirinya dan orang lain.
2. Tanggung jawab bertanggung jawab terhadap segala tindakan yang diperbuat merupakan kunci untuk menuju kemandirian. Dengan berani bertanggung jawab (betapapun sakitnya) remaja akan belajar untuk tidak mengulangi hal-hal yang memberikan dampak-dampak negatif (tidak menyenangkan) bagi dirinya. Dalam banyak kasus masih banyak orang tua yang tidak menyadari hal ini. Sebagai contoh : dalam kasus remaja yang ditahan oleh pihak berwajib karena terlibat tawuran, tidak jarang dijumpai justru orang tualah yang berjuang keras dengan segala cara untuk membebaskan anaknya dari tahanan, sehingga anak tidak pernah memperoleh kesempatan untuk bertanggung jawab atas perilaku yang diperbuatnya (bahkan tidak sempat melewati
pemeriksaan intensif pihak berwajib). Pada kondisi demikian maka remaja tentu saja tidak takut untuk berbuat salah, sebab ia tahu orang tuanya pasti akan menebus kesalahannya.
Konsistensi orang tua menerapkan disiplin dan menanamkan nilai-nilai kepada remaja dan sejak masa kanak-kanak di dalam keluarga dan menjadi panutan bagi remaja untuk dapat mengembangkan kemandirian dan berpikir secara dewasa. Orang tua yang konsisten akan memudahkan remaja dalam membuat rencana hidupnya sendiri dan dapat memilih berbagai alternatif karena segala sssesuatu sudah dapat diramalkan olehnya.
Mungkin masih terdapat banyak cara lain y ang patut dipertimbangkan dalam meningkatkan kemandirian sang remaja agar menjadi yang utuh dan dewasa. Satu hal yang perlu kita ingat adalah : “Jika kita dapat mengasuh dan membimbing anak untuk biasa mandiri melalui keluarga, mengapa kita tidak melakukan berbagai upaya untuk mewujudkannya mulai dari sekarang”. Negara ini sudah penuh dengan berbagai ketergantungan pada pihak lain, maka jangan lagi kita membangun generasi baru yang juga dengan ketergantungan dan menjadi beban keluarga.
BAB III