• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI HUTAN RAKYAT

PANGAN RUMAH TANGGA PETANI HUTAN RAKYAT Profil Aktivitas Petani Hutan Rakyat

Profil aktivitas menggambarkan pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam kegiatan produktif, reproduktif dan sosial. Kegiatan produktif meliputi pengelolaan hutan rakyat, sawah, ternak, perdagangan, maupun pekerjaan lainnya. Pengelolaan hutan rakyat terdiri atas: pengadaan benih atau bibit tanaman, persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pendangiran, pengendalian hama dan penyakit tanaman, pemanenan kayu, pemanenan non kayu, pemasaran hasil hutan dan lain-lain. Pengelolaan sawah terdiri atas: pengadaan benih atau bibit tanaman, persiapan lahan, penanaman, penyiangan, pengairan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, pemanenan, pasca panen, pemasaran hasil, dan lain- lain. Pengelolaan ternak terdiri atas: membersihkan kandang, menyiapkan makan ternak, memberi makan ternak, menggembalakan ternak, merawat ternak, pemasaran hasil, dan lain-lain. Kegiatan produktif lainnya adalah berdagang, mengajar di sekolah, kuli, buruh, dan sebagainya.

Kegiatan reproduktif meliputi: berbelanja kebutuhan rumah tangga, memilih pangan yang akan dikonsumsi, mengumpulkan kayu bakar, memasak, membereskan rumah, menyapu, mengepel, membersihkan kamar mandi, mencuci piring, mencuci pakaian, menyetrika pakaian, mengasuh anak, merawat orang usia lanjut, merawat orang sakit, dan lain-lain. Kegiatan sosial meliputi: kegiatan keagamaan, organisasi di desa, gotong-royong, rapat, hajatan, dan lain-lain.

Data pembagian kerja dapat menunjukkan tingkat beban kerja, khususnya yang akan di hitung pada penelitian ini adalah beban kerja pada perempuan. Hasilnya rata-rata adalah sedang, 20% tergolong tinggi, 3,33% rendah, dan sisanya sedang sebesar 76,67%. Hasil penelitian pada tabel 18 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat beban kerja pada perempuan dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga yang dibuktikan dengan korelasi rank Spearman bernilai -0,136 dengan nilai hubungan nyata sebesar 0,474. Artinya, tidak terdapat hubungan di antara keduanya. Hasil tabulasi silang juga menyatakan demikian.

Tabel 17 Hubungan antara tingkat beban kerja perempuan dan tingkat ketahanan pangan rumah tanggaa

Tingkat ketahanan pangan rumah tangga

Tingkat beban kerja

Rendah Sedang Tinggi n % n % n % Rendah 0 0 1 4,3 1 16,7 Sedang 1 100 15 65,2 4 66,6 Tinggi 0 0 7 30,4 1 16,7 Total 1 100 23 100 6 100 a

44

Perempuan di Desa Bojonggenteng memang tidak banyak yang ikut campur dalam kegiatan produktif sehingga beban kerjanya tidak terlalu tinggi. Pengelolaan hutan rakyat sebagai salah satu kegiatan produktif didominasi oleh laki-laki dari mulai pembibitan sampai pada pemanenan. Perempuan hanya membantu melakukan pemanenan hasil hutan non kayu. Mengingat hutan rakyat tidak dijadikan sebagai sumber penghasilan utama di Desa Bojonggenteng, profil aktivitas di bidang lainnya juga penting untuk dilihat.

Pada petani hutan rakyat yang juga berprofesi sebagai petani padi sawah, kegiatan produktif tetap didominasi laki-laki. Hanya 3 dari 12 responden petani padi sawah yang istrinya ikut bertani dari awal (pengadaan benih) sampai panen. Sisanya, para perempuan hanya ikut saat pemanenan saja. Hal yang sama juga terjadi pada petani hutan rakyat yang menjadi peternak. Perempuan hanya bertugas membantu memberi pakan dan merawat ternak saja, selebihnya dilakukan oleh laki-laki

Sementara itu petani hutan rakyat yang berprofesi sebagai pedagang, menempatkan perempuan sebagai penjaga toko atau penjual di pasar karena perempuan dianggap lebih ulet, teliti dan ramah kepada pembeli. Laki-laki bertugas melakukan pembelian-pembelian stok barang di luar kota. Pekerjaan lainnya seperti tukang ojek dan buruh bangunan banyak dilakukan oleh laki-laki. Sementara buruh pabrik banyak menggunakan tenaga kerja perempuan.

Kegiatan reproduktif yaitu mengurus rumah tangga, hampir semuanya dilakukan oleh perempuan. Laki-laki hanya bertugas mencari kayu bakar pada rumah tangga yang masih menggunakan tungku. Selebihnya semua tugas reproduktif dikerjakan perempuan kecuali saat perempuan tersebut sakit.

Berbeda dengan dua jenis kegiatan sebelumnya yang didominasi oleh salah satu pihak, kegiatan sosial lebih banyak dilakukan bersama. Salah satu kegiatan sosial di Desa Bojonggenteng adalah kegiatan pengajian rutin di tingkat RT dan tingkat desa. Terdapat tiga jenis kelompok pengajian yaitu pengajian bapak-bapak, pengajian ibu-ibu, dan pengajian ibu-bapak atau campuran. Salah satu pengajian yang cukup besar adalah pengajian yang diadakan PSII (Persatuan Sarikat Islam Indonesia) di Kecamatan Jampangkulon. Laki-laki dan perempuan dari kampung akan berangkat bersama dengan menyewa angkot. Kegiatan sosial lainnya adalah keikutsertaan dalam PNPM yang ternyata hanya diikuti oleh beberapa orang saja. Begitu juga dengan Gapoktan dan kelompok perempuan. Tingkat partisipasi masyarakat tergolong rendah. Sementara itu untuk rapat RT dan penyuluhan lebih banyak dihadiri oleh laki-laki, perempuan akan datang ketika suaminya tidak bisa.

Tabel 19 Profil persentase aktivitas petani hutan rakyat Desa Bojonggentenga

Pelaku Jenis kegiatan (%)

Produktif Reproduktif Sosial

Perempuan 2,2 75 8,3

Laki-laki 58,4 7,1 31,3

Bersama 39,4 17,9 60,4

Total 100 100 100

a

45 Data tabel 19 diperoleh dari 30 responden dengan menghitung rata-rata jumlah aktivitas pelaku pada tiap jenis kegiatan dibandingkan dengan jumlah seluruh aktivitas pada tiap jenis kegiatan. Hasilnya menunjukkan laki-laki berfokus pada kegiatan produktif dan perempuan berfokus pada kegiatan reproduktif. Perempuan lebih sedikit terlibat dalam kegiatan sosial karena menghabiskan banyak waktunya untuk mengurus rumah tangga. Selain itu kegiatan sosial seperti rapat dan penyuluhan yang sifatnya adalah pengambilan keputusan dinilai merupakan tugas laki-laki. Kegiatan sosial yang dilakukan bersama-sama adalah pengajian, hajatan, dan gotong-royong. Laki-laki bertugas melakukan pekerjaan berat dan perempuan menyediakan makanan.

Perempuan sudah mulai banyak yang terlibat dalam kegiatan produktif untuk membantu suaminya, hal ini ditunjukkan oleh angka yang cukup besar yaitu 39,4 % pekerjaan produktif yang dilakukan bersama. Perempuan yang mengerjakan pekerjaan produktif sendiri (tidak bersama suaminya) adalah yang berprofesi sebagai PNS atau guru. Pada pekerjaan reproduktif, suami membantu mengurus anak dan membersihkan rumah sehingga nilai pelaku bersama mencapai 17,9 %.

Profil Akses dan Kontrol Petani Hutan Rakyat

Profil akses dan kontrol dilihat dari aspek sumberdaya dan manfaat. Aspek sumber daya terdiri atas sumber daya fisik atau material, pasar komoditas dan tenaga kerja, dan sumber daya sosial-budaya. Sumber daya fisik atau material mencakup tanah, modal uang, sarana produksi, tanaman atau ternak, dan menebang pohon untuk membuka lahan baru; membuat rumah; kayu bakar; dan dijual. Pasar komoditas dan tenaga kerja meliputi pembelian bibit dan saprotan, waktu dan tempat penjualan, jumlah yang akan dijual, harga jual, pengelolaan lahan pertanian, serta pengelolaan usaha non pertanian. Selanjutnya, sumber daya sosial budaya terdiri atas pendidikan, penyuluhan pertanian, penyuluhan pangan dan gizi, penyuluhan lainnya, dan pengetahuan mengenai pangan meliputi pemilihan pangan yang akan dikonsumsi dan strategi pengelolaan pangan.

Aspek manfaat terdiri atas makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, hasil penjualan kayu, hasil penjualan non kayu, pemegang pendapatan rumah tangga, pembagian pendapatan untuk anggaran rumah tangga, dan pemegang kedudukan di kelompok sosial. Tingkat akses dan kontrol yang diukur dalam penelitian ini adalah yang dilakukan oleh perempuan.

Tabel 20 Tingkat akses dan kontrol perempuan terhadap sumberdaya dan manfaata

Tingkatan Sumberdaya % Manfaat %

Akses Tinggi 3 10 1 3,3 Sedang 17 56,7 29 96,7 Rendah 10 33,3 0 0 Total 30 100 30 100 Kontrol Tinggi 4 13,3 0 0 Sedang 19 63,3 28 93,3 Rendah 7 23,4 2 6,7 Total 30 100 30 100 a

46

Data tabel 20 menunjukkan sebagian besar akses dan kontrol perempuan baik pada aspek sumber daya maupun manfaat sama-sama tergolong “sedang”. Akses maupun kontrol “tinggi” memiliki jumlah yang paling sedikit dibandingkan dengan dua kategori lainnya. Tabel 21 dan 22 memperlihatkan secara lebih rinci perbandingan antara akses dan kontrol laki-laki, perempuan, dan bersama pada aspek sumberdaya dan manfaat.

Tabel 21 Profil akses dan kontrol petani hutan rakyat Desa Bojonggenteng terhadap sumber dayaa

Sumber daya Pelaku (%)

Total (%) Perempuan Laki-laki Bersama Akses Sumber fisik / material 11,2 46,6 42,2 100

Pasar komoditas dan

tenaga kerja 7,1 52,7 40,2 100

Sumber daya sosial

budaya 48,3 15 36,7 100

Kontrol Sumber fisik / material 11,6 33,2 55,2 100 Pasar komoditas dan

tenaga kerja 7,2 35,6 57,2 100

Sumber daya sosial

budaya 39 16,1 44,9 100

a

Diolah dari kuesioner penelitian

Akses sumber fisik/ material serta pasar komoditas dan tenaga kerja paling banyak dilakukan oleh laki-laki dari keseluruhan aktivitas yang dinilai. Sebaliknya, sumber daya sosial-budaya paling banyak diakses oleh perempuan. Berbeda dengan tingkat akses, kontrol terhadap ketiga sumber daya tersebut lebih banyak dikuasai bersama.

Kepemilikan lahan, modal finansial dan sarana produksi rata-rata dimiliki atas nama laki-laki. Perempuan dapat memiliki hak milik ketika harta tersebut adalah harta warisan dari orang tua perempuan sehingga tetap menjadi miliknya walaupun sudah menikah. Selanjutnya untuk penebangan pohon yang akan digunakan membuka lahan baru, membuat rumah, kayu bakar atau untuk dijual biasanya dilakukan oleh laki-laki atas keputusan bersama. Pekerjaan menebang pohon dianggap sebagai pekerjaan berat yang hanya bisa dilakukan oleh laki-laki. Namun, beberapa laki-aki mengambil keputusan sendiri untuk menebang tanpa berkonsultasi dengan istrinya. Hal serupa juga terjadi saat melakukan peminjaman modal untuk usaha. Para pedagang besar yang berutang ke bank mau tidak mau harus menyerahkan keputusannya kepada istri karena tanda tangan yang harus dibubuhkan pada bagian persyaratan adalah tanda tangan istri. Walaupun bisa saja ada unsur pemaksaan untuk melakukan persetujuan.

Pada pasar komoditas, laki-laki masih berperan dominan karena laki-laki memiliki jaringan yang lebih luas untuk melakukan penjualan dengan menentukan waktu, tempat, jumlah, dan harga jual. Perempuan memiliki pengetahuan yang minim mengenai pasar sehingga jarang dilibatkan. Beberapa perempuan yang

47 terlibat adalah mereka yang memang berprofesi sebagai pedagang. Hal yang sama juga dirasakan pada pasar tenaga kerja. Pengelolaan lahan pertanian lebih bayak didominasi oleh laki-laki, perempuan hanya terlibat pada saat panen. Sementara usaha non pertanian banyak dilakukan bersama bergantung pada jenis pekerjaannya. Laki-laki akan memegang pekerjaan-pekerjaan seperti tukang ojek dan buruh bangunan. Sementara perempuan banyak yang menjadi buruh pabrik, pembantu, atau guru.

Sebaliknya, akses dan kontrol perempuan terhadap sumber daya sosial- budaya tergolong tinggi karena banyak berkaitan dengan kegiatan reproduktif. Sumber daya sosial budaya terdiri atas pendidikan, penyuluhan pertanian, penyuluhan pangan dan gizi pemilihan pangan, serta strategi pengelolaan pangan. Hanya penyuluhan pertanian saja yang jarang diakses oleh perempuan. Peran perempuan mulai terlihat dominan terutama pada aktivitas pemilihan pangan yang akan dikonsumsi dan strategi pengelolaan pangan dengan keputusan lebih banyak diambil bersama. Penyuluhan pertanian banyak diakses oleh laki-laki sementara penyuluhan pangan dan gizi oleh perempuan. Masalah pendidikan anak diputuskan bersama-sama atau oleh suami sendiri.

Selanjutnya, pada aspek manfaat terdiri atas makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, hasil penjualan kayu dan non kayu, pemegang pendapatan, pembagian pendapatan, dan pemegang kedudukan dalam kelompok sosial. Perempuan berperan dominan untuk mengelola pendapatan.

Manfaat dari makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, hasil penjualan kayu dan non kayu diakses bersama-sama. Sementara itu, pendapatan lebih banyak dipegang oleh perempuan. Hanya beberapa rumah tangga yang pendapatannya tetap dipegang laki-laki atau bersama. Begitu pula untuk pembagiannya, perempuan tetap memerankan posisi paling penting. Beberapa ibu melakukan konsultasi kepada suaminya dalam melakukan pembagian untuk anggaran rumah tangga. Ada pula yang pembagiannya dilakukan oleh laki-laki sendiri. Berbeda dengan itu, pemegang kedudukan dalam kelompok sosial banyak dipegang oleh laki-laki, baik organisasi resmi di desa maupun organisasi masyarakat. Perempuan masih tabu untuk memimpin kecuali pada kelompok perempuan sendiri seperti PKK atau SPP.

Pengambilan keputusan untuk makanan, pakaian, dan pendapatan lebih banyak dilakukan oleh perempuan. Sedangkan perumahan, pendidikan, dan hasil penjualan lebih banyak dilakukan bersama. Laki-laki paling banyak mengambil keputusan untuk kedudukan dalam kelompok sosial karena mereka sendiri yang banyak menempati posisi tersebut.

48

Tabel 22 Profil akses dan kontrol petani hutan rakyat Desa Bojonggenteng terhadap manfaata

Profil Pelaku (%) Total

Perempuan Laki-laki Bersama

Akses Makanan 0 0 100 100

Pakaian 0 0 100 100

Perumahan 0 0 100 100

Pendidikan 0 0 100 100

Hasil penjualan kayu 0 0 100 100

Hasil penjualan non

kayu 0 0 100 100 Pemegang pendapatan rumah tangga 83,3 13,3 3,3 100 Pembagian pendapatan rumah tangga 63,3 23,3 13,3 100 Pemegang kedudukan di kelompok sosial 0 88,9 11,1 100 Kontrol Makanan 60 0 40 100 Pakaian 66,7 0 33,3 100 Perumahan 0 10 90 100 Pendidikan 0 3,3 96,7 100

Hasil penjualan kayu 13 8,7 78,3 100

Hasil penjualan non

kayu 13,3 3,3 83,4 100 Pemegang pendapatan rumah tangga 66,7 3,3 30 100 Pembagian pendapatan rumah tangga 46,7 10 43,3 100 Pemegang kedudukan di kelompok sosial 0 88,9 11,1 100 a

Diolah dari kuesioner penelitian

Hasil pengukuran Rank Spearman [lihat Lampiran 6] menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat akses terhadap sumber daya maupun manfaat dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga. Nilai hubungan nyata pada korelasi tersebut jauh lebih besar dari 0,05, standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti. Hasil yang sama juga ditunjukkan nilai hubungan antara tingkat kontrol baik terhadap sumber daya maupun manfaat dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga.

Tingkat beban kerja, akses, dan kontrol gender tidak berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga diduga karena pengaruh faktor lain seperti karakteristik sosial ekonomi rumah tangga dan kontribusi hutan rakyat lebih kuat pengaruhnya.

49 Faktor-faktor Pengaruh Gender

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perempuan memiliki tingkat beban kerja, tingkat akses, dan tingkat kontrol yang “sedang”. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti kondisi ekonomi, budaya, dan religi. Faktor kondisi ekonomi dilihat dari tingkat pendapatan. Ketika pendapatan laki-laki tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga tersebut maka perempuan mulai turun tangan untuk ikut serta mencari nafkah. OTN misalnya, ia menuturkan istrinya harus ikut semua kegiatan pertanian agar tidak perlu mengupah lebih banyak pekerja

“... ikut atuh neng kalo ibu mah, harus bareng-bareng, cari duit bareng, bersih- bersih bareng...”

Budaya yang berpengaruh adalah budaya Sunda sebagai unsur mayoritas yang tinggal di Desa Bojonggenteng. Nilai-nilai patriarki pada masyarakat Sunda masih terlihat dengan penempatan dominan laki-laki pada sektor produktif dan perempuan di sektor reproduktif. Stereotip yang ada di masyarakat adalah laki- laki sebagai pencari nafkah dan perempuan mengatur rumah tangga. Hal ini terlihat pula pada susunan pemerintahan desa yang lebih banyak didominasi oleh laki-laki walaupun pihak desa mengatakan telah membuka kesempatan untuk siapa saja baik laki-laki maupun perempuan. Partai politik yang masuk ke desa Bojonggenteng juga tidak membawa pengaruh yang berarti pada gender. Partai- partai ini hanya berkampanye seperti biasa tanpa memasukkan nilai-nilai PUG sehingga laki-laki lebih banyak terlibat.

Faktor lainnya yang berpengaruh besar terhadap peran gender di Desa Bojonggenteng adalah agama. Kuatnya pengaruh agama Islam pada kehidupan masyarakat Desa Bojonggenteng sangat terasa. Pengajian rutin diadakan di tingkat RT dan desa membuktikan kuatnya ikatan mereka dengan agama Islam, ditambah fakta bahwa 100% penduduknya beragama Islam. Pondok pesantren Darul Amal semakin memperkuat posisi Islam disana, warga Bojonggenteng kini memilih memasukkan anaknya ke pesantren tersebut untuk memperdalam ilmu agama.

Peneliti menemukan bahwa beberapa kampung di desa ini masih mengikuti ajaran Sarekat Islam (SI), sebuah organisasi masyarakat yang sudah mulai redup. Namun ulama beberapa kampung di desa ini masih memegang teguh ajaran dan cara beribadah SI. Menurut salah satu ulama SI yaitu MNS, SI masih sering melakukan perkumpulan baik di tingkat daerah maupun nasional. Meski SI telah keluar dari panggung politik mereka tetap menggalang kekuatan untuk bangkit suatu saat dengan cara mempersiapkan generasi muda.

Kampung tempat MNS tinggal tidak memperbolehkan perempuan berjamaah di masjid. Menurut ASM dulunya sempat ada kelompok jamaah perempuan di bangunan yang dekat masjid (terpisah) dengan imam perempuan. Namun karena ibu-ibu lebih banyak bergosip daripada mengaji, maka kelompok jamaah ini dibubarkan. Perempuan hanya bisa sholat di masjid ketika hari besar saja, selebihnya mereka harus sholat di rumah.

Sarekat Islam yang dibentuk oleh HOS. Cokroaminoto ini dulunya merupakan organisasi resmi yang memiliki AD ART dan sampai sekarang masih digunakan oleh para pengikutnya. Mereka memiliki dua macam buku yang

50

menjadi panduan mereka. Buku tersebut merupakan karangan HOS Cokroaminoto dan masih menggunakan ejaan lama. Buku tersebut menyebutkan bahwa partai Sarikat Islam tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan, bahkan persoalan perempuan sangat dipentingkan sebagai salah satu bentuk pergaulan hidup manusia karena dianggap dapat menimbulkan perselisihan dan semacamnya seperti halnya persoalan buruh. Buku tersebut menyebutnya dengan istilah Su”al perempuan (het vrouwenvraagstuk), persoalan-persoalan tersebut telah diatur oleh agama Islam dengan menetapkan asas-asas sebagai pedoman untuk menetapkan peraturan-peraturan (wet-wet).

“Kaum Partai S.I. Indonesia mengakui persamaan harga salam pemandangan ALLAH antara orang Mu”min laki-laki dan orang Mu”min perempuan, sebagai yang dinyatakan di daam Qur”an, surah An-Nahl (XVI) ayat ke 97:

ْ ﻮ ْاﻮ ﺎآﺎ ﺴْ ﺄ هﺮْ أْ ﻬﱠ ﺰْ وﺔ ﱢﻃةﺎ ﻪﱠ ْ ﻓ ﻮهوْﺆ ﻰﺜ أْوأﺮآذ ﱢ ﺎ ﺎﺻ ْ

Artinya : Barangsiapa berbuat kebajikan baik laki-laki maupun perempuan, padahal ia beriman, maka sesungguh-sungguhnyalah Kami akan membikin dia mendapat suatu kehidupan yang berbahagia.”

Pada bab mengenai pernikahan disebutkan bahwa SI mengajarkan pihak laki-laki wajib untuk memberi nafkah pada perempuan dan jika perempuan merasa tidak dicukupi, boleh melakukan tindakan-tindakan selanjutnya seperti yang diatur dalam agama Islam pada umumnya.

MNS mengatakan perempuan dan laki-aki harus saling membantu baik untuk urusan rumah tangga maupun mencari nafkah. Namun jika laki-laki masih kuat untuk mencari nafkah sendiri perempuan sebaiknya fokus pada pekerjaan rumah tangga.

Dokumen terkait