• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Bingkai Kebudayaan Daerah Penelitian

2.4. Organisasi Sosial

mereka. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat percaya bahwa penyakit yang diderita, khususnya pada anak, bukan hanya karena kondisi kesehatan yang lemah, demam atau sakit. Namun, ada hal-hal lain yang mempengaruhi kondisi anak yang menyebabkan keadaan mereka dianggap tidak pada keadaan normal.

2.4. Organisasi Sosial dan kemasyarakatan 2.4.1. Sistem kemasyarakatan

Keluarga inti merupakan bagian dari sebuah kekerabatan dan masyarakat. Setiap keluarga inti terdiri dari seorang ayah, ibu dan satu anak atau lebih. Seperti halnya dalam sebuah masyarakat, keluarga inti memiliki peran penting dalam mengatur dan mengorganisasi setiap anggotanya. Kolot atau orang tua merupakan orang yang dihormati dan selalu memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan.

Eratnya hubungan kekerabatan dalam masyarakat Sunda terdapat dalam peribahasa “bengkung ngariung, bongkok ngaroyok”. Peribahasa ini bermakna bahwa masyarakat sunda dalam kekerabatannya akan sulit dipisahkan atau berjauhan. Hal ini senada dengan apa yang ada dalam pola perilaku masyarakat di desa Tugu. Eratnya jalinan kekerabatan, salah satunya dapat dilihat ketika kerabat mereka memiliki hajat.

Saudara yang berada dekat dan jauh serta para tetangga akan membantu untuk mempersiapkan hajat. Bentuk bantuan yang diberikan dapat berupa materi ataupun tenaga. Bantuan materi yang diberikan adalah beras, kayu bakar atau pisang. Bantuan tenaga ditujukan untuk menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan hajat. Seperti yang dituturkan oleh AJ bahwa ketika kerabat ada yang punya hajat maka biasanya para tetangga akanlilieuran.

“...sudah kebiasaan adat di kampung itu, kalau ada punya lagi bawa, tuker, nggak jadi utang, kalau ada rizki kami kasih, kalau nggak ada gak apa apa,

30

kalau main duit main duit terus nggak kebiaya makanya kalau di kampung itu istilah kampung mah lilieuran, gotongroyong...”

Masyarakat desa Tugu akan saling membantu dan bergotongroyong jika kerabat atau tetangga mereka mengadakan hajat, ini dimaksudkan untuk meringankan beban.Hajat menjadi salah satu media bagi setiap anggota masyarakat untuk saling membantu. Dengan keikhlasan, para tetangga dan kerabat datang untuk membantu, bergotong royong.

Seperti yang terlihat ketika salah satu warga Tugu akan mengadakan hajat sunatan, satu minggu sebelum acara sunat, para tetangga telah datang untuk membantu. Tugas bagi kaum laki-laki adalah untuk mendirikan tenda dan panggung, sedangkan para wanita sibuk di dapur untuk memasak dan mempersiapkan makanan.

Tidak ada pembagian tugas yang pasti dalam pembuatan kegiatan gotong royong, dalam hal ini adalah membuat panggung dan tenda. Setiap kerabat dan tetangga membantu melakukan tugas mereka dengan kemampuan mereka masing-masing. Ada yang mencari bahan seperti kayu dan bambu dapat diperoleh dari hutan, membersihkan tempat untuk mendirikan tenda.

Gambar 2.12

Gotong royong membuat panggung dan tenda Sumber : Dokumentasi Tim Peneliti

31 Bagi kaum wanita, sama halnya dengan laki-laki, tidak ada pembagian kerja yang pasti. Setiap wanita, sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, ada yang mengupas dan membersihkan bumbu dapur, menyiapkan kayu bakar, mencuci dan menghidangkan makanan untuk laki-laki yang bekerja mendirikan panggung.

2.4.2. Pernikahan dan Sistem Kekerabatan

Seperti halnya sebuah masyarakat, pernikahan menjadi salah satu hal penting dalam terciptanya hubungan antara keluarga satu dengan keluarga lainnya. Dari pernikahan inilah tercipta hubungan yang saling mengikat satu sama lain. Pernikahan menjadi suatu hal yang sakral dalam agama. Begitu pula yang terjadi dalam masyarakat Sunda.

Perkawinan merupakan proses penyatuan dua kelompok yang tak bersaudara atau pengukuhan keanggotaan menjadi satu kelompok endogam bersama. Tetapi di Jawa hanya melibatkan dua keluarga inti yang akan dipersatukan kemudian ditandai dengan lahirnya seorang cucu yang merupakan milik bersama. Dan anggota keluarga besar dari masing masing pihak akan memberikan dukungan yang dapat berupa sumbangan, bantuan dan kesaksian masing masing sesuai dengan hubungan terhadap pengantin (Hildred Geerzt, 1983:58)

Pernikahan di desa Tugu dilegalkan ketika perempuan telah mengalami masa haid, meskipun dia masih sangat muda. Sedangkan untuk laki-laki adalah sudah melewati masa balighatau keluar mani. Pernikahan tidak dianjurkan ketika terdapat hubungan darah, karena ini dianggap melanggar norma agama.

Dalam bukunya yang berjudul Keluarga Jawa, Hildred Geertz menjelaskan bahwa bagi seorang anak perempuan, masa remaja diawali dengan menstruasi pertama sedangkan bagi anak laki-laki adalah dengan upacara khitanan. Khitan biasanya dilakukan ketika anak berumur 8 hingga 14 tahun baik berdasarkan atas bujukan orang

32

tua ataupun permintaan dari anak itu sendiri yang merasa dirinya sudah dewasa. Khitan juga hanya langkah awal bagi anak laki-laki menuju dewasa.

Pernikahan dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu lamaran dan ijab kabul. Tahap pertama, pihak laki-laki akan datang pada pihak keluarga perempuan dengan maksud untuk melamar. Saat melamar pihak laki-laki dan perempuan melakukan negosiasi dan keputusan mengenai mas kawin dan hari baik dilaksanakannya pernikahan. Mas kawin yang diberikan merupakan permintaan dari pihak perempuan. Tidak ada aturan khusus yang menentukan besaran mas kawin. Tahap kedua adalah ijab kabul, yaitu perjanjian antara dua belah pihak untuk membina dan membentuk sebuah keluarga dan menjadi hal yang sakral.

Karena sifatnya yang sakral, pernikahan menjadi hal yang penting untuk mengatur pergaulan. Termasuk pergaulan pada remaja atau pemuda. Oleh karena itu, tingkat pergaulan yang melanggar norma dan nilai pada remaja berbeda jenis kelamin mendapatkan perhatian khusus pada masyarakat, hal ini mengakibatkan banyak terjadi nikah muda.

Pernikahan dengan tingkat umur SMP atau pun lulus SMA sudah menjadi hal yang wajar, dan sudah dianggap mampu untuk membina rumah tangga. Meskipun oleh negara pernikahan dibawah umur tidak dilegalkan. Pernikahan merupakan jalan yang tepat untuk menjaga norma dan nilai agama, serta nama baik keluarga.

Menurut penuturan beberapa informan. Nikah muda menjadi hal yang biasa dan diperbolehkan ketika dua orang saling menyukai.Ketakutan hamil diluar nikah dan berbuat dosa menjadi alasan kuat mengapa jalan pernikahan ini diambil agar keluarga tidak menanggung malu. Pernikahan dilakukan dengan kesepakan antara keluarga dari pihak laki-laki dan perempuan, dan yang terpenting dalam pernikahan adalah saksi dari masing masing pihak dan penghulu yang menikahkan mereka.

33 Hal ini menimbulkan banyak kendala dalam pencatatan data penduduk negara karena pernikahan yang dilaksanakan tidak tercatat dalam KUA, sehingga kebanyakan dari keluarga yang menikah muda tidak memiliki buku nikah yang dikeluarkan oleh negara. Hal ini juga berdampak pada pengajuan kartu jaminan kesehatan.Kartu Jaminan Kesehanan Nasional (JKN) berupa kartu BPJS tidak bisa diurus bila tidak ada Kartu Keluarga (KK). Bila Pernikahan tidak tercatat di KUA atau pasangan tidak mempunyai buku nikah maka tidak akan bisa mengurus Kartu Keluarga. Hal ini merupakan salah satu kendala terkait akses kepesertaan BPJS yang merupakan program JKN. Jalan nikah muda dipilih sebagai jalan untuk membina rumah tangga agar tidak membebankan orang tua karena biaya pendidikan. Sehingga tidak sedikit dari masyarakat yang putus sekolah dan memilih untuk membina rumah tangga.

2.5. Pengetahuan kesehatan

Dokumen terkait