• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN Oogenesis

Dalam dokumen Buku Ajar Ilmu Reproduksi Ternak (Halaman 59-67)

Oogenesis atau ovigenesis bermula pada periode prenatal. Potensial gamet oogonium terkait dengan folikel primer pada awal pembentkannya. Oogonia berasal dari perpanjangan yolk sac yang terbentuk dari bagian belakang embrio. Pada awal pembentukannya, proliferasi oogonia dengan pembelahan mitosis terjadi dalam parenkim ovarium. Proliferasi ini berhenti sebelum kelahiran sehingga ovarium mempunyai jumlah potensial ova atau oosit yang tetap pada saat dilahirkan. Oosit memasuki profase pada pembelahan miosis pertama selama peride fetus dan kemudian dorman yang kemudian disebut dictyate oocytes. Selama periode prenatal dan selanjutnya setelah dilahirkan, telah dilaporkan bahwa terjadi pola siklus dalam pertumbuhan dan pematangan oosit, namun demikian, tidak ada oosit yang betul-betul matang sampai mencapai umur pubertas. Diperkirakan bahwa kurang dari 1% dari semua oosit yang mencapai kematangan dan dilepaskan selama ovulasi.

Pertumbuhan dan pematangan oosit akan berlanjut secara bersiklus setelah pubertas. Selama gelombang pertumbuhan folikel yang terjadi pada setiap siklus berahi, sekelompok oosit terkait dengan mulainya pertumbuhan dan pematangan folikel ini. Kebanyakan menjadi atretic (atresia) sedangkan lainnya tetap dorman. Namun demikian, pada saat regresi luteal, oosit dengan folikel dominan mencapai kematangan dan dilepaskan melalui ovulasi ke sistim duktusuntuk fertilisasi pada sapi, domba, kambing dan kuda. Pada babi, 10 sampai 25 oosit dapat mencapai kematangan dan berovulasi.

Setelah miosis berhenti, perkembangan, pematangan kembali dengan pertumguhan oosit dan pembentukan zona pellucid, membran luar seperti gel di sekitar oosit.

Pertumbuhan oosit diikuti dengan pertumbuhan folikel. FSH menstimulir proliferasi sel-sel granulosa yang mengelilingi oosit, dengan folikel berkembang dari folikel primer menjadi folikel sekunder. Berlanjutnya stimulasi FSH menghasilkan kelanjutan proliferasi sel-sel granulosa dan pembentukan antrum. Proliferasi sel-sel teka (thecal cells) diluar membran dasar terjadi dengan pengaruh LH. Selama perkembangan ini, folikel diperuntukkan untuk ovulasi, dan menjadi folikel dominan. Ketika folikel dominan dan folikel antral lainnya mensekresi cukup estrogen, lonjakan preovulatory LH terpicu. Tingginya level LH mengakibatkan pelepasan oosit ke dalam cairan folikel, yang kemudian berlanjut dan penyelesaian miosis I. Produk dari pembelahan pertama miosis adalah oosit sekunder dan polar body pertama yang tersimpan/berlokasi diantara membran vitelin dan zona pellucid di dalam ruang perivitelin. Pada pembelahan ini, jumlah kromosom di dalam oosit berubah dari diploid (2n) menjadi haploid (n). Oosit sekunder mempertahankan semua sitoplasma dan setengah materi inti (kromosom) dari oosit primer. Kemudian setengah dari materi inti tersebut terekstrusi sebagai polar body. Pembelahan miosis pertama ini berakhir sesaat sebelum ovulasi pada sapi, babi dan domba serta segera setalah ovulasi pada kuda.

Pembelahan miosis kedua dimulai segera setelah pembelahan pertama selesai dan berhenti pada metaphase II. Miosis kedua dimulai kembali pada saat proses fertilisasi dan akan lengkap/selesai dengan interaksi antara oosit dengan spermatozoa. Produk dari pembelahan miosis kedua adalah sigot dan polar body kedua.

Gambar 16. Tahapan pematangan pada sel-sel germinal selama oogenesis (Bearden and Fuquay, 1992).

Selama periode fetus, pembelahan mitosis telah selesai dan miosis pertama mulai. Miosis pertama tertahan setelah kelahiran pada profase I. Pertumbuhan oosit dan pembentukan zona pellucida diikuti dengan pertumbuhan folikel. Preovulatory lonjakan LH Gambar 16. Tahapan pematangan pada sel-sel germinal selama oogenesis (Bearden and

Fuquay, 1992).

Selama periode fetus, pembelahan mitosis telah selesai dan miosis pertama mulai. Miosis pertama tertahan setelah kelahiran pada profase I. Pertumbuhan oosit dan pembentukan zona pellucida diikuti dengan pertumbuhan folikel. Preovulatory lonjakan LH Gambar 16. Tahapan pematangan pada sel-sel germinal selama oogenesis (Bearden and

Fuquay, 1992).

Selama periode fetus, pembelahan mitosis telah selesai dan miosis pertama mulai. Miosis pertama tertahan setelah kelahiran pada profase I. Pertumbuhan oosit dan pembentukan zona pellucida diikuti dengan pertumbuhan folikel. Preovulatory lonjakan LH

menginisiasi mulainya miosis. Miosis pertama selesai tetapi meiosis II berhenti pada metaphase II. Selama fertilisasi, miosis II kembali dan selesai dengan pembentukan sigot.

Spermatogenesis

Spermatogenesis dapat dibagi dalam dua fase yang berbeda yakni spermatositogenesis dan spermiogenesis. Spermatositogenesis merupakan serangkaian pembelahan dari spermatogonia sampai membentuk spermatid. Spermatogonia merupakan potensial gamet yang kecil, bulat, dan lebih banyak sel-sel. Sedangkan spermiogenesis merupakan fase dimana spermatid bermetamorfosis membentuk spermatozoa. Dalam pembentukannya di tubulus seminiferus, proses ini akan berlangsung selama 46 – 49 hari pada domba, 36 – 40 hari pada babi dan lebih lama pada sapi (56 – 63 hari). Spermatozoa yang telah berkembang, kemudian bermigrasi dari membran dasar tubulus seminiferus menuju lumen. Terdapat dua jesis sel yang terdapat pada membran dasar tubulus seminiferus yakni sel-sel sertoli yang lebih besar dan dengan jumlah sedikit dan sel-sel somatik yang berperan dalam mendukung selama proses spermatositogenesis dan spermiogenesis.

Selama spermiogenesis, spermatid melekat pada sel-sel Sertoli. Masing-masing spermatid bermetamorfosis (perubahan dalam morfologi) membentuk spermatozoon. Selama proses metamorphosis ini, materi inti akan kompak/menyatu pada salah satu bagian sel, membentuk kepala spermatozoon, sedangkan sel selebihnya memanjang membentuk ekor. Akrosom yang merupakan pembungkus kepala spermatozoon, akan terbetuk dari badan Golgi dari spermatid. Sitoplasma dari spermatid terlepas pada pembentukan ekor, droplet sitoplasmik ini akan membentuk leher spermatozoon. Mitokondria dari spermatid akan membentuk spiral bagian atas sekitar seperenam dari ekor, membentuk penutup

mitokondrial.Spermatozoa yang baru dibentuk kemudian dilepaskan dari sel Sertoli dan dipaksa keluar melalui lumen tubulus seminiferus ke dalam rete testis. Spermatozoa merupakan sel-sel unik yang tidak mempunyai sitoplasma, dan setelah proses maturasi/pematangan, mempunyai kemampuan untuk motil secara progresif.

Gambar 17. Spermatogensis menunjukkan urutan peristiwa dan waktu yang terlibat dalam spermatogenesis pada domba (Bearden and Fuquay, 1992).

Proses pada Gambar 16 menunjukkan bahwa spermatogonium (A2) membelah dengan mitosis, membentuk spermatogonium aktif (A3) dan spermatogonium dorman mitokondrial.Spermatozoa yang baru dibentuk kemudian dilepaskan dari sel Sertoli dan dipaksa keluar melalui lumen tubulus seminiferus ke dalam rete testis. Spermatozoa merupakan sel-sel unik yang tidak mempunyai sitoplasma, dan setelah proses maturasi/pematangan, mempunyai kemampuan untuk motil secara progresif.

Gambar 17. Spermatogensis menunjukkan urutan peristiwa dan waktu yang terlibat dalam spermatogenesis pada domba (Bearden and Fuquay, 1992).

Proses pada Gambar 16 menunjukkan bahwa spermatogonium (A2) membelah dengan mitosis, membentuk spermatogonium aktif (A3) dan spermatogonium dorman mitokondrial.Spermatozoa yang baru dibentuk kemudian dilepaskan dari sel Sertoli dan dipaksa keluar melalui lumen tubulus seminiferus ke dalam rete testis. Spermatozoa merupakan sel-sel unik yang tidak mempunyai sitoplasma, dan setelah proses maturasi/pematangan, mempunyai kemampuan untuk motil secara progresif.

Gambar 17. Spermatogensis menunjukkan urutan peristiwa dan waktu yang terlibat dalam spermatogenesis pada domba (Bearden and Fuquay, 1992).

Proses pada Gambar 16 menunjukkan bahwa spermatogonium (A2) membelah dengan mitosis, membentuk spermatogonium aktif (A3) dan spermatogonium dorman

(tidak aktif) (A1). Spermatogonium aktif mengalami empat pembelahan mitosis membentuk 16 spermatosit primer. Masing-masing spermatosit primer akan mengalami dua kali pembelahan miosis membentuk empat spermatid (sehingga membentuk 64 spermatid dari spermatogonium A3). Spermatogonium duorman (A1) kemudian akan membelah menghasilkan spermatogonia (A2) yang dengan pembelahan mitosis akan membentuk spermatogonia aktif baru (A3) dan spermatogonia dorman baru (A1). Masing-masing spermatid mengalami metamorfosis untuk membentuk spermatozoon (setiap spermatozoon membesar membentuk morfologi yang lebih detail).

Gambar 18. Segmen kecil dari tubulus seminiferus aktif menunjukkan tahap perkembangan yang terjadi selama spermatogenesis. Perhatikan lapisan konsentris dari spermatogonia, spermatosit, dan spermatid maju dari dinding tubulus seminiferus ke lumen (Bearden and Fuquay, 1992).

(tidak aktif) (A1). Spermatogonium aktif mengalami empat pembelahan mitosis membentuk 16 spermatosit primer. Masing-masing spermatosit primer akan mengalami dua kali pembelahan miosis membentuk empat spermatid (sehingga membentuk 64 spermatid dari spermatogonium A3). Spermatogonium duorman (A1) kemudian akan membelah menghasilkan spermatogonia (A2) yang dengan pembelahan mitosis akan membentuk spermatogonia aktif baru (A3) dan spermatogonia dorman baru (A1). Masing-masing spermatid mengalami metamorfosis untuk membentuk spermatozoon (setiap spermatozoon membesar membentuk morfologi yang lebih detail).

Gambar 18. Segmen kecil dari tubulus seminiferus aktif menunjukkan tahap perkembangan yang terjadi selama spermatogenesis. Perhatikan lapisan konsentris dari spermatogonia, spermatosit, dan spermatid maju dari dinding tubulus seminiferus ke lumen (Bearden and Fuquay, 1992).

(tidak aktif) (A1). Spermatogonium aktif mengalami empat pembelahan mitosis membentuk 16 spermatosit primer. Masing-masing spermatosit primer akan mengalami dua kali pembelahan miosis membentuk empat spermatid (sehingga membentuk 64 spermatid dari spermatogonium A3). Spermatogonium duorman (A1) kemudian akan membelah menghasilkan spermatogonia (A2) yang dengan pembelahan mitosis akan membentuk spermatogonia aktif baru (A3) dan spermatogonia dorman baru (A1). Masing-masing spermatid mengalami metamorfosis untuk membentuk spermatozoon (setiap spermatozoon membesar membentuk morfologi yang lebih detail).

Gambar 18. Segmen kecil dari tubulus seminiferus aktif menunjukkan tahap perkembangan yang terjadi selama spermatogenesis. Perhatikan lapisan konsentris dari spermatogonia, spermatosit, dan spermatid maju dari dinding tubulus seminiferus ke lumen (Bearden and Fuquay, 1992).

Kontrol Hormon pada Spermatogenesis

TPada sapi dan domba, terdapat 3 sampai 7 lonjakan LH per hari yang juga diikuti oleh lonjakan testosteron. Peran utama LH dalam peraturan spermatogenesis tampaknya tidak langsung bahwa hal itu merangsang pelepasan testosteron dari sel Leydig. Testosteron dan FSH bekerja di dalam sel-sel tubulus seminiferus untuk menstimulir spermatogenesis. Testosteron diperlukan pada tahap-tahap tertentu dalam spermatositogenesis dan faktor dominan dalam pengaturan proses ini. Konsentrasi testosteron yang tinggi dalam cairan pada tubulus seminiferus (100-300 kali lebih tinggi dari plasma peripheral) nampaknya penting untuk untuk spermatogenesis normal. Konsentrasi tinggi ini dipertahankan melalui pengikatan testosteron terhadap androgen-binding protein (protein yang mengikat androgen). androgen-binding protein ini diserap di dalam epididimis yang disekresikan oleh oleh sel-sel Sertoli dibawah stimulasi FSH. Oleh karena itu, konsentrasi testosteron yang tinggi ini dipertahankan di dalam rete testis, vasa eferensia, bagian proximal epididimis dan juga pada tubulus seminiferus. FSH dan LH dilepaskan atas pengaruh GnRH. FSH penting untuk sel-sel Sertoli termasuk sekresi inhibin, estrogen, dan androgen-binding protein. FSH nampak lebih dominan dalam mengatur spermiogenesis melalui pengaruh secara langsung melalui sel germinal dan/atau tidak langsung melalui fungsi dari sel-sel Sertoli. FSH dibutuhkan untu produksi spermatozoa.

Testosteron merupakan umpan balik negatif pada hipotalamus dan konsentrasi pituitari anterior. Konsentrasi testosteron yang tinggi akan menghambat pelepasan GnRH, FSH, dan LH, sedangkan konsentrasi rendah memungkinkan pelepasannya. PGF2α akan merangsang pelepasan LH dan testosteron. Oleh karena itu, PGF2α mungkin terlibat dalam pengaturan umpan balik antara hipotalamus, hipofisa anterior, dan testis.

PENUTUP

Untuk mencapai kompetensi bahan ajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat mengetahui proses-proses yang terjadi dalam pembentukan ovum dan spermatozoa serta hormon yang terlibat dalam pembentukannya.

Soal-soal latihan sebagai penugasan

1. Jelaskan proses pembentukan ovum. 2. Jelaskan proses pembentukan spermatozoa.

3. Hubungkan antara proses pembentukan ovum atau spermatozoa dengan hormone yang terlibat didalamnya.

Sumber Bacaan

1. Bearden HJ, Fuquay JW. 1992. Applied Animal Reproduction. 3rd Ed, Prentice Hall, Englewood Cliffs, Ney Jersey 07632.

2. Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th, Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia, Baltimore, New York, London Buenos Aires, Hongkong, Sidney, Tokyo.

BAB 6

Dalam dokumen Buku Ajar Ilmu Reproduksi Ternak (Halaman 59-67)