KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN PEMBENTUKAN
KONSEP DIRI REMAJA
(Studi Korelasional Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Siswa Sekolah Menengah
Umum Negeri 1 Berastagi)
Diajukan Oleh :
HERU ASMARA SINTA SINUHAJI NIM : 050922025
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM EKSTENSION UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN PEMBENTUKAN KONSEP DIRI REMAJA
(Studi Korelasional Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi)
Penelitian ini merupakan Studi Korelasional tentang pengaruh komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja pada siswa sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh manakah komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi. Penelitian ini dilakukan pada sampel sebanyak 87 orang dari 630 populasi siswa sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi mulai dari kelas X, XI dan XII.
Penelitian ini dimaksud untuk melihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Dalam penelitian ini juga dilihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Dalam penelitian ini juga dilihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya membentuk konsepdiri yang positif ataukah konsep diri yang negatif. Dengan adanya konsep diri yang positif ataukah konsep diri yang mengembangkan dirinya untuk kehidupan masa depan.
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional yaitu metode yang berusaha menjelaskan suatu permasalahan atau gejala yang lebih khusus dalam menjelaskan antara dua objek. Metode penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada, seberapa besar eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan tersebut.
Teknik penarikan sampel adalah teknik stratified random sampling dimana teknik ini adalah metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara memisah-misahkan elemen-elemen populasi kedalam kelompok-kelompok yang relatif homogen yang disebut strata dan disetiap strata itu dipilih dengan relatif homogen, yang disebut strata dan disetiap strata itu dipilih dengan menggunakan random sampling yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil sampel siapa saja yang secara kebetulan ditemukan.
Pada umumnya siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 berkomunikasi dengan orang tua befrekuensi sering yang dilakukan pada saat santai (39,1%) dengan topik pembicaraan kesulitan menerima pelajaran (41,4%) orang yang paling dibutuhkan anak adalah ibu (60,9%).
Siswa (20,6%) mengatakan lebih menerima diri sendiri setelah berkomunikasi dengan ayah atau ibu, selain itu tingkat keyakinan terhadap diri sendiri (56,3%) mengatakan bisa dalam menghadapi maaslah, siswa (56,3%) mengatakan kepercayaan terhadap pesan dan arahan orang tua dapat diterima.
Terdapat hubungan antara komunikasi antar pribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja. Ini terlihat dari nilai koefisien korelasi rxy sebesar 0,424 hubungan ini
KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat-Nya Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa menyertai penulis. Terlebih pada saat penyusunan skripsi Komunikasi antar pribadi dan Pembentukan konsep diri remaja, studi korelasi “Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja pada Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi” yang dapat berlangsung dengan baik mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan penyusunan skripsi.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu memudahkan penyusunan skripsi, mulai dari tahap persiapan sampai pada tahap penyusunan.
Ucapan terima kasih yang terdalam kepada kedua orangtua penulis Ayahanda H. K. Sinuhaji dan Ibunda tercinta Hj. Sumiati Br Tarigan,S.Pd, yang telah membesarkan dan memberikan semua dukungan sepenuh jiwa yang tiada henti baik material, moril dan doanya serta memberikan kebahagiaan sepanjang hayat penulis.
Pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucpkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ketua Departemen Komunikasi FISIP USU Bapak Drs. Amir Purba, MA 2. Dosen Pembimbing Penulis, Dra. Dewi Kurniawati,M.Si yang telah
bersusah payah dalam memberikan pengajaran dan kesabaran dalam memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi dan membantu segala permasalahan penulis.
3. Kepala Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi atas kesediaannya memberikan tempat untuk penulis dalam mengerjakan penelitian serta guru-guru yang telah membantu sehingga penulis dapat mengerjakan penelitian dengan cepat.
4. Bapak Drs. Humaizi,MA, selaku Pembantu Dekan I
5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu di dalam perkuliahan.
6. Kakanda tercinta Alm. Tenti Sinta Sinuhaji, (semoga diterima di sisiNya) Amin. Adi tercinta Aginta Yanmamana Sinta Sinuhaji, dan yang tersayang adinda Putri Ramadhan Sinta Sinuhaji.
8. Teman-teman penulis yang baik (Habiebie, Habiebie Lubis, Toni, Boniq, Alfih, Mutia, Rierif, Desi, Dedi, K’Nova, Edo, Angkatan ’05) dan yang lainnya (Mario, Hanifa, Chalid, Erick, Safar, Fahmi, Angkatan ’04).
9. Buat K’Ros, K’Cut, Maya, Rotua dan yang tak bisa di sebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya selama ini.
10.Buat paman dan tante beserta keluarga penulis seluruhnya yang tidak bisa disebutkan seluruhnya.
Terima kasih atas dukungannya.
Akhir kata penulis memanjatkan doa dan syukur yang tak terhingga kehadirat Allah SWT atas segala kemudahan yang diberikan, semoga Allah memberikan berkah kepada kita semua.
Penulis berharap agar skripsi ini bermanfat bagi setiap yang membaca dan dapat menjadi bahan masukan bagi yang ingin melakukan penelitian sejenisnya dan jika terdapat kesalahan penulisan, penulis mohon maaf sebesar-besarnya.
Medan, Juni 2008
Penulis,
Heru Asmara Sinta Sinuhaji
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusaan Masalah ... 7
1.3. Pembatasan Masalah ... 8
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1.5. Kerangka Teori ... 9
1.6. Kerangka Konsep ... 20
1.7. Model Teoritis ... 22
1.8. Operasional Variabel ... 23
1.9. Defenisi Variabel ... 24
1.10. Hipotesa ... 25
BAB II LANDASAN TEORITIS ... 26
2.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Komunikasi ... 26
2.2. Fungsi Komunikasi ... 33
2.3. Learning Theory dan Self Disclosure Theory ... 37
2.4. Remaja ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 58
3.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58
3.2. Waktu Penelitian ... 61
3.3. Metode Penelitian ... 61
3.4. Populasi dan Sampel ... 62
3.5. Teknik Penarikan Sampel ... 66
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 67
3.7. Teknik Analisa Data ... 68
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71
4.1. Pelaksanaan dan Pengumpulan Data dilapangan 71
4.2. Tehnik Pengolahan Data ... 72
4.3. Analisa Tabel Tanggal ... 73
4.4. Analisa Tabel Silang ... 92
4.5. Analisa Korelasi ... 94
4.6. Uji Hipotesa ... 96
4.7. Pembahasan Data ... 97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99
5.1. Kesimpulan ... 99
DAFTAR TABEL
Tabel Judul hal
1 Operasionalisasi Variabel ... 23
2 Ruang Lingkup Komunikasi ... 32
3 Jendela Johari ... 40
4 Daftar Nama Kepala SMU Negeri 1 Berastagi ... 59
5 Julah Siswa SMU Negeri 1 Berastagi ... 62
6 Distribusi Sampel ... 66
7 Jenis Kelamin ... 73
8 Usia ... 74
9 Agama ... 75
10 Pendidikan Orang tua ... 75
11 Pekerjaan Orangtua ... 76
12 Urutan Anak ... 77
13 Status Anak ... 77
14 Tempat Tinggal Anak ... 78
15 Frekuensi Komunikasi ... 78
16 Waktu Komunikasi ... 79
17 Topik Pembicaraan ... 80
18 Kebebasan Dari Orangtua ... 81
19 Cara Berkomunikasi ... 82
21 Orang yang dibutuhkan ... 85
22 Tingkat Keyakinan Terhadap Diri Sendiri ... 86
23 Kepercayaan Terhadap Orang Tua ... 87
24 Penerimaan Keluhan ... 88
25 Perlakuan Orangtua ... 89
26 Hubungan Dengan Keluarga ... 90
27 Harapan Anak ... 91
28 Hubungan Anak dengan Orangtua ... 92
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
NAMA : HERU ASMARA SINTA SINUHAJI NIM : 050922025
DEPARTEMEN : ILMU KOMUNIKASI
JUDUL : KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN PEMBENTUKAN KONSEP DIRI REMAJA
(Study Korelasional Komunikasi Antar Pribadi Orang tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi).
Pembimbing Ketua Departemen
(Dra. Dewi Kurniawati,M.Si) (Drs. Amir Purba MA)
NIP. 131 837 036 NIP. 131 654 104
Dekan FISIP USU
ABSTRAK
KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN PEMBENTUKAN KONSEP DIRI REMAJA
(Studi Korelasional Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi)
Penelitian ini merupakan Studi Korelasional tentang pengaruh komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja pada siswa sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh manakah komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi. Penelitian ini dilakukan pada sampel sebanyak 87 orang dari 630 populasi siswa sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi mulai dari kelas X, XI dan XII.
Penelitian ini dimaksud untuk melihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Dalam penelitian ini juga dilihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Dalam penelitian ini juga dilihat apakah komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya membentuk konsepdiri yang positif ataukah konsep diri yang negatif. Dengan adanya konsep diri yang positif ataukah konsep diri yang mengembangkan dirinya untuk kehidupan masa depan.
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional yaitu metode yang berusaha menjelaskan suatu permasalahan atau gejala yang lebih khusus dalam menjelaskan antara dua objek. Metode penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada, seberapa besar eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan tersebut.
Teknik penarikan sampel adalah teknik stratified random sampling dimana teknik ini adalah metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara memisah-misahkan elemen-elemen populasi kedalam kelompok-kelompok yang relatif homogen yang disebut strata dan disetiap strata itu dipilih dengan relatif homogen, yang disebut strata dan disetiap strata itu dipilih dengan menggunakan random sampling yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil sampel siapa saja yang secara kebetulan ditemukan.
Pada umumnya siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 berkomunikasi dengan orang tua befrekuensi sering yang dilakukan pada saat santai (39,1%) dengan topik pembicaraan kesulitan menerima pelajaran (41,4%) orang yang paling dibutuhkan anak adalah ibu (60,9%).
Siswa (20,6%) mengatakan lebih menerima diri sendiri setelah berkomunikasi dengan ayah atau ibu, selain itu tingkat keyakinan terhadap diri sendiri (56,3%) mengatakan bisa dalam menghadapi maaslah, siswa (56,3%) mengatakan kepercayaan terhadap pesan dan arahan orang tua dapat diterima.
Terdapat hubungan antara komunikasi antar pribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja. Ini terlihat dari nilai koefisien korelasi rxy sebesar 0,424 hubungan ini
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berkomunukasi antar pribadi, atau secara ringkas berkomunikasi merupakan kehrusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan degan sesamanya. Selain itu, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya dapat dipusatkan lewat komunikasi dengan sesamanya. Oleh karena itu, penting bagi kia menjadi terampil berkomunikasi.
Devito (1978, dalam onong, 1986:65) telah memaparkan betapa luasnya aktivitas komunikasi. Komunikasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, berupa aktivitas menyampaikan dan menerima pesan, yang mengalami distorsi karena adanya gangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan untuk arus balik. Komunikasi penting artinya bagi manusia sebab tanpa komunikasi tidak akan terjadi saling tukar pengetahuan dan pengalaman.
Pertama, komunikasi antar pribadi membantu perkembangan
(social comparison) hanya dapat kita lakukan lewat komunikasi dengan orang lain. Keempat, kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, terutama dengan tokoh-tokoh yang sangat penting dalam hidup kita.
Remaja adalah anak yang berusia 13-18 tahun (Hurlock, 1996 : 2006). Pada usia seperti ini memiliki keinginn untuk melakukan kegiatan yang dapat memuaskan dirinya, selain itu juga remaja masih dalam keadaan mencari tahu siapa sebenarnya dirinya, belum lagi masalah-masalah pelajaran ataupun dengan orang tuanya. Pada usia 17 tahun, biasanya orang tua menanggapnya hampir dewasa dan berada diambang perbatasan dimana remaja harus sadar akan tanggung jawab yang sebelumnya belum pernah terpikirkannya.
mencolok ransformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini”.
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga. Ada empat perubahan yang sama yang hampir bersifat universal.
Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada
tingkat perubahan fisik dan psikologinya terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, ia sendiri menyelesaikannya menurut kepuasannya. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pula perilaku, maka nilai-nilai juga berubah, sekarang mereka mengerti bahwa kualitas lebih penting dari pada kuantitas. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen (perasaan yang bertentangan) terhadap setiap perubahan.
yang kedua mendambakan suatu dilema yang menyebabkan “krisis identitas” atau masalah identitas ego pada remaja.
Erinson (42 Hurlock, 1980 : 208); identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa diriya, apa perannnya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau seorang dewasa? Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat berapa orang merendahkannya ? Secara keseluruhan apakah ia akan berhasil atau akan gagal ?
Gambaran diri, pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri yang diktakan konsep diri (Burns, 1982 dalam Pudjijogyanti, 1988 : 16) konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Bagaimana individu memandang dirinya akan tampak dari seluruh perilakunya. Dengan kata lain, perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya sendiri.
Menurut Mead (1934 dalam Pudjijogyanti, 1988:27) bahwa konsep diri merupakan sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dana pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan relaksasi dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting (Signifikan person) sekitarnya.
karena sifatnya dialogis Moss dan Kagen (Calhoun & Acocella, 1990) juga mengatakan bahwa keinginan untuk berhasil dipengaruhi oleh konsep diri yang didimiliki individu. Konsep diri yang dimimiliki individu tidak terbentuk dengan sendirinya namun berkembang sejalan dengan perkembangan manusia (Hardy & Heyes, 1988).
Dalam perkembangan konsep diri remaja sering menjadi permasalahan yang khusus karena pada saat itu individu dituntut untuk mengambil keputusan mengenai dirinya dalam rangka mengatasai berbagai pernyataan (Hardy & Heyes, 1998). Konsep diri diperoleh dari hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain, terutama dengan orang tua karena orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal yang dialami individu dan yang paling kuat (Calhoun & Accocella, 1990).
Dalam perkembangan anak, tidak hanya terjadi proses-proses perkembangan dalam diri anak sesuai teori kematangan, namun dalam banyak hal proses perkembangan dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam hal ini lingkungan keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama kali tempat anak berinteraksi. Komunikasi antara pribadi yang terjalin dalam keluarga sangat besar pengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan kepribadian anak.
meliputi asuhan, bimbingan kasih sayang perawatan kesehatan, pembinaan rohani serta memberinya dengan pendidikan formal yang memadai. Semuannya menjadi tanggung jawab keluarga, khususnya orang tua sebelum seorang anak mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Orang tua menghadirikan anak ke dunia, secara kodrat bertugas untuk mendidik anak itu. Di dalam hal ini, tentu saja peranan ayah dan ibu sangat menentukan justru mereka berdualah yang memegang tanggung jawab seluruh keluarga. Kebanyakan anak meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, dengan demikian maka jelaskah betapa mutlaknya kedua orang tua itu harus bertindak seia sekata, seazas, setujuan, seirama, dan bersama-sama terhadap anaknya.
Keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak-anak, mengharapkan terciptanya suasana yang harmonis diantara sesama anggota keluarga adalah dengan adanya komunikasi yang baik antara orang tua dan anaknya. Sikap orang tua meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hukuman maupun hadiah, cara orang tua menunjukkan otoritasnya dan juga orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anak.
antar pribadi remaja dengan keluarga diharapkan memiliki konsep diri yang positif.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tetarik untuk meneliti lebih hubungan antara komunikasi antar pribadi yang dilakukan keluarga khususnya orang tua dengan pembentukan konsep diri pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi.
Adapun alasan pemilihan siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi sebagai responden adalah dikarenakan komunikasi yang terjadi lebih bersifat formal karena masih mengatur aliran hirarki dimana otoritas orang tua sangat kuat dan juga masih merupakan darah yang persaingan belum begitu ketat dimana anak tidak dituntut lebih aktif mengikuti berbagai kegiatan sehingga anak lebih di rumah, ini mengakibatkan anak punya banyak waktu untuk bertemu dengan orang tua dan saudaranya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah ditunjukan agar ruang lingkup penelitian dapat lebih jelas, terarah dan tidak meluas sehingga menyulitkan peneliti dalam penelitiannya. Karena itu peneliti membatasi masalah antara lain pada :
1. Peneliti ini bersifat korelasional, yang mencari hubungan dan menguji hiopotesis.
2. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi karena sekolah ini dianggap memiliki prestasi yang cukup baik.
3. Subjek penelitian peneliti menentukan sampel adalah siswa kelas X, XI, da XII pada segala jurusan
4. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2008 s/d Mei 2008.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara komunikasi antar pribadi yang dilakukan orang tua terhadap pembentukan konsep diri pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi.
3. Untuk mengetahui komunikasi antar pribadi yang dilakukan orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja ditinjau dari jenis kelamin, latar belakang pendidikan orang tua, dan usia.
1.4.2 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan penulis mengenali komunikasi antar pribadi sebagai bagian dari ilmu komunikasi.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan atau referensi khususnya bagi orang tua, agar mereka mengetahui komunikasi yang tepat yang dilakukan kepada anaknya dalam rangka pembentukan konsep diri sehingga anak memiliki konsep diri yang positif. 3. Untuk memberikan kontribusi terhadap penelitian di bidang ilmu
komunikasi di lingkup FISIP USU.
1.5 Kerangka Teori
Kerangka teori menggambarkan dari teori yang mana suatu masalah penelitian berasal atau dengan teori yang mana masalah tersebut dikaitkan (Lubis, 2004 : 107).
menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian disoroti. Kerangka teori disusun sebagi landasan berpikir yang menunjukan dari sudut mana masalah penelitian yang dipilih itu akan disorot (Naway, 1991 : 40-41).
Menurut Kerlinger, teori adalah himpunan konstruksi (konsep) defenisi dan porposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2006 : 6).
Mengingat masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah komunikasi antara pribadi. Orang tua dan pembentukan konsep diri remaja, maka peneliti mengemukakan pengetian-pengertian tentang komunikasi, komunikasi antar pribadi, konsep diri, kepribadian, orang tua dan remaja.
1.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Antar Pribadi
Baik disadari ataupun tidak, kehidupan manusia selalu sejalan dengan proses komunikasi. Untuk menyampaikan isi pikirannya, dalam rangka pemenuhan kebutuhannya, dan bahkan dalam kodratnya sebagai makhluk sosial, manusia tidak terlepas dri komunikasi. Dengan kata lain, besarnya peran komunikasi itu tentunya tidak terlepas dari aktivitas manusia.
oleh seseorang dapat dipahami oleh orang lain sebagai sasaran dan jika tidak dapat dipahami atau tidak ada kesamaan pengertian maka komunikasi itu pun tidak dapat berjalan.
Menurut Williem Albig dalam bukunya Public Opinion mengatakan bahwa komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang berarti antara individu (Communication is the process of transmiting mean full symbols between individuals (Siahaan, 1991 : 3).
Proses pengaruh mempengaruhi merupakan proses psikologis, dan karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis antar manusia yang mewakili suatu pribadi, dan memberikan suatu peluang bakal terbentuknya suatu kebersamaan dalam kelompok yang tidak lain merupakan tanda adanya proses sosial.
langsung dalam bentuk percakapan komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara tatap muka, bisa juga melalui medium seperti telepon. Ciri khas komunikasi ini adalah sifatnya dua arah timbal balik (Onong, 1986 : 48).
Lebih lanjut diungkapkan bahwa komunikasi antar pribadi adalah : “Komunikasi antar pribadi merupakan suatu proses komunikasi yang sering terjadi dalam interaksi manusia. Melalui komunikasi tatap muka, kita dapat melihat langsung reaksi dari lawan bicara kita, apabila dia mau menerima pesan yang kita sampaikan atau tidak. Oleh karena itu komunikasi antar pribadi dianggap paling efektif dalam upaya untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan (Alo Liliweri, 1991 : 12).
Menurut Rogers (Depari, 1988 : 3) ada beberapa ciri-ciri komunikasi yang menggunakan saluran antar pribadi adalah :
1. Arus pesan yang cenderung dua arah 2. Konteks komunikasi tatap muka
3. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi
4. Kemampuan mengatasi tingkat selektifitas yang tinggi 5. Kecepatan jangkauan terhadap audience yang relatif lambat 6. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap
komunikasi antar pribadi mengandalikan suatu perubahan dalam sikap, pendapat dua pikiran, perasaan dan minat maupun tindakan tertentu. Pada tahap inilah suatu kegiatan komunikasi antar pribadi dapat dirancang, apakah komunikasi hanya mengharapkan perubahan pikiran yang pendapat saja atau diteruskan pada mimik dan perasaan ataukah hanya pada tindakan saja.
1.5.2. Konsep Diri
Berdasarkan pernyataan Cooley (1909:34), bahwa konsep diri seseorang adalah pangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri. Konsep diri ini akan terbentuk saat individu tersebut berhubungan dengan orang lain. Bahkan seseorang dapat mengerti dirinya sendiri saat ia berkomunikasi dan beinteraksi dengan orang lain.
Konsep Cooley (1909:34) tersebut mengacu kepada gagasan atau pandangan bahwa anak cenderung menginteprestasikan apa yang dipikirkan orang lain mengenai dirinya. Proses penginteprestasian tersebut terjadi melalui rangkaian sebagai berikut :
Pertama adanya imajinasi anak mengenai penampilan dan
sebaliknya merasa rendah diri karena menganggap orang lain mencemooh dirinya.
Konsep diri yang baik dikategorikan sebagai berikut : - Mampu menerima diri sendiri dengan segala keberadaannya - Percaya pada dirinya sendiri
- Sikap terbuka dan tidak ragu dalam tingkah lakunya - Mudah diajak maju
- Mudah mengembangkan konsep diri yang sehat - Tidak pemalu
- Keputusan yang diambil berdasarkan keputusan yang matang (Buletin BKKBN, Agustus, 1991 :17)
1.5.3. Kepribadian
dan sebagainya sering ditopengkan dengan gambar raksasa, sedang untuk perilaku yang baik, budi luhur, suka menolong, berani berkorban, dan sebagainya ditopengkan dengan seorang kesatria dan sebagainya.
Sementara ada pendapat bahwa sebenarnya manusia itu didalam kehidupannya sehari-hari tidak selalu membawakan dirinya sebagaimana adanya, melainkan selalu menggunakan tutup muka, maksudnya adalah untuk menutupi kelemahannya atau ciri-cirinya yang khas supaya tindakannya itu dapat diterima oleh masyarakatnya.
Di dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat, kebanyakan orang hanya akan menunjukkan keadaannya yang baik-baik saja dan untuk itu maka dipakailah topeng, atau pesona itu. Dengan topeng itu kadang-kadang orang akan mendapatkan kedudukan, penghasilan atau prestise yang lebih daripada bila tanpa topeng tersebut. Sekalipun ia terpaksa harus bertindak, berbicara atau berbuat yang bukan saja tidak sesuai dengan dirinya sendiri, melainkan kadang-kadang sama sekali bertentangan dengan hakekat kepribadiannya sendiri.
1.5.4 Orang tua
oleh konsep diri orang tua mereka. Bealmer. Bussell, Cunnungham, Gideon, Gunderson, dan Livingston (1965, dalam William H.Fits, 1971) mempelajari anak yang berusia 8 sampai 10 tahun dan menemukan hubungan yang signifikan antara konsep diri orang tua dan anak.
Dimana salah satu atau kedua orang tua memiliki konsep diri yang sehat dan positif, konsep diri anak cenderung menjadi positif juga. Pencapaian yang tinggi memiliki konsep diri yang lebih positif (seperti yang orang tua mereka lakukan) daripada pencapaian yang rendah, walaupun mereka tidak ada perbedaan dalam intelegensi. Anak yang konsep diri ayahnya lebih sehat daripada ibu mereka cenderung menjadi penyendiri, sementara anak yang konsep diri ibunya lebih kuat cenderung menjadi lebih kuat cenderung menjadi lebih teliti. Anak yang mendeskripsikan suasana di rumah dan hubungan keluarga yang positif lebih memiliki konsep diri positif dan konsisten dan lebih sedikit kritikan untuk dirinya.
Mary Ellen Donovan (1984 : 56) berhipotesis bahwa garis hubungan antara kesehatan mental dan identifikasi dari orang tua dan lainnya. Terlalu sedikit atau terlallu banyak identifikasi akan menjadi refleksi dari konsep diri yang tidak sehat. Anak dengan identifikasi yang kuat dari ibu, atau dari ayah jelas memiliki konsep diri yang baik. Identifikasi yang rendah memiliki konsep diri yang rendah.
tingkat pemusuhan pada anak. Orangtua memiliki pengaruh yang signifikan pada anak konsep diri anak mereka, walaupun masa remaja dan masa dewasa dini. Itu terlihat hampir aman untuk berpendapat bahwa pengaruh orang tua adalah yang paling kuat selama masa anak.
Itu juga jelas dari studi oleh May, Miller dan George (1984 : 107) bahwa individual yang identifikasi kuat dengan orang tua mereka dan orang lain yang signifikan cenderung memiliki konsep diri yang lebih baik. Individu yang identifikasinya kuat dengan orang tua yang konsep dirinya menyimpang akan menjadi konsep diri anak yang menyimpang. Ketika orang tua tidak bisa menjadi objek yang diperlukan untuk identifikasi, kemungkinan akan sedikit memilihnya menjadi model. Anak cenderung lebih mengidentifikasi lebih kuat dari kedua orangtuanya.
Ketika memiliki keseluruhan, konsep diri yang konsisten, orang tua bisa menyediakan lingkungan yang lebih aman dalam bentuk cinta, perhatian, dan respek untuk anak. Ketika ini terjadi anak bisa menyukai, menilai, merespek dirinya sendiri dan menghadapi dunia dengan rasa aman yang luar biasa dan rasa percara diri. Ketika kedua orang tua menyediakan penguatan semacam ini, konsep diri anak akan lebih kuat. Dengan menyediakan penguatan yang dia sediakan oleh orang lain yang signifikan konsep diri akan lebih kuat.
dirinya. Orang tua dan keluarga terdekat mungkin dapat menjadi penting untuk perkembangan awal dari konsep diri, tetapi perkembangan selanjutnya dan perubahan dalam persepsi diri dipengaruhi oleh banyak orang lain. Informasi yang diberikan oleh orang tuanya pada anaknya lebih dtiangkap daripada informasi yang diberikan oleh orang lain.
1.5.5. Remaja
Masa remaja sebagai perasaan yang sangat peka, remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini diistilahkan sebagai “Stom and Stress” (Drs. Andi mappiare, 1982 : 26). Tidak aneh lagi orang yang mengerti kalau melihat sikap dan sifat remaja yang sesekali bergairah dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedih yang sangat rasa yakin dri berganti rasa ragu diri yang berlebihan.
Masa remaja adalah masa yang kritis, dikatakan kritis sebab dalam masa ini remaja akan dihadapkan dengan soal apakah ia dapat menghadapi dan memecahkan masalahya atau tidak. Keadaan remaja yang dapat menghadapi masalah selanjutnya, sampai ia dewasa.
oleh teman-teman sejenis maupun teman-teman lawan jenis. Meskipun sifat-sifat yang dikagumi berbeda dari kelopok sosial ke kelompok sosial yang lain, namun remaja mengerti apa yang dikagumi oleh kelompoknya.
Bila hubungan remaja muda dengan anggota-anggota keluarga yang tidak harmonis selama masa remaja, biasanya kesalahan terletak pada kedua belah pihak. Masalah yang lebih penting adalah apa yang disebut “kesenjangan generasi” antara remaja dengan orang tua mereka. Orang tua tidak dapat sepenuhnya dipersalahkan sehubungan dengan pertentangan yang berkembang antara mereka dan anak remaja mereka. Remaja muda adalah anak yang paling tidak bertanggung jawab, paling sulit dihadapi, paling tiak dapat diramal dan paling menjengkelkan dan ktidakmapuan untuk berkomunikasi dengan orang tua semakin memperbesar kesenjangan antara remaja dan orang tua.
I. 6. Kerangka Konsep
Menurut Nawawi (1991 : 56), kerangka konsep merupakan pemikiran rasional yang bersifat teoritis dalam memperkirakan hasil penelitian yang kan dicapai. Jadi suatu kerangka konsep berperan dalam memecahkan masalah yang relevan dengan teori yang telah dikemukakan.
Konsep yang akan dikemukakan dalam penelitian ini dijabarkan atas kelompok-kelompok variabel sebagai berikut :
1. Variabel Bebas (Independen Variabel)
Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau tidak adanya gejala atu faktor atau unsur lain (Nawawi, 1991:56). Yang menjadi variabel bebas adalah komunikasi antar pribadi dengan indikator :
a. Frekuensi komunikasi yang dilakukan antara remaja dengan orang tua b. Proses komunikasi antar pribadi yang dilakukan antara remaja dengan
orang tua
c. Waktu yang diperukan untuk melakukan komunikasi antar pribadi
2. Variabel Tergantung (Dependent Variabel)
konsep diri yang positif merupakan efek yang diharapkan dari komunikasi antar pribadi.
Konsep diri yang positif ditandai dengan adanya :
a. Mampu menerima dirinya dengan segala keberadaannya
b. Sikap terbuka terhadap keluarga khususnya orang tua dan orang lain c. Optimis, memiliki harapan atau cita-cita untuk masa depan
d. Kreatif e. Mandiri
3. Variabel Antara (Intervening Variabel)
Variabel antara adalah sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol, akan tetapi diperhitungkan pengaruhnya terhadap variabel bebas (Nawawi, 1991 : 58). Yang menjadi variabel antara pada penelitian adalah karakteristik responden, dengan indikator :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan orang tua
I.7. Model Teoritis
Model psikologis komunikasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah model sel Diclosure. Yang menanggapi pemukaan diri adalah komunikasi antara pribadi oleh orang tua kepada remaja. Yang menjadi pembuka diri adalah remaja yang tercermin dari konsep diri positif remaja. Variabel-variabel dapat dikelompokkan menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :
Keterangan :
X = Variabel Bebas Y = Variabel Terikat + = Pengaruh kuat - = Pengaruh lemah
Variabel (X)
Komunikasi antar pribadi yang dilakukan orang tua
Variabel (Y)
Konsep diri remaja pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi
+ / -
Variabel Antara (Z)
I.8. Operasional Variabel
Operasional variabel-variabel disusun untukmemudahkan penggunaan kerangka konsep yang telah disusun dalam operasionalisasi lainnya. Berdasarkan hal itu, maka operasionalisasi variabel yang diukur dalam penelitian adalah :
Tabel 1
Operasionaisasi Variabel
Variabel Teoritis Variabel Operasional Variabel bebas (X)
Komunikasi antar pribadi yang dilakukan keluarga khususnya orangtua
- Frekuensi berkomunikasi - Waktu penyampaian pesan
- Topik pembicaraan orang tua kepada anak
- Cara penyampaian pesan Variabel Terikat (Y)
Konsep diri remaja yang positif
- Mampu menerima diri dengan segala keberadaannya
- Sikap terbuka terhadap orang lain - Optimis, memiliki harapan atau
cita-cita untuk masa depan - Kreatif
I.9. Defenisi Operasional
Menurut Singarimbun (1989 : 46) defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Maka untuk memperjelas uraian dalam penulisan ini penulis memberikan penjelasan yang dianggap penting untuk diperhatikan yakni :
1. Komunikasi antar pribadi adalah pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang degan efek dan umpan balik langsung (Davito (1976) dari Liliweri, 1991 : 12).
Komunikasi antar pribadi yang dimaksud adalah penyampaian pesan dari pihak orang tua kepada remaja dan sebagai efeknya anak memiliki konsep diri yang positif.
2. Karakteristik responden adalah nilai-nilai yang dimiliki seseorang yang dapat membedakan dengan orang lain.
3. Konsep diri adalah anggapan atau pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri (Singidu, 1991 : 56). Konsep diri yang dimaksud adalah anggapan atau pandangan remaja terhadap dirinya sendiri.
4. Menerima diri sendiri adalah sikap yang menerima diri sendiri sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai (Taylor, 1977, dari Rakhmat, 1984 : 149). Dalam hal ini remaja dapat menerima diri sendiri sebagai manusia yang setaraf dengan individu lain dan oleh sebab itu ia pantas menghargai dirinya sendiri dan menghargai orang lain.
5. Sikap terbuka adalah sikap individu yang mempersiapkan dirinya menerima rangsangan yang datang dari dalam dirinya, dan dari luar dirinya dan memiliki minat yang beragam dan luas (Rakhmat, 1984 : 87). Sikap keterbukaan anak yang dimaksud disini adalah sikap yang dapat mengungkapkan kepada orang lain.
melahirkan seni serta pengungkapkan yang rumit dan baru yang perasaannya kepada orang lain.
7. Optimis adalah mempengaruhi orang lain dengan jalan menunjukkan segi-segi cerah dari hidup yang selalu membesarkan hati, memberikan harapan dan mempunyai semangat besar (Sangidu, 1991:52). Remaja dapat memiliki sikap dan semangat hidup yang besar dalam dirinya untuk mencapai masa depan yang cerah serta mampu untuk membangkitkan harapan remaja lainnya.
8. Mandiriadalah menandakan sesuatu seperti ketergantungan dan kebebasan bagi keputusan, pendapat dan kebebasan bagi keputusan penilaian pendapat dan pertanggung jawaban (Hollander, 1977:289). Remaja dapat mandiri atau dapat bebas mengambil keputusan untuk bertindak serta dapat mempertanggung jawabkan tindakannya tanpa tergantung kepada orang lain.
1.10. Hipotesa Penelitian
Menurut Champion (1981, dari Rakhmat, 1984 : 14) hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai penelitian sementara mengenai hal-hal yang oleh peneliti ingin didukung atau ditolak.
Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat hubungan antara komunikasi antara pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja pada siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi.
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Komunikasi II.1.1. Pengertian Komunikasi
Keberadaan manusia sebagai individu maupun makhluk sosial tidak terlepas dari komunikasi yang setiap saat dilaksanakannya baik secara verbal (bahasa lisan dan tulisan) maupun non verbal (isyarat).
Aktivitas komunikasi yang senantiasa muncul melukiskan betapa beranek ragamannya dan rumitnya kehidupan manusia itu. Baik dalam berfikir, menyatakan keinginannya, keragu-raguan, sedih dan gembira, mempertahankan dan memperteguh pendapat dalam menumbuhkan saling pengertian dan kerja sama seperti serta masih banyak hal lainnya.
Situasi demikian tersebut menunjukkan berlangsungnya proses komunikasi yang melibatkan berbagai komponen yang terdiri atas komunikator komunikan, pesan atau informasi serta media/saluran yang digunakan untuk “menjembatani” pihak-pihak yang berkomunikasi dengan tujuan yang diharapkan. Selain itu sering ditemui adanya hambatan sehingga menyebabkan miss communication.
berdasarkan lingkup pengalaman atau frame of experience dan lingkup pengetahuannya atau framd of reference.
Akhirnya Laswell (dalam Onong, 1986 : 13) mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : who, what, in which channel, to whom, and with what effect.
Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media dan menimbulkan efek tertentu.
Jika diperhatikan defenisi tersebut diatas, pada dasarnya mengemukakan bahwa komunikasi itu merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan maksud agar mengerti, memperkuat atau mempengaruhi sikap, pendapat atau perilaku seseorang.
II.1.2. Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi merupakan bentuk komunikasi yang pada dasarnya bersifat dua arah atau timbal balik, artinya kedudukan komunikator dan komunikan sama-sama sebagai penyampaian pesan atau gagasan, saling membagi informasi dan sekaligus sebagai penerima suatu informasi.
kemampuan atau keterampilannya pada saat memberikan tanggapan dari isi komunikasi tersebut.
Menurut Rogers (dalam Depari, 1988, 16) mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang terjadi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.
Fokus pandangan berpikir Rogers (dalam Depari, 1988 : 18) apabila dihubungkan dengan penelitian ini berupa komunikasi antara orang tua dengan remaja. Saluran dari mulut ke mulut meliputi komunikasi verbal (bahasa lisan) dan non verbal (isyarat) sewaktu orang tua memberi nasehat atau memberi informasi dan sebaliknya menerima tanggapan dari remaja.
Selanjutnya Rubesch dan Bateson (1951 dalam Kincaid dan Schramm, 1987 : 49) memberikan pengertian komunikasi antar pribadi sebagai berikut : “Ditandai oleh adanya tindakan pengungkapan oleh pihak seseorang atau lebih, pengamatan secara sadar maupun tidak terhadap tindakan itu oleh pihak-pihak lain, dan kemudian melakukan pengamatan kembali bahwa tindakan yang pertama sudah diamati pihak lain. Kesadaran akan pengamatan merupakan kejadian yang mengisyaratkan terciptanya jalinan antar pribadi.”
disampaikan melaui mulut (bahasa) bahkan isyarat tubuh seperti ekspresi muka, gerakan tangan, anggukan atau gelengan kepala dan sebagainya. Tujuannya agar komunikasi ini berlangsung secara lancar dan efektif.
Usaha untuk mengenal secara pribadi dan secara lebih jauh dalam komunikasi antar pribadi dipertegas oleh Liliweri (1991:30) yang menyatakan bahwa :
“Komunikasi antar pribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu karena setiap pihak mengetahui secara baik tentang liku-liku hidup pihak seseorang yang sudah saling mengenal secara mendalam lebih baik ketimbang yang belum mengenal. Kesimpulannya bahwa jika hendak menciptakaan komunikasi antar pribadi lebih bermutu maka harus didahului dengan suatu keakraban.”.
Selanjutnya untuk mempertegas pengertian komunikasi antar pribadi, Devito (1976 dalam Liliweri, 1991 : 13) mengemukakan ciri-ciri komunikasi antar pribadi yang efektif.
1. Keterbukaan (openess)
2. Empati (Emphaty)
Empati adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan oleh orang lain. Dalam melakukan komunikasi segala kepentingan yang dikomunikasi ditanggapi dengan penuh perhatian oleh kedua belah pihak. Masing-masing merasakan dan kondisi yang dialami tanpa berpura-pura perasaan empati pada diri orang tua akan memperlancar komunikasi sebab orang tua dapat menempatkan diri sesuai dengan kondisi remaja.
3. Dukungan (suporotiveness)
Situasi keterbukaan, empati masih belum cukup apabila komunikasi berada dalam situasi ketakutan dan tekanan. Apabila kita berada pada situasi yang tidak mendukung untuk melaksanakan komunikasi maka kita tidak berani mengungkapkan gagasan kita. Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari orang tua dan remaja. Dengan demikian keinginan dan hasrat yang adalah dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas secara meraih tujuan yang diinginkan. 4. rasa Positif (Positiveness)
percakapan selanjutnya. Rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk curiga atau berprasangka yang menggangu jalinan interaksi.
5. Kesamaan (Equity)
Kesamaan disini termasuk dalam hal berbicara dan mendengar. Apabila seseorang berbicara dan orang lain mendengar terus maka tidak mungkin berkomunikasi menjadi efektif. Kesamaan dimaksudkan juga dengan kesamaan tingkat pendidikan, sosial, ekonomi, status, nasib, dan perjuangan dan sebagainya. Hal tersebut pelu dipertimbangkan dalam topik pembicaraan agar komunikasi antar pribadi dapat mencapai keefektifitasannya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa komunikasi antar pribadi berlangsung karena manifestasi dari diri manusia itu sendiri sebagai makhluk sosial yang dibutuhkan orang lain.
Hovland (1980 dalam Liliweri, 1991 : 480 mengemukakan beberapa faktor pembentuk komunikasi antar pribadi antara lain sebagai berikut :
1. Perbedaan antar pribadi
2. Manusia meskipun merupakan makhluk yang utuh namun tetap mempunyai kekurangan
semakin lebih maju dan bahagia hidupnya. Semua ini mensyaratkan adanya keterampilan berkomunikasi untuk mengadakan kerjasama atau pendekatan pribadi melalui komunikasi antar pribadi.
II.1.3. Ruamg Lingkup Komunikasi
Tabel 2
Ruang lingkup Komunikasi
1. Bentuk komunikasi a. Personal Communication 1. Intrapersonal comunication 2. Intepersonal comunication b. Group communication
1.Small group comunication 1. Lecture
2. Panel discusion 3. Sumposium 4. Seminar 5. Brainstorming
2. Large Group comunication / Public speaking
4. Metode Komunikasi a. Komunikasi informatif b. Komunikasi persuasif c. Komunikasi koersif 5. Fungsi komunikasi a. Informasi massa
b. Pendidikan massa c. Pembujukan massa d. Hiburan massa 6. Tujuan Komunikasi a. Social change
b. Attitude change c. Opinion change d. Behavior change
7. Model Komunikasi a. One step flow comunication b. Two step flow comunication c. Multi step flow comunication 8. Bidang komunikasi a. One step flow comunication
b. Two step flow comunication c. Multi step flow comunication 8. Bidang komunikasi a. social comunication
b. Management comunication c. Bussiness comunication d. Political comunication e. cultural comunication f. Tranditional comunication g. International comunication h. Developent comunication i. Enviromental comunicatio 9. Sistem komunikasi a. Social rsponsibility system
b. Authoritarian system (Komunikasi antar pribadi Dr. A. Supratiknya).
II.2. Fungsi Komunikasi
Sehubungan dengan itu Lawrence dan Schram, (1997:97) memberikan pengertian proses sebagai penggunaan bersama :
“Penggunaan bersama berarti suatu hal yang dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama, suatu hal dimana mereka berpartisipasi secara bergabung atau bersama. Berpartisipasi berarti berinteraksi dengan pihak-pihak lain dalam buah pikiran, perasaan atau kegiatan tertentu”.
Fokus pandangan dari uraian yang dikemukakan tersebut memandang proses komunikasi antar pribadi sebagai keikutsertaan dari beberapa orang dalam bentuk gagasan serta tindakan dari awal hingga tercapai tujuan bersama. Berpartisipasi berarti bersedia dan bertanggung jawab pada setiap kegiatan yang dikomunikasikan atau dilaksanakan.
Laswell dalam Onong (1986:13) mengemukakan proses komunikasi sebagai berikut :
- Komunikasi (communicator, source, sender) - Pesan (message)
- Komunikan (communicant, communicate, receiver) - Efek (efect, impact, influence)
Fungsi komunikasi adalah sebagai berikut : 1. Informasi massa
individu kepada individu yang lain. Informasi berguna untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai suatu hal dari satu individu ke individu yang lain. Komunikasi berguna untuk memberikan informasi untuk mempelajari ancaman-ancaman dan kesempatan-kesempatan, untuk memahami lingkungan, untuk mencoba realitas dan untuk membuat keputusan.
2. Pendidikan massa
Komunikasi berguna untuk memberikan pengajaran untuk memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang penting untuk memfungsikan secara efektif dalam komunitas, untuk mempelajari nilai-nilai, perilaku dan peranan yang tepat terhadap penerimaan di komunitas.
3. Pembujukan massa
Komunikasi berfungsi untuk membujuk untuk mencapai keputusan, untuk menggunakan nilai-nilai, perilaku dan peranan yang tepat terhadap penerimaan dalam komunitas.
4. Hiburan massa
Komunikasi berfungsi untuk menyenangkan, untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan penerima, untuk kesenangan, santai, dihibur, dan dialihkan dari masalah-masalah.
mengemukakan bahwa lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa kiasan, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menterjemahkan” pikiran atau perasaan komunikasi kepada komunikan.
Berdasarkan urain yang dikemukakan Onong diatas jelas bahwa proses komunikasi antar pribadi yang terjadi antara orang tua dan remaja adalah secara primer. Dalam proses komunikasi yang berlangsung, media yang digunakan adalah bahasa lisan, tulisan dan isyarat yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran dan perasaan remaja kepada orang tua, dan sebaliknya perasaan orang tua kepada remaja.
Menurut Nawawi (1984 : 95) bahwa dalam proses komunikasi yang berlangsung perlu diperhatikan yakni :
“Unsur-unsur dalam proses komunikasi antar pribadi dipandang sebagai suatu hal yang tidak terpisahkan dan juga merupakan tindakan yang harus dilakukan agar komunikasi berlangsung. Semua unsur proses ini saling memperngaruhi dan unsur yang dibahas tadi adalah terpokok dalam komunikasi”.
Selain itu ada komponen lain yang turut mempengaruhi jalannya proses komunikasi antar pribadi ini, antara lain suasana diri komunikator atau komunikan, nilai dan norma, dan hambatan
II.3. Learning Theory Dan Self Disclosure Theory II.3.1. Learning Theory
lampau), (2) Ingatan, termasuk kode simbol, kognitif, latihan simbol, latihan gerak, (3) Reproduksi gerak, termasuk kemampuan fisik, pengamatan diri, akurasi timbal balik, dan (4) Motivasi, termasuk lingkungan luar, pengalaman orang lain dan penguatan diri.
Dalam psikologi dan pendidikan, teori pembelajaran adalah mencoba mendeskripsikan bagaimana individu dan hewan belajar, dengan cara menolong diri kita sendiri mengerti yang melakat pada proses yang sempurna dari pembelajaran. Pada dasarnya ada tiga (3) Persektif utama dalam teori pembelajaran yaitu perilaku, kognitif, dan konstruktif.
Teori pembelajaran sosial fokus pada pembelajaran yang terjadi pada konteks sosial. Itu dipertimbangkan karena masyarakat belajar dari satu individu ke individu lainnya, termasuk seperti konsep pembelajaran pengamatan, peniruan, dan model.
Tiga jenis utama dari teori pembelajaran adalah :
Perilaku-lingkungan membentuk perilaku. Mereka perhatian dengan
perubahan pada perilaku murid-murid yang terjadi sebagai hasil dari pembelajaran. Teori perilaku timbul dalam bentuk kondisi yang sewaktu-waktu, menggunakan kekuatan.
Kognitif-Teori kognitif memperhatikan perubahan pada pengertian
murid sebagai hasil dari pembelajaran. Mereka percaya bahwa pembelajaran haruslah berarti. Pembelajaran kognitif berdasarkan pada skema atau struktur mental yang mana murid-murid mengorganisir lingkungan yang mereka rasa. Struktur skema dari perkembangan kognitif berubah dari proses perpaduan dan ketelitian. Komponen terpenting dari teori kognitif adalah hubungan antara ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Pengaturan dari ingatan jangka panjang disebut struktur kognitif. Beberapa strategi kognitif berguna dalam pembelajaran agar lebih berarti dan berguna untuk pergantian pembelajaran diidentifikasikan; strategi dalam pelatihan, perluasan strategi, strategi pengaturan, strategi pemahaman dan strategi yang efektif.
Konsep pembelajaran yang dilakukan murid-murid melalui 2 (dua)
caranya sendiri, dan pembelajaran seharusnya tidak ditentukan dan dikontrol. Menemukan pembelajaran meningkatkan motivasi untuk belajar dan juga memproduksi ingatan jangka panjang yang lebih baik.
II.3.2. Self Disclosure Theory
Teori ini diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Untuk hal itu dapat dikelompokkan kedalam empat macam bidang pengenalan yang ditunjukkan dalam suatu gambar yang disebutnya dengan jendela Johan (Johari window).
Tabel 3
Jendela Johari (Johari Window) Diketahui orang lain
Tidak diketahui orang lain
Gambar yang disebut jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan antar seseorang dengan yang lainnya terdapat empat kemungkinan sebagaimana terwakili melalui suasana keempat bidang (jendela) itu.
Bidang 1, melukiskan suatu kondisi dimana antara seseorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka.
Bidang, 2 melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua belah pihak hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri.
Bidang, 3 disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua belah pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.
Bidang 4, bidang tidak dikenal, dimana kedua belah pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan diantara mereka.
Kedua yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi antar pribadi di masa lalu dapat menimbulkan perasaan intim untuk sesaat. Hubungan sejati terbina dengan menggunakan reaksi-reaksi kita terhadap aneka kejadian yang kita alami bersama atau terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan oleh lawan lalu kita. Orang lain mengenal diri kita tidak dengan menyelidiki masa lalu kita, melainkan dengan mengetahui cara kita bereaksi. Masa lalu hanya mampu menjelaskan perilaku kita dimasa kini.
II.4. Remaja
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut : (Konopkan, Pikunas, 1976 ; Ingersoll 1989, dalam DR. Hendriati Agustiani, 2006)
1). Masa remaja awal (12-15 tahun).
terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konfirmitas yang kuat dengan teman sebaya.
2). Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (Self Directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.
3). Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini.
sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja.
Masyarakat, melalui orang tua atau guru, bertanya kepada remaja untuk memilih satu peran. Dalam masyarakat kita ketika anak memasuki SMA, anak harus sudah memilih jurusan pendidikan yang akan ditempuh yang akhirnya akan menentukan perannya nanti. Jadi ketika berumur sekitar1 5 atau 16 tahun seseorang sudah mulai menempatkan dirinya pada satu jalur yang akan membawa akibat pada apa yang akan dilakukannya pada tahun-tahun selanjutnya. Masalahnya terjadi tepat pada saat ketika remaja berada dalam posisi yang sangat tidak siap untuk mengambil keputusan yang berakibat jangka panjang, mereka malah diminta untuk melakukannya.
defenisi diri, tentang indentifikasi diri. Dilema ini dikenal sebagai krisis identis.
Menurut Erikson (1964:126), seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tetapi dan dalam konteks apa atau dalam kelompok apa dia bisa menjadi bermakna dan dimaknakan. Dengan kata lain, identitas seseorang tergantung pula pada bagaimana orang lain mempertimbangkan kehadirannya. Karenanya bisa lebih dipahami mengapa keinginan untuk diakui, keinginan untuk memperkuat kepercayaan diri, dan keinginan untuk menegaskan kemandirian menjadi hal yang sangat penting bagi remaja, terutama mereka yang mengakhiri masa itu.
Proaktif-kemampuan untuk mengakui dan kapanpun yang mungkin,
menyesuaikan kebutuhan anak untuk kasih sayang yang tak bersyarat dan penerimaan, rasa aman, rasa dimiliki, sukses, rasa senang, pengakuan dan kontrol (kekuatan), tanpa mengizinkan orang lain menganggu. Antisipasi melakukan sebelum terjadi masalah; membiarkan anak mengatahui batas atau kondisi lebih dulu.
Orientasi sukses kemampuan untuk membantu anak dengan memberikan
arahan yang jelas, pengaturan batas-batas, menawarkan kesempatan untuk memilih dan bernegosiasi, permintaan perilaku dan respon pada umur yang cocok, penyesuaian kebutuhan pembelajaran individual, memberikan kesempatan untuk mengatur diri dan tetap pada masa kini. Alternatif untuk dugaan yang tidak realistik. kesalahpahaman, instruksi atau lingkungan yang tidak baik untuk kebutuhan anak, dan pengaturan untuk kegagalan, ketidakpedulian atau penentangan.
Kepastian kemampuan untuk membedakan nilai anak dari perilakunya
untuk menggunakan rasa humor. Alternatif untuk rasa negatif dan orientasi menghukum.
Pembatasan kemampuan untuk menggabungkan apa yang anda inginkan
dengan apa yang anak inginkan dalam cara yang positif. Kemampuan untuk memotivasi dan menguatkan perilaku kerjasama dengan menghasilkan persetujuan orang dewasa atau menghindari reaksi orang dewasa orang dewasa yang negatif (rasa malu, kecaman, ketertinggalan). Kurangnya kemauan untuk memegang konsekuensi yang positif sampai anak mengakhiri persetujuan. Kemampuan untuk dengan segera campur tangan ketika anak dalam keadaan terganggu atau keluar batas, menjauhi peringatan, penundaan konsekuensi yang positif sampai anak mengakhiri persetujuan.
Kurangnya dukungan kemampuan untuk menanggapi masalah anak atau
Tanggung jawab kemampuan untuk mengambil tanggung jawab pada
perasaan, tanpa berusaha membuat orang lain bertanggung jawab. Kemampuan untuk memperlihatkan perasaan dengan cara yang tidak menyakitkan. Kemampuan untuk menurut dan memecahkan konflik. Kurangnya kemauan untuk menggunakan secara teratur, kontak positif dengan anak. Kemampuan untuk bekerja dengan pengurus, staf pendukung dan orang tua tanpa memperhitungkan kesalahan atau menduga (atau permintaan) dan mereka mengambil tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah anda mungkin memiliki anak atau kelompok yang istimewa.
Perhatian diri kemampuan untuk mengidentifikasikan kebutuhan
seseorang dan perasaan, mengatur batasan, menyenangkan diri sendiri, mengakui diri dan mendapatkan pertolongan ketika membutuhkan. Kemampuan untuk membedakan antara memperhatikan diri dan keegoisan diri. Kemampuan untuk merasakan pantas untuk menggunakan kesalahan dan kegagalan sebagai kesempatan untuk tujuan yang baru, strategi atau pertumbuhan. Kemampuan untuk memanfaatkan sumber dukungan sementara menggunakan tanggung jawab untuk menyelesaikan satu masalah diri sendiri. Kemampuan untuk memanfaatkan diri sendiri.
bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Dengan demikian remaja akan berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam banyak hal. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat para ahli perkembangan yang menyatakan: “Berbeda dengan kemandirian pada masa anak-anak yang lebih bersifat motorik, seperti berusaha makan sendiri, mandi dan berpakaian sendiri, pada masa remaja kemandirian tersebut lebih bersifat psikologis, seperti membuat keputusan sendiri dan kebebasan berperilaku sesuai dengan keinginannya”.
Dalam pencarian identitas diri, remaja cenderung untuk melepaskan diri sendiri sedikit demi sedikit dari ikatan psikis orangtuanya. Remaja mendambakan untuk diperlakukan dan dihargai sebagai orang dewasa. Hal ini dikemukaaan Erikson (dalam Hurlock, 1980 : 212) yang menamakan proses tersebut sebagai “proses mencari identitass ego”, atau pencarian diri sendiri. Dalam proses ini remaja ingin mengetahui dan kedudukannya dalam lingkungan, disamping ingin tahu tentang peranan dirinya sendiri.
rasa aman. Penerimaan dari kelompok teman sebaya ini merupakan hal yang sangat penting, karena remaja membutuhkan adanya penerimaan dan keyakinan untuk dapat diterima oleh kelompoknya.
tersebut karena akan menghambat tercapainya kedewasaan dan kematangan kehidupan psikologisnya. Oleh karena itu, pemahaman orang tua terhadap kebutuhan psikologis remaja untuk mandiri sangat diperlukan dalam upaya mendapatkan titik tengah penyelesaian konflik-koflik yang dihadapi remaja.
II.5. Orang Tua
Kita selalu berfikir tentang lingkungan anak, tetapi lingkungan keluarga juga memberikan konstribusi pada perkembangan anak dengan pengaruh yang kuat pada fungsi keluarga. Dalam komunitas mungkin, atau tidak mungkin, sebagai sumber dan kebutuhan hubungan keluarga. Dengan pengaturaan komunitas, setiap keluarga membangun jaringannya sendiri dalam tersedianya sumber dukungan dan formal. Sebuah keluarga mungkin menempa banyak hubungan, beberapa hubungan yang kuat, atau tidak ada sama sekali sumber hubungan. Mata rantai hubungan keluarga bersumber pada komunitas nyata dan tidak nyata. Lingkungan anak menawarkan tantangan dan kesempatan, pengaturan komunitas menawarkan tantangan dan kesempatan untuk fungsi kesehatan keluarga. Penyaman tentang interaksi komunitas keluarga ditemukan diliteratur termasuk :
Keluarga pedesaan memiliki beberapa kesempatan pekerjaan, rendahnya
dilain pihak, memiliki angka kriminalitas yang tinggi, hubungan tidak kekeluargaan, kepadatan penduduk yang lebih tinggi, dan kondisi hidup yang ribut.
Banyak orang tua harus mengatasi dengan ancaman dari kejahatan yang
keras di lingkungan tetangga mereka. Respon sebuah keluarga untuk permintaan dan tantangan dari suatu lingkungan komunitas mungkin memajukan atau menghalangi fungsi keluarga dan perkembangan anak. Menarik diri, menjaga anak di dalam rumah, dan membatasi aktivitas anak adalah meniru strategi orang tua digunakan ketika dihadapkan dengan kekerasan dalam lingkungan tetangga mereka, tetapi mereka mungkin juga menghalangi perkembangan yang normal.
Keluarga dipengaruhi oleh bagaimana respon aturan komunitas kepada
apa yang dibutuhkan keluarga. Powell (1969:170) mengidentifikasikan lima (5) strategi yang membuat awal program masa kanak-kanak lebih respon kepada keluarga. Ini mencakup : peningkatan program komunikasi orang tua ; memberikan orang tua pilihan antara prgoram yang berbeda ; menaksir kebutuhan keluarga dan anak ; menegaskan kembali panutan dan menggunakan komunitas penduduk ; dan keterlibatan orang tua dalam membuat keputusan.
Hubungan antara keluarga dan perubahan komunitas mereka dan
merubah sepanjang hidup. Pokok persoalan dari kurangnya respon juga mengubah dengan menyimpan lama dan tingkat perkembangan.
“Komunitas” mungkin mengarah pada hubungan dan jaringan sosial
sebaik lokasi fisik. Jaringan sosial pendukung informal sebuah keluarga lebih sering menyediakan pelayanan yang ditawarkan oleh sistem dukungan formal.
Umumnya orang tua dari remaja berusia antara 35-34 tahun. Secara potensial usia ini merupakan waktu yang sulit bagi kebanyakan orang tua. (Farrel dan Rosenbel, 1981 dan Levinson, 1978 dalam Hurlock, 1980 : 317) menjelaskan masa ini sebagai “midlife crises”. Jika kita mencoba untuk meneliti secara lebih rinci masa ini maka akan ditemukan bahwa perhatian dalam hal perkembangan dari orang tua dan remaja saling melengkapi. Pada saat ini terjadi :
1. Perubahan biologis
Pada saat yang sama remaja masuk pada periode-periode pertumbuhan fisik yang cepat, kematangan seksual. periode dari rentang kehidupan saat ini diberi label oleh masyarakat sebagai orang yang memiliki penampilan fisik menarik, orang tua juga mulai merasakan terjadi peningkatan perhatian pada tubuhnya, serta pada tampilan-tampilan fisiknya.
2. Krisis yang tumpang tindih
sistematik tentang masa depan dan apa yang akan dilakukan. Pada kenyataannya orang tua mulai melihat suatu kejadian dengan antisipasi yang lebih jauh. Orang tua mulai merasakan bahwa kemungkinan untuk berubah terbatas sementara remaja memiliki ide yang lebih luas tentang masa depan. Ide-ide orang tua dengan sendirinya dengan mempertimbangkan berbagai keterbatasan.
3. Kekuatan dan status
Merupakan jalan menuju peran sebagai orang dewasa. Remaja merupakan waktu dimana individu berada dalam ambang pencapaian status yang baik. Bagi orang tua banyak pilihan yang telah diambil, beberapa hasil dan lainnya tidak. Kebanyakan orang tua saat ini menjalani masa jenuh di pekerjaan.
Kegiatan kemampuan di atas membuat dampak bagi hubungan keluarga. (Small et al, 1988 dalam Hurlock, 1980 : 4530 pada saat remaja berusaha untuk mencapai otonomi maka pada umumnya hal ini membuat orang tua menjadi stress. Memiliki pekerjaan yang lebih memuaskan akan membantu orang tua lebih mampu untuk melakukan negosiasi dengan transisi dalam keluarga terhadap anak maupun mencapai otonomi dan menjalin komunikasi dengan lebih efektif.
penting bagi remaja dalam kesehariannya. Teman bagi remaja merupakan tempat menghabiskan waktu, berbicara, berbagai kesenangan dan kebebasan.
Teman sebaya bisa merupakan kelompok yang memberikan pengaruh negatif terhadap anak remaja. Mereka mendorong ke arah kualitas yang lainnya, terutama pada anak-anak yang kurang mendapatkan pengarahan dari orang tua (Downs, 1985 ; Snyder, Dishion dan Patterson, 1986 dalam Drs. Andi Marpiarre, 1982). sudut pandangan lain menganggap bahwa kelompok teman sebaya memberikan pengaruh yang baik sama halnya seperti yang dianggap oleh Sullivan (1953). Dikatakan bahwa relasi dengan teman sebaya akan mengembangkan kematangan dari “self” seorang remaja (Youniss dan Smollar, 1985). Defenisi tentang remaja dalam relasinya dengan teman sebaya memberikan peranan dalam membentuk keterkaitan antara remaja, keluarga dan teman sebaya sebagai pesaing, pemberi kepuasan atau saling melengkapi.
memberikan perhatian besar terhadap proses belajar putra-putrinya akan mendapat prestasi belajar yang tinggi bagi anak”
Kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Di dalam keluarga, orang tualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Mengingat masa anak-anak dan remaja merupakan masa yang penting dalam proses perkembangan kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya dalam meningkatkan kemandirian amatlah penting. Meski dunia pendidikan (sekolah) juga turut berperan dalam memberikan kesempatan kepada anak untuk mandiri, keluarga tetap merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri.
Bagaimana orang tua harus bertindak dalam menyikapi tuntutan kemandirian seorang remaja, berikut ini terdapat beberapa saran :
tidak perlu terjadi jika ada komunikasi antara remaja dengan orang tuanya. Komunikasi disini tidak berarti harus dilakukan secara formal, tetapi bisa saja dilakukan sambil makan bersama atau berlibur bersama keluarga.
Orang tua sebaliknya memberikan kesempatan kepada anak remajanya untuk membuktikan atau melaksanakan keputusan yang telah diambilnya. Biarkan remaja tersebut mengusahakan sendiri apa yang diperlukannya dan biarkan juga ia mengatasi sendiri berbagai masalah yang muncul. Dalam hal ini orang tua hanya bertindak sebagai pengamat dan hanya boleh melakukan intervensi jika tindakan sang remaja dianggap dapat membahayakan dirinya dan orang lain.
pemeriksaan intensif pihak berwajib). Pada kondisi demikian maka remaja tentu saja tidak takut untuk berbuat salah, sebab ia tahu orang tuanya pasti akan menebus kesalahannya.
Konsistensi orang tua menerapkan disiplin dan menanamkan nilai-nilai kepada remaja dan sejak masa kanak-kanak di dalam keluarga dan menjadi panutan bagi remaja untuk dapat mengembangkan kemandirian dan berpikir secara dewasa. Orang tua yang konsisten akan memudahkan remaja dalam membuat rencana hidupnya sendiri dan dapat memilih berbagai alternatif karena segala sssesuatu sudah dapat diramalkan olehnya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Sejarah perkembangan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi. Pada tahun 1963 dibangun Sekolah Menengah Umum Negeri 1 pertama di Kota Berastagi pada tahun 1972 terjadi pemekaran dimana satu sekolah dibagi menjadi dua sekolah yakni Sekolah Menengah Umum Negeri Berastagi dan Sekolah Teknik Menengah Negeri 1 Berastagi berlokasi dikota Berastagi.
Di tahun 1975 Sekolah Teknik Menengah Umum Negeri 1 Berastagi sudah menjadi sekolah yang bisa mekar dari Sekolah Menegah Umum Negeri 1 Berastagi. Lokasi Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi yang bersebelahan dengan Sekolah Teknik Negeri 1 Berastagi dapat menimbulkan perkelahian dan pertikaian antar siswa sehingga diambil kebijakan pada tahun 1980 Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Berastagi melakukan pemekaran dimana Sekolah Teknik Menengah Negeri 1 memisahkan diri.