BAB II TINJAUAN TEORITIS SELF HEALING
C. Pandangan Ulama dan Praktek Self Healing dalam Ajaran Islam
kali masing-masing di surah al-Furqān dan al-Insān; (5) Syukur dalam bentuk ism fa’il, terulang dua puluh tiga kali yakni dengan lafal syakir terulang empat kali (masing-masing di surah al-Baqarah, Al-Nisā’, Al-Naḥl, dan al-Insān) dan lafal syakirun/syakirin terulang sepuluh kali (masing-masing di surah al-Anbiyā’, Ali-Imrān, al-An’ām, al-A’rāf, Yūnus, dan al-Zumar), dan lafal syakur terulang sepuluh kali (masing-masing di surah Ibrāhīm, Lūqman, Sabā’, Fāṭir, al-Syūrā, al-Tagābun, dan al-Isrā’); (6) Syukur dalam bentuk isim maf’ul, terulang dua kali dengan lafal masykur masing-masing di surah al-Isrā’ dasn al-Insān.37
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa identifikasi ayat-ayat self healing di dalam Al-Qur’an ditunjukkan dengan term syifa’. Adapun terkait bentuk penyembuhan syifa’, maka identifikasi ayat-ayat self healing atau penyembuhan mandiri dalam Al-Qur’an ditunjukkan dengan term żikir dan syukur.
C. Pandangan Ulama dan Praktek Self Healing dalam Ajaran Islam
ialah untuk menguatkan hati dan badan serta mendatangkan keridhaan Allah dalam ikhtiar penyembuhan yang dilakukan, sesuai dengan Al-Qur’an dan jejak metodologi pengobatan yang diwarisi Rasulullah Muḥammad SAW sebagai sunnah bagi umat Islam untuk mengikutinya.40
Penyembuhan gangguan jiwa dengan pendekatan agama sebenarnya merupakan bentuk penyembuhan yang paling tua karena telah dilakukan beberapa abad yang lalu. Para Nabi atau para penyebar agama melakukan peranan-peranan penyembuhan berunsur terapi, terutama dalam menyembuhkan penyakit-penyakit rohaniah umatnya.41 Penyakit-penyakit rohaniah ini, telah digambarkan dalam Al-Qur’an melalui QS. Al-Baqarah [2]:10 yakni :
عّسويتِرْسْعُ ۙسويتَاعَاعرم اۙ بِسيرْعۙ ببۙعْعع سِيعهعو اارًعًعَيلّٰۙ يِيهعدۙعْعتف ابضعًنَ سِررهسويليتَ سري
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya dan mereka mendapat azab yang sangat pedih karena mereka selalu berdusta.” (QS. Al-Baqarah [2]:10)
Berdasarkan ayat di atas, penyakit hati ini disebutkan dengan
“Qulūbuhum Maraḍ”. Kata qalb atau qulub dipahami dalam dua makna, yaitu akal dan hati. Sedang kata maradh bisa diartikan sebagai penyakit.
Lebih lanjut pakar bahasa Ibnu Faris mendefinisikan kata “Qulūbuhum Maraḍ” tersebut sebagai segala sesuatu yang mengantarkan seseorang kepada kondisi tergangguanya fisik dan mental, sehingga mengakibatkan seseorang bersikap melampaui batas
40Errick Endra Cita, Tri Wulandari dan Yuni Permatasai Istanti, “Terapi Islamic Self Healing terhadap Quality of life pada Klien Gagal Ginjal Kronis dengan Terapi Hemodialisa”, h. 44.
41Ros Mayasari, “Islam dan Psikoterapi”, h. 247.
keseimbangan/kewajaran serta menghalangi sempurnanya amal seseorang.42
Selanjutnya, kesehatan mental dari sisi perspektif Islam merupakan suatu kemampuan diri individu dalam mengelola terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya secara dinamis berdasarkan Al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai pedoman hidup menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.43 Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan mental dalam perspektif Islam meliputi ketenangan jiwa yang juga berdampak pada sekitarnya. Seperti yang dikumukakan oleh Yono dkk. dalam penelitiannya, yakni hormon oxytocin yang terdapat pada tubuh orang-orang beriman dan tawakal akan bekerja lebih baik, sehingga akan menghasilkan endorphin yang tinggi yang mampu menimbulkan kedamaian, ketenangan sehingga sistem imun tubuh menjadi lebih kuat.44
Dalam agama Islam, Al-Qur’an menyebutkan bahwa ketenangan jiwa itu sangat terkait hubungannya dengan Tuhan, baik dengan iman, zikir atau mengingat Tuhan45, seperti:
1. “(Yaitu), orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang” (Q.S. al-Ra’du (13): 28) 2. “Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan”. (Q.S.
al-Syu‟ara (26): 80)
42Asadi Cahyadi, “Psikoterapi dalam Pandangan Islam”, h. 110.
43Purmansyah Ariadi, “Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam”, h. 120.
44 Yono, Indriya Rusmana, Hielda Noviyanty, “Psikoterapi Spiritual dan Pendidikan Islam dalam Mengatasi dan Menghadapi Gangguan Anciety Disorder di Saat dan Pasca Covid 19”, SALAM; Jurnal Sosial & Budaya Syar’i 7, No. 7, (Maret 2020), h. 655.
45 Dewi Ainul Mardliyah, “Terapi Psikospiritual dalam Kajian Sufistik”, Jurnal Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora 14; No. 2, (Desember 2016), h. 237.
3. “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ya Allah Tuhannya manusia, hilangkanlah derita, sembuhkanlah penyakit, Engkaulah Dzat Maha Penyembuh kecuali Engkau. Ya Allah, hamba mohon kepada-Mu agar aku sehat”. (H.R. Ahmad, Nasai dari Muḥammad bin Khatib).
Agama Islam telah lama menyampaikan basis utama dalam penyembuhan jiwa (nafs) melalui Al-Qur’an dan al-Sunnah yakni keimanan. Hal ini sesuai dengan pesan yang telah diturunkan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 155 :
رًرّشعِعو ترتلًعَنّْۙعو رسيفستَعساۙعو رلۙعوسَعساۙ عِرَّ صٍسقعتَعو رعسويسجۙعو رفسوعسخۙ عِرَّ صءسْعشرِ سِيْنَعويلستْعتنعْعو عِسُرررلّْْۙ
“Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar,” (QS. Al-Baqarah [2]:155)
Islam mengajarkan hambanya untuk bersabar dalam menghadapi ujian sebagai bentuk dari keimanan. Ketika seseorang mampu memahami keimanan dengan benar serta mampu mengaplikasikan dalam bentuk amalan-amalan nyata, keimanan akan memberikan pengaruh yang besar terhadap psikologis seorang individu.46 Keimanan menjadi basis utama bagi umat muslim untuk menjaga kesehatan mental maupun jiwanya dalam menghadapi setiap ujian yang Allah hadirkan di dalam hidup.47
Dalam dunia kedokteran Islam, konsep kesehatan mental pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter dari Persia yang bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (w. 322 H/934 M).
46Khairunnas Rajab, Psikoterapi Islam, (Jakarta : Penerbit Amzah, 2019) h. 14.
47 Andri Yulian Christyanto, “Metode Self Healing dalam Kitab Minhajul ‘Abidin Imam Al-Ghazali”, Jurnal Bimbingan dan Konseling 6, No. 2, (2021), h. 189.
Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus, al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia biasa menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani untuk menjelaskan kesehatan spritual dan kesehatan psikologi. Sedangkan untuk kesehatan mental dia kerap menggunakan istilah Tibb al-Qalb. Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa memiliki keseimbangan dan ketidakseimbangan, yakni saat badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Ketidakseimbang dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan.
Sedangkan, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya.48
Terkait penyakit jiwa, Al-Ghazali (w. 505 H/1111 M) memberikan pandangan dari sudut perilaku (akhlaq) positif dan negatif.
Al-Ghazali berpendapat bahwa penyembuhan diri yang bisa diterapkan dalam Islam ialah penyembuhan jiwa dengan menggunakan terapi perilaku. Al-Ghazali berprinsip bahwa menegakkan serta melakukan akhlak yang baik merupakan kesehatan mental, sedang berpaling pada penegakan itu berarti suatu neurosis dan psikosis. Sejalan dengan hal ini, maka bentuk-bentuk psikoterapi menurut Al-Ghazali ialah meninggalkan semua perilaku yang buruk dan rendah, yang mengotori jiwa manusia, serta melaksanakan perilaku yang baik untuk membersihkannya. Menghilangkan dan mengobati perilaku yang buruk, upaya seperti itu dapat menjadikan jiwa manusia suci, bersih dan fitri sebagaimana ia baru dilahirkan dari rahim ibunya.49 Terkait psikoterapi menurut Al-Ghazali, Andri dalam penelitiannya menjelaskan metode self healing atau penyembuhan mandiri dalam Islam yang bisa
48Purmansyah Ariadi, “Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam”, h. 120.
49Asadi Cahyadi, “Psikoterapi dalam Pandangan Islam”, h. 112.
diterapkan melalui kitab Minhajul ‘Abidin karya Imam Al-Ghazali50, yakni :
1. Tahap Ilmu, yakni dengan mengenal diri sendiri
2. Tahapan Taubat, yakni menerima diri dan mengembalikan diri kepada Allah
3. Tahapan ‘Awaiq yakni mawas diri
4. Tahapan ‘Awarid yakni tahap melepaskan 5. Tahapan Bawaits yakni merefleksikan 6. Tahapan Syukur.
Syukur termasuk ke dalam bentuk penyembuhan jiwa yang diajarkan dalam agama Islam. Handrix dan Fatchiah, dalam penelitiannya menjelaskan bahwa makna syukur berarti menumbuhkan keberadaan Tuhan sebagai motif utama dalam memunculkan reaksi syukur, yakni memanfaatkan apa yang sudah diberikan oleh Tuhan dengan melakukan perilaku-perilaku yang bersifat positif, bisa berupa ibadah atau kebaikan pada sesama, sebagai bentuk nyata rasa syukur seorang hamba kepada Tuhannya.51
Dalam Islam sendiri, syukur bermakna pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh, yang mana hakikatnya adalah merasa ridha atau puas sekalipun dengan yang sedikit. Puas pada hal yang sedikit ini pada hakikatnya akan menumbuhkan ketenangan dalam jiwa seseorang ketika jiwanya senantiasa bahagia karna memuji kebaikan-kebaikan kecil yang ia peroleh.52
50 Andri Yulian Christyanto, “Metode Self Healing dalam Kitab Minhajul ‘Abidin Imam Al-Ghazali”, h. 191.
51 Handrix Chris Haryanto dan Fatchiah E. Kertamuda, “Syukur Sebagai Sebuah Pemaknaan”, InSight 18, No. 2, (Agustus 2016), h. 116.
52M. Quraish Syihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung : Penerbit Mizan, 1996), h. 214.
Salah satu teknik lain dari penyembuhan jiwa dalam ajaran Islam yakni relaksasi yang telah dikembangkan dengan pendekatan spiritual.53 Dalam agama Islam, relaksasi diwujudkan dengan menggunakan do’a atau bacaan-bacaan zikir (mengingat Allah).54 Secara etimologi, zikir berasal dari bahasa arab al-Żikr yang artinya adalah ingat.55 Secara terminologi zikir berarti rangkaian kalimat yang diucapkan untuk mengingat Allah.56 Lebih jauh, berzikir meliputi pengertian menyebut lafal-lafal zikir dan mengingat Allah dalam setiap waktu, takut dan berharap hanya kepada-Nya, merasa yakin bahwa diri manusia selalu berada di bawah kehendak Allah dalam segala hal dan urusannya.57
Kemiripan antara relaksasi dengan zikir terletak pada upaya pengkonsentrasian pikiran, upaya melepaskan diri dari segala sesuatu yang mengganggu pikiran. Keduanya juga sejalan dalam hal latihan, dan mengulang kata-kata atau makna meditasi. zikir merupakan pengembangan dari respon relaksasi spiritual dengan memadukan irama yang teratur disertai sikap pasrah kepada Tuhan. Pengulangan kata atau kalimat yang berirama dapat menimbulkan tubuh menjadi rileks.58
53 Iin Patimah, Suryani dan Aan Nuraeni, “Pengaruh Relaksasi Dzikir terhadap Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hermodialisa”, Jurnal STIKes Karsa Husada Garut 3, No. 1, (April 2015), h. 19.
54 Reza Finaldiansyah, “Pengaruh Dzikir terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Usia Pertengahan di Wilayah Kerja Upk Puskesmas Kampung dalam Kecamatan Pontianak Timur”, (Naskah Publikasi, Fakultas Kedokteran Univesitas Tanjungpura Pontianak 2016), h. 4.
55 Annisa Maimunah dan Sofia Retnowati, “Pengaruh Pelatihan Relaksasi dengan Dzikir Untuk Mengatasi Kecemasan Ibu Hamil Pertama”, h. 6.
56Yorpin dan Ani Syafriati, “Pengaruh Pemberian Terapi Dzikir dalam Menurunkan Nyeri Pada Pasien Post Operasi”, Jurnal Kesehatan dan Pembangunan 10, No. 20, (Juli 2020), h. 107.
57 Annisa Maimunah dan Sofia Retnowati, “Pengaruh Pelatihan Relaksasi dengan Dzikir Untuk Mengatasi Kecemasan Ibu Hamil Pertama”, h. 6.
58 Reza Finaldiansyah, “Pengaruh Dzikir terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Usia Pertengahan di Wilayah Kerja Upk Puskesmas Kampung dalam Kecamatan Pontianak Timur”, h. 4.
Pada contoh lain, pemulihan jiwa (nafs) secara mandiri dalam ajaran Islam juga bisa berupa pengasingan diri, refleksi diri maupun relaksasi melalui do’a maupun zikir sebagai upaya untuk mendorong nafs agar senantiasa condong pada kebaikan. Yang mana dalam khazanah sufistik perilaku seperti ini biasa dikenal dengan istilah tazkiyatun nafs, yakni membersihkan jiwa dari keterkaitan akan kenikmatan materi sehingga lahirlah kebahagiaan yang menyertai padanya.59Dalam tazkiyatun nafz, kebersihan hati sangat penting dalam pemulihan jiwa (nafs) karena kebersihan hati dapat mengantarkan seseorang mencapai kesempurnaan jiwa, dalam menggapai ketenangan dan kedamaian jiwa. Ini sangat berdampak pada aspek perilaku dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hati yang bersih akan memudahkan seseorang menerima sebuah kebenaran, dan mendatangkan ketulusan dalam melakukan segala sesuatu.60
Dengan demikian hati berlimpahkan cahaya kebaikan dari Allah Swt. Ketenangan dengan mengingat Allah hanya khusus diberikan kepada hati orang yang beriman yang merupakan ketentraman dan kenyamanan yang seiring dan serasi dengan kesempurnaan moral dan kedamaian yang benar. Untuk mencapai ketenangan, kegembiraan, kesuksesan, langkah yang penting untuk dilakukan adalah bersihkan hati dan pikiran dari hal-hal yang bersifat negatif. Karena semua hal tersebut mempengaruhi kesehatan fisik maupun psikis seseorang.61