• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 P ENGELOLAAN L IMBAH R ADIOAKTIF

Dalam dokumen DIKTAT KULIAH TL 3204 (1) (Halaman 85-94)

BAGIAN VI LIMBAH RADIO AKTIF

3 P ENGELOLAAN L IMBAH R ADIOAKTIF

Pengolahan dan pembuangan (penyingkiran) limbah yang bersifat radioaktif merupakan masalah yang berat dalam abad nuklir ini. Sampai saat ini praktis belum ditemukan teknologi atau tata cara baik secara kimiawi maupun biologis untuk menetralisisr sifat-sifat radioaktivitas. Cara yang banyak dilakukan untuk menangani limbah cair adalah penyimpanan atau pengkonsentrasian. Beberapa cara memang banyak dikembangkan, misalnya bagaimana menyerap unsur berbahaya, tetapi ini hanya memindahkan masalah; komponen radioaktif dalam limbah cair dikonversi menjadi limbah padat yang tetap bersifat radioaktif dan harus tetap ditangani. Cara yang biasa dilakukan untuk menangani limbah padat adalah membuangnya atau menyingkirkannya, dengan perlindungan yang ketat agar sifat-sifat radioaktivitasnya tidak membahayakan lingkungan, misalnya ke lautan yang dalam, ke dalam tanah yang dibangun khusus untuk itu. Sifat radioaktivitasnya akan menurun dengan sendirinya sesuai dengan waktu paruhnya.

Sifat mencemari dari sebuah limbah akan ditentukan oleh karakteristik fisis, biologis serta kimiawinya. Dengan pengebangan teknologi dan ilmu nuklir serta penggunaan isotop-isotop radioaktif yang makin luas, maka akan dihasilkan limbah radioaktif yang tambah banyak dan dapat menyebakan radiasi pengionan; satu-satunya pemecahan yang tuntas adalah hanya dengan memanfaatkan waktu-paruh peluluhannya. Cara yang diterapkan sekarang sebetulnya tidaklah tuntas, karena hanya bersifat mengurangi konsentrasinya, atau memindahkan dalam bentuk padat untuk kemudian dibuang/disingkirkan sambil menunggu luluh dengan sendirinya sesuai dengan waktu-paruhnya. Bila limbah yang mengandung pencemar mengalir ke lautan atau ke sungai, sejumlah pencemar yang terkandungnya akan terolah secara alamiah. Bagian yang tersuspensi akan mengendap, bagian organiknya akan teroksidasi, sedang bagian kimiawinya akan terencerkan. Pencemar radioaktif akan tereduksi dengan sendirinya dengan peluluhan alamiahnya. Untuk itu perlu adanya jaminan bahwa isotop-isotop yang aktif tidak berkontak dengan lingkungan sampai batas konsentrasi tertentu yang menyebabkan tidak timbulnya masalah.

Sumber-sumber Limbah Radioaktif :

Definisi buangan/limbah radioaktif dapat didasarkan atas tiga pendekatan, yaitu : - atas kandungan radioaktifnya

- atas potensi bahayanya - atas sumbernya

Pendapat pertama dan kedua secara prinsip lebih baik, tetapi praktisnya sulit untuk direalisis. Karena tidak praktis untuk memprediksi kandungan radioaktif buangan padat. Berikutnya bahwa tidak sulit menarik keyakinan bahwa setelah dibuang konsentrasi tidak mengalami penurunan akibat reaksi kimiawi ataupun biologis. Oleh karenanya, yang lebih realistis adalah mendeteksinya berdasarkan sumbernya. Definisi limbah radioaktif adalah buangan dalam bentuk padat, cair atau gas yang dihasilkan selama pembuatan atau penggunaan substansi radioaktif. Termasuk di dalamnya adalah kelompok limbah yang sebetulnya tidak begitu berbahaya, namun tetap dianssumsi berbahaya sampai terdapat pembuktian. Metoide pembuangan dianggap aman, bila dapat menunjukkan bahawa tidak seorangpun menerima dosis lebih dari 10 milirem/minggu. Dalam banyak hal, pembuangan limbha cair ke saluran riolering adalah dianggap aman bila rata- rata konsentrasi radioaktivitas dalam saluran tidak lebih dari 10 -4 µc/ml. Pertimbangan genetika mengharuskan bahaw rata-rata dosis radiasi yang dietreima oelh manusia secara keseluruhan adalah 1,3 milirem/minggu

Ditinjau dari tingkat aktivitas radioaktivnya, maka terdapat dua jenis limbah radioaktif, yaitu: - limbah tingkat rendah

- limbah tingkat menengah/tinggi

Limbah tingkat menengah/tinggi dihasilkan dari pemerosesan kembali bahan bakar nuklir yang mengandung seluruh produk fisi. Limbah ini dicirikan dengan kemampuan penetrasi radiasi yang tinggi, laju penghasil panas yang tinggi dan waktu paruh radioaktif yang panjang. Limbah tingkat tinggi sangat sedikit mengandung radioaktivitas, tidak membutuhkan sedikit atau bahkan tidak dibutuhkan kontainer khusus, tetapi tetap mempunyai potensi konsentrasi limbah berbahaya. Sumber utama dari limbah jenis ini misalnya dari kegiatan kedokteran, penelitian kesehatan, laboratorium-laboratorium penelitian. Total keterpaparan radiasi di USA apada tahun 1980-an untuk segala sumber sekitar 182 mrem/tahun/orang. Radiasi ini sebagian besar berasal dari sumber alamiah seperti sinar kosmis (102 mrem/tahun), diagnosa medikal dari sinar-X sekitar 72 mrem/tahun, pembangkit tenaga nuklir komersial sebesar 0,01 mrem/tahun.

Penyimpanan dan Pengkonsentrasian Limbah Cair :

Limbah cair yang paling banyak dihasilkan agaknya berasal dari proses pembuatan bahan bakar nuklir. Dalam proses fisi, uranium menghasilkan sekitar 30 radionuklisida, yang terakumulasi guna menurunkan tenaga reaktor melalui absorpsi netron. Oleh karenanya, secara berkala dibutuhkan pengeluaran bahan bakar ini, mengambil uraniumnya dan memisahkan plutonium yang juga terbentuk. Tabel 10.2 berikut menggambarkan hasil fisi bila digunakan 1 ton uranium.

Tabel 6.3: Hasil fisi dari pembakaran 1 ton Uranium --- Kelompok Kimiawi Elemen Kimiawi Berat (Kg) --- Gas jarang Kripton dan xenon 128 Alkali berat Rubidium 15 Caesium 118 Alkali tanah Strontium 42 Barium 43 Ytrium 317 Elemen ke 4 Zirconium 125 Elemen ke 5 Niobium 5 Elemen ke 6 Molybdenum 92 Tellurium 16 Elemen ke 7 Technetium 29 Iodine 7 Logam jarang Ruthenium, rhodium dan palladium 61 ---

Elemen-elemen bahan bakar yang tidak teradiasi tetap mengandung bahaya radioaktif dengan tingkat aktivitas sekitar 10 sampai 15 curie/L, sehinga membutuhkan penanganan dengan kontrol yang ketat.

Limbah cair dengan sifat-sifat radioaktif mempunyai sifat yang secara spontan dapat mendidih dengan sendirinya karena adanya absorpsi enersi radiannya sendiri. Tetapi laju pelepasan panas tersebut tidaklah teratur, sehingga masalah timbulnya tekanan yang meninggi secara tiba- tiba perlu diperhatikan dalam rancangan penyimpanan. Guna mengurangi masalah ini, biasanya agitator udara atau sirkulasi cairan digunakan.

Limbah cair biasanya dinetralkan dan disimpan dalam kontainer baja kualitas baik atau dalam beton bertulang. Masalah yang timbul bila limbah tidak dipertahankan dalam kondisi asam, adalah kemungkinan terjadinya endapan. Bila limbah dipertahankan dalam kodisi asam, maka kontainer baja perlu dilapis dengan bahan anti karat, yang tentu saja akan menaikkan biaya penyimpanan. Dibutuhkan kumparan pendingin agar panas yang dihasilkan akibat terjadinya peluluhan radioaktif dapat dikeluarkan. Perlu pula adanya katup pelepas tekanan uap dan uap tersebut kemudian dikembalikan lagi ke kontainer tersebut. Sarana pemonitor dini terhadap kemungkinan kebocoran sangat diperlukan. Sumur-sumur pemantau juga diperlukan di sekitar kontainer yang ditanam dalam tanah, agar masalah bocornya limbah ini dapat segera diketahui. Mengingat bahwa bila limbah cair yang disimpan dengan cara tersebut akan membutuhkan biaya besar, maka usaha lain adalah mengkonsentrasikan limbah tersebut agar volumenya berkurang, misalnya dengan proses evaporasi. Beberapa radioisotop, seperti rutheniumakan, akan tervolati- lisasi dengan sendirinya. Sebetulnya dengan sifat dapat memanaskan dirinya sendiri akan memungkinkan proses swa-evaporasi. Namun hal ini kurang memuaskan hasilnya karena panas yang dikeluarkan per satuan volume relatif rendah. Limbah yang akan diuapkan biasanya diletakkan pada kontainer baja yang divakumkan sampai mencapai volume yang belum memungkinkan terjadinya endapan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam evaporator limbah jenis ini adalah agar sarana tersebut tidak membutuhkan perawatan yang terlalu rumit; sebab bila tidak, akan menyulitkan karena jenis limbahnya yang bersifat radioaktif. Penyimpanan limbah radioaktif dalam bentuk solidifikasi dengan glas dianggap aman dan efektif. Inggeris, misalnya, melaslukan pencampuran limbah cair terkonsentrasi dengan silika dan borax dalam larutan asan nitrat. Larutan tersebut kemudian terevaporasi akibat panas yang terjadi. Dalam proses pendinginan, didapatkan limbah yang terbungkus secara solidifikasi.

Pengolahan Limbah Cair:

Seperti dibahas di muka, sifat-sifat radioaktif tidak dapat dimusnahkan, namun yang mungkin adalah mengkonsentrasikan nuklisida-nuklisida tersebut dalam volume cairan yang relatif kecil, sehingga memudahkan dalam penanganan berikutnya. Disamping dengan cara penguapan, maka beberapa metode yang digunakan adalah dengan penukar ion, proses kimiawi atau biologis. Proses penukar ion adalah proses yang sudah lama dikenal, yaitu dengan memanfaatkan media tertentu yang mempunyai sifat dapat menukarkan kation atau anionnya dengan kation dan anion lain dari limbah. Jadi ion- ion radioaktif tersebut ditukar dengan ion-ion yang tidak aktif yang terdapat dalam media. Media penukar ion yang mengandung sejumlah ion- ion yang dapat ditukar tersebut, dapat digunakan terus sampai materi tersebut menjadi jenuh dan tidak dapat lagi berfungsi. Media penukar ion tersebut kemudian dapat dianggap sebagai limbah padat dan membutuhkan penanganan khsusus dalam pembuangan akhir. Alternatif lain adalah dengan regenerasi sesuai dengan ion yang terkandungnya. Dari proses ini akan dihasilkan cairan dengan konsentrasi yang sangat tinggi yang mengandung elemen radioaktif yang harus ditangani lebih lanjut, misalnya dalam pembuangan atau penyingkiran akhir.

Media yang dikenal mempunyai kapasitas penukar ion yang tinggi adalah resin sintetis. Media ini relatif lebih stabil. Akan terdapat dua jenis penukar ion, yaitu penukar kation dan penukar anion. Kapasitasnya akan tergantung pada afinitas relatifnya. Secara praktis, penukaran akan terjadi bila kation pada media penukar mempunyai affinitas yang sama atau lebih kecil dari yang akan menggantikannya, yaitu ion-ion dari limbah, misalnya :

Salah satu kelemahan dari cara ini adalah bahwa media ini tidak dapat membedakan antara ion yang aktif atau ion yang tidak aktif, sehingga media menjadi lebih cepat jenuh.

Beberapa jenis media alamiah juga mempunyai kemampuan untuk berfungsi sebagai penukar ion antara lain adalah tanah lempung (clay). Beberapa jenis lempung, terutama montmorillonite mempunyai kapasitas penukar ion sampai 1 miliekuivaalen (meq) per gram, namun media ini mempunyai sifat-sifat penyaringan yang buruk sehingga menyulitkan dalam operasionalnya. Media alamiah lainnya adalah penggunaan vermiculite atau lignite. Media ini mempunyai kemampuan filtrasi yang baik dibandingkan montmorillonite dan kapasitas penukar ionnya sekitar 0,7 meq/gram. Dua jenis isotop yang paling penting untuk dijadikan acuan adalah radiostrontium dan radiocaesium. Radiostrontium merupakan isotop yang paling berbahaya sebagai penyebar emisi beta, sedang caesium-137 mempunyai waktu paruh yang pajang, yaitu sekitar 30 tahun. Disamping itu, karena merupakan unsur monovalensi, maka relatif sulit untuk dipisahkan dari larutannya. Oleh karenanya, setiap media yang digunakan dalam penukar ion harus mampu menyisihkan kedua jenis isotop tersebut. Dalam hal ini vermiculite mempunyai kemampuan untuk itu. Ion penukar dari media ini mayoritas adalah magnesium. Bila limbah dengan pH tinggi melalui media tersebut, maka Mg cenderung akan mengendap sebagai hidroksida, dan dapat memampatkan media penukar ion tersebut. Cara lain aplikasi penukar ion adalah penggunaan electrolitis deionisasi, yang prinsipnya adalah identik dengan penyisihan air asin. Aruh searah dilalukan pada dua elektrode yang terendam. Diantara katode tersebut diletakkan membran secara bersilangan, yaitu sebagai penukar anion dan penukar kation. Dengan demikian akan terjadi sekaligus penukaran kation dan penukaran anion.

Pengolahan limbah radioaktif secara kimiawi diterapkan di banyak negara, walaupun kemampuan dekontaminasinya relatif tidak begitu besar, namun cara ini cocok untuk limbah yang mempunya kadar radioaktif rendah. Sasaran dari cara ini adalah bagaimana mengkonsentrasikan nuklisida. Dengan demikian, limbah lumpur yang terkonsentrasi tersebut dapat ditangani lebih lanjut, misalnya disingkirkan ke dalam tanah dan sebagainya.

Pemilihan proses yang dilakukan adalah tergantung pada kinerja penyisihan yang diinginkan, jenis radionuklisida yang akan dipisahkan. Umumnya, bila yang akan ditangani adalah produk fisi yang tercampur, maka pH yang lebih tinggi akan menghasilkan penyisihan yang lebih tinggi pula. Walaupun dilakukan penaikan pH, namun tetap dibutuhkan mekanisme lain agar sebanyak mungkin materi tersebut terpisah dari cairannya, atau densitas buangan lumpurnya menjadi lebih tingi, yaitu dengan merangsang terjadinya partikel flok yang mudah mengendap. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan penambahan koagulan. Koagulan akan menyerap ion-ion tertentu dari larutan dan membentuk partikel yang lebih besar, sehingga akan menambah efisiensi penyisihan secara keseluruhan. Disamping itu, penambahan koagulan akan menyebabkan materi tersuspensi yang juga bersifat radioaktif, akan lebih mudah mengendap sehingga efisiensi penyisihannya menjadi lebih tinggi. Beberapa jenis flokulan yang biasa digunakan dalam teknologi pengolahan limbah seperti garam-garam aluminium, ferro dan ferri sulfat, silika aktif atau sodium fosfat juga dapat diterapkan dalam limbah radioaktif ini. Dalam hal garam-garam besi yang digunakan, terdapat kecendrungan bahwa kation multivalensi seperti yttrium, cerium, promethium dan ruthenium akan lebih mudah terserap sehingga dapat terkonsentrasi dalam lumpurnya.

Langkah berikutnya, adalah partikel flok dan partikel tersuspensi tersebut harus diendapkan dan tidak terbawa ke dalam efluennya kembali. Keberhasilan pembentukan flok harus diikuti dengan unit operasi yang lain yang sangat menentukan, yaitu unit pengendap. Unit-unit pengendap yang biasa digunakan dalam pengolahan limbah akan menghasilkan kinerja yang sama.

Walapun telah dilakukan pembubuhan kimiawi secara flokulasi- koagulasi-pengendapan, namun ada beberapa kation atau anion radioaktif yang membutuhkan penanganan khusus. Salah satunya adalah radiocaesium, yang biasanya dipisahkan melalui vermiculite, lignite atau resin sintetis terlebih dahulu, seperti telah dibahas di muka. Alternatif lain adalah dengan penambahan lempung selama koagulasi, namun hal ini cenderung mengurangi sifat-sifat mengendap dari partikel tersebut. Barium khlorida juga dapat digunakan untuk mengendapkan ion-ion sulfat dan tellurate, kemudian diikuti dengan pembubuhan ferri sulfat untuk menyisihkan kelebihan barium

dan bertindak pula sebagai koagulan. Radioiodine biasanya hadir dalam kondisi anion, dan dapat disisihkan dengan penggunaan garam-garam perak atau penukar anion. Salah satu nuklisida yang relatif suulit untuk ditangani adalah ruthenium, yang dapat hadir sebagai kation, anion atau dalam bentuk non-ion. Cara yang paling baik yang pernah dilakukan adalah dengan co-presipitasi dengan tembaga sulfida dalam suasana asam.

Hal yang penting dalam proses pengendapan tersebut adalah bagaimana mendapatkan efluen yang sangat baik, sehingga penggunaan filtrasi sedapat mungkin dihindari. Oleh karenanya dalam beberapa hal digunakan coagulant-aids, seperti senyawa sellulosa, polysaccharida, dan biasanya yang paling efisien dalah menggunakan polimer dengan berat molekul ting gi, yaitu polyelectrolite. Beberapa diantara jenis polimer tersebut mempunyai muatan negatif (anion), seperti senyawa caustic-hydrolised polyacrylamide, atau bermuatan positif (kation) seperti polyvinyl pyridinium butyl bromide.

Langkah berikutnya adalah penanganan lumpur yang berasal dari unit pengendap yang masih mengandung kadar air tinggi (di atas 90%). Seperti telah dibahas di muka, lumpur kimiawi yang dihasilkan dari pengolahan tersebut sebagian besar akan bersifat koloidal dan tidak mengendap secara baik serta sulit difilter dalam proses penanganan lumpur. Dengan mengunakan filter vakum, akan dihasilkan cake lumpur tetapi masih mengandung air sampai sekitar 85 %. Sentrifugasi juga tidak memberikan pemecahan yang baik. Cara yang banyak dilakukan adalah pembekuan. Pengolahan dengan pembekuan ini akan mengkonsentrasikan elektrolit yang ada di sekitar partikel koloidnya, sehinga menaikkan proses koagulasinya. Partikel yang dihasilkan berupa granular dan dapat terendapkan serta tersaring secara baik. Lumpur kering yang dihasilkan kemudian di tangani sebagai halnya limbah padat radioaktif. Efluen cair dari limbah radioaktif yang kadar radioaktivitasnya dikatagorikan rendah, dilirkan ke badan air dengan mengandalkan pengenceran dan dispersi. Organisme tertentu di alam dalam hal ini dapat menim- bun radioisotop dalam tubuhnya. Dapat saja terjadi bahwa ikan yang berada dalam sungai yang menerima efluen limbah radioaktif cair dengan konsentrasi phosphorus-32 di bawah konsentrasi maksimum yang diizinkan untuk air minum, pada suatu saat akan mengakumulasikan radioaktif ini sampai di atas batas yang diizinkan (biomagnifikasi). Diketahui bahwa konsentrasi dari elemen-elemen yang biasa terdapat di alam seperti kalium, kalsium atau strontium akan lebih tinggi terdapat di tumbuhan air dibandingkan air sekitarnya. Jadi bila badan air tersebut terkonta- minasi dengan isotop radioaktif, radioisotop tersebut akan cenderung berakumulasi pada tanaman air tersebut. Fenomena ini juga dimanfaatkan dalam penyerapan elemen-elemen tertentu oleh tumbuhan air seperti eceng gondok guna mengurangi konsentrasi pencemar radioaktif berkadar rendah, seperti yang dilakukan di Perancis.

Penentuan analisis kimiawi dari elemen dalam organisme air dan air, akan mengidentifikasikan maksimum konsentrasi isotop radioaktif yang dapat terjadi dengan cara tersebut. Akumulasi radioaktif oleh organisme biasanya dinyatakan dengan faktor konsentrasi (FK), yaitu:

(aktivitas per satuan berat organisme)/(aktivitas per satuan berat air)

Disamping itu, fenomena lain yang dapat terjadi secara alamiah adalah penyisihan elemen- elemen radioaktif oleh adsorpsi permukaan. Unsur-unsur multivalensi seperti zirconium dan plutonium dapat direduksi dengan cara ini, misalnya oleh mikroorganisme semacam bakteria dan algae bersel tunggal.

Pengolahan secara biologis yang sengaja dibangun mempunyai prinsip identik dengan yang biasa digunakan dalam pengolahan limbah lain. Pengolahan secara biologis bagi limbah radioaktif yang dikatagorikan ringan biasanya didasarkan atas satu diantara tiga pertimbangan, yaitu:

a. Limbah radioaktif yang akan dialirkan ke badan air, mungkin mengadung komponen- komponen organik biodegradabel, sehingga sebelumnya perlu diolah secara biologis guna mencapai baku muru yang diinginkan,

b. Limbah tersebut mungkin mengandung agen-agen organik kompleks, seperti sitrat, yang akan mengganggu dalam pengolahan isotop radioaktif secara kimiawi.

c. Pengolahan biologis juga dapat dipertimbangkan guna merangsang tumbuhnya mikroorganisme yang berfungsi sebagai adsorben biologis. Secara umum pengolahan secara biologis ini akan berfungsi baik, bila limbah yang akan diolah tidak bersifat asam atau alkalin, bebas dari substansi toksik dalam konsentrasi tertentu sehingga dapat menghambat aktivitas

biologis. Beberapa pengolahan secara biologis yang telah diterapkan misalnya adalah kolam- kolam oksidasi, kolam-kolam atau saluran-saluran biologis yang ditamani tumbuhan air, filter perkolasi (trickling filter), proses lumpur aktif dan saringan pasir lambat.

Dalam proses biologis, hal esensial yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar organisme yang berfungsi tersebut tidak terpengaruh oleh radiasi. Pengaruh tersebut tidak terlihat secara nyata kecuali dalam tingkat aktivitas yang tinggi. Mikroorganisme pada umumnya lebih resistan dibandingkan organisme yang lebih tinggi. Dosis radiasi yang dibutuhkan agar dapat membunuh 99 % populasi bakteria dalam limbah radioaktif dapat mencapai 100.000 rad. Pengolahan lumpur yang dihasilkan adalah identik dengan pengolahan limbah lain, seperti pengeringan pada media berbutir, filtrasi atau seperti pengolahan secara kimiawi untuk limbah radioaktif yaitu pembekuan. Proses anaerobik juga dapat digunakan untuk mengurangi komponen- komponen materi organik yang dikandungnya dan dikonversi menjadi gas metan. Dalam hal ini perlu adanya kontrol bahwa supernatan yang dihasilkanya tidak mengeluarkan aktivitas radioaktif yang menganggu. Walaupun demikian, supernatan tetap dialirkan kembali pada pengolahan limbah cairnya. Lumpur yang telah dikurangi kadar airnya dapat dibakar dalam sebuah insinerataor, sedang abunya ditangani seperti limbah padat. Cara lain adalah disingkirkan ke dalam tanah atau ke larutan seperti halnya penanganan limbah padat, setelah terlebih dahulu dilapis guna mencegah tersebarnya radioaktif tersebut seperti halnya pengelolaan limbah limbah padat, atau dilakukan proses solidifikasi, misalnya dalam pasangan beton.

Penyimpanan Limbah padat dan lumpur :

Untuk limbah padat yang dikatagorikan menengah dan tinggi aktivitasnya, khususnya bagi isotop dengan waktu-paruh lama, maka penyimpanan yang bersifat permanen akan dibutuhkan. Dalam hal limbah aktif tersebut hanya menghasilkan radiasi alfa, sehingga praktis tidak terdapat bahaya radiasi, penyimpanan dapat dilakukan dalam konstruksi batu bata saja. Namun bila yang dikeluarkannya adalah radiasi beta atau gamma, maka perlindungan yang sangat ketat sangat dibutuhkan. Konstruksi kontainer atau bunker tersebut dapat terbuat dari beton bertulang setebal 2 meter, misalnya dalam bentuk parit-parit beton bertulang. Bangunan tersebut dapat terdiri dari beberapa sel, yang dapat dibangun lapis perlapis. Namun diperlukan perhatian agar beban sel yang diatas tidak akan langsung bertumpu pada sel limbah yang ada di bawahnya. Bunker beton tersebut biasanya dilapis lagi dengan logam, plastik atau aspal. Menurut penelitian, lapisan dengan aspal adalah cukup baik untuk menahan radiasi sampai 109 roentgen.

Penggunaan bahan baja atau keramik dapat pula dipertimbangkan sebagai kontainer sebelum dimasukkan ke dalam bunker tersebut, yang dapat berbentuk tabung-tabung yang dapat dimasukkan ke dalam bunker secara vertikal, maupun secara vertikal. Penempatan secara vertikal baik untuk penyimpanan jangka panjang, namun penempatan secara horizontal cocok untuk penyimpanan jangka pendek. Sarana tersebut harus juga mempertimbangkan pekerjaan berat untuk operasi menaikkan dan menurunkan beban yang berat. Dengan cara demikian, limbah tersebut dapat dipindahkan dengan mudah, misalnya dalam aktivitas pemantauan tingkat peluluhan yang telah terjadi.

Beton bertulang digunakan terutama karena alasan biaya. Dalam hal limbah yang akan disimpan sangat aktif, maka dibutuhkan materi lain seperti timah atau beton baryte. Beton baryte dua kali lebih aman dari beton biasa, namun biayanya tiga kali lebih mahal.

Dalam beberapa hal dibutuhkan penyimpanan yang bersifat sementara. Misalnya tinja dari manusia yang mengandung iodine-131 atau phophorus-32 akibat kegiatan kelinis seseorang. Tinja tersebut membutuhkan waktu tunggu lebih dahulu sebelum bebas dibuang pada riolering kota yang dilengkapi dengan pengolah limbah secara terpusat.

Penyingkiran Limbah Padat dan Lumpur:

Penanganan akhir dari limbah padat atau lumpur adalah dalam bentuk penyingkiran dalam tanah atau dalam lautan. penyingkiran dalam tanah dapat dilakukan dengan pembuatan lobang-lobang

Dalam dokumen DIKTAT KULIAH TL 3204 (1) (Halaman 85-94)