• Tidak ada hasil yang ditemukan

OVULASI, FERTILISASI DAN KEBUNTINGAN PENDAHULUAN

Dalam dokumen Buku Ajar Ilmu Reproduksi Ternak (Halaman 79-89)

Dalam proses reproduksi, salah satu dari beberapa tahapan proses ini adalah ovulasi yang apakah diikuti oleh fertilisasi dan kebuntingan atau tidak. Ketiga proses reproduksi ini memegang peranan penting dalam aspek reproduksi. Oleh karena itu, menjadi penting untuk mahasiswa mengetahui proses dan keterlibatan aspek lain di dalam ovulasi, fertilisasi dan kebuntingan. Sasaran pembelajaran adalah menjelaskan proses terjadinya ovulasi, fertilisasi, dan kebuntingan.

. Untuk mencapai sasaran pembelajaran pada materi ini, maka strategi pembelajaran yang diterapkan adalah melalui kuliah interaktif, belajar mandiri, collaborative learning, praktikum dan pemberian tugas.

URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN

Ovulasi

Dengan matangnya oosit dan folikel, preovulatory lonjakan LH akan memulai rangkaian peristiwa yang menyebabkan terjadinya ovulasi atau pelepasan sel telur dari ovarium sekitar 24 sampai 45 jam kemudian. Setelah gelombang LH, konsentrasi progesteron di dalam cairan folikel meningkat yang dikuti pada beberapa jam kemudian dengan meningkatnya estradiol dan prostaglandin (PGF dan PGE2). Penghambatan baik sekresi steroid ovarium atau prostaglandin akan memblokir ovulasi. Peranan prostaglandin dalam ovulasi nampaknya memecah.merusak vesikula seperti lisosom yang berisi enzim proteolitik yang berlokasi di luar folikel antara permukaan epithelium dan tunica albuginea,

dan juga yang mengaktifkan plasmin, enzim proteolitik yang ditemukan di dalam cairan folikel. Enzim proteolitik dari lisosom menyebabkan degenerasi local tunica albuginea, teka eksterna dan teka interna, dimana plasmiin bekerja pada membran dasar. Dinding folikel menjadi tipis dan lemah. Sebuah tonjolan (stigma) yang muncul pada puncak (apex) folikel yang merupakan titik dimana folikel akan pecah. Dengan melemahnya dinding folikel, menyebabkan plasma masuk ke dalam ruang diantara sel-sel teka, menyebabkan edema, dan pada akhirnya kapiler menembus luar membran basal ke lapisan granulosa.

Ketika folikel pecah, cairan folikel, oosit sekunder, dan mengendurnya sel-sel granulose akan terekstrusi ke dalam rongga peritoneal dekat infundibulum. Kontraksi ovarium distimulir oleh prostaglandin, dan cenderung juga berkontribusi dalam pemecahan folikel dan pelepasan oosit. Kontraksi spontan ovarium meningkat pada saat mendekati ovulasi. Oosit tertanam di dalam massa kumulus, yang merupakan matriks longgar yang melekat pada sel-sel kumulus sekitar sel-sel radiata yang selubungi oleh korona yang mengelilingi oosit. Sel-sel granulosa ini (kumulus dan korona radiata) diyakini tidak ikut sampai pada proses fertilisasi berlangsung. Ini merupakan salah satu yang menjadi faktor penangkapan oosit oleh infundibulum dan pergerakannya hingga mencapai ampulla.

Gambar 25. Oosit dan sel-sel yang terkait segera setelah ovulasi (sumber: http://teleanatomy.com/nutfah-FemaleGametes.html)

Fertilisasi

Proses fertilisasi dengan pertemuan antara oosit dan spermatozoa yang diakhiri dengan penyatuan pronuclei menhasilkan sel diploid yang mengandung kode genetik untuk menjadi sigot dan selanjutnya individu baru.

Tahapan pertama fertilisasi adalah penetrasi spermatozoon melalui sel-sel kumulus dan sel-sel korona radiata dengan kepala melekat pada zona pellucida. Terdapat dua enzim yang berperan dalam proses ini yakni enzim hyaluronidase dan enzim penetrasi korona yang membantu perjalannanya. Kedua enzim ini berasal dari spermatozoa yang dilepaskan selama proses kapasitasi dan reaksi akrosom. Pada tahap kedua, spermatozoon penetrasi zona pellucida dan membran plasma kepala sperma berfusi dengan membran vitelin. Reaksi zona dimulai dengan hilangnya granula/butiran kortical. Sperma masuk ke dalam sitoplasma oosit menimbulkan blokade vitelin yang mencegah masuknya sperma lain. Setelah memasuki sitoplasma, ekor sperma terlepas dari kepala. Mitokondria yang terdapat

di dalam ekor berdegenerasi di dalam sitoplasma yang kemudian sitoplasma menyusut dan polar body terekstrusi. Baik pronuclei jantan dan betina terbentuk dan yang diakhiri dengan syngamy; penyatuan pronuclei membentuk sigot yang merupakan akhir dari fertilisasi.

Gambar 26. Rangkaian tahapan fertilisasi (sumber: http://www.tutorvista.com/content/ biology/biology-iv/reproduction-in-animals/fertilisation.php#)

Gambar 26. Fertilisasi (sumber: http://www.answers.com/topic/fertilization)

Kebuntingan

Kebuntingan merupakan periode yang dimulai dengan fertilisasi dan diakhiri dengan kelahiran. Rata-rata lama periode kebuntingan pada babi adalah 114 hari, domba 148 hari, kambing 149 hari, sapi 281 hari, dan kuda 337 hari. Lama kebuntingan pada induk yang mengandung anak jantan sedikit lebih panjang dibanding dengan mengandung anak betina. Demikian halnya dengan kembar, kebuntingan lebih sedikit pendek disbanding dengan tidak kembar.

Selama kebuntingan awal, embrio melayang bebas pertama di dalam uviduct dan kemudian di dalam uterus. Nutrisi embrio berasal dari dalam sitoplasmanya dan dengan penyerapan dari susu uterus (uterine milk). Setelah plasentasi terjadi (embrio melekat pada uterus), embrio memperoleh makanan dan membuang produk buangan melalui darah

induk. Plasentasi setelah fertilisasi terjadi sekitar 12 – 20 hari pada babi, 18 – 20 hari pada domba, 30 – 35 hari pada sapi, dan 50 – 60 hari pada kuda.

Lama kebuntingan pada spesiae dan bangsa yang berbeda dapat dilihat pada tabel berikut.

Bangsa Rata-rata lama kebuntingan (hari)

Sapi Ayrshire 278 Guernsey 283 Jersey 279 Holstein 279 Brown Swiss 290 Angus 279 Hereford 284 Shorthorn 283 Brahman 293 Domba Hampshire 145 Southdown 145 Merino 151 Kuda Belgium 335 Morgan 342 Arabian 337 Kambing 149 Babi 114

Sumber: Bearden dan Fuquay, 1992

Terdapat tiga perbedaan dalam perkembangan konseptus yakni 1) cleavage, 2) diferensiasi, dan 3) pertumbuhan.

Cleavage: Ini diartikan sebagai proses pembelahan sel tanpa diikuti dengan

pertumbuhan. Setelah fertilisasi, sigot akan membelah berkali-kali tanpa adanya peningkatan di dalam sitoplasma. Ukuran keseluruhan mungkin meningkat karena adanya absorpsi air namun materi selular total menurun. Cleavage pertama akan menghasilkan dua sel embrio yang diikuti dengan cleavage lainnya menjadi 4, 8, 16, 32 sel dan seterusnya. Ketika embrio dari oviduct menuju uterus, bola embrio 16 sampai 32 sel akan terkandung dalam zona pellucida, dimana struktur ini disebut sebagai morula yang beberapa hari kemudian membentuk blastosis yakni struktur rongga yang berisi cairan (blastocoele) yang dikelilingi dengan lapisan sel. Setelah periode cleavage, pembelahan sel akan terus berlanjut dan diikuti dengan pertumbuhan. Pola perkembangan selama cleavage umumnya sama untuk semua spesies, dimana periode ini berlangsung dari fertilisasi kira-kira 12 hari pada sapi, 10 hari pada domba, dan 6 hari pada babi. Untuk perkembangan yang cepat, dapat dilihat pada ternak yang mempunyai lama kebuntingan yang pendek. Perbandingan dari ovulasi selama cleavage pada spesies yang berbeda disajikan pada tabel di bawah ini.

Spesies 1 sel (jam) 8 sel Blastosis Masuk keuterus

Hari

Sapi 24 3 8 3,5

Kuda 24 3 6 5

Domba 24 2,5 7 3

Babi 14-16 2 6 2

Sumber: Bearden dan Fuquay, 1992

Diferensiasi: Periode embrio yang sesungguhnya adalah pada saat diferensiasi,

dimana periode ini ketika sel-sel dalam proses pembentukan spesifik organ di dalam tubuh embrio, termasuk didalamnya pembentukan lapisan-lapisan germinal (germ layers),

membran luar embrio (extraembryonic membrane) dan organ. Peristiwa pertama pada permulaan diferensiasi adalah penampakan lapisan germinal yakni endoderm, mesoderm, dan ectoderm yang merupakan cikal bakal organ yang akan dibentuk seperti pada tabel berikut.

Lapisan Germinal Organ

Ectoderm 1. Sisitim saraf pusat

2. Organ perasa 3. Kelenjar susu 4. Kelenjar keringat 5. Kulit 6. Rambut 7. Kuku

Mesoderm 1. Sistim sirkulasi

2. Sistim pertulangan 3. Otot

4. Sistim reproduksi (jantan dan betina) 5. Ginjal

6. Saluran urinasi (kencing)

Endoderm 1. Sistim pencernaan

2. Hati 3. Paru-paru 4. Pankreas 5. Kelenjar tiroid 6. Kelenjar lainnya Sumber: Bearden dan Fuquay, 1992

Setelah penampakan lapisan germinal, pembentukan membran luar embrionik dimulai yakni amnion dan allanto-chorion serta kantong kuning telur (yolk sac) yang dilihat pada awal diferensiasi dan akan menghilang menjelang akhir tahap perkembangan ini. Amnion membentuk trophoderm (lapisan luar yang terbentuk dari penggabungan antara ectoderm dan mesoderm). Amnion ini berisi cairan yang memungkinkan perlindungan dan perkembangan embrio. Amnion ini dapat dipalpasi melalui rektum antara 30 sampai 45 hari kebuntingan. Allanto-chorion; bagian luar dari membran embrionik yang terbentuk dari

penyatuan antara chorion dan allantois melekat pada endometrium selama plasentasi membentuk plasenta, yang menyebabkan oksigen dan makanan dari darah induk melalui plasenta masuk ke dalam sirkulasi embrio yang mengakibatkan perkembangan embrio. Hasil buangan termasuk ammonia dan karbondioksida dari embrio melalui plasenta ke dalam darah induk untuk eliminasi di dalam sistim induk. Setelah proses diferensiasi ini selesai, maka dilanjutkan dengan pembentukan dan perkembangan organ, dimana produk dari konseptus ini disebut fetus. Bagian kebuntingan antara selesainya proses diferensiasi dan kelahiran diistilahkan dengan periode fetus.

Sebagai contoh periode fetus pada sapi, pola-pola pertumbuhan sangat menarik. Jika pertumbuhan diekspresikan sebagai perubahan ukuran pada periode tertentu, tingkat pertumbuhan fetus untuk 2 sampai 3 bulan meningkat, dan kemudian menurun secara perlahan pada sisa waktu kebuntingan. Fetus antara 61 sampai 90 hari pada periode kebuntingan berat rata-rata 72,5 gram, dibandingkan 5,9 gram pada periode kebuntingan antara 31 sampai 60 hari; pertumbuhan ini melebihi 1100%. Ketika fetus antara 241 sampai 270 hari, beratnya rata-rata 28,6 kg meningkat secara relatif hanya 62% dari 17,7 kg pada umur kebuntingan antara 211 sampai 240 hari. Pola yang sama dapat dilihat pada domba dengan tingkat pertumbuhan relatif lambat pada akhir kebuntingan. Tabel dibawah ini sebagai contoh perubahan berat uterus sapid an isinya selama kebuntingan.

Tahapan

kebuntingan Berat uterusdan isinya Embrio ataufetus amnionCairan Fetal membran

Hari Kg Gram Gram Gram

0-30 0,9 0,5 - 4,5 31-60 1,6 5,9 181,6 49,5 61-90 2,3 72,6 590,2 149,8 91-120 4,0 531,4 1600,0 258,8 Kg Kg Kg 121-150 10,1 1,6 5,0 0,7 151-180 14,6 3,8 5,5 1,3 181-210 23,8 9,5 6,4 2,5 211-240 37,4 17,7 10,0 2,4 241-270 53,8 28,6 11,8 3,4 271-300 67,8 39,9 15,4 3,8 PENUTUP

Untuk mencapai kompetensi bahan ajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat mengetahui 1) proses ovulasi, fertilisasi dan kebuntingan serta mekanisme yang mengaturnya 2) dapat membedakan periode-periode dalam satu kebuntingan.

Soal-soal latihan sebagai penugasan

1. Jelaskan proses terjadinya ovulasi pada ternak sapi dengan menjelaskan keterlibatan hormon yang mengatur.

2. Sebutkan dan jelaskan perbedaan periode-periode kebuntingan.

Sumber Bacaan

1. Bearden HJ, Fuquay JW. 1992. Applied Animal Reproduction. 3rd Ed, Prentice Hall, Englewood Cliffs, Ney Jersey 07632.

2. Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th, Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia, Baltimore, New York, London Buenos Aires, Hongkong, Sidney, Tokyo.

BAB 8

KELAHIRAN DAN MENYUSUI

Dalam dokumen Buku Ajar Ilmu Reproduksi Ternak (Halaman 79-89)