• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identitas etnis dalam pemilihan Kepala Daerah (studi pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identitas etnis dalam pemilihan Kepala Daerah (studi pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTITAS ETNIS DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH

(STUDI PEMILIHAN GUBERNUR DKI JAKARTA

TAHUN 2012)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Fikri Adrian

106033201173

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iii

ABSTRAK

Fikri Adrian

Identitas Etnis dalam Pemilihan Kepala Daerah

“Studi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta Tahun 2012”

Kepulauan Indonesia yang terdiri dari beragam etnis dan agama ini, sungguh merupakan suatu kekayaan tersendiri. Keanekaragaman budaya menghasilkan berbagai hasil budaya tingkat tinggi, seperti tarian, nyanyian, bangunan bersejarah, dan ciri khas budaya lainnya. Keanekaragaman itu menghasilkan sebuah identitas tersendiri bagi masyarakat dan wilayah. Dengan adanya identitas, pertalian dan kedekatan seseorang bisa bertambah, atau malah sebaliknya. Identitas bisa muncul melalui kesamaan etnis, ideologi, atau agama. Dalam percaturan politik di negeri ini, masalah identitas kerap dijadikan salah satu cara untuk menjelekkan atau menjatuhkan, lawan politiknya.

Otonomi daerah telah memberi tempat yang seluas - luasnya kepada etnis tertentu untuk menunjukkan identitas politiknya. Identitas politik etnis dibangun oleh elite dalam melakukan tindakan-tindakan yang terkait pada kepentingan wilayah etnis. Sebagian elite memandang etnisitas sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan, persaingan untuk memperoleh sumberdaya,menciptakan solidaritas dan kebersamaan,mengukuhkan dan memperkuat identitas,serta membedakan dengan kelompok etnik yang lain. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dan analisis melalui buku dan literatur lainnya. Studi ini menggambarkan partisipasi etnis dan preferensi pemilih dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2012. Identitas yang dikonstruksi oleh elite sangat jelas bertujuan untuk menjaga dan mengamankan kehormatan etnik, dalam hal ini etnik dijadikan sebagai sumber identitas masyarakat, khususnya pada etnis Jawa, Betawi dan Tionghoa. Studi ini memberikan pemahaman tentang perilaku elite yang mengatasnamakan etnis untuk mendapatkan kembali identitas yang dianggap terkubur. Etnisitas kenyataannya digunakan untuk kepentingan politik dan etnik, karena keduanya merupakan legitimasi untuk memperoleh identitas. Inti dari persepektif di atas menyebutkan bahwa identitas etnis adalah sesuatu yang muncul tidak secara alamiah, karena keberadaannya merupakan sumber politik sekaligus sebagai instrumen artikulasi politik demi kepentingan individu dan kelompoknya.Politik identitas adalah tindakan politis untuk mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok karena memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, jender, atau keagamaan..

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang selalu mencurahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada para hamba yang serius dalam urusan dunia dan akhiratnya. Sholawat dan salam tetap terlimpahkan untuk junjungan Nabi agung Muhammad SAW sebagai penebar cinta dan kasih sayang pada semua makhluk yang dinantikan syafa’atnya di hari kiamat nanti.

Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis berikan untuk kedua orang tua penulis, Bapak Firmansyah dan Ibu Yasmeini yang tak pernah lelah mendoakan dan memotivasi penulis selama ini dan seterusnya yang selalu sabar merawat dan membimbing penulis, semoga Allah SWT selalu menurunkan segala rahmat, ampunan dan syurga-nya untuk mereka di sini (dunia) dan di sana nanti (akhirat). Saudara penulis Aditya Ramadhan yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu menuntut ilmu.

Secara khusus penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. DR. Komarudin Hidayat. MA

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy, MA.

(7)

vi

4. Dosen Pembimbing sebelumnya Bapak Chaider Bamualim dan pembimbing berikutnya Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si atas bimbingannya dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Suryani, M.Si dan Ibu Haniah Hanafie, M.Si selaku penguji satu dan dua, terima kasih atas masukan dan sumbangsihnya dalam pengerjaan skripsi ini

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. Staf Akademik Fakultas yang selalu siap membantu mahasiswa.

7. Seluruh teman-teman yang tak pernah lelah untuk membantu dan memotivasi dalam menyelesaikan skrpisi (Agam, M. Thoriq, Aryo, Ridho Abdi Winahyu S.Sos, Ihwanuddin S. Sos, Eko, Anwar, Rifat , dll yang tak bisa disebutkan satu per satu)

Semoga segala bentuk bantuan dan kontribusi yang diberikan dinilai ibadah oleh Allah SWT, Jazakumullahu Khairal Jaza.Amiin

Jakarta, 7 Januari 2014

(8)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR BEBAS PLAGIARISME ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 13

C.Tujuan dan Manfaat ... 14

D. Tinjauan Pustaka ... 14

E. Metodologi Penelitian ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Etnisitas ... 18

1. Identitas Etnis... 23

B. Teori Politik Identitas ... 27

BAB III PROFIL DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DAN PELAKSANAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH A. Sejarah Daerah Khusus Ibukota Jakarta ... 30

B. Kondisi Geografis dan Demografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta 31

C. Kondisi Sosial Politik Daerah Khusus Ibukota Jakarta ... 34

D. Aspek Budaya Daerah Khusus Ibukota Jakarta ... 36

E. Pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta tahun 2012... 38

F. Sejarah dan Perkembangan Etnis Tionghoa di Daerah Khusus Ibukota Jakarta ... 43

(9)

viii

BAB IV SENTIMEN ETNIS DAN AGAMA DALAM PEMILIHAN

KEPALA DAERAH DKI JAKARTA TAHUN 2012

A. Sentimen Etnis dalam pemilihan gubernur Daerah Khusus Ibukota

Jakarta tahun 2012... 55

B. Sentimen Agama dalam pemilihan gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta tahun 2012... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan dan Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... viii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... Tabel.I.A. ... 8

Tabel.II.B ... 9

DAFTAR GAMBAR Gambar IV.1 ... 56

Gambar IV.2 ... 56

Gambar IV.3 ... 57

Gambar IV.4 ... 60

Gambar IV.5 ... 61

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemilihan kepala daerah adalah sebuah ajang demokrasi dalam rangka mencari pemimpin yang sah. Pemilihan kepala daerah merupakan perjalanan politik panjang yang diwarnai tarik menarik antara kepentingan elite dan kehendak publik, kepentingan pusat dan daerah, atau bahkan antara kepentingan nasional dan internasional.1 Dalam setiap pelaksanaan pemilihan kepala daerah, dari tahap awal hingga akhir, mulai saat pasangan kandidat melakukan deklarasi, pendaftaran, pemeriksaan kesehatan, penetapan calon, pengumuman harta kekayaan, pengambilan nomor urut, kampanye, pemaparan visi-misi, debat kandidat, minggu tenang hingga hari pencoblosan selalu saja ada dinamika yang berkembang, seperti isu suku, agama dan politisasi agama, kampanye negatif, kisruh daftar pemilih tetap.2

Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah salah satu daerah strategis dari kancah perpolitikan di Indonesia. Realitas bahwa daerah tersebut adalah pusat pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga pusat kegiatan ekonomi di Indonesia semakin menguatkan posisi Jakarta. Dalam kenyataannya, 70% perputaran uang di Indonesia berada di Jakarta. Dari segi

1

Joko J. Prihatmoko, pengantar Kacung Marijan: Mendemokratiskan Pemilu : dari sistem sampai elemen teknis (Yogyakarta: Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Wahid Hasyim Semarang, 2008), 157.

2

(11)

2

politis, kunci pemenangan Presiden Republik Indonesia selanjutnya juga terletak di daerah ini. Tak dapat dipungkiri lagi Jakarta menjadi idaman bagi banyak orang, mulai dari warga di daerah lain yang ingin merubah nasib, hingga para pejabat publik untuk mendapatkan kursi kekuasaan di Jakarta, termasuk yang paling strategis kursi DKI Jakarta 1. Sehingga pergantian pemimpin di Jakarta sebagai apresiasi rakyat untuk menyerahkan mandat untuk memimpin suatu daerah sangatlah penting untuk dicermati. Karena itu masyarakat perlu pembelajaran politik dan hal tersebut akan berjalan jika kontestan pemilukada memiliki kedewasaan politik yang mapan, karena demokrasi sangat menghormati perbedaan dan sangat melarang pemaksaan dan intimidasi.

Sejatinya pemilihan kepala daerah adalah sarana pendidikan politik bagi masyarakat agar dapat mengetahui bagaimana memilih pemimpin. Pemimpin diharapkan selain kharismatik juga harus mempunyai kecakapan, kemampuan, integritas, pengetahuan kepemimpinan, moralitas yang tinggi dan bertanggung jawab.3Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan salah satu kota di Asia yang masyarakat kelas menengahnya cukup besar. Pada Tahun 2009, 13% masyarakat Jakarta berpenghasilan di atas US$ 10000.4 Jakarta juga kota dengan tingkat keberagaman penduduk yang tinggi. Seluruh suku bangsa di Indonesia dapat ditemukan di Jakarta dan keberagaman agamanya juga cukup tinggi. Namun, selayaknya daerah megapolitan lain, kota yang berpenduduk di

3

H. A. W, Wijaya, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia : Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 tentang pemerintahan daerah (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007), 126.

4

(12)

3

atas 10 juta orang ini juka menyimpan masalah-masalah klasik kriminalitas, kemiskinan, permasalahan lahan, lemahnya interaksi sosial karena sifat warga Jakarta yang semakin individualistik dan tata ruang kota yang tidak terencana dengan baik juga turut memperparah kondisi daerah ini.

Dapat dikatakan kemenangan Jokowi dan Ahok, dan munculnya calon gubernur dari kalangan independen seperti Faisal Basri memberi pengaruh yang besar terhadap kehidupan politik dan pola partisipasi politik masyarakat di Daerah Khusus Ibukota Jakarta ini. Selain itu, faktor semakin meningkatnya kesadaran warga dalam berpolitik dan semakin berkembangnya jurnalisme warga di media-media sosial sangat mempengaruhi interaksi politik yang ada. Pada dasarnya, DKI Jakarta saat ini mulai mengalami pergeseran dari pola pemerintahan lokal berkembang menjadi pola pemerintahan demokrasi. Semakin berkembangnya informasi teknologi turut serta mendukung semakin kritisnya publik terhadap pemimpin mereka.

Sejak tahun 1965, dimulai oleh Brigjen. Dr. H. Sumarno Sastroatmodjo, yang menggantikan Henk Ngantung, Jakarta selalu dipimpin oleh militer.5 Sumarno digantikan oleh Letjen. TNI/KKO. Ali Sadikin, kemudian berturut-turut Letjen. TNI. Tjokropranolo, Letjen. TNI. Soeprapto, Letjen. TNI. Wiyogo Atmodarminto, Letjen.TNI. Soerjadi Soedirdja dan terakhir Letjen. TNI. Soetiyoso.

Pada tahun 2007, Fauzi Bowo yang menjadi Wakil Gubernur ketika Soetiyoso menjabat sebagai Gubernur, berhasil memenangkan pemilihan

5

(13)

4

Gubernur, mengungguli Mayjen. Pol. (Purn.) Adang Daradjatun.6 Yang menjadi Wakil Gubernurnya Bowo masih dari kalangan militer, yaitu Mayjen. TNI (Purn.) Priyanto. Ketika maju menjadi Calon Gubernur dalam pilkada 2012, Bowo masih didampingi oleh seorang militer, Mayjen.TNI. (Purn.) Nachrowi Ramli.

Dalam pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta putaran pertama, sejumlah petinggi militer masih ikut meramaikan pesta demokrasi di Jakarta tersebut. Tercatat selain Mayjen. TNI (Purn.) Nachrowi Ramli (Cawagub dari Fauzi Bowo) yang masuk ke putaran kedua, ada Mayjen.TNI (Purn.) Hendardji Soepandji (Cagub Independen), dan Letjen. TNI (Purn.) Nono Sampono (Cawagub dari Alex Nurdin).

Sejarah baru yang tercatat dengan kemenangan Jokowi-Ahok di putaran kedua pada 20 September 2012 lalu, untuk pertama kalinya sejak tahun 1965 gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jokowi maupun Ahok tidak mempunyai latar belakang militer.

Hal yang patut dicermati, kemenangan Jokowi-Ahok juga menjadi sebuah bukti kemenangan masyarakat DKI Jakarta. Karena pola pemenangan gubernur-gubernur Jakarta sebelumnya sangat identik dengan peta kekuatan partai politik. Pada kenyataannya, Jokowi dan Ahok hanya didukung oleh dua parpol di Jakarta, yaitu PDIP dan Gerindra. Sebaliknya, Foke didukung oleh partai-parta penguasa di pemerintah pusat, yaitu : Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PPP dan Hanura.

6

(14)

5

Partai Politik ternyata tidak lagi efektif menjadi basis massa dan basis ideologis dari masyarakat Jakarta. Pada akhirnya, Jokowi-Ahok memperoleh kemenangan di angka 54 % dan Foke hanya 46%.7 Jika dilihat dari posisi di dalam parpol pun seharusnya Fauzi Bowo yang menjadi Dewan Pembina Partai Demokrat dan Nachrowi Ramli yang menjadi ketua Partai Demokrat di DKI Jakarta seharusnya lebih diuntungkan, mengingat Partai Demokrat pada pemilu 2009 lalu memperoleh 30% suara di DKI Jakarta.

Pemilihan gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta lalu akan menjadi titik balik perubahan pola hubungan situasi perpolitikan. Masyarakat yang tadinya mayoritas bersifat pasif akan bersikap lebih aktif dalam menuntut hak-haknya dan berpartisipasi dalam kebijakan-kebijakan publik.

Untuk itu gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta mempunyai tanggung jawab yang cukup berat, terlebih lagi bagi masyarakat Jakarta yang memberikan hak suaranya melalui pemilihan kepala daerah secara langsung, tentu berharap perubahan yang mendasar di Jakarta dan momen pemilihan kepala daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta tahun 2012 ini diharapkan menjadi barometer demokrasi di Indonesia.

Pada pemilihan Gubernur Jakarta tahun 2012 tahap 1 tanggal 11 Juli 2012 ini diikuti oleh 6 peserta yaitu,no urut (1) Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli, no urut (2) Hendardji Soepandji - Ahmad Riza Patria, no urut (3) Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama, no urut (4) Hidayat Nur Wahid - Didik J Rachbini , no urut (5) Faisal Basri - Biem Benyamin, no urut (6) Alex Noerdin - Nono

7

(15)

6

Sampono sedangkan pada putaran kedua tanggal 20 September diikuti oleh pasangan Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli dan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama.8

Dan pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang diikuti oleh dua pasangan Cagub/Cawagub Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama tersebut digelar serentak di seluruh wilayah Jakarta dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) 6.996.951 pemilih.9

Pemilihan Kepala Daerah DKI tahun 2012 Jakarta ini sangat menarik untuk dicermati, terutama jika dikaitkan dengan perkembangan kehidupan demokrasi, khususnya menyangkut kredibilitas kedua kandidat pemilihan kepala daerah DKI Jakarta tahun 2012 putaran kedua. Dalam pilkada ini para pemilih dihadapkan pada dua perspektif yang berbeda, yakni pertarungan antara kenyataan dan harapan. Ketercapaian unjuk kerja kandidat incumbent Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli diposisikan sebagai suatu pengalaman yang dijadikan kekuatan, sementara kandidat lain Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama melontarkan gagasan penuh harapan berupa perubahan Jakarta menjadi lebih baik.

Dinamika politik yang terjadi di Indonesia diawali dengan runtuhnya orde baru yang otoriter berubah menjadi sistem politik demokratis, pada saat itu terjadi interaksi antara kekuatan eks orde baru dengan kekuatan baru yakni kelompok reformasi dalam perubahan politik di tingkat nasional yang

8

www. kpujakarta.go.id, kandidat Pilkada DKI Jakarta 2012 diakses tanggal 1 November 2012.

9

(16)

7

kemudian turut pula mempengaruhi perubahan politik di tingkat lokal, dimana sistem pemerintahan sentralisasi berubah menjadi desentralisasi dengan dikeluarkannya Undang-Undang NO. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Otonomi Daerah) Pasal 56 jo Pasal119 dan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang membuka peluang seluas-luasnya kepada rakyat untuk mewujudkan aspirasi daerah dengan memiliki pemimpin lokal yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan kepala daerah secara langsung. Desentralisasi bertujuan agar pemerintah daerah mengalami proses pemberdayaan yang signifikan dan bertanggung jawab dengan tidak lagi dibawah dominasi pemerintah pusat, pemerintah pusat hanya berperan melakukan supervisi, memantau, mengawas dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah.10Dalam bidang politik, otonomi daerah adalah hasil dari kebijakan desentralisasi dan demokratisasi, maka harus dipahami sebagai suatu proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan penyelenggaraan pemerintahan yang tanggap terhadap kepentingan masyarakat dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada azas pertanggungjawaban publik.11

Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah diatur melalui Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Otonomi Daerah), yang merupakan

10

Ryaas Rasyid, Desentralisasi & Otonomi Daerah, (Jakarta: LIPI Press, 2005), 8-9.

11

(17)

8

Tidak bisa dipungkiri lagi pemilihan kepala daerah secara langsung sangat erat kaitannya dengan partisipasi politik masyarakatnya dalam memberikan dukungan suara kepada partai politik dan kandidat yang ada. Pemilihan kepala daerah secara langsung ini akan menggambarkan perilaku politik dari masing-masing pemilih.

Perilaku politik adalah tindakan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam kegiatan politik.12 Dalam pembentukan perilaku politik seseorang salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan ini bisa termasuk juga lingkungan etnis seseorang itu dibesarkan. Lebih lanjut lagi jika menggunakan pendekatan struktural untuk mempelajari perilaku politik seseorang akan dikaitkan dengan suku atau etnisitasnya. Hal ini juga tidak terlepas dari budaya politik yang dianut oleh etnis tertentu, sehingga untuk mengetahui perilaku politik seseorang terlebih dahulu harus diketahui sejauh mana tingkat orientasi seseorang terhadap sistem politiknya dengan kata lain perilaku politik seseorang dapat dipahami melalui budaya politiknya.

12 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT.Grasindo, 1992), 167. Tabel.I.A.

Jumlah Suku Bangsa Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2010.

Etnis Jakarta

(18)

9

Dengan persentase penduduk seperti di atas, tentunya menjadi penting untuk masing-masing calon untuk menyiapkan strategi dalam mengambil simpati masyarakat. Dari berbagai pemberitaan tentang pemilihan kepala daerah DKI Jakarta tahun 2012 ini, dapat dilihat fenomena yang menarik dan dianggap fenomenal karena dilakukan secara berkelanjutan, massif dan mendapat sorotan yang luas dari berbagai komponen masyarakat, salah satunya ialah sentimen etnis dan agama pada pemilihan kepala daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta tahun 2012 lalu.

Bercermin dari data diatas diketahui bahwa mayoritas penduduk di Jakarta adalah Jawa dan menganut agama islam tentunya menjadi. Sorotan yang tajam tertuju pada pasangan Joko Wi, yaitu Ahok yang berasal dari etnis Tionghoa dan beragama kristen. Seperti ramai diberitakan media massa, isu rasialisme makin menyeruak menjelang putaran kedua pemilihan kepala daerah

Tabel II.A.

Jumlah Penduduk menurut Agama dan Kepercayaan, Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2012.

ISLAM 857.609 1.262.516 1.643.734 1.869.682 2.434.612 23.115 8.091.268 82,93

PROTESTAN 105.354 174.340 233.211 110.310 229.275 12 852.502 8,74

JUMLAH 1.060.607 1.644.180 2.213.636 2.051.704 2.763.688 23.129 9.756.944 100,00

(19)

10

di Daerah Khusus Ibukota Jakarta tahun 2012.Tahapan menuju kursi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta kian panas. Para calon pemilih di putaran kedua pemilihan umum kepala daerah mendapat hasutan untuk tak memilih pasangan dengan suku dan agama tertentu.13 Hasutan beredar lewat selebaran, situs-situs jejaring sosial, forum-forum internet, dan pesan berantai lewat telepon seluler. Pemilih mendapat hasutan agar tak memilih orang non-Jakarta, apalagi berasal dari agama dan etnis tertentu, dalam hal ini etnis tionghoa. Ditambah lagi karena adanya faktor kebencian terhadap etnis Tionghoa yang sengaja ditiupkan oleh pihak pihak tertentu.14

Seperti yang kita ketahui diskriminasi dan kekerasan terhadap orang-orang keturunan Tionghoa di Indonesia telah dicatat setidaknya sejak tahun 1740, ketika Pemerintah Kolonial Belanda membunuh sampai dengan 10.000 orang keturunan Tionghoa selama peristiwa Geger Pacinan.15 Kejadian terburuk terjadi pada tahun 1998, ketika ratusan orang Tionghoa tewas dan puluhan lainnya diperkosa selama kerusuhan Mei 1998. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah dampak kekuasaan mereka dalam bidang ekonomi terhadap politik dan masa depan Indonesia khususnya di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Secara formal, sebagian besar warga Cina memang tak peduli urusan politik, tapi ketidakpeduliannya justru menjadikan mereka leluasa, termasuk menjadi cukong dan investor politik. Dari sinilah kekuasaannya

(20)

11

makin menggurita dan membuat segan banyak pihak. Dan hal tersebut menjadi sorotan tajam dalam pemilihan kepala daerah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta 2012.

Beberapa gambaran isu sentimen etnis dalam pemilihan kepala daerah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta tahun 2012 ini dalam menjaring pemilih telah diukur dalam berbagai lembaga survey.

Salah satunya exit poll yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Cosulting (SMRC) berdasarkan suku, ras, survei yang digelar Saiful Mujani Research and Consulting pada 20 September 2012 menemukan hanya etnis Betawi yang mayoritas memilih pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (75,1 persen), namun etnis-etnis lain sebagian besar memilih pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama dan Etnis Jawa, 63,3 persen memilih Jokowi-Ahok. Kemudian 50,5 persen etnis Sunda juga memilih pasangan yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerakan Indonesia Raya ini. Paling tinggi, 92,5 persen etnis China dan 93,1 persen etnis Batak memilih Jokowi-Ahok kemudian 74,1 persen etnis Minang juga pilih Jokowi-Ahok, sementara mayoritas etnis-etnis lain (76,3 persen) juga memilih pasangan Joko Wi-Ahok.16

Indonesia adalah negara yang terdiri dari multi identitas dan etnisitas, politik perbedaan tumbuh subur dan memicu munculnya perjuangan kelompok atau golongan yang terpinggirkan yang mencoba eksis dan bertahan. Dapat dipahami pertumbuhan masyarakat di suatu tempat menggambarkan bahwa

16 http://metro.news.viva.co.id

(21)

12

semakin kompleksnya masyarakat, di satu sisi juga memperlihatkan adanya persaingan yang semakin ketat dari yang lainnya, kebutuhan yang semakin banyak jumlah ragamnya telah meningkatkan keperluan dan kesabaran berorganisasi masyarakat Indonesia.17 Dalam konstelasi politik di Indonesia terkadang muncul kekerasan dalam interaksi antaretnis, apalagi menyangkut aspek kepemimpinan, perebutan kekuasaan, yang merupakan sifat egois masing-masing identitas etnis. Sebagai contoh adalah ketika terjadinya perubahan oleh reformasi politik yang kemudian memunculkan ketegangan etnis dalam pemilihan kepala daerah.

Dalam kontek demokrasi lokal seperti pemilihan kepala daerah untuk pemilihan gubernur yang dilaksanakan di daerah, maka pemilih lebih cenderung memilih kandidat yang berasal dari etnis yang sama artinya etnis dari kandidat yang ada akan mempengaruhi pilihan pemilih. Slogan yang sering didengungkan separti putra daerah menjadi isu yang sering mewarnai kampanye para kandidat. Dalam menggalang solidaritas etnis dalam pemilihan kepala daerah, peranan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama serta organisasi sosial masyarakat sangat signifikan perannya sebagai suatu gerakan kepentingan politik mereka, simbol simbol dan berbagai atribut etnis dijadikan obyek kepentingan politik. Banyak etnis di Indonesia dengan sendirinya akan melahirkan berbagai organisasi yang bersifat primordial atau kesukuan dan atas dasar persamaan keyakinan dan bertujuan menjalin kekerabatan diantara para anggotanya. Organisasi tersebut sebagai wadah untuk menyatukan para

(22)

13

anggota khususnya di DKI Jakarta seperti ormas betawi seperti FBR dan organisasi massa etnis tionghoa.

Etnisitas menjadi isu yang hangat dalam pemilihan gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta 2012 karena ada keyakinan di benak para kandidat atau tim suksesnya bahwa cara termudah dan paling efektif menarik hati orang untuk memilih seorang kandidat adalah dengan cara membangkitkan ikatan emosional pemilih pada calon. Ikatan emosional mana yang bisa melebihi kecintaan seseorang pada identitas primordialnya seperti suku, agama, ras, dan golongan atau komunitas diantara semua identitas ini, suku-agama dan ras menjadi identitas yang paling kuat sehingga mudah menyulut emosi dan dapat dimobilisasi. Dalam ras, agama dan etnisitas ada stigmatisasi dan pelabelan yang pada akhirnya akan berujung pada kebencian, kecurigaan, kecemburuan sosial, inklusi dan eksklusi. Oleh karena itu peran pemilih pada pemilihan gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta 2012 sangat erat kaitannya dengan identitas etnis.

B. Pertanyaan Penelitian

(23)

14 C. Tujuan dan Manfaat

Secara umum, karya ilmiah ini bertujuan untuk untuk mengetahui perilaku politik dari etnis tertentu dalam hubungannya dengan preferensi calon kepala daerahnya, sekaligus untuk melihat pola-pola mobilisasi etnis dalam pemilihan Gubernur secara langsung di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta 2012. Melalui analisis ini diharapkan dapat menjadi sebuah parameter perilaku antar etnis dalam ajang pemilihan gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta 2012. Tujuan teoritis dalam penelitian ini adalah untuk mengembangkan serta memperkaya studi ilmu politik dalam bidang etnisitas dan menjadi referensi bagi pemilih.

Manfaat akademis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan bagi penelitian selanjutnya sehingga mampu memberikan hasil yang lebih berkualitas tentang identitas etnis dan politik identitas dalam pemilihan Gubernur Jakarta 2012. Sedangkan untuk manfaat kritik sosial, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemilih agar memilih pemimpin berdasar kapasitasnya. Dengan sadarnya masyarakat tentang etnisitas, konflik etnis di Indonesia pada umumnya dan Jakarta pada khususnya,dalam ajang pemilihan kepala daerah bisa diminimalisir.

D. Tinjauan Pustaka

(24)

15

Sebuah karya ilmiah setidaknya membutuhkan acuan yang menopang karya ilmiah yang sedang dikerjakannya. Penulis telah melakukan beberapa penelusuran dan menemukan beberapa penelitian dengan mengangkat topik mengenai peran politik etnis dan identitas etnis dalam Pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Terdapat beberapa penelitian terdahulu mengenai identitas etnis yang menurut penulis paling mendekati fokus. Adalah Skripsi yang berjudul Etnis Betawi Dalam Politik (Studi Tentang Peran Forkabi Dalam Pilkada DKI Jakarta 2007) karya Ahmad Rikih mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang menguraikan tentang peran organisasi massa kedaerahan, dalam hal ini Forkabi dan FBR yang sangat erat kaitannya dengan pemilihan kepala daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta tahun 2007.

E. Metodologi Penelitian

E.1 Tipe Penelitian

(25)

16

E.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian tentunya penulis akan membutuhkan data pendukung sebagai bahan penelitian atau penulisannya, untuk itu dalam hal ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Dokumentasi18, adalah mencari atau mengumpulkan data mengenai hal-hal atau masalah yang akan diteliti melalui literatur buku, catatan, transkrip, surat kabar, majalah, agenda, internet, dan bisa saja dari notulen rapat.

E.3 Teknik Analisis

Analisis jika diartikan secara harfiah berarti uraian, namun yang dimaksud analisis dalam hal ini adalah suatu bahasan dengan cara mengolah data, kemudian memberikan interprestasi terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun. Dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan adalah

deskriptif analisis, yakni pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telah terkumpul dan tersusun dengan cara memberikan interprestasi terhadap data tersebut. Dengan menggunakan teknik deskriptif analisis penulis berharap agar dapat memberikan gambaran yang sistematis, faktual, dan komprehensif mengenai mobilisasi etnis dalam pemilihan Gubernur Daerah Khusus Ibukota( DKI) Jakarta 2012.

Sebagai pedoman penulisan skripsi, penulis menggunakan buku Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan Skripsi 2012, yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

18

(26)

17 F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulis dalam menyusun skripsi ini, maka penulis akan menguraikan secara singkat dari sistematika pembahasan dalam susunan penulisan skripsi ini. Sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut : Bab I penulisan skripsi ini terdiri dari latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II penulisan skripsi ini berdasarkan teori etnisitas dan politik identitas.

Bab III penulisan skripsi ini menjelaskan profil wilayah DKI Jakarta termasuk kondisi demografis dan geografis serta pelaksanaan pemilihan Gubernur Jakarta tahun 2012.

Bab IV membahas mengenai sentimen etnis dan agama, dan dampaknya terhadap pemilih dalam pemilihan Gubernur Jakarta 2012.

(27)

18

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Etnisitas

Sejarah Indonesia ditandai dengan adanya keragaman adat dan etnis dalam konteks persatuan sehingga konsepsi ini menjadi model bagaimana etnisitas menjadi penanda pluralitas, namun dibingkai dalam semangat persatuan. Dari sejumlah golongan etnis (suku bangsa) yang beragam secara umum bangsa Indonesia terbagi dalam dua golongan besar, yakni golongan etnis pribumi dan golongan etnis pendatang atau dalam hal ini etnis cina.1

Tapi dalam kenyataannya isu etnis sebagai komoditas politik masih kerap terjadi. Keanekaragaman etnis di Indonesia dengan karakteristiknya masing-masing berpengaruh dalam menentukan persepsi yang berbeda terhadap permasalahan sosial dan politik yang terjadi. Secara teoritis, etnis dapat menjadi persoalan yang serius dalam pemilihan kepala daerah. Upaya politisasi dengan maksud menyamakan persepsi anggota atau perkumpulan sesama etnis, dengan memakai baju etnisitas bisa menjadi sumber masalah.

Sebagai sebuah Negara bangsa, Indonesia seakan-akan terkotak - kotak dalam kedaerahan. Semangat primordialisme di daerah muncul dan berkembang. Hal itu terjadi karena terpendamnya semangat nasionalisme selama hampir 40 tahun, sejak pemerintah Orde Baru berkuasa. Ketika

1

Prihartanti, Nanik dkk, Jurnal Penelitian Humaniora, Mengurai Akar Kekerasan Etnis pada

(28)

19

reformasi bergulir, isu etnisitas muncul dan menguat, bahkan cenderung meluas ditengah masyarakat yang majemuk di Indonesia.

Etnis menurut Frederich Barth menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya.2

Lalu menurut John M. Echols, suku bangsa atau etnis adalah segolongan rakyat yang masih dianggap mempunyai hubungan biologis.3

Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa etnis adalah sekumpulan manusia yang memiliki kesamaan ras, adat, agama, bahasa, keturunan dan memiliki sejarah yang sama sehingga mereka memiliki keterikatan sosial sehingga mampu menciptakan sebuah sistem budaya dan mereka terikat didalamnya. Etnisitas juga mengandung makna luas dan sempit. Dalam arti luas, etnisitas dicirikan dengan kesamaan karakteristik budaya dan ciri-ciri fisik. Dalam arti sempit, etnisitas dibatasi kepada karateristik dan perbedaan budaya. Dapat diinterpretasikan bahwa, etnisitas dalam arti luas dapat menimbulkan masalah, karena menyandarkan terutama kepada ciri - ciri fisik yang dapat dibedakan sebagai penanda keanggotaan anggota kelompok, dan meminimalkan proses psikologis dan budaya yang dipercayai memiliki peran penting dalam keanggotaan kelompok etnis.4

2

Frederik Barth, Kelompok Etnik dan Batasannya (edisi bahasa Indonesia), merupakan terjemahan dari Ethnic Group in Boundaries, diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Nining I. Susilo, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1988), 11.

3

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia-Inggris, (Jakarta: PT.

Gramedia,1992), cet.3, 161. 4

Cokley Awad dan Heppner, dkk, Research Designin Counseling, Chapter 15, Belmont:

(29)

20

Dewasa ini, etnisitas menjadi aspek yang penting dalam hubungan politik. Pada dasarnya, istilah ini muncul karena menyangkut gagasan tentang pembedaan, dikotomi kami dan mereka dan pembedaan terhadap dasar asal usul, dan karakteristik budaya. Dari perspektif politik, etnisitas berkaitan dengan nasionalisme. Kehidupan politik suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh etnisitas dan demikian pula sebaliknya etnisitas dapat mempengaruhi kehidupan politik.

Syarat kemunculan etnisitas adalah kelompok tersebut sedikitnya paling tidak telah menjalin hubungan, kontak dengan kelompok etnis yang lain dan masing masing menerima gagasan dan ide ide perbedaan di antara mereka, baik secara kultural maupun politik. Dengan kata lain, etnisitas muncul dalam kerangka hubungan relasional, dalam interaksinya dengan dunia luar dan komunitas kelompoknya.

Indonesia adalah suatu negara yang berbentuk multi budaya, multi etnis, agama, ras, dan multi golongan.5 Dan terdapat kesetiaan etnis (ethnic loyalty) yang relatif tinggi, mengabaikan faktor etnis dapat menimbulkan kesalahpahaman mengenai politik di Indonesia. Maka dapat dikatakan hal diatas menunjukan adanya pengaruh etnisitas terhadap perilaku politik seseorang.

Ada tiga pendekatan utama dalam melihat fenomena etnisitas ini, yang pertama adalah pendekatan primordialisme. Primordialisme melihat fenomena

Asli: Conceptual And Methodological Issues Related Tomulticultural Research) Thomson Brooks/Cole Disarikan oleh: Sunardi, (PLB FIP Universitas Pendidikan Indonesia, 2008), 2

5

(30)

21

etnis dalam ketegori-kategori sosio-biologis, pendekatan ini umumnya beranggapan bahwa kelompok-kelompok sosial dikarakteristikkan oleh gambaran seperti kewilayahan, agama, kebudayaan, bahasa, dan organisasi sosial yang memang disadari secara objektif sebagai hal yang “given”, dari sananya, dan tak bisa dibantah.6 Yang kedua adalah pendekatan transaksionalisme. Pandangan transaksionalisme melihat kelompok etnis sebagai suatu unit yang ditentukan batas-batas sosialnya.7 Yang ketiga ialah pendekatan intrumentalisme. Instrumentalisme lebih menaruh perhatian pada proses manipulasi dan mobilisasi politik manakala kelompok-kelompok sosial tersebut tersusun atas dasar atribut-atribut awal etnisitas seperti kebangsaan, agama, ras, dan bahasa.8

Dalam kajian antropologi, Frederik Barth mengasumsikan bahwa etnis adalah populasi yang 1) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan, 2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, 3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, 4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dengan kelompok populasi lain.9

Etnisitas semakin menguat dan memperoleh tempatnya dalam dinamika politik lokal di Indonesia seiring dengan penerapan sistem desentralisasi pasca tumbangnya Orde Baru Tahun 1998. Dalam perkembangan di Indonesia

6

H. A. R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), 6.

7

H. A. R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia, 7. 8

H. A. R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia, 7.

9

(31)

22

etnisitas telah mengalami proses pemanipulasian oleh elite dan dijadikan instrumen perjuangan politik dan budaya untuk memperebutkan kekuasaan. Di tingkat lokal terutama pada masyarakat dimana sistem primordial etnis masih kuat berpengaruh, identitas etnis masih menjadi daya tawar yang menarik.10 Ada tiga sumber kekuatan etnis yang diangggap dominan yaitu agama, suku, dan adat. Tiga kekuatan etnisitas tersebut kemudian menjadi rebutan untuk menguatkan posisi elit politik dengan berbagai macam cara. Kekuatan dari ketiga aspek identitas tersebut seringkali dieksploitasi untuk kekuasaan dan keuntungan elite politik itu sendiri.

Kekuatan-kekuatan primordial di tingkat lokal telah menjelma menjadi kekuatan politik yang terus direproduksi dan dimainkan oleh elite sehingga mampu mempengaruhi aktivitas politik di tingkat lokal. Kekhawatiran ini menjadi beralasan ketika hampir semua daerah di Indonesia ditandai dengan struktur masyarakat yang majemuk yang berpotensi bagi munculnya sentimen-sentimen etnis dalam kehidupan politik lokal. Sentimen lokal yang sangat kuat dapat mengarah pada munculnya konflik horisontal yang bersifat primordial.11

Dalam bentuk yang lebih konkret, konflik primordial ini dapat berupa diskriminasi terhadap kelompok primordial yang jumlahnya lebih sedikit bahkan dapat juga mengarah pada berkembangnya etnosentrisme atau semangat kedaerahan yang berlebihan. Kasus-kasus pemilihan kepala daerah

mengungkapkan semakin meluasnya penggunaan istilah “putra daerah” sebagai

10

Seminar Internasional ke IX yang mengambil topik Politik Identitas: Agama, Etnisitas, dan Ruang/Space dalam Dinamika Politik Lokal di Indonesia dan Asia Tenggara, diselenggarakan sejak tanggal 15 sampai 17 Juli 2008, di Kampung Percik Salatiga diakses tanggal 3 November 2012.

11

(32)

23

parameter etnisitas yang seringkali tidak diimbangi dengan pertimbangan profesionalisme dan prinsip persamaan hak bagi setiap komponen masyarakat lokal untuk berkompetisi dalam rekrutmen politik maupun rekrutmen birokrasi.12

A.1. Identitas Etnis

Identitas berasal dari Bahasa Inggris, yakni “Identity” yang berarti ciri

-ciri, tanda-tanda atau jati diri. Ciri-ciri ini dapat berupa ciri-ciri fisik maupun nonfisik. Sebagai jati diri, identitas memiliki dua pengertian. Pertama, merujuk pada sesuatu yang melekat dalam diri seseorang. Kedua, merupakan surat keterangan atau riwayat hidup seseorang. Identitas didapat melalui dua sumber, yakni aturan-aturan sosial yang menjelaskan definisi dari tingkah laku tertentu dan sejarah hidup seseorang. Identitas dapat diketahui dengan cara melakukan interaksi dengan orang lain. Interaksi ini menjadi jalan bagi seseorang untuk mendapat pengakuan atas identitasnya dan penentu diterima atau tidaknya seseorang dalam suatu golongan. Hank Johnston, Enrique Larana dan Joseph R. Gusfied (1994) menyatakan bahwa identitas terbagi menjadi identitas individu dan identitas kolektif.13

1. Identitas Individu

Individu merupakan makhluk yang independen ke dalam dirinya. Identitas individu berkaitan dengan siapa dan diakui sebagai apa seseorang dalam masyarakat terlepas dari ketergantungannya dengan orang lain. Ketika bergabung dalam suatu komunitas sosial, seseorang bisa memiliki

12

Mariana Dede, Demokrasi dan Politik Desentralisasi,85.

13

(33)

24

satu bahkan lebih identitas individu. Identitas ini diperoleh sejak lahir dan melalui interaksi dengan sesamanya.

2. Identitas Kolektif

Identitas ini muncul akibat adanya interaksi yang terjadi antar individu di dalamnya. Identitas kolektif dinilai dari kesungguhan individu dalam menjalin kerjasama dan membangun kedekatan antar sesama.

Identitas muncul dan ada dalam suatu interaksi yang dilakukan oleh sesama individu, sesama kelompok dan lain sebagainya. Keberadaan akan identitas seseorang akan diakui ketika seseorang melakukan interaksi dengan sesamanya. Seseorang memerlukan identitas sebagai pengakuan jatidiri atas drinya. Identitas diri seseorang memungkinkannya terletak pada satu posisi yang sesuai untuk menjalankan peranannya dalam masyarakat. Dalam menyandang identitas, seseorang butuh atribut identitas. Atribut ini yang memberikan corak dan nantinya akan menjadikan seseorang mampu hidup dan berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan peranannya. Atribut identitas utamanya dilihat secara fisik dan secara non-fisik.

(34)

25

Agama, 3) Kebudayaan, 4) Bahasa. Dalam bahasan ini penulis fokus pada unsur suku bangsa dan agama :

1. Suku bangsa

Suku bangsa sebagai unsur pembentuk identitas non fisik adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir).14 Kekhususan dari suku bangsa dari sebuah golongan sosial ditandai oleh ciri-cirinya, yaitu didapat begitu saja bersama dengan kelahirannya, muncul dalam interaksi berdasarkan atas adanya pengakuan oleh warga suku bangsa yang bersangkutan dan diakui oleh suku bangsa lainnya.

Kesetiaan etnis atau suku di Indonesia masih tampak signifikan dan mengabaikan faktor ini dapat menimbulkan kesalah pahaman mengenai politik di Indonesia. Maka dapat dikatakan hal di atas menunjukkan adanya pengaruh kesukuan atau etnis terhadap perilaku politik seseorang.

2. Agama

Agama adalah unsur pembentuk identitas non fisik. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama resmi negara. Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.

14

(35)

26

Agama memang tidak secara langsung mencetuskan kekerasan, namun agama dapat berperan dalam membentuk jati diri yang berpengaruh pada konsep diri dan mewarnai pola perilaku dan relasi yang menumbuhkan perasaan negatif dan memicu kekerasan.

Dari pendapat diatas, dapat diketahui bahwa identitas etnis seseorang ternyata tidak berhenti ketika seseorang itu ditasbihkan sebagai anggota etnis tertentu melalui bukti darah/garis keturunan. Identitas terbentuk melalui sosialisasi, baik dalam keluarga maupun masyarakat lingkungannya. Misalnya, seorang yang terlahir sebagai keturunan Jawa, misalnya, tidak akan merasa memiliki identitas etnis Jawa jika sebelumnya tidak ada sosialisasi identitas terhadapnya. Faktor utama yang mendorong terbentuknya identitas etnis adalah adanya kesamaan-kesamaan besar (seperti pengalaman, latar belakang, adat-istiadat, bahasa, dan perilaku) antar anggota kelompok etnis yang terbentuk melalui sebuah proses sosialisasi. Kesamaan-kesamaan itu pada awalnya akan menumbuhkan perasaan seidentitas dan pada akhirnya akan menumbuhkan pula kesadaran bahwa mereka adalah kelompok yang berbeda dengan kelompok lain. Dengan kata lain, terbentuknya identitas etnis ternyata juga memerlukan kehadiran entitas atau etnis lain sebagai komparasi dan penegas identitas etnis yang bersangkutan.

(36)

27

kelompok lain mungkin tidak akan menyadari bahwa mereka memiliki kesamaan-kesamaan yang besar. Hanya dengan interaksi dengan kelompok lain identitas etnis mereka terbangun, dan semakin intens interaksi itu, semakin berkembang pula identitas etnisnya.

B. Teori Politik Identitas

Dalam dinamika politik di negeri ini, masalah identitas kerap dijadikan salah satu cara untuk menjatuhkan lawan politiknya. Identitas muncul ketika kita lahir. Seorang anak dari bapak Jawa dan Ibu Jawa, maka ia akan menyandang identitas sebagai suku Jawa. Ketika ia lahir dari seorang ayah Tionghoa dan ibu Tionghoa, secara otomatis ia akan mendapatkan identitas sebagai etnis Tionghoa dan ketika seseorang lahir dari ayah dan ibu seorang pemeluk agama Islam, seorang anak akan langsung mendapat identitas sebagai pemeluk agama Islam. Sama juga ketika dia lahir dari pasangan Kristen, secara identitas ia akan menjadi seorang penganut agama Kristen. Dengan kata lain secara sederhana, yang dimaksud identitas adalah karakteristik esensial yang menjadi basis pengenalan dari sesuatu hal. Ini adalah definisi umum yang sederhana mengenai identitas.

Sementara Klaus Von Beyme menganalisis karakter gerakan politik identitas dalam beberapa tahap perkembangannya mulai dari tahap:

(37)

28 dipelopori oleh para pemimpin.15

B. Modern: gerakan muncul dengan adanya pendekatan kondisional, keterpecahan membutuhkan sumber sumber untuk dimobilisasi. Terjadi keseimbangan mobilisasi dari atas dan partisipasi bawah,peran pemimpin tak lagi dominan dan tujuan akhirnya adalah pembagian kekuasaan. C. Post modern: gerakan muncul dari dinamika gerakan itu sendiri, protes

lahir dari atas berbagai macam kesempatan individual tidak ada satu kelompok yang dominan.

Selanjutnya Politik Identitas dapat dimaknai sebagai tindakan politis untuk mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok karena memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, yang berdasar ras, etnisitas, jender, atau keagamaan. Bahasan utama politik identitas adalah ide perbedaan, misal tentang ideologi, ras, agama, kepercayaan, bahasa, dll. Studi ini mulai diwacanakan pada simposium di Wina, Swiss, 1994.16 Berikut ini dua jenis aliran politik identitas:17

Anglophone fokus pada masalah hak dan klaim penduduk asli, pribumi (indigenous people), penganutnya antara lain negara Australia, New Zealand, Kanada.

Anglo-american fokus pada masalah pembangunan seperti gelombang imigrasi, keberadaan kelompok-kelompok religius di masyarakat, pengaruh

15

Abdillah Ubed, Politik Identitas Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa Identitas, (Magelang Indonesiatera, 2002), 17.

16

xa.yimg.com/kq/groups/.../Pertemuan+ke-7,+politik+identitas.ppt hal 2 diakses tanggal 3 November 2012

17

(38)

29

budaya, sosial akibat munculnya gerakan perempuan, gay perdebatan tentang kemerosotan civic culture dan bangkitnya anti-politik.

Yang mesti dipahami bahwa politik identitas bukanlah politik dalam makna tradisional saja. Politik identitas fokus perhatiannya ialah perbedaan identitas yang meliputi etnik, agama, dan hal lain yang dipakai untuk menghimpun orang atas dasar kesamaan yang dimiliki.

(39)

30

BAB III

PROFIL DKI JAKARTA DAN PELAKSANAAN PILKADA

A. Sejarah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta

Sejarah Jakarta dimulai sekitar 500 tahun yang lalu, berawal dari sebuah bandar kecil di daerah sungai Ciliwung.1 Kota ini belum bernama Jakarta saat itu, namun sudah dikenal selama berabad-abad sebagai pusat perdagangan lokal dan internasional yang sangat ramai. Menurut laporan penulis Eropa, pada abad-16 ketika orang eropa (Portugis) datang ke nusantara ini menyebutkan, ada sebuah kota bernama Kalapa, yang menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu bernama Sunda, yang beribukota Padjajaran dan terletak sekitar 40 kilometer di kota Bogor sekarang ini.2 Ketika pertama kali datang ke kota kalapa ini, rombongan besar orang-orang eropa (Portugis) diserang oleh seorang pemuda yang bernama Fatahillah. Pemuda ini berasal dari kerajaan yang berkuasa didaerah Kalapa kemudian merubah sebutan Sunda dan Kalapa (Sunda Kelapa) menjadi Jayakarta yang

mempunyai arti „Kemenangan yang tercapaipada tanggal 22 Juni 1527. Peristiwa tersebut yang pada akhirnya menjadi sejarah kelahiran kota jakarta setiap tahunnya.

Sejalan dengan berjalannya waktu, Belanda masuk dan menguasai nusantara pada abad-16 juga turut menguasai Jayakarta pada masa itu

1

http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/31/dki-jakarta diakses tanggal 12 November 2012.

2

(40)

31

sehingga nama Jayakarta diubah menjadi Batavia. Pemberian nama Batavia oleh orang belanda didasari dengan adanya kemiripan di negeri Belanda yang pada masa itu masih terdapat banyak rawa-rawa. Orang belanda mulai membangun kanal - kanal, bendungan dan pengairan untuk melindungi Batavia dari bencana banjir. Mereka juga membangun balai kota sebagai pusat kota mereka saat itu.

Ketika Jepang masuk ke Indonesia dan menduduki nusantara pada tahun 1942 – 1945, nama Batavia diubah oleh orang Jepang menjadi Jakarta. Kota ini akhirnya menjadi tempat pertama dibacakan proklamasi kemerdekaan RI dengan pengibaran bendera merah putih oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 setelah Jepang menyerah tanpa syarat, karena kota Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh sekutu dan Indonesia mendapatkan kedaulatan secara resmi pada tahun 1949 sekaligus menjadi anggota Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) pada tahun 1966 dengan memasukkan Jakarta sebagai ibukota resmi.

B. Kondisi Geografis dan Demografi DKI Jakarta

(41)

32

satu Kabupaten administratif, 44 kecamatan, 267 kelurahan. Kota administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan Kota administrasi Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2.3

Jakarta berbatasan dengan beberapa wilayah-wilayah disekitarnya, adapun batas-batas wilayah meliputi, sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta di sebelah utara dengan Laut Jawa.

Demografi atau komposisi penduduk warga DKI Jakarta yang terdiri dari multi etnik bisa dianggap mewakili suku-suku bangsa Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan DKI Jakarta sebagai miniatur Indonesia. Dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRW) 2030, ditetapkan penduduk DKI Jakarta hanya mencapai 12,5 juta orang. Sensus penduduk 2010 menunjukkan angka pertumbuhan penduduk DKI Jakarta meningkat dari 0,78 persen pada tahun 2009 menjadi 1,4 persen pada tahun 2010. Sehingga jumlah total penduduk Jakarta tahun 2010 mencapai

3

(42)

33

9.607.787 jiwa.4 Dan ditambah warga luar yang beraktivitas di Jakarta pada siang hari sebanyak 2,5 juta.

Komposisi etnis penduduk Jakarta tahun 2010, tercatat setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta, terdiri dari orang Jawa sebanyak 36,17 %, Betawi (28,29 %), Sunda (14,61 %), Cina (6,62 %), Batak (3,42 %), Minangkabau (2,85 %) dan Melayu (1,88 %). Dari data tersebut, tampak terjadi peningkatan prosentase pada suku Jawa, Betawi, Cina dan Melayu. Namun terjadi penurunan prosentase pada suku Sunda, Batak dan Minangkabau.

Dari sisi kepercayaan, Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam. Menurut data pemerintah DKI pada tahun 2005, komposisi penganut agama di kota ini adalah Islam (84,4%), Kristen Protestan (6,2 %), Katolik (5,7 %), Hindu (1,2 %), dan Buddha (3,5 %).5 Jumlah umat Buddha terlihat lebih banyak karena umat Konghucu juga ikut tercakup di dalamnya. Angka ini tidak jauh berbeda dengan keadaan pada tahun 1980, dimana umat Islam berjumlah 84,4%; diikuti oleh Protestan (6,3%), Katolik (2,9%), Hindu dan Buddha (5,7%), serta Tidak beragama (0,3%).

Dan menurut data pemerintah DKI pada tahun 2012, komposisi

(43)

34

(8,74 %), Katolik (4,13 %), Hindu (0,20 %), dan Buddha (3,99 %) dan Konghucu (0,01 %). Angka ini tidak jauh berbeda dengan keadaan pada tahun 2005, dimana umat Islam berjumlah 84,4%; diikuti oleh Protestan (6,2 %), Katolik (5,7 %), Hindu (1,2 %) dan Buddha (3,5 %), Jumlah umat Buddha terlihat lebih sedikit meski ummat Konghucu juga ikut tercakup di dalamnya. Sejak tahun 1980, sensus penduduk tidak mencatat agama yang dianut selain keenam agama yang diakui pemerintah.6

C.Kondisi Sosial Politik DKI Jakarta

Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia, mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan provinsi lainnya. Kompleksitas Jakarta selalu berkaitan erat dengan keberadaan sebagai pusat pemerintahan, faktor luas wilayah yang terbatas dan kepadatan penduduk yang tinggi.

Krisis multi dimensi yang begitu rumit sekarang ini, membawa konsekuensi pada kondisi masyarakat Jakarta yang rentan terhadap munculnya gejolak sosial yang disertai dengan kekerasan, sehingga masyarakat cenderung mencari jalan pintas dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi, kondisi sosial tersebut seringkali terjadi tindak pelanggaran diluar koridor hukum yang ada, baik yang dilakukan oleh

6

(44)

35

perorangan maupun kelompok masyarakat.7 Oleh karena itu, upaya menanggulangi masalah tersebut diperlukan penanganan melalui kelembagaan secara tepat dan terencana dengan baik.

Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom tidak hanya dihadapkan pada permasalahan sosial di Jakarta, tetapi lebih banyak muncul permasalahan yang berskala nasional yang dilakukan oleh para elit politik, individu, golongan, atau kelompok yang tentunya mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat Jakarta, sehingga diperlukan fasilitasi untuk mencapai keharmonisan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan masyarakat Jakarta.

Tantowi Yahya, politisi partai Golkar mengatakan suhu politik di Jakarta semakin meningkat. Karena Agustus lalu, Jakarta melaksanakan Pilkada langsung untuk yang kedua kali. Jika menggunakan pendekatan teori survei yang hanya mengambil sampel dari sejumlah populasi tertentu, maka sikap dan pilihan warga DKI dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta juga dapat menjadi sampel secara nasional atas kecenderungan sikap pemilih pada pemilihan Presiden tahun 2014. Ada beberapa daerah di Pulau Jawa yang merepresentasikan pemilih di Indonesia. Namun, DKI Jakarta merupakan daerah yang paling merepresentasikan pemilih di Indonesia. Jakarta sangat mendekati profil Indonesia. Dilihat dari berbagai segi dan jumlah suku yang ada di Indonesia, Jakarta memang terdiri dari banyak suku sehingga Jakarta

7

(45)

36

bisa merepresentasikan pemilih Pemilu di Indonesia.8

Momentum pemilihan kepala daerah ini tidak hanya penting bagi proses demokrasi, tetapi juga proses pemerintahan yaitu bagaimana masing-masing komponen pemerintahan bersinergi mencapai tujuan bersama.9 Salah satu tugas pemerintah dalam proses politik adalah menciptakan ruang yang kondusif dan fasilitatif bagi warganya agar dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingannya secara aman, damai dan toleran. Di sisi lain masyarakat bertindak proaktif dengan melakukan pengawasan dan memberikan masukan terhadap proses tersebut.

D. Aspek Budaya di DKI Jakarta

Keragaman penduduk Ibu Kota membuat Pemprov DKI Jakarta memberikan ruang bagi seluruh masyarakatnya untuk mengembangkan kesenian tradisional. Kesenian tradisional menjadi daya tarik Jakarta untuk mengundang para wisatawan. Dalam kehidupan sehari-harinya penduduk asli DKI Jakarta (orang betawi) berada dalam anekaragam lingkungan sosial dengan berbagai latar belakang budaya yang beranekaragam dari berbagai penjuru nusantara.10

Jakarta merupakan provinsi yang terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia. Maka dari itu pemerintah DKI Jakarta merawat dan memberikan

8

Pendapat Wasekjen DPP Partai Golkar Tantowi Yahya dikutip dari http://international.sindonews.com/read/2012/07/16/12/658965/4-pilgub-di-jawa-jadi-barometer-pilpres diakses tanggal 13 November 2012.

9

Pilkada DKI Jakarta: Barometer Resolusi Konflik, dikutip dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=34173 diakses tanggal 14 November 2012.

10

(46)

37

kesempatan seluas-luasnya kepada penggiat seni tradisional untuk beraktivitas. Jakarta memberikan ruang kepada masyarakat untuk mengembangkan kesenian tradisional daerah masing-masing. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya sanggar seni yang membina generasi muda untuk mengembangkan budaya tradisional. Di antaranya di bidang seni tari, vokal, dan seni pertunjukan. Dari sanggar itu, penggiat seni ini mengembangkan bakat anak muda mengenali kesenian tradisional. Peserta yang mempelajari kesenian tradisional ini tidak hanya dari orang satu daerah tapi dari daerah lain.

Sebagai suatu daerah yang berawal dari sebuah bandar maka wajar bila masyarakat Jakarta berasal dari kumpulan berbagai etnis dan bahkan berbagai bangsa, dengan latar belakang yang berbeda-beda pula, namun pergaulan dan pembauran antar mereka akhirnya berhasil membentuk masyarakat baru, yang berkebudayaan baru pula. Masyarakat ini dikenal sebagai Masyarakat Betawi yang yang anggotanya adalah Orang Betawi. Karena itulah dalam Budaya Betawi tersirat juga unsur budaya lain. Dari segi bahasa, sekilas seperti bahasa Indonesia dengan dialek khusus. Mungkin bahasa Melayu pernah berperan sebagai lingua franca yang kata-katanya kemudian diperkaya dengan unsur-unsur kata kata bahasa dari berbagai etnis yang ada waktu itu.

(47)

38

sistem kekerabatan, misalnya dalam penarikan garis keturunan, mereka mengikuti prinsip bilineal yaitu menarik garis keturunan dari pihak ayah dan pihak ibu. Orang betawi mengenal bermacam-macam upacara adat, mulai sejak bayi dalam kandungan sampai kepada kematian dan sesudah kematian itu sendiri seperti selamatan nuju bulanin atau kekeba, upacara kerik tangan

dalam rangka kelahiran, khitanan (pengantin sunat), khatam Qur‟an

(pengantin tamat), adat berpacaran bagi kaum remaja (ngelancong), upacara perkawinan dan lain sebagainya.11 Sesuai dengan latar belakang suku betawi ini, maka DKI Jakarta menjadi tempat bercampurnya berbagai budaya, akan tetapi kemudian muncul budaya yang bisa disebut sebagai sesuatu yang khas seperti tarian betawi yang memiliki ciri khas kebudayaan Melayu.

E. Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2012

Pemilihan kepala daerah DKI Jakarta kali ini mempunyai kedudukan strategis secara nasional, baik dari sisi sosial, budaya dan politik. Jakarta adalah pusat pemerintahan, memiliki bentuk otonomi yang khusus, jumlah penduduk yang besar, stratifikasi sosial dan prularitas yang tinggi, tingkat pertumbuhan ekonomi juga sangat tinggi dan berbagai masalah kompleks lainnya. Kedudukan strategis ini bukan semata karena Pilkada 2012, karena setiap event politik besar yang terjadi di Jakarta selalu bersifat strategis secara nasional dan internasional.

Pilkada DKI merupakan barometer demokrasi nasional dan diamati banyak pihak, tidak saja masyarakat Indonesia, tetapi juga dunia

11http://www.jakarta.go.id”

(48)

39

internasional. Karena itu, diharapkan pesta rakyat ini dapat berjalan dengan lancar, aman, tertib, jujur, adil, dan demokratis. Tentu jumlah kelas menengah yang besar di DKI akan memberikan dampak positif bagi terselenggaranya pilkada yang lancar. Pemilih Jakarta merupakan pemilih dengan tingkat sadar media yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Karena itu dari berbagai hasil survei, kecenderungan pilihan warga Jakarta lebih digerakkan faktor figur: integritas, moralitas, komitmen, konsistensi, rekam jejak, keberpihakannya kepada rakyat, dan kemampuan komunikasi politik. Warga di harapkan dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik agar Pilkada DKI dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain. Para elite yang bertarung maupun tim sukses di belakangnya juga harus mempunyai kesadaran politik yang tinggi agar kompetisi ini dapat berlangsung elegan dan demokratis tanpa adanya penyimpangan- penyimpangan. Karena, masa depan demokrasi Indonesia ditentukan di Jakarta. Pasalnya Jakarta adalah pusat dinamika politik, pusat aktivitas ekonomi, dan pusat gerakan sosial dan budaya.

(49)

40

lama, sejak zaman kemerdekaan pemilihan kepala daerah dilakukan dengan sistem perwakilan yang dinilai manipulatif terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Melalui Pilkada langsung ini diharapkan prosesnya semakin partisipatif yang sekaligus diharapkan dapat menjadi acuan resolusi konflik.12 Secara yuridis, Pilkada langsung diatur dalam pasal 24 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004.13 Pilkada langsung ini merupakan kelanjutan proses reformasi politik dan kelembagaan pemerintahan yang bergulir kencang sejak lengsernya Soeharto. Sejak itu terjadi berbagai reformasi di berbagai bidang, misalnya lahirnya UU No22/1999 kemudian diubah menjadi UU No32/2004, yang disusul oleh PP No6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (selanjutnya PP No6/2005) dan beberapa pasal diubah melalui Peraturan Pemerintah No17/2005 (selanjutnya PP No17/2005).

Dan jika terjadi konflik Pilkada, maka Mahkamah Agung diberikan hak untuk memberikan putusan. Sebagaimana dalam Pasal 106 UU Pemerintah Daerah disebutkan Mahkamah Agung diberi kewenangan untuk menerima, memeriksa, dan memutus sengketa hasil penetapan perhitungan suara Pilkada & Pilwakada dan KPUD.

Tanggal 11 Juli 2012 lalu, warga DKI Jakarta memilih gubernur dan wakil gubernur yang memimpin Ibu Kota selama lima tahun ke depan. Berdasarkan daftar pemilih tetap terakhir, tercatat 6.962.348 orang berhak

12

http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=34173 “Pilkada DKI Jakarta: Barometer Resolusi Konflik diakses tanggal 14 November 2012.

13

(50)

41

memberikan suara. Pemberian suara akan dilakukan di tempat pemungutan suara yang tersebar di 267 kelurahan, mulai dari pukul 07.00 hingga 13.00. Ada enam pasang calon gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta yang akan dipilih. Mereka adalah Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini, Faisal Basri-Biem T Benjamin, dan Alex Noerdin-Nono Sampono.

Selanjutnya rekapitulasi suara yang dilakukan KPU DKI Jakarta menghasilkan dua pasangan calon yaitu Jokowi-Ahok dan Foke-Nara yang

akan maju pada pemungutan suara putaran kedua. Pemungutan suara putaran

kedua diselenggarakan 20 September 2012.2012. Memasuki putaran kedua,

(51)

42

Tabel III. A.

Tabel Nama Kandidat dan Perolehan Suara Putaran Pertama dan Kedua dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012

No

PDIP dan Gerindra 1.847.157 42,60% 2.472.130 53,82%

1

Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli

PD, PAN, Hanura, PKB,

PBB, PMB, dan PKNU 1.476.648 34,05% 2.120.815 46,18%

4

Jumlah suara sah 4.336.486 4.592.945

Jumlah suara tidak sah 93.047

Golput 2.555.207 36,6% 2.349.657

Jumlah seluruh suara 4.429.533

Jumlah Total DPT 6.962.348 100% 6.996.951 100%

(52)

43

F. Sejarah dan Perkembangan Etnis Tionghoa di Daerah Khusus Ibukota

Jakarta

Isu SARA memang sulit dipisahkan dalam dunia politik di Indonesia. Isu yang masih menarik di cermati saat ini mengenai pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Hal ini diperkuat dari hasil exit poll yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menunjukkan 100 persen warga Tionghoa Jakarta menjatuhkan pilihan pada pasangan Jokowi-Ahok.

Memang dalam kultur masyarakat kita yang cukup heterogen baik dari sisi suku, agama maupun ras, kehidupan politik tidak bisa dipisahkan di dalamnya. Dan untuk pencapaian tujuan politik, SARA bisa jadi dua sisi yang bertolak belakang, bisa positif maupun negatif terhadap tujuan isu yang dilontarkan. Pemilihan Ahok sebagai pendamping Jokowi merupakan unsur

SARA yang “menguntungkan” untuk pemilihan Gubernur DKI Jakarta, di

mana cukup banyak potensi pemilih aktif dari kalangan bisnis yang berasal dari etnis Tionghoa. Jokowi yang berasal dari suku Jawa juga merupakan komoditas SARA yang cukup potensial mengambil suara dari para banyak pendatang dari Jawa yang menetap di Ibukota. Kubu Foke pun sebenarnya tidak kalah seru dalam menyebarkan isu SARA untuk mengambil simpati pemilih dari etnis Betawi.

(53)

44 persen dari jumlah penduduk.14

Bangsa Cina mendarat di Indonesia sekitar abad ke 5, di pesisir pantai Jawa Timur. Mereka adalah pedagang yang berlayar untuk mencari rempah rempah, dan kemudian mereka menetap di Indonesia dan berasimilasi dengan penduduk setempat. Para pedagang Cina ini juga diyakini membawa agama dan tradisi Islam masuk ke Indonesia, karena berkat Jalan Sutra, agama Islam yg berasal dari Arab, masuk ke Cina melalui India. Bahkan menurut sejarah, beberapa orang dari Wali Songo adalah keturunan Cina seperti Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.

Pada waktu itu di Batavia Lama berbagai kelompok etnis yang berbeda bermukim di daerah tersendiri atau di kampung kampung yang ada di pinggiran, pola ini terus diberlakukan untuk orang orang Tionghoa sampai abad ke 20, ketika pembatasan tempat tinggal mereka dihapuskan, mereka menyebar ke penjuru kota Jakarta.15 Tahun 1680 pada jaman Kolonial Belanda, para pedagang Tionghoa mempunyai peranan penting dalam perekonomian di Batavia. Bahkan usaha penjajah untuk memonopoli pun terhambat dan mereka terpaksa berbisnis dengan para pedagang Tionghoa tersebut. Akibatnya, penjajah merasa terancam karena keberadaan orang Tionghoa secara tidak langsung menyokong kehidupan pribumi di Indonesia, dan jika orang Tionghoa dan pribumi bersatu untuk melawan, itu akan menjadi masalah bagi penjajah Belanda. Karena itu, para penjajah berusaha mengadu domba pribumi dan orang Tionghoa, dan mereka berhasil.

14

Justian, Suhandinata, WNI keturunan Tionghoa dalam stabilitas ekonomi dan politik Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), 97.

15

Gambar

Tabel.I.A. ............................................................................................
Tabel.I.A.
Tabel II.A.
Tabel Nama Kandidat dan Perolehan Suara Putaran  Pertama dan Kedua dalam Pemilihan Gubernur DKI  Jakarta tahun 2012
+6

Referensi

Dokumen terkait

In experiment 1, 96 subjects were evaluated: 20 first episode schizo- phrenia patients, [SCZ1] 20 chronic schizophrenia patients in acute exacerbation [SCZ2], 19 bipolar patients,

Tidak dianjurkan untuk menceritakan bisnis kepada mitra kerja mengenai hal apa yang sedang berusaha Anda bangun di samping pekerjaan kantor yang Anda lakukan.. Akan ditemui lebih

Dalam melaksanakan KKN-P dan menyusun laporan, setiap mahasiswa akan dibimbing oleh satu atau beberapa orang pembimbing yang ditugaskan dari perusahaan

In experiment 1, 96 subjects were evaluated: 20 first episode schizo- phrenia patients, [SCZ1] 20 chronic schizophrenia patients in acute exacerbation [SCZ2], 19 bipolar patients,

Interpretative is the label for a very usable category of thinking skills, which should be emphasized in reading. This term could be used in a sense broad enough to

Umpan balik yang di dapatkan mengenai penerimaan pesan tidak terlalu baik karena tidak semua pengunjung pernah melihat pesan promosi yang disampaikan, hanya saja respon

Penggantian di atas 20% semen Portland dengan abu terbang, menurunkan kuat tekan dan modulus elastisitas, namun nilai yang dihasilkan masih lebih tinggi dibandingkan

Dengan demikian anak yang mendapat pola asuh permissive menghayati orang tua yang memberikan kebebasan psikologis namun kurang memberikan keamanan untuk berkreativitas,