• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI REPRODUKSI PENDAHULUAN

Dalam dokumen Buku Ajar Ilmu Reproduksi Ternak (Halaman 104-111)

Pada bagian ini, pembahasan hanya akan mencakup mengenai perbaikan efisiensi reproduksi dengan menggunakan salah satu teknologi reproduksi yakni dengan inseminasi buatan (IB). Sedangkan teknologi reproduksi yang lain hanya akan dibahas sedikit dan terbatas pada bab ini. Oleh karena itu, teknologi reproduksi IB ini akan dijelaskan serta bagaimana teknologi ini dapat meningkatkan efisiensi reproduksi pada ternak.

Oleh karena itu, sasaran pembelajaran pada pokok bahasan ini adalah menjelaskan tentang manfaat dan kelemahan IB, prosedur IB, dan pengawetan semen, serta kaitannya dengan peningkatan efisiensi reproduksi. Untuk mencapai sasaran pembelajaran pada materi ini, maka strategi pembelajaran yang diterapkan adalah melalui kuliah interaktif, belajar mandiri, collaborative learning, dan pemberian tugas.

URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN

Teknologi Reproduksi

Bioteknologi reproduksi dimaksudkan untuk digunakan digunakan secara rutin untuk memperpendek interval generasi dan menyebarkan materi genetik di antara populasi ternak. Untuk mencapai tujuan ini, teknologi reproduksi telah dikembangkan dari generasi ke generasi selama bertahun-tahun, yaitu inseminasi buatan (IB), transfer embrio (TE), manipulasi fertilisasi dan produksi embrio in vitro (IVF) dan teknik multiplikasi (kloning) untuk aplikasi transgenesis, dan ini bersamaan dengan tehnik pemisahan spermatozoa. Teknologi reproduksi yang secara genetik relevan sejak setengah abad lalu dengan tiga

generasi pertama, yakni inseminasi buatan, kriopreservasi gamet atau embrio, induksi multiovulasi berlipat, ultrasonografi, transfer embrio dan in vitro fertilisasi. Teknologi generasi ketiga dan keempat seperti sexing semen atau embrio, kloning, transgenesis, stem sel, diagnosis molekuler yang berpotensi untuk meningkatkan pengaruh ternak unggul terhadap produksi, namun aplikasi secara komersial masih terbatas.

Generasi Pertama: Inseminasi buatan (IB) merupakan generasi pertama teknologi

reproduksi yang telah dikembangkan dan digunakan lebih dari 200 tahun yang lalu. Sebagai teknologi modern, IB dengan semen segar atau semen beku merupakan teknologi reproduksi yang paling sukses dan efisien dalam produksi ternak selama enam abad. Penggunaan teknologi IB berdampak pada program perbaikan genetik di Negara-negara maju dengan pencapaian tingkat genetik pertahun sebesar 1,0 sampai 1,5% pada sapi perah. Sejalan dengan teknologi IB ini, teknik kriopreservasi semen (semen beku) yang membuat IB berkembang sebagai teknologi reproduksi juga berkembang dengan pesatnya sehingga penggunaan pejantan unggul dengan genetik yang diharapkan dapat digunakan secara luas walaupun dibatasi oleh waktu dan tempat. Dengan penggunaan Semen beku mendorong industri susu, untuk membuat IB lebih sederhana, ekonomis, dan sukses. Sebagai contoh, lebih dari 60 persen dari sapi perah di Amerika menggunakan teknologi IB. Sebaliknya, karena sistem produksi secara ekstensif pada ternak sapi pedaging, maka IB hanya menyumbang kurang dari 5 persen ternak sapi pedaging yang diinseminasi. Sama halnya dengan IB, kriopreservasi embrio memungkinkan komersialisasi global ternak dengan genetik yang tinggi, sebagai embrio. Pembekuan embrio telah menjadi prosedur yang sukses pada sapi selama hampir tiga dekade dan menjadi penggunaan rutin di lapangan. Namun, in vitro-produksi (IVP) embrio sapi lebih sensitif terhadap kriopreservasi daripada

dengan in vivo. Namun demikian, berbagai upaya telah difokuskan pada penyesuaian metode kriopreservasi dengan kebutuhan khusus dari embrio IVP, dengan prosedur vitrifikasi sebagai pendekatan yang menjanjikan untuk kriopreservasi embrio IVP pada sapi daripada metode pembekuan lainnya.

Untuk menerima teknologi IB, beberapa keuntungan/manfaat dan kekurangan dari teknologi ini adalah sebagai berikut: 1) keuntungannya: perbaikan genetik melalui evaluasi yang lebih akurat terhadap penggunaan pejantan superior, dan bahkan dengan teknik penyimpanan semen, pejantan superior tersebut masih dapat digunakan walaupun ternak pejantan tersebut telah mati, kontrol penyakit, perbaikan pencatatan, lebih ekonomis dibandingkan dengan perkawinan secara alami karena tidak perlu memelihara pejantan yang mempunyai sifat genetik yang diharapkan, serta aman terhadap pejantan yang berbahaya khususnya pada sapi perah. Sedangkan kekurangan/kerugiannya adalah sangat sedikit namun termasuk didalamnya penggunaan waktu dan tenaga untuk deteksi berahi, fasilitas pelaksanaan inseminasi, training inseminator.

Generasi Kedua: Pada generasi kedua teknologi reproduksi, telah dikembangkan

multipelovulasi dan embrio transfer (MOET). Embrio transfer telah dikembangkan sekitar empat abad yang lalu dan merupakan bioteknologi reproduksi yang lebih maju daripada IB namun menggunakan prosedur IB dalam proses transfer embrio dan teknologi ini ditetapkan sebagai generasi kedua teknologi reproduksi.

Generasi Ketiga: Generasi ketiga dari teknologi reproduksi yakni gamet dan embrio

sexing, recovery oosit dan fertilisasi in vitro (IVF). Prosedur tambahan juga telah berkembang, seperti gamet intrafallopian transfer (GIFT), zigot intrafallopian transfer

(ZiFT), dan injeksi sperma intracytoplasmic (ICSI), tapi masih dengan aplikasi praktis yang terbatas. Teknologi IVF merupakan teknologi yang dikembangkan untuk menghasilkan embrio sepenuhnya di laboratorium.

Generasi Keempat: Teknologi reproduksi generasi keempat mencakup penggunaan

kloning embrio, transgenesis, stem sel, juga bidang molekular yang dapat membantu dalam seleksi dan pemahaman proses fisiologis dalam meningkatkan fertilitas. Kloning melalui transfer inti (Nuclear Transfer) telah dimulai pada ternak pertama (domba) pada tahun 1986 dengan menggunakan sel dari embrio dini. Kemudian, kelahiran dolly pada bulan Juli 1996 melalui transfer inti somatik-sel dewasa yang merupakan representasi jatuhnya sebuah dogma biologis yang penting, yaitu, bahwa sel-sel somatik tidak bisa diprogram dalam memungkinkan pengembangan individu baru. selanjutnya, kloning oleh transfer inti dari sel somatik dewasa, atau somatic cell nuclear transfer (SCNT), telah dikonfirmasi dalam peningkatan jumlah spesies hewan. Bahkan jika masih relatif tidak efisien, kloning oleh SCNT, bersama dengan IVF, juga telah memberikan kontribusi terhadap kemajuan dan menghasilkan minat yang besar pada bidang yang terkait. Somatik-sel kloning dapat dilakukan untuk tujuan reproduksi, yakni untuk menghasilkan salinan genetik identik dari individu yang memasok sel donor, atau untuk tujuan terapeutik, yaitu untuk menghasilkan sel-sel atau jaringan untuk transplantasi kembali ke individu donor. Somatik-sel kloning berkembang pesat dan teknik bernilai untuk menyalin genotipe unggul dan untuk memproduksi atau menyalin hewan transgenik. Teknologi reproduksi berikutnya adalah stem sel embrio atau germinal sel embrio serta transgenik hewan.

PENUTUP

Untuk mencapai kompetensi bahan ajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat mengetahui perkembangan teknologi reproduksi serta pentingnya teknologi reproduksi ini dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak dalam mencapai efisiensi reproduksi pada ternak yang maksimal. Juga diharapkan mahasiswa mampu memilah teknologi reproduksi yang dapat digunakan pada kondisi peternakan tertentu.

Soal-soal latihan sebagai penugasan

1. Jelaskan mamnfaat dan kerugian penggunaan teknologi inseminasi buatan (IB). 2. Jelaskan perkembangan teknologi reproduksi khususnya pada ternak sapi.

3. Berikan perbedaan mendasar terhadap teknologi reproduksi yang telah dikembangkan.

4. Jelaskan pendapat anda mengenai teknologi yang tepat untuk digunakan dalam meningkatkan angka kelahiran pada ternak sapi di daerah saudara.

Sumber Bacaan

1. Bearden HJ, Fuquay JW. 1992. Applied Animal Reproduction. 3rd Ed, Prentice Hall, Englewood Cliffs, Ney Jersey 07632.

2. Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th, Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia, Baltimore, New York, London Buenos Aires, Hongkong, Sidney, Tokyo.

3. Peters AR and Ball PJH. 1987. Reproduction in Cattle. Butterworths & Co. (Publishers) Ltd, London, Boston, Durban, Singapore, Sydney, Toronto, Wellington.

4. Bertolini M and Bertolini LR. 2009. Advances in reproductive technologies in cattle: from artificial insemination to cloning. Rev. Med. vet. Zoot., 56:184-194.

5. Rodriguez-Martinez H. 2011. Assisted reproductive techniques for cattle breeding in developing countries: a critical appraisal of their value and limitations. Department of Clinical and Experimental Medicine, Faculty of Health Sciences, Linköping University, SE-581 85 Linköping, Sweden, Swedish Links Indonesia Symposia 2010-2011-Chapter HRM-2011.

PENUTUP

Kemampuan hewan untuk mereproduksi secara efisien merupakan komponen integral dari usaha peternakan. Namun, ketidaksuburan merupakan masalah dalam semua sistem produksi ternak. Kegagalan reproduksi merupakan salah satu faktor yang paling penting yang membatasi produktivitas sistem produksi ternak dan kehilangan keuntungan setiap tahunnya. Tantangan utama yang dihadapi banyak produsen adalah bagaimana cara praktis, biaya-efektif untuk meningkatkan kinerja reproduksi tanpa mengorbankan produksi yang aman, daging berkualitas tinggi dan produk-produk susu. Tidak efisiennya reproduksi ternak dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk: siklus reproduksi apakah normal atau tidak, kegagalan munculnya berahi (estrus), kematian embrio dan janin dan kematian selama periode neonatal, kegagalan untuk mencapai pubertas pada usia optimal. Pengetahuan dasar yang mencakup hal tersebut di atas adalah proses reproduksi secara normal sehingga bisa dibandingkan dengan keadaan yang terjadi secara faktual.

Deviasi yang terjadi antara normatif dengan faktual bisa dibandingkan melalui pengetahuan ilmu reproduksi. Oleh karena itu, buku ini telah memberikan gambaran dasar tentang ilmu reproduksi pada ternak yang memuat tentang proses reproduksi mulai dari proses perkembangan organ reproduksi serta mekanisme hormon yang mengikutinya, proses perkembangan gamet jantan dan betina, siklus reproduksi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan diakhiri dengan pengukuran efisiensi reproduksi sebagai pedoman suksesnya proses reproduksi. Teknologi reproduksi terkini juga dimasukkan sebagai bahan perbandingan terhadap perkembangan ilmu reproduksi dari waktu ke waktu. Namun demikian, diharapkan kepada para pembaca, utamanya para mahasiswa yang memprogramkan mata kuliah ini untuk tetap mencari bahan bacaan yang terkait dengan buku bahan ajar ini sehingga dapat memperkaya dirinya dengan wawasan yang lebih luas tentang proses reproduksi khususnya pada ternak/hewan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2012. Animal reproduction: overview. United States Department of Agriculture. National Institute of Food and Agriculture. http://www. csrees.usda.gov/ProgViewOverview.cfm?prnum=18413. [Accessed on Nov 1, 2012]

2. Bearden HJ, Fuquay JW. 1992. Applied Animal Reproduction. 3rd Ed, Prentice Hall, Englewood Cliffs, Ney Jersey 07632.

3. Bertolini M and Bertolini LR. 2009. Advances in reproductive technologies in cattle: from artificial insemination to cloning. Rev. Med. vet. Zoot., 56:184-194. 4. DeJarnette M. 2004. Estrus synchronization: A reproductive management tool.

Select Sires Inc. 11740 U.S. 42 North Plain City.

5. Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th, Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia, Baltimore, New York, London Buenos Aires, Hongkong, Sidney, Tokyo

.

6. Hutchinson JSM. 1993. Controlling Reproduction. Chapman & Hall, 2-6 Boundary Row, London SE1 8HN.

7. Peters AR, Ball PJH. 1987. Reproduction in Cattle. Butterworths. London, Boston,Durban, Singapore, Sidney, Toronto, wellington.

8. Roberts SJ. 2002. Veterinary Obstetrics and Genital Diseases. Second edition, Indian edition. CBS Publishers & Distributors, New Delhi, India.

9. Rodriguez-Martinez H. 2011. Assisted reproductive techniques for cattle breeding in developing countries: a critical appraisal of their value and limitations. Department of Clinical and Experimental Medicine, Faculty of Health Sciences, Linköping University, SE-581 85 Linköping, Sweden, Swedish Links Indonesia Symposia 2010-2011-Chapter HRM-2011.

Dalam dokumen Buku Ajar Ilmu Reproduksi Ternak (Halaman 104-111)