• Tidak ada hasil yang ditemukan

Orientasi Kebijakan Luar Negeri Turki Pasca Berdirinya Turki sebagai

BAB II ARAH KEBIJAKAN LUAR NEGERI TURKI

A. Orientasi Kebijakan Luar Negeri Turki Pasca Berdirinya Turki sebagai

Revolusi Turki menjadi Republik pada 29 Oktober 1923 dibawah kepemimpinan Mustafa Kemal Atatürk45, menandakan perjalanan sejarah perubahan Turki yang lebih modern khususnya dalam struktur Negara, hukum, ekonomi, dan budaya. Orientasi kebijakan Turki berubah khususnya dalam hal ideologi. Turki mulai menganut ideologi sekuler yang bertujuan untuk berintegrasi dengan dunia barat dan modernisasi Turki untuk mengejar ketertinggalan. Tujuan Atatürk menjadikan Turki Republik bermaksud untuk menentukan identitas nasional Negara Turki yang bukan lagi seperti pada saat kesultanan utsmani.46 Namun demikian, perubahan yang terjadi akibat ideologi sekuler ini menyebabkan perubahan total dari Utsmaniyah menjadi republik dan

45 Selajutnya dirujuk sebagai “Atatürk”

46 Şaban Çanliş dan Hüseyin Bağci, “Atatürk’s Foreign Policy Understanding and Application,” Sosyal ve Ekonomik Araştırmalar Dergisi, No. 3, Vol. 6, (2003): 195-198.

23

sekuler dengan adanya pemisahan agama dan Negara serta perubahan budaya seperti larangan penggunaan atribut keagamaan.47

Kepemimpinan Atatürk sangat diktator karena latar belakangnya yang berasal dari militer. Hanya satu partai yaitu Partai Republik Rayat (Cumhuriyet Halk Partisi) yang diizinkan berdiri selama kepemimpinan Atatürk. Selanjutnya gaya kepemimpinan Atatürk ini memunculkan paham kemalisme48 yang menjadikan Turki sekuler. Paham ini menjadi gerakan dan ideologi dalam perubahan sosial dan politik yang menempatkan Atatürk sebagai “bapak” yang berjasa bagi modernisasi Turki dan sekulerisme sebagai ideologi Negara. Dalam hal ini paham kemalisme juga melahirkan dan menjadikan gerakan Turki muda sebagai agen perubahan yang dapat melindungi ideologi sekuler di Turki.49

Di masa Atatürk, kebijakannya lebih mengarahkan ke dalam negeri dengan fokus utama pada pembentukan identitas negara Turki. Selain itu, kebijakan Atatürk juga memastikan keamanan nasional Turki. Kebijakan Mustafa Kemal berdasarkan pada tiga prinsip yaitu Nasionalisme, Sekularisme dan Westernisme.50 Namun Atatürk juga berusaha membuat Turki menjalankan kebijakan luar negeri yang aktif dan damai sejak 1930. Atatürk mengatakan

47 Hans Kohn, “Ten Years of the Turkish Republic,” Council on Foreign Relations, Vol.12, No. 1, (1933): 142-145.

48 Hakan Yeşilova, “Kemalism: Ideology, Tutelary Regime, and Incompatibilities,” TJP Turkish Journal of Politics, Vol. 1, No. 2, (2010).

49 Seyfettin Aslan dan Muslum Kayaci, “Historical Background and Principles of Kemalism”, NWSA-Social Sciences,” Vol. 8, No. 1, (2013): 19.

24

“Peace at home, peace in the world” yang menjadi selogan dan membentuk tujuan dasar dari kebijakan luar negeri .51

Pada 1970-an, Turki mulai memasuki periode di bawah kepemimpinan Partai Islam yang ditandai dengan menguatnya gerakan Islamis yang dikenal dengan Milli Görüş. Necmettin Erbakan menjadi pemimpin sejumlah partai politik Islam di Turki seperti National Order Party (1970-1971), National Salvation Party (Milli Selamet Partisi) (1972–1981), dan Welfare Party (Refah Partisi) (1983-1998).52 Pada masa ini kebijakan yang dilakukan cenderung lebih Islamis dan berusaha menghidupkan kembali Islam di tengah-tengah kehidupan politik Turki yang sekuler. Erbakan menganggap bahwa Westernisasi telah memecah belah masyarakat Turki khususnya pada masa Atatürk berkuasa.53

Pada 1996, Erbakan menjadi perdana menteri Islam pertama di Turki. Kebijakan yang dilakukan Erbakan yaitu meningkatkan kesejahteraan di bidang ekonomi bagi rakyat Turki dan menerapkan pendekatan politik multidimensi untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara Arab maupun negara tetangga. Namun, gerakan politik Erbakan ini ditentang oleh kelompok sekuler di bawah pimpinan militer, pemerintahan dan ranah publik karena sikap Erbakan yang anti-sekuler, serta fundamentalisme Islam Erbakan. Hingga 1997-1998 mahkamah

51 Ministry of Foreign Affairs, “Turkey’s Enterprising and Humanitarian Foreign Policy”, http://www.mfa.gov.tr/synopsis-of-the-turkish-foreign-policy.en.mfa; diakses pada 14 Mei 2019.

52 Ihsan Yilmaz, “Beyond Post-Islamism: Transformation of Turkish Islamism Toward ‘Civil Islam’ and Its Potential Influence in the Muslim World,” European Journal of Economic and Political Studies, (2011): 255-256.

53 Yilmaz, “Beyond Post-Islamism: Transformation of Turkish Islamism Toward ‘Civil Islam’ and Its Potential Influence in the Muslim World,” 256.

25

konstitusi memaksa Erbakan untuk berhenti menjabat sebagai perdana menteri dan menutup partai politik Islam serta melarang aktifitas Erbakan di ranah politik selama lima tahun.54

Namun demikian, ajaran-ajaran Erbakan kembali hidup dalam AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi), setelah melalui proses reformasi yang dilakukan oleh Erdoğan. Karena itu, AKP berhasil memenangkan pemilu pada 2002 yang berlanjut pada 2007, 2011, dan 2015. Selama periode 2002-2013, di bawah kepemimpinan AKP mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat walaupun sebelumnya Turki sempat mengalami krisis sejak 2000-2001.55

Kebangkitan AKP di Turki memberikan perubahan orientasi kebijakan luar negeri Turki yang cukup penting. Khususnya ketika Ahmet Davutoğlu menjadi tokoh sentral perubahan. Sebelum menjadi menteri luar negeri, Davutoğlu adalah penasihat kebijakan luar negeri Perdana Menteri Erdoğan.56

Formulasi Kebijakan Davutoğlu dikenal dengan Doktrin Strategic Deptht. Doktrin ini dirumuskan berdasarkan geo-politik dan historis serta posisi Turki yang strategis dengan negara sekitar. Menurut Davutoğlu, Strategic Deptht yang memungkinkan untuk mengimplementasikan kebijakan luar negeri yang multi-dimensional dengan fokus pada peran sentral Turki dalam politik global. Doktrin

54 Yilmaz, “Beyond Post-Islamism: Transformation of Turkish Islamism Toward ‘Civil Islam’ and Its Potential Influence in the Muslim World,” 257.

55 Mustafa Kutlay, “The Turkish Economy at a Crossroads: Unpacking Turkey’s Current Account Challenge,” Global Turkey in Europe, (2015): 4-5.

56 loannis N. Grigoriadis, “The Davutoğlu Doctrine and Turkish Foreign Policy,” Hellenic Foundation for European Foreign Policy (ELIAMEP), No.8, (2010): 4.

26

Strategic Deptht dibagi menjadi tiga elemen yaitu Zero-Problems Policy with the Neighbors, pro-active diplomacy dan multidimensional policy.57

Pertama, Zero-Problems Policy with the Neighbors. Menurut Davutoğlu, kebijakan ini berkaitan dengan usaha melindungi warga negara dari ancaman luar dan stabilitas kawasan. Dalam kebijakan ini juga upaya reintegrasi Turki dengan negara tetangga dilakukan untuk menjaga keamanan kawasan dan juga global. Upaya meningkatkan kerja sama dengan negara-negara sekitar.58

Kedua, Pro-Active Diplomacy. Menurut Davutoğlu, kebijakan ini diterapkan Turki untuk menyebarkan pengaruh baik kawasan maupun organisasi internasional. Selain itu, Turki sebagai kekuatan sentral memberikan peran strategis di wilayah seperti Timur Tengah, Balkan, Asia Tegah, Kaspia, Mediterania, Teluk dan laut Hitam. Di dalam kebijakan ini, Turki menggunakan soft power berdasarkan hubungan historis dan budaya dengan negara-negara yang pernah dikuasai oleh ottoman. Kebijakan proaktif ini dilihat dari potensi yang menguntungkan Turki karena posisi geografis yang strategis dan diperkuat dengan warisan sejarah sejak ottoman. Kebijakan ini juga mengarah pada resolusi konflik, kerja sama ekonomi regional.59

Ketiga, Multidimensional Policy. Kebijakan ini bertujuan untuk memperluas kerja sama dan hubungan Turki dengan negara-negara lain dan

57 Yeghig Tashjian, From Conceptualization to Implementation and Revaluation: Turkey’s “Strategic Depth” in the MENA region. Strategic Outlook, 2012.

58 Grigoriadis, “The Davutoğlu Doctrine and Turkish Foreign Policy,” 4-6.

59 Ahmet Davutoğlu, “Turkey’s Foreign Policy Vision: An Assessment of 2007,” Insight Turkey, Vol. 10, No. 1, (2008): 79.

27

organisasi intenasional. Menurut Davutoğlu, kebijakan ini memiliki dua implikasi bagi kebijakan luar negeri Turki. Pertama, orientasi Barat menjadi tujuan utama kebijakan luar negeri namun aktivitas aktif di Timur Tengah juga diharapkan bisa memberikan jalan agar negara barat bisa lebih serius melihat potensi Turki. Kedua, Turki menekankan bahwa keterlibatannya dalam hal kerja sama dengan Rusia bisa menjembatani kepentingan Barat juga.60

Menurut Davutoğlu: Turkey enjoys multiple regional identities and thus has the capability as well as the responsibility to follow an integrated and multidimensional foreign policy. The unique combination of our history and geography brings with it a sense of responsibility. To contribute actively towards conflict resolution and international peace and security in all these areas is a call of duty arising from the depths of a multidimensional history for Turkey.61 [Turki memiliki banyak identitas regional dengan demikian memiliki kemampuan serta tanggung jawab untuk menjalankan kebijakan luar negeri yang terintegrasi dan multidimensi. Sejarah dan geografi Turki memunculkan rasa tanggung jawab. Panggilan tugas yang timbul dari sejarah multidimensi, mendorong Turki untuk berkontribusi secara aktif ke arah penyelesaian konflik dan perdamaian dan keamanan Internasional di berbagai bidang.]

60 Davutoğlu, “Turkey’s Foreign Policy Vision: An Assessment of 2007,” 79.

28

Di dalam prinsip multidimensional policy, kebijakan luar negeri Turki dilakukan dengan membangun hubungan bilateral dengan Barat dan mempertimbangkan proses keanggotaannya di Uni Eropa, serta melakukan hubungan bilateral dengan Rusia untuk saling membantu satu sama lain. Kebijakan multidimensional policy ini telah ditetapkan Turki dan sebagian besar sudah berhasil.62 Sebenarnya multidimensional policy ini juga sudah terjadi pada masa Erbakan. Namun ketika masa Erbakan ditentang oleh kelompok liberal yang menyebabkan keterhambatan dalam penerapan kebijakan.

Inti dari doktrin strategic depth ini adalah nilai suatu negara dalam hubungan Internasional bergantung pada lokasi strategisnya. Turki dipandang bisa memainkan peran geopolitik karena lokasinya yang strategis. Selain itu, strategic depth menekankan pentingnya sejarah dan ikatan historis. Ikatan ini dipandang sebagai aset penting yang dapat memungkinkan Turki menjadi kekuatan regional. Hal penting lainnya, Turki harus mengimbangi hubungan dengan Barat dengan membangun banyak aliansi yang akan meningkatkan kebebasan dalam bertindak dan pengaruh secara regional dan global.63

Dokumen terkait