• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL DKI JAKARTA DAN PELAKSANAAN PILKADA

G. Organisasi Etnis Tionghoa

Setelah rezim Orde Baru jatuh dan masuk pada era reformasi, tumbuh kesadaran di sebagian kalangan etnis Tionghoa bahwa kedudukan mereka terutama di bidang sosial dan politik, sangatlah lemah. Kesadaran itu pada akhirnya membangkitkan keberanian untuk menolak kesewenang-wenangan yang menimpa diri mereka dan menuntut keadilan sebagai warga negara Republik Indonesia.

Kesadaran itu dimulai dengan lahirnya berbagai organisasi baik partai politik, organisasi kemasyarakatan maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Di antaranya adalah Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (Parti), Partai Bhinneka Tunggal Ika (PBI), Solidaritas Nusa Bangsa (SNB), Formasi,

Simpatik, Gandi, PSMTI, PerhimpunanINTI.

Lebih dari 500 organisasi berdiri di berbagai kota di Indonesia. Organisasi-organisasi tersebut didirikan berdasarkan asal provinsi, kabupaten, distrik, dan kampung halaman di Tiongkok, suku, marga, alumni sekolah, kesenian, kesusasteraan, dan sebagainya. Kegiatan utama organisasi- organisasi ini adalah menyelenggarakan pertemuan/resepsi di antara anggotanya tanpa

50

tujuan jelas. Namun, ada hal yang menggembirakan, karena akhir-akhir ini ada beberapa organisasi yang melakukan berbagai kegiatan sosial.

Setelah Presiden KH Abdurrahman Wahid mencabut seluruh larangan yang memojokkan etnis Tionghoa, termasuk larangan bahasa dan aksara Tionghoa dan berdirinya organisasi-organisasi Tionghoa tersebut, bermunculanlah berbagai penerbitan berbahasa Mandarin baik harian maupun majalah, seperti Indonesia Shangpao, International Daily News, Universal Daily, Qian Dao Re Bao (Harian Nusantara), dan lain-lain. Dan ada juga juga berbagai penerbitan seperti harian, tabloid, dan majalah antara lain Naga Pos,

Glodok Standard, Suar, Nurani, Sinergi, Suara Baru. Pada umumnya media-media cetak tersebut digunakan untuk mempublikasikan kegiatan-kegiatan organisasi-organisasi Tionghoa atau kegiatan-kegiatan tokohnya.

Dihapusnya segala peraturan yang bersifat rasis dan diskriminatif oleh Presiden Wahid, Tahun Baru Imlek dijadikan hari libur nasional oleh Presiden Megawati dan agama Khonghucu dikembalikan menjadi agama resmi di Indonesia oleh Presiden Yudhoyono, juga merupakan suatu kemenangan yang diperjuangkan berbagai organisasi Tionghoa di Indonesia.

Di samping itu, masih banyak kelemahan dan kendala yang dihadapi organisasi-organisasi Tionghoa. Di antaranya masih langkanya pemimpin yang mempunyai integritas tinggi dan mempunyai visi jauh ke depan, serta SDM yang memadai yang dibutuhkan untuk memimpin dan menggerakkan roda organisasi. Kebanyakan pemimpin/ pengurus organisasi Tionghoa telah berusia lanjut dan merupakan pengusaha-pengusaha mapan yang sudah tentu

51

mempunyai kepentingan tertentu. Untuk mengatasinya, para tokoh Tionghoa harus dengan legowo mau melakukan peremajaan kader-kader yang akan memimpin organisasi-organisasi tersebut.

Apabila ingin bertahan, organisasi-organisasi Tionghoa harus dijadikan organisasi modern dan demokratis, yang mempunyai visi ,misi, dan program yang jelas. Dengan kata lain, organisasi-organisasi Tionghoa harus membawa seluruh anggotanya masuk ke dalam mainstream bangsa Indonesia tanpa harus menanggalkan identitas ketionghoaannya, dan bergandeng tangan dengan seluruh komponen bangsa lainnya membangun bangsa dan negara. Organisasi-organisasi Tionghoa harus mau membuka diri dan melakukan kerja sama dengan organisasi-organisasi di luar kalangannya, sehingga tidak terjadi keinklusifitasan di organisasi tersebut.

Selanjutnya pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, disahkannya Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia No 12/2006 dengan tegas menyatakan yang ada di Indonesia hanya WNI dan WNA, dan tidak ada lagi istilah pribumi dan non pribumi. Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan No 23/ 2006, yang membatalkan seluruh UU dan Staatsblad diskriminatif peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang telah membagi-bagi kedudukan hukum dan sosial bangsa Indonesia, telah melengkapi penghapusan hampir seluruh peraturan yang selama ini mendiskriminasi etnis Tionghoa.

Dilihat dari kehidupan berpolitik, kesadaran politik etnis Tionghoa mulai tampak meningkat. Tapi, trauma masa lalu masih saja mengganjal sebagian

52

besar etnis Tionghoa, sehingga mereka selalu berusaha menghindari wilayah politik. Namun demikian beberapa tahun terakhir mulai bermunculan anggota DPR, DPRD, bupati, wakil bupati dari kalangan etnis Tionghoa.16 Itu menjadi bukti nyata bahwa kaum Tionghoa dapat duduk di sistem pemerintahan Indonesia, mengingat potensi yang sangat besar dapat disumbangkan etnis Tionghoa dalam membangun bangsa dan negara. Seperti yang terlihat dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 lalu dengan munculnya Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok sebagai wakil Gubernur. Potensi etnis Tionghoa dan organisasinya inilah yang dimanfaatkan oleh pasangan Joko Wi Ahok untuk dapat meraih dukungan masyarakat dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012.

Adanya kandidat dari etnis Tionghoa dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 karena jika dilihat dari tinjauan budaya, secara karakter masyarakat Tionghoa kebanyakan masih menganut nilai solidaritas antar sesama etnis yang kuat, sehingga menempatkan kandidat Tionghoa dalam peta perpolitikan DKI hampir dipastikan akan mendapatkan dukungan mayoritas dari masyarakat Tionghoa di DKI. Apalagi jika Jokowi jadi maju calon wakil Presiden di pemilihan Presiden 2014, Ahok secara otomatis akan menjadi gubernur DKI.

Jokowi dan Ahok setidaknya berhasil menggandeng 21 komunitas Jawa di DKI untuk mendukung Jokowi. Begitu pula dengan skema Ahok, Prabowo melihat, merangkul etnis Tionghoa merupakan syarat penting dalam

16https://iccsg.wordpress.com/2007/09/03/seputar-kebangkitan-organisasi-tionghoa/ Oleh Benny G Setiono, pengamat sosial dan politik diakses tanggal 4 November 2012.

53

memenangkan DKI. Sebab, etnis Tionghoa harus diakui menjadi pemutar roda perekonomian DKI yang vital, sehingga posisi tawar masyarakat etnis Tionghoa.

Yang perlu dicermati adalah keberhasilan Jokowi – Ahok memperoleh suara bulat dari komunitas Tionghoa di DKI. Ini menandakan bebeberapa strategi yang dijalankan Jokowi – Ahok dalam meraih dukungan komunitas Tionghoa DKI cukup berhasil. Salah satu strategi keberhasilan itu ada pada kesepakatan Prabowo dengan para Taipan Tionghoa (para pemegang modal ekonomi) untuk mengusung Ahok alias Basuki.17

Berikut alasan yang membuat para Taipan Tionghoa juga berinvestasi ke Ahok. Seperti yang telah diketahui bersama para Taipan Tionghoa yang telah menjadi “pelindung” bisnis para donatur utama Partai Demokrat

Seperti yang telah diketahui bahwa nama-nama dinasti Taipan Tionghoa seperti Salim (Indofood), Riady (Lippo), Hartati Poo (Berca), Sugianto Kusuma alias A Guan (Artha Graha), Sukanto Tanoto (Raja Garuda Mas), Eka Tjipta (Sinarmas), Ted Sioeng (Nasional News), Alim Markus (Maspion) dan sebagainya, merupakan donatur utama Partai Demokrat. Hal itu terjadi karena telah ada kesepakatan antara para Taipan Tionghoa dengan Partai Demokrat, yang dimotori keluarga Riady (Lippo), untuk perlindungan bisnis para Taipan Tionghoa oleh Partai Demokrat. Maka sudah pasti jika para Taipan Tionghoa mendapat perlindungan bisnis selama pemerintahan Partai Demokrat.

Selama 5 tahun pertama pemerintahan Demokrat (2004 – 2009), semua

17 http://politik.kompasiana.com/2012/09/13 /kesepakatan-rahasia-prabowo-dan-para-naga-untuk-dukung-ahok-492596 diakses tanggal 3 November 2012.

54

masih dapat dikendalikan. Namun pada pemerintahan kedua Demokrat (2009 –

2014), mulai menunjukkan tanda-tanda jatuhnya pamor Partai Demokrat. Banyaknya kasus korupsi yang melibatkan petinggi Demokrat seperti kasus Nazarudin dan Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Andi Malarangeng, kemudian juga pernyataan SBY bahwa keluarga tidak akan ikut serta dalam Pilpres 2014 sehingga Demokrat dapat dikatakan tidak memiliki tokoh. Situasi tersebut menyebabkan para Taipan Tionghoa mulai berpikir melakukan investasi di tempat lain, partai lain. Prabowo Subianto sebagai pucuk tertinggi Partai Gerindra mengetahui gejala gejala hijrahnya para Taipan Tionghoa ini. Peluang menggandeng para Taipan Tionghoa ini pun digarap Prabowo dalam ajang pemilihan gubernur DKI 1, melalui Ahok sebagai pilot project.18

Pada akhir 2011, Prabowo melakukan pembahasan dengan para Taipan Tionghoa untuk ajang DKI 1. Kesepakatan yang terjadi adalah para Taipan Tionghoa meminta Prabowo memberikan kandidat etnis Tionghoa untuk melindungi bisnis para Taipan Tionghoa di DKI, sedangkan jika proyek ini berhasil, Prabowo akan dapat dukungan para Taipan Tionghoa di pemilihan umum 2014. Sebab, para Taipan Tionghoa tahu, jika mereka meninggalkan Demokrat, maka harus ada yang mengamankan bisnisnya. Demikianlah Ahok masuk menjadi kandidat Pilkada DKI, untuk tujuan tersebut, mengamankan bisnis para Taipan Tionghoa.

18

http://politik.kompasiana.com/kesepakatan-rahasia-prabowo-dan-para - naga-untuk-ddukung-ahok-492596 diakses tanggal 3 November 2012naga-untuk-dukung-ahok-492596 diakses tanggal 3 November 2012.

55

BAB IV

SENTIMEN ETNIS DAN AGAMA DALAM PEMILIHAN KEPALA

Dokumen terkait