• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Panas

2.2.1. Definisi Panas

Dalam proses industri sering menggunakan alat yang bersuhu tinggi, yang diperoleh dari suatu sumber panas seperti dapur peleburan baja, dapur peleburan gelas, dapur pembakaran keramik, dan lain-lain. Tidak hanya itu, sumber-sumber panas juga dapat timbul sebagai akibat dari rangkaian proses produksi di dalam suatu industri, seperti pengecoran logam, moulding, generator, kompresor, ketel uap, juga pada bagian finishing industri tekstil serta lainnya (Suma’mur, 2009).

Umumnya di dalam industri sering kita jumpai adanya perbedaan suhu yang besar antara satu tempat dengan tempat yang lain, dan hal ini mengakibatkan

terjadinya perbedaan panas yang besar pula. Energi panas yang berasal dari sumber (dapur,pengecoran logam,motor atau dari sumber yang lain) akan dipancarkan secara langsung atau melalui permukaan dapur dan masuk ke lingkungan tempat kerja yang bersuhu dingin dan menyebabkan suhu udara tempat kerja naik, dengan demikian iklim atau cuaca di dalam tempat kerja berubah dan menimbulkan tekanan panas yang akan diterima oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai beban panas tambahan. Panas mempunyai pengaruh yang buruk terhadap tubuh. Dalam kaitan ini, ada satu hal yang sangat penting untuk diketahui dari tenaga kerja yang bekerja dilingkungan tempat kerja yang panas (Sukmana, 2003).

Menurut Suma’mur (2009) panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia. Tubuh manusia selalu menghasilkan panas sebagai akibat dari proses pembakaran zat makanan dengan oksigen (metabolisme). Apabila proses pengeluaran panas tubuh selalu saling terjadi pertukaran panas, proses pertukaan (pemindahan) panas ini tergantung dari suhu lingkungan (iklim kerja).

Menurut Tarwaka (2004) Ada dua macam sumber panas yang sangat penting untuk para tenaga kerja yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang panas:

1. Panas Metabolisme

Tubuh manusia akan selalu menghasilkan panas selama masih hidup. Proses yang menghasilkan panas di dalam tubuh ini disebut proses metabolisme. Panas metabolisme meningkat apabila beban kerja (aktivitas kerja) meningkat. Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup, maka suhu tubuh harus dipelihara agar tetap

konstan (37°C). Kenyataan bahwa tubuh hanya memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam menimbun panas yang dihasilkan dari metabolisme. Oleh karena itu kelebihan panas pada tubuh yang dibuang ke udara sekitarnya.

2. Panas dari luar tubuh

a. Panas dari lingkungan tempat kerja secara nyata dapat menambah beban kerja. b. Faktor panas lingkungan tempat kerja termasuk suhu udara, kecepatan gerak

udara, kelembaban udara dan panas radiasi. Ini semua menentukan kecepatan (kemampuan) tubuh dalam mengeluarkan panas ke udara lingkungan tempat kerja.

2.2.2. Cara Tubuh Kehilangan Panas

Menurut Soeripto (2008) Panas terutama dapat dipancarkan dari tubuh ke sekitarnya dengan cara konduksi, konveksi, radiasi dan penguapan keringat. Dalam hal ini darah memainkan peranan penting, yaitu : darah membawa panas dari dalam dalam tubuh ke kulit, dimana panas dapat dihamburkan ke sekitarnya. Kecepatan panas yang dihamburkan ini tergantung kepada keadaan lingkungan. Panas dapat dipindahkan dari tubuh ke tempat kerja dengan cara :

a. Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas dari partikel yang satu ke partikel yang lainnya yang saling berhubungan dalam keadaan tetap, misalnya perpindahan panas dari kulit ke udara. Dalam kondisi sebagaimana disebutkan, agar perpindahan panas dapat berlangsung, maka suhu udara harus lebih dingin dari kulit.

b. Konveksi

Konveksi merupakan bentuk kegiatan pendinginan akibat paparan panas, Seperti penggunaan kipas angin secara terus menerus akan menggerakkan udara dingin yang lain ke arah kulit dan mendorong udara yang telah hangat oleh pengaruh kulit, ini adalah cara umum untuk mendinginkan tubuh. Angin dingin atau angin sepoi-sepoi juga mempunyai pengaruh mendinginkan tubuh, sama seperti prinsip-prinsip konduksi/konveksi. Gerakan udara yang lebih cepat mempunyai pengaruh mendinginkan yang lebih besar. Dengan demikian dapat dilihat bahwa keduanya baik suhu udara ataupun kecepatan udara gerak udara merupakan faktor penentu seberapa banyak pendinginan dapat dicapai dengan konduksi-konveksi. Suhu udara yang lebih rendah, lebih besar jumlah panas konduksi yang dipindahkan (hilang). Lebih tinggi kecepatan udara, lebih besar jumlah panas konveksi yang hilang.

c. Penguapan

Penguapan dapat diartikan sebagai proses pendinginan yang dilakukan dengan menguapkan keringat yang ada dipermukaan kulit. Kecepatan penguapan untuk mendinginkan tubuh ini umumnya menjadi lebih besar oleh karena dipercepat dengan konveksi atau cepat gerak udara yang melintasi kulit. Apabila kelembaban udara rendah, sejumlah besar penguapan dapat terjadi dan mempercepat pendinginan. Namun apabila kelembaban udara atau kandungan uap air udara tinggi, maka penguapan yang terjadi sangat sedikit, sehingga pendinginan berjalan berjalan lambat. Oleh karena itu pada hari-hari panas dan udara lembab menghasilkan tekanan panas lebih besar dari pada hari-hari panas dengan udara kering. Dengan jenis pendinginan

seperti itu, suhu udara, kelembaban udara dan cepat gerak udara merupakan faktor-faktor yang kritis.

d. Radiasi

Radiasi merupakan perpindahan panas dari benda yang panas ke suatu benda yang lebih dingin yang ada di sekitarnya dalam suatu lingkungan tempat kerja (perpindahan panas dengan cara radiasi umumnya tidak memerlukan media). Panas dipindahkan melalui suatu ruang, sedang benda-benda tidak saling menyentuh antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, panas dari suatu ketel uap atau dari matahari akan dipindahkan ke benda-benda yang ada di sekitarnya. Dengan cara yang sama, bila sekitarnya lebih dingin dari pada suhu tubuh, maka panas tubuh akan dipindahkan ke lingkungan sekitarnya. Apabila suhu lingkungan sekitar tubuh lebih tinggi dari suhu tubuh, maka tubuh akan menyerap panas dari lingkungan.

2.2.3. Mekanisme Panas Tubuh

Di dalam kehidupan, tubuh manusia selalu memproduksi panas. Proses dalam menghasilkan panas ini disebut metabolisme. Proses ini pada dasarnya adalah proses oksidasi dari bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, protein, yang diatur oleh

enzyme (Santoso, 2004).

Manusia termasuk golongan makhluk homoetermis yaitu makhluk yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya walaupun suhu lingkungan sekitarnya berubah-ubah. Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu sistem pengatur suhu. Suhu menetap ini adalah akibat kesetimbangan diantara panas yang dihasilkan di dalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas tubuh

Proses metabolisme dalam tubuh merupakan proses kimiawi, dan proses ini terus berlangsung supaya kehidupan manusia dapat dipertahankan. Hasil dari metabolisme ini antara lain adalah energi dan panas. Panas yang dihasilkan inilah yang merupakan sumber utama panas tubuh manusia. Dengan demikian panas akan terus dibentuk walaupun dalam keadaan istirahat, selama proses metabolisme berlangsung (Depkes RI, 2006).

Tubuh manusia selalu akan menghasilkan panas sebagai akibat dari proses pembakaran zat-zat makanan dengan oksigen. Bila proses pengeluaran panas oleh tubuh terganggu, maka suhu tubuh akan pertukaran panas dan proses pertukaran panas ini tergantung dari suhu lingkungannnya (Soeripto, 2008)

Bila suhu tubuh diturunkan terjadi vasodilatasi pembuluh darah kulit, yang menyebabkan suhu kulit mendekati suhu tubuh. Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba atau rasakan tidak hanya didapat dari metabolisme tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Makin tinggi panas lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan, makin banyak pula yang hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran ini seimbang dan serasi, tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja (Depkes RI, 2006).

2.2.4. Nilai Ambang Batas

Adapun nilai ambang batas iklim kerja sesuai dengan Permenakertrans No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia di Tempat Kerja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Tabel Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang Diperkenankan Pengaturan Waktu Kerja Setiap Jam ISBB (˚C ) Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75% - 100% 31,0 28,0 -

50 % - 75% 31,0 29,0 27,5

25% - 50% 32,0 30,0 29,0

0% - 25% 32,2 31,1 30,5

Menteri Tenaga Kerja RI mengeluarkan standar NAB (Nilai Ambang Batas) untuk lingkungan fisik di tempat kerja, yang salah satunya adalah NAB untuk iklim kerja dengan menggunakan ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) adopsi dari ACGIH (American Governmental of Industrial Hygienists). ACGIH merupakan sebuah organisasi sosial profesional non pemerintah dari Amerika Serikat yang bergerak dalam bidang kesehatan kerja dan lingkungan kerja.

Menurut ACGIH (American Governmental of Industrial Hygienists) dalam Harrianto (2010) dinyatakan bahwa :

Tabel 2.2. Nilai Ambang Batas WBGT (°C) untuk stress terhadap suhu lingkungan

Jenis pekerjaan Beban kerja

Ringan Sedang Berat

Kerja tanpa istirahat 30,0 26,7 25,0 75% kerja- 25% istirahat 30,6 28,0 25,9 50% kerja-50% istirahat 31,4 29,4 27,9 25% kerja- 75% istirahat 32,2 31,1 30,0

2.2.5. Efek Panas pada Manusia

Bagi tubuh panas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan memberikan efek negatif. Efek-efek panas bagi tubuh manusia akan berdampak pada tingkat kemampuan fisik dan mental (I Nyoman, 2004).

Tabel 2.3. Pengaruh Suhu Lingkungan terhadap Manusia No Tingkat

Temperatur (°C)

Efek Terhadap Tubuh

1 ± 49 °C Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh di atas tingkat kemampuan fisik dan mental

2 ± 30 °C Aktivasi mental dan daya tangkat mulai menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan 3 ± 24 °C Kondisi optimum

4 ± 10 °C Kekakuan fisik yang ekstrim mulai muncul 2.2.6. Pertukaran Panas dan responnya terhadap tubuh

Tubuh manusia merubah energi kimia menjadi energi mekanis dan panas. Tubuh tersebut menggunakan panas ini untuk menjaga temperatur inti/utama agar tetap konstan dan mengurangi keluarnya panas yang berlebihan pada sekeliling di luar tubuh. Oleh karenanya, ada suatu pertukaran panas yang tetap dari panas antara tubuh dan sekelilingnya. Hal itu adalah dimaksudkan untuk mengetahui pengendalian panas secara fisiologi dan fisika (Soeripto, 2008).

Adapun respon tubuh terhadap tekanan panas: a. Aklimatisasi

Menurut Harrianto (2010) aklimatisasi yaitu suatu penyesuaian fisiologis terhadap lingkungan kerja yang panas. Proses aklimatisasi dimulai dengan pengurangan jam kerja pada hari pertama, dan ditingkatkan secara bertahap pada hari-hari berikutnya sampai dapat bekerja penuh pada akhir masa aklimatisasi. Pada

pekerja baru, dibutuhkan paling sedikit 5 hari kerja untuk aklimatisasi, dimulai dengan bekerja 20% dari total jam kerja sehari, dan ditingkatkan 20% setiap hari sampai akhir masa aklimatisasi. Namun kemampuan penyesuaian pekerja terhadap lingkungan kerja yang panas akan hilang dengan cepat jika berhenti bekerja selama beberapa hari dari tempat tersebut. Oleh sebab itu, pekerja yang baru bekerja kembali setelah cuti panjang, harus melaksanakan periode aklimatisasi lagi. Dibutuhkan paling sedikit 3 hari kerja untuk mengembalikan kemampuan penyesuaian pekerja. Pada hari pertama pekerja tersebut bekerja 50% dari total jam kerja sehari, di hari kedua 80% dan hari ketiga baru dapat bekerja secara penuh. Alkohol dan jenis obat-obatan yang dikonsumsi dapat memengaruhi aklimatisasi karena mengurangi kemampuan tubuh untuk bekerja di lingkungan panas. Obat-obatan tersebut adalah antihipotensi, diuretik, antispasmodik, sedatif, tranquilizer, antidepresan dan amfetamin.

Menurut Siswanto dalam Eva (2006) bahwa aklimatisasi merupakan proses pembentukkan keringat akibat proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan pengeluaran keringat yang banyak, penurunan denyut nadi, dan suhu tubuh.

Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Untuk aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan penurunan frekuensi denyut nadi dan suhu tubuh sebagai akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi ini ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi untuk beberapa waktu misalnya 2 jam. Mengingat pembentukan keringat tergantung pada kenaikan suhu dan tubuh (WHO, 1969).

b. Umur

Menurut Sukmana (2003) bahwa daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat mengeluarkan keringatnya dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas. Suatu studi menemukan bahwa 70% dari seluruh penderita (Heat Stroke) adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur.

c. Ukuran Tubuh

Menurut Siswanto dalam Kurniawan (2010) bahwa adanya perbedaan ukuran tubuh akan mempengaruhi reaksi fisiologis tubuh terhadap panas. Laki-laki dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dapat mengalami tingkatan tekanan panas yang relatif lebih besar. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kerja maksimal yang lebih kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang berat badannya kurang dari 50 Kg selain mempunyai maximal oxygen intake yang rendah tetapi juga toleran terhadap panas daripada mereka yang mempunyai berat badan rata-rata.

d. Gizi

Menurut Siswanto dalam Kurniawan (2010) bahwa respon yang berlebihan terhadap tekanan panas ditujukan kepada orang yang memiliki status gizi yang buruk, hal ini dikarenakan sistem kardiovaskuler yang tidak stabil.

Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan panas. Menurut Pulat dalam Tarwaka (2004) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperatur udara di luar

comfort zone adalah sebagai berikut : 1. Vasodilatasi

Saat suhu panas tejadi, maka tubuh akan memompa darah lebih banyak. Pembuluh darah akan mengembang, dan ikatan pembuluh darah kapiler melalui lapisan di luar dan kemudian kulit mulai diisi dengan darah. Darah yang panas disirkulasikan lebih dekat ke permukaan kulit dan kelebihan panas dilepaskan ke udara melalui konveksi, radiasi, penguapan dan konduksi, tergantung dari suhu udara, kelembaban udara dan cepat gerak udara.

2. Denyut jantung meningkat

Karena meningkatnya aliran darah maka akan menyebabkan perubahan pada irama jantung sehingga membuat denyut jantung meningkat dari biasanya.

3. Temperatut kulit meningkat

Paparan panas yang berlangsung secara terus menerus akan menyebabkan dampak terhadap kulit, salah satunya adalah meningkatnya temperatur kulit.

4. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat, dan lain lain.

Panas yang hilang melalui sirkulasi darah umumnya merupakan suatu cara pemeliharaan suhu tubuh bagian dalam agar tetap stabil. Namun demikian, apabila hal ini tidak mencukupi,maka otak akan meneruskan rasa adanya kelebihan panas tersebut, dan akan memberi tanda tanda kepada kelenjar keringat didalam kulit untuk

menghasilkan keringat (keringat adalah suatu campuran air dan garam). Keringat di atas kulit diuapkan dan permukaan kulit menjadi dingin.

Dengan banyaknya penguapan keringat, maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah, kulit banyak mengatur pelepasan kelebihan panas. Namun apabila suhu udara dan sekitarnya mendekati suhu normal dari kulit, maka tugas mendinginkan tubuh menjadi lebih sulit. Darah yang membawa panas ke permukaan tubuh tak dapat melepaskan panas baik melalui konveksi maupun konduksi (Sukmana, 2003).

Menurut Suma’mur (2009) Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya kelelahan, sering

melakukan istirahat curian.

2. Dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan caran tubuh < 1,5% gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering.

3. Heat rash. Keadaan seperti biang keringat/keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beistirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak dan penghilang keringat.

4. Heat cramps. Merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.

5. Heat syncope atau fainting. Keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.

6. Heat exhaustion. Keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejala mulut kering, sangat haus, lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami oleh pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.

7. Heat stroke, terjadi bila sistem pengaturan tubuh gagal dan temperatur tubuh meningkat sampai tingkat kritis. Kondisi ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, dan keterjadiannya sulit diprediksi. Heat stroke adalah keadaan darurat medis. Tanda dan gejala utama dari heat stroke adalah bingung, perilaku irasional, hilang kesadaran, sawan, kurang berkeringat (biasanya), kulit panas, keringat dan temperatur tubuh sangat tinggi. Meningkatnya temperatur metabolik akibat kombinasi beban kerja dan beban panas lingkungan, yang keduanya turut memberi pengaruh terhadap heat stroke, juga sangat bervariasi dan sulit memprediksinya.

Dokumen terkait